KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
“ LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA CEDERA KEPALA”
Disusun Oleh : Nama : Gede Pio Aditya NIM : P07120121038
Kelas : 3.1 D-III Keperawatan
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
PRODI D-III KEPERAWATAN TAHUN 2024
A. Konsep Dasar Penyakit 1. Definisi
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2009), cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak langsung megenai kepala yang mengakibatkan luka dikulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringan otak, serta mengakibatkan gangguan neurologis.
Trauma kepala adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung maupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis, yaitu fungsi fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporal maupun permanen (Atmadja, 2016) Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang dapat menyebabkan adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau garis pada tulang tengkorak dan disertai atau tanpa disertai perdarahan intertisial dalam subtansi otak tanpa Diikuti terputusnya kongtinuetias otak. Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa cedera kepala merupakan kerusakan yang terjadi pada bagian kepala atau trauma yang terjadi pada kulit kepala, tengkorak, otak, jaringan dibawahnya, dan pembuluh darah dikepala yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan bahkan berdampak pada kematian.
2. Penyebab/Faktor Predisposisi
Cedera kepala dapat terjadi karena adanya beberapa faktor predisposisi. Penyebba umum terjadinya cedera kepala diantaranya :
1) Trauma tajam
Trauma tajam merupakan trauma yang disebabkan oleh benda tajam yang dapat menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan cedera lokal. Kerusakan lokal meliputi Contusio serebral, hematoma serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.
2) Trauma tumpul
Trauma tumpul merupakan trauma yang disebabkan oleh benda tumpul dan dapat menyebabkan cedera menyeluruh (difusi) seperti kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk yaitu : cedera akson, keruskan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multiple pada otak koma terjadi karena cedera kepala menyebar pada hemisfer cerebral, batang otak atau keduaduanya. Akibat Trauma Tergantung Pada :
a) Kekuatan benturan menyebabkan parahnya kerusakan.
b) Akselerasi dan decelerasi.
c) Cup dan kontra cup 3) Cedera cup
Cedera cup menyebabkan kerusakan pada daerah dekat yang terbentur.
4) Cedera kontra cup
Cedera kontra cup menyebabkan kerusakan cedera berlawanan pada sisi desakan benturan.
a) Lokasi benturan.
b) Rotasi merupakan pengubahan posisi rotasi pada kepala menyebabkan trauma regangan dan robekan substansia alba dan batangotak.
c) Depresi fraktur merupakan kekuatan yang mendorong fragmen tulang turun menekan otak lebih dalam. Akibatnya CSS mengalir keluar ke hidung, kuman masuk ke telinga berkontaminasi dengan GCS menyebabkan infeksi dan kejang.
Cedera Kepala
Intra Cranial Tulang Cranial
Ekstra Cranial
3. Pohon masalah
MK. Risiko Perfusi Serebral
Tidak Efektif
MK. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
MK. Risiko Gangguan
Integritas Kulit/Jaringan MK. Gangguan Mobilitas Fisik
Gangguan suplai darah
MK. Risiko Infeksi Pendarahan dan
Hepatoma
Iskemia
Akumulasi Cairan Bedrest Total
Penurunan Kesadaran
MK. Nyeri Akut
Komperensi batang otak Perenggangan
doramen dan pembuluh darah
Hipoksia Peningkatan TIK
Kejang Perubahan protoregulasi Terputusnya
konstunuitas jaringan tulang
Terputusnya konstunuitas jaringan
otot, kulit
Jaringan otak rusak, kontatio, laserasi
4. Klasifikasi
Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal, yaitu : 1) Berdasarkan Tingkat Keparahan
Perhitungan tingkat keparahan dari cedera kepala dapat dilakukan dengan menggunakan skor Glasgow Coma Scale ( GCS). GCS merupakan skala kuantitatif untuk menilai tingkat kesadaran seseorang dan kelainan neurologis yang dapat terjadi. Penilaian skor GCS dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap 3 hal yaitu Eye (respon membuka mata), Motorik ( respon motoric ), dan Verbal ( respon verbal ). Berdasarkan skor GCS, cedera kepala dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu :
1) Cedera kepala ringan (CKR)
a) Tidak ada fraktur tengkorak
b) Tidak ada kontusio serebri,hematoma c) GCS 13 -15 d) Dapat terjadi kehilangan kesadaran tapi< 30 menit
2) Sedang Cedera kepala sedang (CKS)
a) Kehilangan kesadaran (amnesia) > 30 menit tapi< 24 jam b) Muntah
c) GCS 9 – 12
d) Dapat mengalami fraktur tengkorak, disorentasi ringan e) (bingung)
3) Cedera kepala berat (CKB) a) GCS 3 – 8
b) Hilang kesadaran> 24 jam
c) Adanya kontosio serebri, laserasi/ hematoma intracranial 2) Berdasarkan Penyebabnya
Cedera kepala dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok berdasarkan penyebab terjadinya, yaitu :
a) Cedera Kepala terbuka
Cedera kepala terbuka dapat terjadi akibat adanya hantaman yang keras yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur pada tulang tengkorak dan jaringan otak.
b) Cedera Kepala tertutup dapat disamakan dengan Keluhan geger otak ringan dan odema serebral yang luas yang dapat terjadi akibat adanya benturan pada kepala yang dapat menyebabkan terjadinya cedera pada jaringan otak walaupun keadaan tulang tengkorak masih utuh
5. Gejala Klinis
Gejala-gejala klinis yang dapat timbul akibat terjadinya cedera kepala tergantung dengan besarnya dan distrusi pada cedera kepala. Gejala-gejala umum yang sering timbul berdasarkan tingkat keparahan cedera kepala diantaranya :
1. Cedera kepala ringan
a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah laku Gejala- gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu atau lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.
2. Cedera kepala sedang
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan Kebinggungan atau bahkan koma.
b. b. Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba Defisit neurologik, perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan.
3. Cedera kepala berat
a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesehatan.
b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motoric tidak aktual, adanya Cedera terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
c. c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.
d. d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area tersebut.
4. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic pada cidera kepala dapat dilakukan dengan cara : 1) CT scan
CT scan digunakan untuk mengidentifikasi adanya hemoragig ,ukuran ventrikuler , infark pada jaringan mati.
2) Foto tengkorak atau cranium
Foto tengkorak atau cranium digunakan untuk mengetahui adanya fraktur pada tengkorak.
3) MRI
MRI digunakan sebagai penginderaan yang menggunakan gelombang elektomagnetik.
4) Laboratorium
a. Kimia darah : Untuk mengetahui keseimbangan elektrlit
b. Kadar elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intracranial.
c. Screen toksikologi : Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.
5) Serebral angiographi
Menunjukkan anomaly sirkulasi serebral ,seperti perubahan jaringan otak sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma.
6) Serial EEG
Serial EEG digunakan untuk melihat perkembangan gelombang yang patologis.
7) X-ray
Digunakan untuk mendeteksi perubahan struktur tulang , perubahan truktur garis (perdarahan atau edema), frakmen tulang.
8) BAER
BAER digunakan untuk mengoreksi batas fungsi kortek dan otak kecil.
9) PET
PET digunakan untuk mendeteksi perubahan aktivitas metabolism otak.
10) CSF & lumbalpungsi
CSF & lumbal fungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subaracnoid.
11) ABGs
ABGs digunakan untuk mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan intracranial.
5. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis pada cedera kepala dilakukan tergantung dengan jenis serta tingkat keparahan dari cedera kepala. Penatalaksanaan medis cedera kepala diantaranya:
1) Penalataksanaan Umum a) Monitoring respirasi
b) Monitoring tekanan intracranial (TIK) c) Atasi syok bila ada
d) Control tanda vital
e) Keseimbangan cairan dan elektrolit
2) Penatalaksanaan Cedera Kepala Ringan ( CKR )
Pada cedera kepala ringan yang tidak muncul gejala selain sakit pada lokasi cedera biasanya disarankan mengkonsums acetamin-ophen (Tylenol) untuk meredakan nyeri. Pasien tidak diperbolehkan untuk mengkonsumsi obat anti- inflamasi (NSAID) seperti ibuproven (Advil) atau aspirin ( Bayer ) karena jenis obat tersebut dapat menyebabkan perdarahan menjadi semakin memburuk. Pada pasien cedera kepala yang mengalami luka terbuka, dapat menutup luka menggunakan jahitan atau staples sebelum dibalut menggunakan perban.
3) Penatalaksanaan Cedera Kepala Berat ( CKB )
Sementara pada kasus cedera kepala berat ( CKB ) penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan adalah :
1) Pengobatan
a) Dexamethason/kalmetason ( diuretik )sebagai obat anti edema serebral dengan dosis disesuaikan dengan berat ringannya cedera kepala
b) Therapy hiperventilasi sebagai obat untuk mengurangi vasodilatasi c) Pemberian analgetik sebagai obat untuk mengurangi rasa nyeri d) Pemberian obat antibiotik
e) Pemberian obat antikejang ( antikonvulson ) untuk menghentikan kejang seperti obat Dilantin, tegretol, valium, dll
2) Operasi
Pada keadaan yang darurat, operasi harus dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan otak lebih lanjut. Operasi dilakukan untuk mengeluarkan darah intraserebral, debridemen luka, kraniolasti, prosedur shunting pada hidrocepalus, kraniotomi. Disamping itu operasi juga bertujuan untuk menghilangkan hematoma, memperbaiki tengkorak, dan melepaskan tekanan pada otak.
3) Rehabilitasi
Pada pasien yang mengalami cedera kepala yang serius, maka perlu dilakukan rehabilitasi untuk mengembalikan fungsi otak sepenuhnya. Pasien yang mengalami cedera kepala biasanya membutuhkan bantuan untuk mengembalikan mobilitas dan kemampuan bicaranya yang normal.
6. Komplikasi
Cedera kepala yang parah dapat menyebabkan komplikasi serius dan mengancam otak secara permanen. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada kasus cedera kepala yaitu :
1. Epilepsi Pasca Trauma
Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi beberapa waktu setelah otak mengalami cedera karena benturan di kepala. Kejang terjadi pada sekitar 10% penderita yang mengalami cedera hebat tanpa adanya luka tembus di kepala dan pada sekitar 40% penderita yang memiliki luka tembus di kepala. Obat-obat anti kejang (misalnya feniton, karbamazepinatau valproate) biasanya dapat mengatasi kejang pasca trauma.
2. Afasia
Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena terjadinya cedera pada area bahasa di otak. Penderita tidak mampu memahami atau mengekspresikan kata-kata. Bagian otak yang mengendalikan fungsi bahasa adalah lobus temporalis sebelah kiri dan bagian lobus frontalis di sebelahnya.
3. Apraksia
Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang memerlukan ingatan atau serangkaian gerakan. Kelainan ini jarang terjadi dan biasanya disebabkan oleh kerusakan pada lobus parietalis ataulobus frontalis.
4. Amnesia
Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk mengingat peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah lama berlalu. Penyebabnya masih belum dapat sepenuhnya dimengerti. Amnesia hanya berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam (tergantung kepada beratnya cedera) dan akan menghilang dengan sendirinya. Pada cedera otak yang hebat, amnesia bias bersifat menetap.
5. Fistel Karotis-kavernosus
Ditandai oleh trias gejala: eksoftalmus, kemosis, dan bruit orbita, dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cedera.
6. Diabetes Insipidus
Disebabkan oleh kerusakan traumatic pada tangkai hipofisis, menyebabkan penghentian sekresi hormone antidiuretik.
7. Kejang pasca trauma
Dapat segera terjadi (dalam 24 jam pertama), dini (minggu pertama) atau lanjut (setelah satu minggu).
8. Kebocoran cairan serebrospinal
Dapat disebabkan oleh rusaknya leptomeningen dan terjadi pada 2-6 % pasien dengan cedera kepala tertutup. Kebocoran ini berhenti spontan dengan elevasi kepala setelah beberapa hari pada 85 % pasien.
9. Edema serebral & herniasi
Penyebab paling umum dari peningkatan TIK, Puncak edema terjadi 72 jam setelah cedera. Perubahan TD, Frekuensi nadi, pernafasan tidak teratur merupakan gejala klinis adanya peningkatan TIK
10. Defisit Neurologis & Psikologis
Tanda awal penurunan fungsi neurologis :perubahan tingkat kesadaran, nyeri kepala hebat, mual atau muntah proyektil (tanda dari peningkatan TIK/Tekanan Intrakranial).
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan merupakan proses awal asuhan keperawatan dimana pada pengkajian seorang perawat akan melakukan pengumpulan data dari berbagai sumber untuk mengevaluasi keadaan pasien dan juga mengidentifikasi status kesehatan klien. Pada pengkajian keperawatan terdiri dari beberapa langkah, diantaranya : mengumpulkan data, pengelompokkan data, memvalidasi data, dan mendokumentasikan data. Adapun pengkajian yang perlu dilakukan pada pasien dengam cedera kepala, antara lain :
1) Identitas Pasien Identitas pasien meliputi
a. Identitas pasien Berisi biodata pasien yaitu nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah, pendidikan terakhir, agama, suku, status perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat.
b. Identitas penanggung jawab Berisikan biodata penangguang jawab pasien yaitu nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, hubungan dengan klien, pendidikan terakhir, pekerjaan, alamat.
2) Identitas penanggung jawab
Berisikan biodata penangguang jawab pasien yaitu nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, hubungan dengan klien, pendidikan terakhir, pekerjaan, alamat.
3) Keluhan utama
Keluhan yang sering menjadi alasan klien untuk memnita pertolongan kesehatan tergantung dari seberapa jauh dampak trauma kepala disertai
penurunan tingkat kesadaran ( Muttaqin, A. 2008 ). Biasanya klien akan mengalami penurunan kesadaran dan adanya benturan serta perdarahan pada bagian kepala klien yang disebabkan oleh kecelakaan ataupun tindaka kejahatan.
4) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Berisikan data adanya penurunan kesadaran (GCS<15), latergi, mual dan muntah, sakit kepala, wajah tidak simetris, lemah, paralysis, perdarahan, fraktur, hilang keseimbangan, sulit menggenggam, amnesia seputar kejadian, tidak bisa beristirahat, kesulitan mendengar, mengecap dan mencium bau, sulit mencerna ataupun menelan makanan
b) Riwayat kesehatan dahulu
Berisikan data pasien pernah mengalami penyakit sistem persarafan, riwayat trauma masa lalu, riwayat penyakit darah, riwayat penyakit sistemik/pernafasan kardiovaskuler, riwayat hipertensi, riwayat cedera kepala sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia, pengunaan obat-obatan antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan konsumsi alcohol ( Muttaqin, A.2008 ).
c) Riwayat kesehatan keluarga
Berisikan data apakah ada riwayat penyakit menular yang berasal dari kelaura klien seperti penyakit hipertensi, diabetes mellitus, dan lain sebagainya.
5) Pemeriksaan fisik a) Tingkat kesadaran
1. Kuantitas dengan GCS ( Glasgow Coma Scale )
2. Kualitatif (1) Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya, nilai GCS: 15 - 14. (2) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh, nilai GCS: 13 - 12. (3) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak- teriak, berhalusinasi,
kadang berhayal, nilai GCS: 11-10. (4) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal, nilai GCS: 9 – 7. (5) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4. (6) Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya), nilai GCS: ≤ 3 (Satyanegara. 2010).
b) Fungsi motorik
Setiap ekstermitas diperiksa dan dinilai dengan skala berikut ini yang digunakan secara internasional:
Biasanya klien yang mengalami cedera kepala kekuatan ototnya berkisar antar 0 sampai 4 tergantung tingkat keparahan cedera kepala yang dialami klien. 3.)
c) Pemeriksaan reflek fisiologis
− Reflek bisep
Caranya: Pemeriksaan dilakukan dengan posisi pasien duduk, dengan membiarkan lengan untuk beristirahat di pangkuan pasien, atau membentuk sudut sedikit lebih dari 900 di siku, minta pasien memflexikan di siku sementara pemeriksa mengamati dan meraba fossa antecubital, tendon akan terlihat dan terasa seperti tali tebal, ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m.biceps brachii, posisi lengan setengah diketuk pada sendi siku, normalnya terjadi fleksi lengan pada sendi siku. b.)
− Reflek trisep
Caranya: pemeriksaan dilakukan dengan posisi pasien duduk, secara perlahan tarik lengan keluar dari tubuh pasien, sehingga membentuk sudut kanan di bahu atau lengan bawah harus menjuntai ke bawah langsung di siku, ketukan pada tendon otot
triceps, posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi, normalnya terjadi ekstensi lengan bawah pada sendi siku. c.)
− Reflek patella
Caranya: pemeriksaan dilakukan dengan posisi duduk atau berbaring terlentang, ketukan pada tendon patella, respon: plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep femoris.
− Reflek achiles
Caranya: pemeriksaan dilakukan dengan posisi pasien duduk, kaki menggantung di tepi meja ujian atau dengan berbaring terlentang dengan posisi kaki melintasi diatas kaki di atas yang lain atau mengatur kaki dalam posisi tipe katak, identifikasi tendon mintalah pasien untuk plantar flexi, ketukan hammer pada tendon achilles. Respon: plantar fleksi kaki krena kontraksi m.gastroenemius (Muttaqin, A. 2010).
d) Reflek Patologis
Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada kasus-kasus tertentu.
− Reflek babynski
Pesien diposisikan berbaring supinasi dengan kedua kaki diluruskan, tangan kiri pemeriksa memegang pergelangan kaki pasien agar kaki tetap pada tempatnya, lakukan penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior, respon:
posisitif apabila terdapat gerakan dorsofleksi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki lainnya. b.)
− Reflek chaddok
Penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus lateralis dari posterior ke anterior, amati ada tidaknya gerakan dorsofleksi ibu jari, disertai mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya.
− Reflek oppenheim
Pengurutan dengan cepat krista anterior tibia dari proksiml ke distal, amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya.
− Reflek Gordon Menekan pada musculus gastrocnemius (otot betis), amati ada tidaknya gerakan dorsofleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya.
− Reflek hofmen tromen Melakukan petikan pada kuku jari, perhatikan jari yang lain. Normalnya jari-jari lain tidak bergerak (Muttaqin, A. 2010).
6) Aspek neurologis
1) Kaji GCS (cedera kepala ringan 14-15, cedera kepala sedang 9-13, cedera kepala berat 3-8).
2) Disorientasi tempat/waktu 3) Reflek patologis dan fisiologis 4 4) Perubahan status mental
5) Nervus Cranial XII (sensasi, pola bicara abnormal)
6) Perubahan pupil/penglihatan kabur, diplopia, fotophobia, kehilangan sebagian lapang pandang
7) Perubagan tanda-tanda vital
8) Gangguan pengecapan dan penciuman, serta pendengaran 9) Tanda-tanda peningkatan TIK
a. Penurunan kesadaran b. Gelisah letargi c. Sakit kepala d. Muntah proyektil e. Pupil edema f. Pelambatan nadi g. Pelebaran tekanan nadi
h. Peningkatan tekanan darah systole 7) Aspek kardiovaskuler
− Peubahan tekanan darah (menurun/meningkat)
− Denyut nadi (bradikardi, tachi kardi, irama tidak teratur)
− TD naik, TIK naik h.
8) System pernafasan
− Perubahan poa nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas berbunyi stridor, tersedak
− Irama, frekuensi, kedalaman, bunyi nafas
− Ronki, mengi positif 9) Kebutuhan dasar
− Eliminasi : perubahan pada BAB/BAK (inkontinensia, obstipasi, hematuri)
− Nutrisi : mual, muntah, gangguan pencernaan/menelan makanan, kaji bising usus
− Istirahat : kelemahan, mobilisasi, kelelahan, tidur kurang 10) Pengkajian psikologis
− Gangguan emosi/apatis, delirium
− Perubahan tingkah laku atau kepribadian 11) Pengkajian social
− Hubungan dengan orang terdekat
− Kemampuan komunikasi, afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, disartria, anomia
12) Nyeri/kenyamanan
− Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi berbeda
− Gelisah 13) Nervus cranial
− N.I : penurunan daya penciuman
− N.II : pada trauma frontalis terjadi penurunan penglihatan
− N.III, IV, VI : penurunan lapang pandang, reflek cahaya menurun, perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah, anisokor
− N.V : gangguan mengunyah
− N.II, XII : lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa pada 2/3 anterior lidah
− N.VIII : penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh N.IX, X, XI : jarang ditemukan
2. Diagnosis Keperawatan
Menurut PPNI (2017), diagnosis keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenairespons klien terhadap kesehatan atau proses kehidupan yang klien alami baik yang berlangsung actual atau nyata maupun potensial atau resiko. Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada kasus cedera kepala diantaranya :
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik. (D.0077)
2) Risiko perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan trauma (trauma kepala) ( D.0015 )
3) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret yang tertahan.
(D.0001)
4) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan hipoksia serebral. (D.0085) 5) Risiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan trauma/perdarahan.
(D.0036)
6) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri. (D.0054)
7) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilitas. (D.0129)
3. Rencana Keperawatan No. Diagnosis Keperawatan
(SDKI)
Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI)
Intervensi Keperawatan (SIKI)
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (D.0077)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama…x…
diharapkan tingkat nyeri (L.08066) Menurun dengan kritera hasil :
1. Keluhan nyeri menurun
2. Meringis menurun 3. Sikap prtektif
menurun
4. Gelisah menurun 5. Kesulitan tidur
menurun 6. Frekuensi nadi
menurun
Manajemen Nyeri (I.08238) Observasi
− Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
− Identifikasi skala nyeri
− Identifikasi respon nyeri non verbal
− Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
− Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
− Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
− Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
− Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
− Monitor efek samping penggunaan analgetik
2. Risiko perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan trauma (trauma kepala).
(D.0015)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama…x…
diharapkan perfusi perifer (L.02011) Meningkat dengan kriteria hasil :
1. Kekuatan nadi perifer meningkat 2. Penyembuhan luka
meningkat
3. Sensasi meningkat 4. Warna kulit
pucat menurun 5. Edema perifer
menurun 6. Kelemahan otot
menurun
7. Pengisian kapiler membaik
8. Akral membaik 9. Turgor kulit membaik 10. Tekanan darah
sistolik membaik 11. Tekanan darah
diastolic membaik 12. Tekanan arteri rata-
rata membaik
Pencegahan Syok (I.14545) Observasi
1. Monitor status kardiopulmunal (frekwensi dan kekuatan nadi, frekwensi nafas, TD, MAP)
2. Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi, AGD)
3. Monitor status cairan (masukan dan
haluaran, turgor kulit, CRT)
4. Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
5. Periksa riwayat alergi Terapeutik
6. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%
7. Persiapan intubasi dan ventilasi mekanik, jika perlu
8. Pasang jalur IV, jika perlu 9. Pasang kateter urine
untuk menilai produksi urin, jika perlu
10. Lakukan skinen skine test untuk mencegah reaksi alergi
Edukasi
11. Jelaskan penyebab/
faktor resiko syok 12. Jelaskan atnda dan
gejala awal syok 13. Anjurkan melapor jika
menemukan/
merasakan tanda dan gejala syok
14. Anjurkan
memperbanyak asupan oral
15. Anjurkan
menghindari alergen Kolaborasi
16. Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
17. Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu
18. Kolaborasi pemberian antiinflamasi, jika perlu
3. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret yang tertahan. (D.0001)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama…x…
diharapkan bersihan jalan
Manajemen Jalan Napas (I.01011)
Observasi
napas (L.01001) Meningkat dengan kriteria hasil :
1. Batuk efektif meningkat 2. Produksi sputum
menurum
3. Wheezing menurun 4. Dispnea menurun 5. Gelisah menurun 6. Frekuensi napas
membaik
7. Pola napas membaik
1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
2. Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)
3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
4. Pertahankan kepatenan jalan napas
5. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
6. Lakukan pengisapan lendir kurang dari 10 detik
7. Lakukan hiperoksigenasi sebelum pengisapan endotrakeal
8. Berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan pasien Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
4. Gangguan integritas kulit
berhubungan dengan
penurunan mobilitas (D.0129)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama…x…
diharapkan integritas kulit dan jaringan (L.14125)
Perawatan Integritas Kulit (I.11353)
Observasi
Meningkat dengan kriteria hasil :
1. Elastisitas meningkat 2. Hidrasi meningkat 3. Kerusakan jaringan
menurun
4. Kerusakan lapisan kulit menurun 5. Nyeri menurun 6. Kemerahan menurun 7. Hematoma menurun 8. Pigmentasi abnormal
menrun
9. Nekrosis menurun 10. Suhu kulit membaik 11. Tekstur membaik
1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. Perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi, peneurunan kelembaban, suhu lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas) Terapeutik
2. Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah baring
3. Gunakan produk berbahan
ringan/alami dan
hipoalergik pada kulit sensitif
4. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
Edukasi
5. Anjurkan minum air yang cukup
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
(D.0054)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama…x…
diharapkan mobilitas fisik (L.05042) Meningkat dengan kriteria hasil :
1. Pergerakan ekstremitas meningkat
Dukungan Ambulasi (1.06171)
Observasi
1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
2. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
2. Kekuatan otot meningkat 3. Rentan gerak
(ROM) meningkat 4. Nyeri menurun 5. Kecemasan menurun 6. Kaku sensi menurun 7. Gerakan tidak
terkoordinasi menurun 8. Gerakan terbatas
menurun 9. Keleman fisik
menurun
3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
sebelum memulai
ambulasi
4. Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi Terapeutik
5. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis. tongkat, kruk)
6. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
7. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi Edukasi
8. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
9. Anjurkan melakukan ambulasi dini
10. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis. berjalan dari tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi)
6. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama…x…
diharapkan tingkat infeksi (L.141370) Menurun dengan kriteria hasil :
1. Kebersihan meningkat.
2. Bengkak menurun 3. Nyeri menurun 4. Kemerahan menurun 5. Kadar sel darah
putih membaik
Pencegahan Infeksi (I.
14539) Observasi
1. Monitor tanda dan gejala infeksi Terapeutik
2. Batasi pengunjung 3. Lakukan perawatan kulit 4. Pertahankan tehnik aseptic Edukasi
5. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
6. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Kolaborasi
7. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam perencanaan perawatan. Pada prinsipnya implementasi keperawatan dilaksanakan berdasarkan dengan intervensi yang telah direncanakan sebelumnya. Tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan. Tindakan-tindakan pada intervensi
keperawatan terdiri atas observasi, terapeutik, edukasi dan kolaborasi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan untuk dapat menentukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan. Evaluasi untuk setiap diagnose keperawatan meliputi data subjektif (S) dan objektif (O), Analisa permasalahan (A) klien berdasarkan S dan O, serta perencanaan ulang (P) berdasarkan hasil Analisa data diatas.
DAFTAR PUSTAKA
Fachruddin, I. (2020). Studi Literatur: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cedera Kepala Ringan Dengan Masalah Keperawatan Nyeri Akut (Doctoral Dissertation, Universitas Muhammadiyah Ponorogo).
Khusnah, M. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Klien Trauma Kepala Dengan Masalah Keperawatan Resiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak Di Ruang Asoka Rsud Jombang (Doctoral dissertation, STIKes Insan Cendekia Medika Jombang).
Purpasari, A. D. (2019). Studi Kasus Penilaian Glasgow Coma Scale (GCS) Pasien Post Operasi Kraniotomi Cedera Kepala Sedang Di Ruang Observasi Intensif RSUD Dr. Soetomo Surabaya (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surabaya).
Sari, D. D. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Tn A Denga Kasus Cedera Kepala Berat Di Ruang Igd Rsud H. Hanafie Muara Bungo Tahun 2019 (Doctoral Dissertation, Universitas Perintis Indonesia).
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan TindakanHasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesi
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
LEMBAR PENGESAHAN
Tabanan, 04 Mei 2024
Clinical Instructure/CI Nama Mahasiswa
Ns. Ni Nyoman Aritrisnadewi, SST Gede Pio Aditya
NIP. 198111162007012011 P07120121038
.
Clinical Teacher/CT
Ns
I Gusti Ayu Ari Rasdini, S.Kep, M.Pd NIP. 195910151986032000