LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA ABDOMEN
Di Susun Oleh:
Nama : Lisa Septia Devi Npm : 2214901110036
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
TAHUN AJARAN 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
“TRAUMA ABDOMEN”
I. Definisi
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional.
Trauma abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen, terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh – pembuluh darah abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen.
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja.
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.
II. Etiologi
Kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian.
1. Penyebab trauma penetrasi
a. Luka akibat terkena tembakan b. Luka akibat tikaman benda tajam c. Luka akibat tusukan
2. Penyebab trauma non-penetrasi
a. Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh b. Hancur (tertabrak mobil)
c. Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut d. Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga III. Manifestasi klinis
Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis meliputi : nyeri tekan diatas daerah abdomen, distensi abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh, nyeri spontan.
1. Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya:
a. Jejas atau ruftur dibagian dalam abdomen b. Terjadi perdarahan intra abdominal.
c. Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual, muntah, dan BAB hitam (melena).
d. Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah trauma.
e. Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding abdomen.
2. Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:
a. Terdapat luka robekan pada abdomen.
b. Luka tusuk sampai menembus abdomen.
c. Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak perdarahan/memperparah keadaan.
d. Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam andomen.
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu : 1. Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.
2. Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh iritasi.
3. Cairan atau udara dibawah diafragma
Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi rekumben.
4. Mual dan muntah
5. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi.
IV. Pohon masalah
Trauma (kecelakaan) Penetrasi & Non-Penetrasi↓ Terjadi perforasi lapisan abdomen↓ (kontusio, laserasi, jejas, hematom)
Menekan saraf peritonitis↓
Terjadi perdarahan jar.lunak dan rongga abdomen → Nyeri↓ Motilitas usus↓
Disfungsi usus → Resiko infeksi↓ Refluks usus output cairan berlebih↓
Gangguan cairan Nutrisi kurang dari dan eloktrolit kebutuhan tubuh
Kelemahan fisik↓ Gangguan mobilitas fisik↓ V. Komplikasi
a. Segera : hemoragi, syok, dan cedera.
b. Lambat : infeksi VI. Pemeriksaan penunjang
1. Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.
2. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.
3. Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroperineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus.
4. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.
VII. Penatalaksanaan 1. Pre Hospital
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian.
Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
a. Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.
b. Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara ‘lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
c. Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).
Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul)
1. Stop makanan dan minuman
2. Imobilisasi
3. Kirim kerumah sakit.
Penetrasi (trauma tajam)
1. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
2. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka.
3. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.
4. Imobilisasi pasien.
5. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
6. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
7. Kirim ke rumah sakit.
2. Hospital
1. Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan.
a. Skrinning pemeriksaan rontgen
Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intraperitonium. Serta rontgen abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum.
b. IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning
Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.
c. Uretrografi.
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra.
d. Sistografi
Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung kencing, contohnya pada :
i. Fraktur pelvis
ii. Trauma non-penetrasi
2. Penanganan pada trauma benda tumpul di rumah sakit : a. Pengambilan contoh darah dan urine
Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah lengkap, potasium, glukosa, amilase.
b. Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks anteroposterior dan pelvis adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita dengan multi trauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas di bawah diafragma, yang keduanya memerlukan laparotomi segera.
c. Study kontras urologi dan gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendens atau decendens dan dubur (Hudak & Gallo, 2001).
3. Penatalaksanaan medis : a. Abdominal paracentesis
Menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium, merupakan indikasi untuk laparotomi.
b. Pemeriksaan laparoskopi
Mengetahui secara langsung penyebab abdomen akut.
c. Pemasangan NGT
Memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen.
d. Pemberian antibiotik Mencegah infeksi.
e. Laparotomi
4. Penatalaksanaan keperawatan :
a. Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas, pernapasan, sirkulasi) sesuai indikasi.
b. Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan ; gerakkan dapat menyebabkan fragmentasi bekuan pada pada pembuluh darah besar dan menimbulkan hemoragi masif.
i. Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan serta sistem saraf.
ii. Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher didapatkan.
iii. Gunting baju dari luka.
iv. Hitung jumlah luka.
v. Tentukan lokasi luka masuk dan keluar.
c. Kaji tanda dan gejala hemoragi.
d. Kontrol perdarahan dan pertahanan volume darah sampai pembedahan dilakukan.
e. Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini membantu mendeteksi luka lambung, mengurangi kontaminasi terhadap rongga peritonium, dan mencegah komplikasi paru karena aspirasi.
f. Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan salin basah untuk mencegah kekeringan visera.
g. Pasang kateter uretra menetap untuk mendapatkan kepastian adanya hematuria dan pantau haluaran urine.
h. Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok, kehilangan darah, adanya udara bebas dibawah diafragma, eviserasi, atau hematuria.
VIII. Asuhan keperawatan secara teori A. Pengkajian
1. Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas,
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseim Bangan cedera (trauma)
2. Sirkulasi
Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), polanapas(hipoventilasi, hiperventilasi, dll).
3. Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis) Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi.
4. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.
5. Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan Selera makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.
6. Neurosensori.
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental,Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
7. Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
8. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas.
9. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif.
Gangguan rentang gerak.
B. Diagnosa keperawatan
1. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan
2. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak adekuatnya pertahanan tubuh
4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan 5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
C. Intervensi
1. Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan Tujuan : Terjadi keseimbangan volume cairan.
K.H : Kebutuhan cairan terpenuhi Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda vital
R/ untuk mengidentifikasi defisit volume cairan
b. Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin R/ mengidentifikasi keadaan perdarahan
c. Kaji tetesan infus
R/ awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan.
d. Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
R/ cara parenteral membantu memenuhi kebutuhan nuitrisi tubuh.
e. Tranfusi darah
R/ menggantikan darah yang keluar.
2. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen.
Tujuan : Nyeri teratasi
K.H : Nyeri berkurang atau hilang.
Intervensi :
a. Kaji karakteristik nyeri
R/ mengetahui tingkat nyeri klien.
b. Beri posisi semi fowler.
R/ mengurngi kontraksi abdomen
c. Anjurkan tehnik manajemen nyeri seperti distraksi
R/ membantu mengurangi rasa nyeri dengan mengalihkan perhatian d. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
R/ analgetik membantu mengurangi rasa nyeri.
e. Managemant lingkungan yang nyaman
R/ lingkungan yang nyaman dapat memberikan rasa nyaman klien
3. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak adekuatnya pertahanan tubuh.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
K.H : tidak ada tanda-tanda infeksi Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda infeksi
R/ mengidentifikasi adanya resiko infeksi lebih dini.
b. Kaji keadaan luka
R/ keadaan luka yang diketahui lebih awal dapat mengurangi resiko infeksi.
c. Kaji tanda-tanda vital
R/ suhu tubuh naik dapat di indikasikan adanya proses infeksi.
d. Perawatan luka dengan prinsip sterilisasi
R/ teknik aseptik dapat menurunkan resiko infeksi nosokomial e. Kolaborasi pemberian antibiotik
R/ antibiotik mencegah adanya infeksi bakteri dari luar
4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan
Tujuan : Ansietas teratasi K.H : Klien tampak rileks Intervensi :
a. Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang berhasil pada waktu lalu
R/ koping yang baik akan mengurangi ansietas klien.
b. Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut dan berikan penanganan
R/ mengetahui ansietas, rasa takut klien bisa mengidentifikasi masalah dan untuk memberikan penjelasan kepada klien.
c. Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan mengenai penyakit
R/ apabila klien tahu tentang prosedur dan tindakan yang akan dilakukan, klien mengerti dan diharapkan ansietas berkurang
d. Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres
R/ lingkungan yang nyaman dapat membuat klien nyaman dalam menghadapi situasi
e. Dorong dan dukungan orang terdekat R/ memotifasi klien
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik Tujuan : Dapat bergerak bebas
K.H: Mempertahankan mobilitas optimal Intervensi :
a. Kaji kemampuan pasien untuk bergerak
R/ identifikasi kemampuan klien dalam mobilisasi b. Dekatkan peralatan yang dibutuhkan pasien
R/ meminimalisir pergerakan kien c. Berikan latihan gerak aktif pasif
R/ melatih otot-otot klien d. Bantu kebutuhan pasien
R/ membantu dalam mengatasi kebutuhan dasar klien e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi.
R/ terapi fisioterapi dapat memulihkan kondisi klien
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3.
EGC : Jakarta.
Suddarth & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC Carpenito, 1998 Buku saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis, Edisi 6.
Jakarta: EGC
Banjarmasin, Januari 2023
Preseptor Akademik Preseptor Klinik
Mira, Ns., M.Kep Syamsul Rizal, Ns.,S.Kep