• Tidak ada hasil yang ditemukan

LP Cedera Kepala

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LP Cedera Kepala"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN

CEDERA KEPALA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktik Keperawatan Gawat Darurat

Dosen Pembimbing :

Wahyu Hidayati, M.Kep, Sp. KMB

Disusun oleh :

Arnindya Kanti Prasasti (G2B009001)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN

(2)

A. Pengertian

Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan Luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringa otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis. (Ayu, 2010)

Menurut lokasi trauma, cedera kepala dapat dibagi menjadi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak. Cedera kepala yang paling sering terjadi dan menyebabkan penyakit neurologhik yag cukup serius diakibatkan oleh kecelakaan di jalan raya. Risiko utama pasien dengan cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan memnyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. (Smeltzer dan Bare, 2002).

Cedera kulit kepala menyebabkan infeksi intrakranial. Trauma di bagian ini dapat menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi atau avulsi. Suntikan prokain melalui subkutan dapat membuat luka menjadi mudah dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan benda asing dan meminimalisir masuknya mikroorganisme yang menyebabkan infeksi.

Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak yang disebabkan oleh trauma. Hal ini dapat terjadi disertai atau tanpa kerusakan otak. Adanya fraktur tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat. Fraktur tengkorak diklasifikasikan menjadi terbuka dan tertutup. Jika terjadi fraktur tengkorak terbuka dipastikan lapisan duramater otak rusak, namun jika fraktur tengkorak tertutup, duramater kemungkinan tidak rusak. ((Smeltzer dan Bare, 2002).

Jenis cedera kepala berdasarkan lokasi terjadinya yang terakhir adalah cedera otak. Otak merupakan salah satu bagian terpenting dalam tubuh kita dan kejadian minor dapat membuat otak mengalami kerusakan yang bermakna. Otak menjadi tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa jika mengalami kerusakan yang cukup bermakna. Sel-sel serebral membutuhkan suplai darah terus-menerus untuk memperoleh makanan. Kerusakan otak tidak dapat pulih dan sel-sel mati diakibatkan karena darah yang mengalir berhenti hanya beberapa menit saja, dan kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenerasi.

Menurut tingkat keparahannya, cedera kepala dibagi menjadi tiga (Kapita Selekta Kedokteran, 2000), antara lain :

a. Cedera kepala ringan (kelompok risiko rendah)

(3)

- Tidak kehilangan kesadaran

- Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang - Pasien dapat mengeluh pusing dan nyeri kepala

- Pasien dapat menderita abrasi, laserasi, dan hematoma kulit kepala - Tidak ada kriteria cedera sedang atau berat

b. Cedera kepala sedang (kelompok risiko sedang)

- Skor skala koma Glasgow 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor) - Konkusi

- Amnesia pasca trauma - Muntah

- Tanda kemungkinan fraktur kranium - Kejang

c. Cedera kepala berat (kelompok risiko berat) - Skor skala koma Glasgow 3-8 (koma)

- Penurunan derajat kesadaran secara progresif - Tanda neurologis fokal

- Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium Anatomi otak

(4)

Anatomi lapisan otak

Sumber : www.ahliwasir.com/image-upload/detail_brain_layers.jpg

B. Etiologi

1. Trauma tajam

Kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah yang menyebabkan robeknya otak. Misalnya tertembak peluru atau benda tajam

2. Trauma tumpul

Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat sifatnya 3. Cedera akselerasi

Peristiwa gonjatan yang hebat pada kepala baik disebabkan oleh pukulan maupun yang bukan pukulan.

4. Kontak benturan. Biasanya terjadi karena suatu benturan atau tertabrak suatu obyek.

5. Kecelakaan lalu lintas 6. Jatuh

7. Kecelakaan kerja

8. Serangan yang disebabkan karena olahraga 9. Perkelahian

(5)

C. Patofisiologi

Cedera kepala yang terjadi waktu benturan, memungkinkan terjadinya memar pada permukaan otak, laserasi cedera robekan, hemoragi, akibatnya akan terjadi kemampuan autoregulasi cerebral yang menyebabkan hiperemia. Peningkatan salah satu otak akan menyebabkan jaringan otak tidak dapat membesar karena tidak ada aliran cairan otak dan sirkulasi dalam otak, sehingga lesi akan mendorong jaringan otak. Bila tekanan terus meningkat akibatnya tekanan dalam ruang kranium juga akan meningkat. Maka terjadilah penurunan aliran darah dalam otak dan perfusi jaringan yang tidak adekuat, sehingga terjadi masalah perubahan perfusi serebral. Perfusi yang tidak adekuat dapat menimbulkan vasodilatasi dan edema otak. Edema akan menekan jaringan saraf sehingga terjadi peningkatan tekanan intrakranial (Price, 2005).

Dampak edema jaringan otak terhadap sistem tubuh lain, antara lain : 1. Sistem Kardiovaskuler

Trauma kepala bisa menyebabkan perubahan fungsi jantung mencakup aktivitas atipikal miokardial, perubahan tekanan vaskuler dan edema paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T, P dan disritmia, vibrilisi atrium serta ventrikel takikardia. Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, di mana penurunan tekanan vaskuler pembuluh darah arteriol berkontraksi. Aktivitas miokardium berubah termasuk peningkatan frekuensi jantung dan menurunnya stroke work di mana pembacaan pembacaan CVP abnormal. Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis mempengaruhi penurunan kontraktilitas ventrikel. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya penurunan curah jantung dan meningkatkan atrium kiri, sehingga tubuh akan berkompensasi dengan meningkatkan tekanan sistolik. Pengaruh dari adanya peningkatan tekanan atrium kiri adalah terjadinya edema paru.

2. Sistem Respirasi

Adanya edema paru pada trauma kepala dan vasokonstriksi paru atau hipertensi paru menyebabkan hiperapneu dan bronkho kontriksi. Terjadinya pernafasan chynestoke dihubungkan dengan adanya sensitivitas yang meningkat pada mekanisme terhadap karbondioksida dan episode pasca hiperventilasi apneu. Konsenterasi oksigen dan karbondioksida dalam darah arteri mempengaruhi aliran

(6)

darah. Bila tekanan oksigen rendah, aliran darah bertambah karena terjadi vasodilatasi, jika terjadi penurunan tekanan karbondioksida akan menimbulkan alkalosis sehingga terjadi vasokontriksi dan penurunan CBF (Cerebral Blood Fluid). Bila tekanan karbondioksida bertambah akibat gangguan sistem pernafasan akan menyebabkan asidosis dan vasodilatasi. Hal tersebut menyebabkan penambahan CBF yang kemudian terjadi peningkatan tingginya TIK.

Edema otak akibat trauma adalah bentuk vasogenik. Pada kontusio otak terjadi robekan pada pembuluh kapiler atau cairan traumatic yang mengandung protein yang berisi albumin. Albumin pada cairan interstisial otak normal tidak didapatkan. Edema otak terjadi karena penekanan pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Edema otak ini dapat menyebabkan kematian otak (iskemia) dan tingginya TIK yang dapat menyebabkan terjadinya herniasi dan penekanan batang otak atau medula oblongata. Akibat penekanan pada medulla oblongata menyebabkan pernafasan ataksia dimana ditandai dengan irama nafas tidak teratur atau pola nafas tidak efektif.

3. Sistem Genito-Urinaria

Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme yaitu kecenderungan retensi natrium dan air serta hilangnya sejumlah nitrogen. Retensi natrium juga disebabkan karena adanya stimulus terhadap hipotalamus, yang menyebabkan pelepasan ACTH dan sekresi aldosteron. Ginjal mengambil peran dalam proses hemodinamik ginjal untuk mengatasi retensi cairan dan natrium. Setelah tiga sampai 4 hari retensi cairan dan natrium mulai berkurang dan pasca trauma dapat timbul hiponatremia. Untuk itu, selama 3-4 hari tidak perlu dilakukan pemberian hidrasi. Hal tersebut dapat dilihat dari haluaran urin. Pemberian cairan harus hati-hati untuk mencegah TIK. Demikian pula sangatlah penting melakukan pemeriksaan serum elektrolit. Hal ini untuk mengantisipasi agar tidak terjadi kelainan pada kardiovaskuler.

Peningkatan hilangnya nitrogen adalah signifikan dengan respon metabolic terhadap trauma, karena dengan adanya trauma tubuh memerlukan energi untuk menangani perubahan-perubahan seluruh sistem tubuh. Namun masukan makanan kurang, maka akan terjadi penghancuran protein otot sebagai sumber nitrogen utama. Hal ini menambah terjadinya asidosis metabolik karena adanya metabolisme anaerob glukosa. Dalam hal ini diperlukan masukan makanan yang

(7)

disesuaikan dengan perubahan metabolisme yang terjadi pada trauma. Pemasukan makanan pada trauma kepala harus mempertimbangkan tingkat kesadaran pasien atau kemampuan melakukan reflek menelan.

4. Sistem Pencernaan

Setelah trauma kepala terdapat respon tubuh yang merangsang aktivitas hipotalamus dan stimulus vagal. Hal ini akan merangsang lambung untuk terjadi hiperasiditas. Hipotalamus merangsang anterior hipofise untuk mengeluarkan steroid adrenal. Hal ini adalah kompensasi tubuh untuk menangani edema serebral, namun pengaruhnya terhadap lambung adalah terjadinya peningkatan ekskresi asam lambung yang menyebabkan hiperasiditas. Selain itu juga hiperasiditas terjadi karena adanya peningkatan pengeluaran katekolamin dalam menangani stress yang mempengaruhi produksi asam lambung. Jika hiperasiditas ini tidak segera ditangani, akan menyebabkan perdarahan lambung.

5. Sistem Muskuloskeletal

Akibat utama dari cedera otak berat dapat mempengaruhi gerakan tubuh. Hemisfer atau hemiplegia dapat terjadi sebagai akibat dari kerusakan pada area motorik otak. Selain itu, pasien dapat mempunyai control volunter terhadap gerakan dalam menghadapi kesulitan perawatan diri dan kehidupan sehari – hari yang berhubungan dengan postur, spastisitas atau kontraktur.

Gerakan volunter terjadi sebagai akibat dari hubungan sinapsis dari 2 kelompok neuron yang besar. Sel saraf pada kelompok pertama muncul pada bagian posterior lobus frontalis yang disebut girus presentral atau “strip motorik “. Di sini kedua bagian saraf itu bersinaps dengan kelompok neuron-neuron motorik bawah yang berjalan dari batang otak atau medulla spinalis atau otot-otot tertentu. Masing-masing dari kelompok neuron ini mentransmisikan informasi tertentu pada gerakan. Sehingga pasien akan menunjukan gejala khusus jika ada salah satu dari jaras neuron ini cedera.

Pada disfungsi hemisfer bilateral atau disfungsi pada tingkat batang otak, terdapat kehilangan penghambatan serebral dari gerakan involunter. Terdapat gangguan tonus otot dan penamilan postur abnormal, yang pada saatnya dapat membuat komplikasi seperti peningkatan saptisitas dan kontraktur.

(8)

Pathway

Benturan Kepala

Trauma Robekan

Cedera jaringan otak jaringan sekitar tertekan Hematoma

oedem

Vasodilatasi TIK meningkat Aliran darah ke otak menurun

Hipoksia penurunan kesadaran

Kerusakan pertukaran gas Kekacauan pola bahasa

Nafas dangkal Tak mampu berkata dengan baik

Gangguan rasa nyaman nyeri

Perubahan perfusi jaringan cerebral

Pola nafas tidak efektif

Gangguan persepsi sensori

(9)

D. Manifestasi Klinis 1. Cedera kepala ringan

a. Kebingungan, sakit kepala, rasa mengantuk yang abnormal dan sebagian besar pasien mengalami penyembuhan total dalam jam atau hari

b. Pusing, kesulitan berkonsentrasi, pelupa, depresi, emosi, atau perasaannya berkurang dan cemas,kesulitan belajar dan kesulitan bekerja.

2. Cedera kepala sedang

a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebingungan bahkan koma

b. Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit neurologik, perubahan tanda-tanda vital, gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungdi sensorik, kejang oto, sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan. (Smeltzer & Bare, 2002)

3. Cedera kepala berat

a. Amnesia dan tidak dapat lagi mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesehatan.

b. Pupil tidak ekual, pemeriksaan motorik tidak ekual, adanya cedera terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.

E. Pemeriksaan Penunjang a. CT-Scan

Untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek. b. MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Menggunakan medan magnetik kuat dan frekuensi radio. Bila bercampur gelombang yang dipancarkan tubuh, akan menghasilkan citra MRI yang dapat digunakan unutk mendiagnosis tumor, infark atau kelainan lain di pembuluh darah.

c. Angiografi serebral

Untuk menunjukkan kelainan lain sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, pendarahan trauma. Digunakan untuk mengidentifikasi dan menentukan kelainan serebral vaskuler.

(10)

d. Angiografi Substraksi Digital

Suatu tipe angiografi yang menggabungkan radiografi dengan teknik komputerisasi untuk memperlihatkan pembuluh darah tanpa gangguan dari tulang dan jaringan lunak di sekitarnya.

e. ENG (Elektronistagmogram)

Pemeriksaan elektro fisiologis vestibularis yang dapat digunakan untuk mendiagnosis gangguan sistem saraf pusat.

f. Lumbal Pungsi

Untuk menentukan ada tidaknya darah pada LCS harus dilakukan sebelum 6 jam dari saat terjadinya trauma

g. EEG

Memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis yang berkaitan dengan adanya lesi di kepala.

h. BAEK ( Brain Audition Euoked Tomografi)

Untuk menentukan fungsi korteks dan batang otak i. Rontgen foto kepala

Untuk melihat ada tidaknya fraktur pada tulang tengkorak j. GDA (Gas Darah Arteri)

Untuk mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang meningkatkan TIK

F. Pengkajian Primer

o Pertanyaan mengenai riwayat terjadinya cedera, meliputi : - Kapan cedera terjadi

- Apa penyebab cedera? Apakah obyek membentur kepala? Apakah pasien sampai terjatuh?

- Dari mana arah dan kekuatan pukulan?

- Apakah sempat kehilangan kesadaran? Durasi periode tidak sadar? Apakah pasien dapat dibangunkan? Adakah amnesia setelah cedera?

(11)

o Fokus Pengkajian

a. Tingkat kesadaran dan responsivitas. Tingkat kesadaran dan responsivitas dikaji secara teratur karena perubahan pada tingkat kesadaran mendahului semua perubahan tanda vital dan neurologik lain. Skala koma Glasgow digunakan untuk mengkaji tingkat kesadaran berdasarkan tiga kriteria pembukaan mata, respons verbal, dan respon motorik terhadap perintah verbal atau stimulus nyeri.

b. Pemantauan tanda vital. Meskipun penyimpangan tingkat kesehatan pasien adalah indikasi neurologik paling sensitif tentang ancaman bahaya, tanda vital dipantau dalam interval sering untnuk mengkaji status intrakranial.

- Tanda peningkatan TIK meliputi pelambatan nadi, peningkatan tekanan darah sistolik, dan pelebaran tekanan nadi.

- Pada saat kompresi otak meningkat, tanda vital cenderung sebaliknya. Nadi dan pernafasan semakin cepat dan tekanan darah menurun.

- Peningkatan suhu drastis dianggap hal yang tidak menguntungkan, karena hipertermia meningkatkan kebutuhan metabolisme otak dan merupakan indikasi kerusakan batang otak. Suhu harus dipertahankan dibawah 38 derajat Celcius.

- Takikardia dan hipotensi arteri dapat mengindikasikan perdarahan sedang terjadi di tempat lain di tubuh.

c. Fungsi motorik. Fungsi motorik sering dikaji melalui observasi gerakan-gerakan spontan, memerintahkan pasien meninggikan dan menurunkan ekstremitas, dan membandingkan kekuatan dan kualitas genggaman tangan dalam periodik waktu yang teratur.

- Jika pasien tidak menunjukkan gerakan spontan, maka respons stimulus nyeri dikaji. Respons abnormal (respon motorik berkurang) mengarah pada prognosis buruk.

- Kemampuan pasien untuk bicara dan kualitas bicara juga dikaji. Kapasitas untuk bicara merupakan indikasi tingkat fungsi otak yang tinggi.

- Pembukaan mata secara spontan pada pasien dievaluasi.

- Ukuran dan kualitas pupil dan reaksinya terhadap cahaya. Dilatasi unilateral dan respons pupil yang buruk merupakan indikasi adanya pembentukan hematoma dengan tekanan lanjut pada syaraf kranial ketiga karena pergeseran otak. Jika kedua pupil kaku dan berdilatasi, maka

(12)

diindikasikan ada cedera berlebihan dan kerusakan intrinsik pada batang otak atas, yang merupakan tanda prognostik buruk.

o Pengkajian Primer

Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah actual/potensial dari kondisi life threatening (berdampak terhadap kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup). Pengkajian tetap berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika hal tersebut memungkinkan.

Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan : a. Airway (jalan nafas) dengan kontrol servikal

Kaji :

1) Bersihkan jalan nafas

2) Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas 3) Distress pernafasan

4) Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring b. Breathing dan ventilasi

Kaji :

1. Frekuensi nafas, usaha nafas dan pergerakan dinding dada 2. Suara pernafasan melalui hidung atau mulut

3. Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas c. Circulation dengan kontrol perdarahan

Kaji :

1) Denyut nadi karotis 2) Tekanan darah

3) Warna kulit, kelembaban kulit

4) Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal d. Disability

Kaji :

1) Tingkat kesadaran 2) Gerakan ekstremitas

3) Glasgow coma scale (GCS), atau pada anak tentukan : Alert (A), Respon verbal (V), Respon nyeri/pain (P), tidak berespons/unresponsive (U) 4) Ukuran pupil dan respons pupil terhadap cahaya

(13)

e. Exposure control Kaji :

1) Tanda-tanda trauma yang ada o Pengkajian Sekunder

1. Fahrenheit (suhu tubuh) Kaji :

1. Suhu tubuh 2. Suhu lingkungan

2. Get Vital Sign/ Tanda-tanda vital secara kontiny Kaji :

1. Tekanan darah

2. Irama dan kekuatan nadi

3. Irama, kekuatan dan penggunaan otot bantu 4. Saturasi oksigen

3. Head to assesment (pengkajian dari kepala sampai kaki) Pengkajian Head to toe

a. Riwayat Penyakit

o Keluhan utama dan alasan klien ke rumah sakit

o Lamanya waktu kejadian sampai dengan dibawah ke rumah sakit o Tipe cedera, posisi saat cedera, lokasi cedera

o Gambaran mekanisme cedera dan penyakit seperti nyeri pada organ tubuh yang mana, gunakan : provoked (P), quality (Q), radian (R), severity (S) dan time (T)

o Kapan makan terakhir

o Riwayat penyakit lain yang pernah dialami/operasi pembedahan/kehamilan

o Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit sekarang, imunisasi tetanus yang dilakukan dan riwayat alergi klien.

o Riwayat keluarga yang mengalami penyakit yang sama dengan klien c. Pengkajian kepala, leher dan wajah

o Periksa wajah, adakah luka dan laserasi, perubahan tulang wajah dan jaringan lunak, adakah perdarahan serta benda asing.

(14)

o Periksa mata, telinga, hidung, mulut. Adakah tanda-tanda perdarahan, benda asing, deformitas, laserasi, perlukaan serta adanya keluaran

o Amati bagian kepala, adakah depresi tulang kepala, tulang wajah, kontusio/jejas, hematom, serta krepitasi tulang.

o Kaji adanya kaku leher

o Nyeri tulang servikal dan tulang belakang, deviasi trachea, distensi vena leher, perdarahan, edema, kesulitan menelan, emfisema subcutan dan krepitas pada tulang.

d. Pengkajian dada

1. Pernafasan : irama, kedalaman dan karakter pernafasan 2. Pergerakan dinding dada anterior dan posterior

3. Palpasi krepitas tulang dan emfisema subcutan 4. Amati penggunaan otot bantu nafas

5. Perhatikan tanda-tanda injuri atau cedera : petekiae, perdarahan, sianosis, abrasi dan laserasi.

e. Abdomen dan pelvis

Hal-hal yang dikaji pada abdomen dan pelvis :

1) Struktur tulang dan keadaan dinding abdomen

2) Tanda-tanda cedera eksternal, adanya luka tusuk, laserasi, abrasi, distensi abdomen, jejas.

3) Masa : besarnya, lokasi dan mobilitas 4) Nadi femoralis

5) Nyeri abdomen, tipe dan lokasi nyeri (gunakan PQRST) 6) Bising usus

7) Distensi abdomen

8) Genitalia dan rectal : perdarahan, cedera, cedera pada meatus, ekimosis, tonus spinkter ani

f. Ekstremitas

Pengkajian di ekstremitas meliputi : 1) Tanda-tanda injuri eksternal 2) Nyeri

3) Pergerakan dan kekuatan otot ekstremitas 4) Sensasi keempat anggota gerak

(15)

6) Denyut nadi perifer g. Tulang belakang

Pengkajian tulang belakang meliputi :

1. Jika tidak didapatkan adanya cedera/fraktur tulang belakang, maka pasien dimiringkan untuk mengamati :

- Deformitas tulang belakang - Tanda-tanda perdarahan - Laserasi

- Jejas - Luka

2. Palpasi deformitas tulang belakang

G. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi dan kerusakan neurovaskuler ditandai dengan kelemahan atau poaralisi otot pernafasan. (Doenges, 1999)

2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penekanan vaskuler serebral dan edema otak ditandai dengan wajah menahan nyeri dan adanya perubahan tanda-tanda vital.

3. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral ditandai dengan perubahan tingkat kesadaran, perubahan respon motorik atau sensorik, gelisah, dan perubahan tanda vital.

H. Intervensi Keperawatan

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi dan kerusakan neurovaskuler ditandai dengan kelemahan atau poaralisi otot pernafasan.

Kriteria hasil :

 Pernafasan reguler, dalam dan kecepatannya teratur  Pengembangan dada kiri dan kanan simetris

 Tanda dan gejala obstruksi pernafasan tidak ada : stridor (-), sesak nafas (-), wheezing (-)

 Suara nafas : vaskuler kiri dan kanan  Trakhea midline

(16)

 Analisa gas darah dalam batas normal : PaO2 80-100 mmHg, Saturasi O2 > 95 %, PaCO2 35-45 mmHg, pH 7,35-7,45

Intervensi : Mandiri

o Observasi frekuensi, kecepatan, kedalaman dan irama pernafasan. o Observasi penggunaan otot bantu pernafasan

o Berikan posisi semi fowler bila tidak ada kontra indikasi o Ajarkan dan anjurkan nafas dalam serta batuk efektif o Perhatikan pengembangan dada simetris atau tidak

o Kaji fokal fremitus dengan meletakkan tangan di punggung pasien sambil pasien menyebutkan angka 99 atau 77

o Bantu pasien menekan area yang sakit saat batuk o Lakukan fisiotherapi dada jika tidak ada kontra indikasi

o Auskultasi bunyi nafas, perhatikan bila tidak ada ronkhi, wheezing dan erackles.

o Lakukan suction bila perlu o Lakukan pendidikan kesehatan. Kolaborasi

o Pemberian O2 sesuai kebutuhan pasien o Pemeriksaan laboratorium / analisa gas darah o Pemeriksaan rontgen thorax

o Intubasi bila pernafasan makin memburuk o Pemasangan oro paringeal

o Pemasangan water seal drainage / WSD o Pemberian obat-obatan sesuai indikasi

2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penekanan vaskuler serebral dan edema otak ditandai dengan wajah menahan nyeri dan adanya perubahan tanda-tanda vital.

Kriteria hasil :

o Menurunnya derajat nyeri baik daripada respon verbal maupun pengukuran skala nyeri.

(17)

o Hilangnya indikator fisiologi nyeri : takhikardia (-), takipnoe (-), diaporesis (-), tekanan darah normal

o Hilangnya tanda-tanda non verbal karena nyeri : tidak meringis, tidak menangis, mampu menunjukkan posisi yang nyaman

o Mampu melakukan pemerintah yang tepat. Intervensi :

Mandiri

o Kaji karakteristik nyeri dengan PQRST o Bantu melakukan teknik relaksasi o Batasi aktivitas

Kolaborasi o Pemberian O2 o Perekaman EKG

o Pemberian therapi sesuai indikasi o IVFD sesuai indikasi

3. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral ditandai dengan perubahan tingkat kesadaran, perubahan respon motorik atau sensorik, gelisah, dan perubahan tanda vital.

Kriteria Hasil :

o Mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesadaran o Tanda-tanda vital kembali normal

o Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial Intervensi :

Mandiri

o Tentukan faktor-faktor yang menyebabkan koma atau penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK

o Pantau status neurologik secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar menggunakan GCS

o Pantau TTV

o Pertahankan kepala agara posisinya tetap netral atau di tengah o Perhatikan adanya peningkatan kegelisahan pada klien

(18)

Kolaborasi :

o Berikan cairan sesuai indikasi o Berikan obat sesuai indikasi

(19)

MIND MAPPING

Definisi

Etiologi CEDERA KEPALA

cedera mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala

Robekan selaput otak Fraktur Gangguan neurologis Etiologi Definisi Trauma tajam Trauma tumpul Cedera akselerasi Kontak benturan Jatuh Manifestasi Klinis CKR CKS CKB Amnesia,pupil tidak ekual, pemeriksaan motorik tidak ekual, cedera terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik

Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil,defisit neurologik, perubahan tanda-tanda vital, gangguan penglihatan dan pendengaran, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan

Kebingungan, sakit kepala, rasa

mengantuk abnormal, kesulitan konsentrasi, pelupa, depresi, emosi, cemas Pemeriksaan Penunjang CT-Scan X-Ray EEG MRI GDA Pengkajian Primer Sekunder Airway Breathing Circulation Disability Exposure control Suhu TTV Head to toe Diagnosa

Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi dan kerusakan neurovaskuler

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penekanan vaskuler serebral dan edema otak

Perubahan perfusi jaringan serebral b.d edema serebral

(20)

DAFTAR PUSTAKA

 Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius.

 Nanda International. 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta : EGC

 Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses Penyakit II Edisi 4. Jakarta : EGC

 Smeltzer, Suzzane C. dan Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 3 Edisi 8. Jakarta : EGC.

 Syaifuddin. 2011. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.

 Anonim. 2011. http://www.ahliwasir.com/image-upload/detail_brain_layers.jpg. Diakses pada 7 Oktober 2012 pukul 10.00 WIB.

 Anonim. 2010. http://brain-age-3.brainfunctionz.com/brain-anatomy/. Diakses pada 7 Oktober 2012 pukul 10.07 WIB

 Askar, M. 2011. http://askarnh.blogspot.com/2011/03/asuhan-keperawatan-gawat-darurat.html. Diakses pada 7 Oktober pukul 14.30 WIB

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji beban statis untuk muka air tanah di atas dasar fondasi dengan berbagai variasi persentase campuran styrofoam pada lubang uji dengan media tanah lempung

يكيكفتلا كأ يسنرفلا يئاسنلا م بيدلأا دقنللاا يئاسنلا م بيدلأا دقنللاا Anglo-Amerika اراغيناياج بٌايرانوس لأر Soenarjati Djajanegara ول دقنلا

Demikian juga saat pasien tidak lagi dirawat di rumah sakit (dirawat di rumah). Keluarga yang mendukung pasien secara konsisten akan membuat pasien mampu mempertahankan

$emakin lama seseorang menderita penyakit ini, semakin besar kemungkinannya akan mengalami neuropati yang umumnya secara klinis tertampak dalam & tahun pertama setelah diagnosis

Tidak hanya gebyok, saya mendapatkan banyak mendengar cerita dari "arga mengenai cerita kali 1engek, maupun cerita tokoh!tokoh yang kini makamnya berada di

Pada halaman ini dapat dilihat lebih mendetail terkait rencana setiap mitra kl, terdapat fitur untuk export ke format excel dan cetak, untuk melihat data lebih detail

Nasabah dengan ini menyetujui bahwa efek dan/atau dana dalam Sub Rekening Efek Nasabah dan/atau Rekening Dana Nasabah maupun efek dan/atau yang akan diterima

Turut dijelaskan beberapa kalimah di dalam al-Quran yang diharuskan dibaca dengan dua wajah atau cara bacaan yang berbeza menurut Riwayat Hafs daripada Imam Asim sahaja.... al-Wafi