• Tidak ada hasil yang ditemukan

LP Fraktur Gede Pio Aditya

N/A
N/A
Gede Pio Aditya

Academic year: 2024

Membagikan "LP Fraktur Gede Pio Aditya"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

DOSEN PEMBIMBING : Ns I Gusti Ayu Ari Rasdini, S.Kep, M.Pd

Oleh :

Nama : Gede Pio Aditya NIM : P07120121038

Kelas : 3.1 D-III Keperawatan

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

PRODI D-III KEPERAWATAN TAHUN 2024

(2)

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN AKTIVITAS PADA PASIEN FRAKTUR

A. Konsep Dasar Penyakit 1. Pengertian

Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Apley, A.G.,L. Solomon.2015).

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2007). Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. (Baughman, Diane 2016).

Sebuah riset oleh Riyadina et al (2009) menyebutkan bahwa kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab utama cedera di negara berkembang. Riset kesehatan dasar Indonesia (2013) juga menunjukkan bahwa patah tulang sebagai penyebab terbanyak keempat dari cedera di Indonesia. Jawa Timur secara khusus memiliki jumlah kasus patah tulang yang melebihi rata-rata kasus nasional dengan nilai 6.0% dibanding 5.8%

(Riskesdas, 2013 di dalam jurnal Satria Nur Sya’ban, widati fatmaninggrum, sulis bayusentono, 2017). Fraktur merupakan suatu kondisi dimana terjadi diskontinuitas tulang. Penyebab terbanyak fraktur adalah kecelakaan, baik itu kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas dan sebagainya. Tetapi fraktur juga bisa terjadi akibat faktor lain seperti proses degeneratif dan patologi (Depkes RI, 2005 di dalam jurnal Riswanda Noorisa, dwi apriliwati, abdul aziz, sulis bayusentono, 2017).

Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya(Smeltzer & Bare, 2006). Menurut World Health Organization (WHO), kasus fraktur terjadi di dunia kurang lebih 13 juta orang pada tahun 2008, dengan angka prevalensi sebesar 2,7%. Sementara pada tahun 2009 terdapat kuranglebih 18 juta orang dengan angka prevalensi sebesar 4,2%. Tahun 2010 meningkat menjadi 21 juta orang dengan angka prevalensi 3,5%. Terjadinya fraktur tersebut termasuk didalamnya insiden kecelakaan,, cedera olah raga, bencana kebakaran, bencana alam dan lain sebagainya (Mardiono,2010 di dalam jurnal Rivaldy Djamal, safty rompas, jeavery bawotong, 2015).

(3)

Fraktur adalah hilangnya kontinuinitas tulang, tulang rawan yang disebabkan oleh trauma dan non trauma. Penyebab patah tulang atau fraktur terbanyak yaitu akibat trauma (Apley & Solomon,2010). WHO mencatat pada tahun 2011-2012 terdapat 5,5 juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita fraktur akibat kecelakaan. Kejadian fraktur di Indonesia sebesar 1,3 juta setiap tahun dengan jumlah penduduk 238 juta, merupakan terbesar di Asia Tenggara (US NLOM, 2015 di dalam jurnal Ringgo Alfarisi, 2018).

2. Etiologi

Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan suatu retakan sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan. Kerusakan otot dan jaringan akan menyebabkan perdarahan, edema, dan hematoma. Lokasi retak mungkin hanya retakan pada tulang, tanpa memindahkan tulang manapun. Fraktur yang tidak terjadi disepanjang tulang dianggap sebagai fraktur yang tidak sempurna sedangkan fraktur yang terjadi pada semua tulang yang patah dikenal sebagai fraktur lengkap (Digiulio, Jackson dan Keogh, 2014).

Penyebab fraktur menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010) dapat dibedakan menjadi:

a. Cedera traumatik Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :

1. Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan.

2. Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga menyebabkan fraktur klavikula.

3. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak.

b. Fraktur patologik Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minor mengakibatkan :

1. Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali.

2. Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul salah satu proses yang progresif.

3. Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus.

(4)

Fraktur

Kondisi patologis Trauma langsung

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragma tulang

Sendi kaku Gerakan terbatas Gangguan mobilitas fisik 3. Pathway

Gelisah

Frekuensi nadi meningkat Nyeri akut Gangguan pola tidur

Sulit tidur Bersikap protektif

Meringis

Fisik lemah

Gangguan mobilitas fisik

Gangguan fungsi ekstremitas

Laserasi kulit Perubahan fragmen

tulang

Perubahan jaringan sekitar

Gangguan integritas kulit

Bengkak

Deformitas Kulit memar

Merangsang nosiseptor Pelepasan hitamin

Factor eksternal : kecelakaan, benturan

Factor internal : gen , keturunan

(5)

4. Klasifikasi

Fraktur dapat dibagi menjadi empat, yaitu:

a. Fraktur komplit, adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran (bergeser dari posisi normal).

b. Fraktur tidak komplit (inkomplit), adalah patah yang hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.

c. Fraktur tertutup (closed), adalah hilangnya atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar atau bila jaringan kulit yang berada diatasnya / sekitar patah tulang masih utuh.

d. Fraktur terbuka (open/compound), adalah hilangnya atau terputusnya jaringan tulang dimana fragmen-fragmen tulang pernah atau sedang berhubungan dengan dunia luar. Fraktur terbuka dapat dibagi atas tiga derajat, yaitu :

1. Derajat I

a. Luka < 1 cm

b. Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk c. Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau koinutif ringan d. Kontaminasi minimal

2. Derajat II a. Laserasi > 1 cm

b. Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse c. Fraktur kominutif sedang

d. Kontaminasi sedang 3. Derajat III

Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas : a. IIIA: Fragmen tulang masih dibungkus jaringan lunak

b. IIIB: Fragmen tulang tak dibungkus jaringan lunak terdapat pelepasan lapisan periosteum, fraktur kontinuitif

c. IIIC: Trauma pada arteri yang membutuhkan perbaikan agar bagian distal dapat diperthankan, terjadi kerusakan jaringan lunak hebat.

(6)

e. Gejala Klinis

Menurut Brunner dan Suddarth (2002), manifestasi klinik dari faktur yaitu:

a. Nyeri

Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.

b. Bengkak/edama

Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya, atau sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

c. Memar/ekimosis

Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di jaringan sekitarnya, atau akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

d. Pemendekan tulang

Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).

e. Penurunan sensasi

Terjadi karena kerusakan saraf, dan terkenanya saraf karena edema.

f. Gangguan fungsi

Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang frkatur, nyeri atau spasme otot. Paralysis dapat terjadi karena kerusakan saraf.

g. Mobilitas abnormal

Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.

h. Krepitasi

Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan.

i. Deformitas / Perubahan bentuk

Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya. Tidak semua tanda dan gejala

(7)

tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi permukaan patahan saling terdesak satu sama lain).

f. Pemeriksaan Penunjang

Menurut pemeriksaan diagnosik meliputi (Engram, Barbara.2016) : 1. Foto polos

Umumnya dilakukan pemeriksaan dalam proyeksi AP dan lateral, untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur.

2. Pemeriksaan radiologi lainnya

Sesuai indikasi dapat dilakukan pemeriksaan berikut, antara lain : radioisotope scanning tulang, tomografi, artrografi, CT-scan, dan MRI, untuk memperlihatkan fraktur dan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

3. Pemeriksaan darah rutin dan golongan darah

Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma.

4. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.

5. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah.

g. Penatalaksaan Medis

Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi dan kekuatan. (Mansjoer, A dkk. 2017)

1. Rekognisi (Pengenalan)

Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka.

2. Reduksi fraktur (setting tulang)

Mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya dengan manipulasi dan traksi manual. Reduksi terbuka dilakukan dengan pendekatan bedah,

(8)

fragmen tulang direduksi alat fiksasi interna (ORIF) dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.

3. Retensi (Imobilisasi fraktur)

Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna (OREF) meliputi : pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu pin, dan tehnik gips atau fiksator ekterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna (ORIF) yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur yang dilakukan dengan pembedahan.

4. Rehabilitasi (Mempertahankan dan mengembalikan fungsi)

Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Latihan isometric dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan aliran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri.

5. Farmakologis

Kategori obat obatan analgesic.terdapat tiga macam obat-obatan untuk mengontrol nyeri yaitu analgesic non opiotik analgesic opiot an anal gesik adjuvant

h. Komplikasi

1) Komplikasi Awal a. Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.

b. Kompartement Syndrom

Sindrom kompartemen berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanen jika tidak ditangani segera. Sindrom kompartemen merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otor kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Biasanya pasien akan merasa nyeri pada saat bergerak. Ada 5 tanda syndrome kompartemen,

(9)

yaitu : pain (nyeri), pallor (pucat), pulsesness (tidak ada nadi), parestesia (rasa kesemutan), dan paralysi (kelemahan sekitar lokasi terjadinya syndrome kompartemen)

c. Fat Embolism Syndrom

Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung – gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh – pembuluh darah pulmonary yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli lemak mencakup dyspnea, perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah, marah, bingung, stupor), tachycardia, demam, ruam kulit ptechie.

d. Infeksi

Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.

e. Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia. Nekrosis avaskular dapat terjadi saat suplai darah ke tulang kurang baik.

Hal ini paling sering mengenai fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan leher), saat kepala femur berputar atau keluar dari sendi dan menghalangi suplai darah.

Karena nekrosis avaskular mencakup proses yang terjadi dalam periode waktu yang lama, pasien mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai dia keluar dari rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada pasien merupakan hal yang penting. Perawat harus menyuruh pasien supaya melaporkan nyeri yang bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada saat menahan beban

f. Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.

g. Osteomyelitis

(10)

Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama operasi, luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur – fraktur dengan sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko osteomyelitis yang lebih besar

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama 1.Delayed Union (Penyatuan tertunda)

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.

2. Non Union (tak menyatu)

Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa. Kadang –kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor – faktor yang dapat

menyebabkan non union adalah tidak adanya imobilisasi, interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar dari fragmen contohnya patella dan fraktur yang bersifat patologis..

3. Malunion

Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan deformitas, angulasi atau pergeseran.

(11)

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian Keperawatan

1) Identitas pasien

Kaji nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan, kebangsaan, suku, pendidikan, no register, diagnosa medis.

2) Keluhan Utama

Kaji keluhan pasien yang menyebabkan ia datang ke pelayanan kesehatan.

Biasanya klien dengan fraktur akan mengalami nyeri saat beraktivitas / mobilisasi pada daerah fraktur tersebut.

3) Riwayat Penyakit

1. Riwayat Penyakit Sekarang.

Menggambarkan keluhan utama klien, kaji tentang proses perjalanan penyakit sampai timbulnya keluhan, faktor apa saja yang memperberat dan meringankan keluhan. Pada klien fraktur / patah tulang dapat disebabkan oleh trauma / kecelakaan, degeneratif dan pathologis yang didahului dengan perdarahan, kerusakan jaringan sekitar yang mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat / perubahan warna kulit dan kesemutan.

2. Riwayat Penyakit Dahulu.

Tanyakan masalah kesehatan yang lalu yang relavan baik yang berkaitan langsung dengan penyakit sekarang maupun yang tidak ada kaitannya. Kaji apakah pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang atau tidak sebelumnya dan ada / tidaknya klien mengalami pembedahan perbaikan dan pernah menderita osteoporosis sebelumnya.

3. Riwayat Penyakit Keluarga.

Kaji apakah pada keluarga klien ada / tidak yang menderita osteoporosis, arthritis dan tuberkolosis atau penyakit lain yang sifatnya menurun dan menular.

4) Pola Fungsi Kesehatan.

1. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan

Pada kasus fraktur akan timbul ketakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya.

Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat

(12)

steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.

2. Pola Nutrisi dan Metabolisme

Kaji frekuensi/porsi makan, jenis makanan, tinggi badan, berat badan, serta nafsu makan. Pada umumnya tidak akan mengalami gangguan penurunan nafsu makan, meskipun menu berubah.

3. Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak

4. Pola Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien.Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.

5. Pola Aktivitas dan Latihan

Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain

6. Pola Hubungan Peran

Pola hubungan dan peran akan mengalami gangguankarena keterbatasan dalam beraktivitas.

7. Pola Persepsi dan Konsep Diri

Kaji adanya ketakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image).

5) Pola Sensori dan Kognitif

(13)

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. Begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur

6) Pola Stres Adaptasi

Masalah fraktur femur dapat menjadi stres tersendiri bagi klien. Dalam hal ini pola penanggulangan stress sangat tergantung pada sistem mekanisme klien itu sendiri misalnya pergi kerumah sakit untuk dilakukan perawatan / pemasangan traksi. Kaji cara pasien untuk menangani stress yang dihadapi.

7) Pola reproduksi dan seksual

Bila klien sudah berkeluarga dan mempunyai anak maka akan mengalami gangguan pola seksual dan reproduksi, jika klien belum berkeluarga klein tidak akan mengalami gangguan. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya

8) Pola tata nilai dan kepercayaan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.

9) Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum: kesadaran, tanda – tanda vital, sikap, keluhan nyeri 2. Kepala: bentuk, keadaan rambut dan kepala, adanya kelainan atau lesi 3. Mata: bentuk bola mata, pergerakan, keadaan pupil, konjungtiva,dll

4. Hidung: adanya secret, pergerakan cuping hidung, adanya suara napas tambahan, dll 5. Telinga: kebersihan, keadaan alat pendengaran

6. Mulut: kebersihan daerah sekitar mulut, keadaan selaput lendir, keadaan gigi, keadaan lidah

7. Leher: pembesaran kelenjar/pembuluh darah, kaku kuduk, pergerakan leher

8. Thoraks: bentuk dada, irama pernapasan, tarikan otot bantu pernapasan, adanya suara napas tambahan

9. Jantung: bunyi, pembesaran

10. Abdomen: bentuk, pembesaran organ, keadaan pusat, nyeri pada perabaan, distensi 11. Ekstremitas: kelainan bentuk, pergerakan, reflex lutut, adanya edema

12. Alat kelamin : Kebersihan, kelainan

(14)

13. Anus : kebersihan, kelainan

2. Diagnosa keperawatan

Berdasarkan pengkajian data keperawatan yang sering terjadi berdasarkan teori, maka diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien Fraktur berdasarkan SDKI 2016 yaitu

:

1. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan kerusakan intergitas struktur tulang dibuktikan dengan mengeluh sulit menggerakan ekstermitas, kekuatan otot menuurn, rentang gerak (ROM) menurun, nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakan, merasa cemas saat bergerak, sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan terbatas, fisik lemah.

2. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencederaan fisik dibuktikan dengan mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap protektif(mis.waspada, posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, tekanan darah meningkat, nafsu makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri, diaforsesis.

3. Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan penurunan mobilitas dibuktikan dengan kerusakan jaringan dan lapisan kulit, nyeri, pendarahan, kemerahan, hematoma.

4. Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan restrain fisik dibuktikan dengan mengeluh sulit tidur, mengeluh sering terjaga, mengeluh tidur tidak puas, mengeluh pola tidur berubah, mengeluh istirahat tidak cukup, mengeluh kemampuan beraktivitas menurun.

(15)

3. Rencana Keperawatan

No Diagnosis Keperawatan

Tujuan dan

Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional 1. Gangguan Mobilitas

Fisik (D.0054) berhubungan dengan kerusakan intergitas struktur tulang dibuktikan dengan mengeluh sulit menggerakan

ekstermitas, kekuatan otot menuurn, rentang gerak (ROM)

menurun, nyeri saat bergerak, enggan melakukan

pergerakan, merasa cemas saat bergerak, sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan terbatas, fisik lemah.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam diharapkan mobilitas fisik (L.05042) meningkat dengan kriteria hasil:

1. pergerakan ekstrimitas meningkat

2. kekuatan otot meningkat

3. Rentang gerak (ROM) meningkat 4. Nyeri menurun 5. Kecemasan menurun 6. Kaku sandi menurun 7. Gerakan tidak

terkoordinasi menurun

8. Gerakan terbatas menurun

9. Kelemahan fisik menurun

Intervensi Utama

Dukungan Mobilisasi (I.05173)

Obervasi

1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya

2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan

3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi

4. Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi

Teraputik

1. Fasilitaskan aktivitas mobilisasi dengan alat bantu

2. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu 3. Libatkan keluarga untuk

membantu pasien meningkatkan

pergerakan

Intervensi Utama Dukungan Mobilisasi (I.05173)

Observasi

1. Untuk mengetahui adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya

2. Untuk mengetahui kemampuan rentan gerak

3. Untuk mengetahui frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi

4. Untuk mengetahui kondisi umum pasien

Teraputik

1. Agar pasien dapat beraktivitas

2. Agar pasien dapat meningkatkan aktivitas pergerakan

(16)

Edukasi

1. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi 2. Anjurkan melakukan

mobilisasi dini

3. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan

3. Untuk membantu pasien meningkatkan pergerakan

Edukasi

1. Untuk mengetahui tujuan dan prosedur mobilisasi

2. Untuk melatih pergerakan pasien 3. Agar pasien dapat

melakukan pergerakan sederhana.

2. Nyeri Akut (D0077) berhubungan dengan agen pencederaan fisik dibuktikan dengan mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap protektif (mis.waspada, posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, tekanan darah

meningkat, nafsu makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri, diaforsesis.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan ...

x 24 jam tingkat nyeri (L08066) menurun dengan kriteria hasil :

1. Kemampuan menuntaskan aktivitas cukup meningkat (skor 4)

2. Keluhan nyeri cukup menurun (skor 4)

3. Gelisah cukup menurun (skor 4)

Intervensi Utama

Manajemen Nyeri (I.08238) Observasi

1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.

2. Identifikasi skala nyeri

3. Identifikasi respons nyeri non verbal 4. Identifikasi faktor

yang memperberat dan memperingan nyeri

Observasi 1. Untuk

mengetahui lokasi

karakterisitik, durasi,

frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.

2. Untuk mengetahui rentan skala nyeri

3. Untuk mengetahui

(17)

4. Tampak meringis menurun (Skor 4)

5. Sikap protektif menurun (Skor 4)

5. Identifikasi

pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri

6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri.

7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup

8. Memonitor

keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan 9. Memonitor efek

samping penggunaan analgetik

Terapeutik

1. Berikan teknik

nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri 2. Kontrol lingkungan yang

memperberat rasa nyeri 3. Fasilitasi istirahat dan

tidur

4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri

Edukasi

respon nyeri non verbal pasien 4. Untuk

mengetahui faktor yang memperberat dan

memperingan nyeri

5. Untuk mengetahui pengetahuan dan keyakinan pasien tentang nyeri

6. Untuk mengetahui pengaruh budaya terhadap respon

nyeri pasien 7. Untuk

mengetahui pengaruh nyeri pada kualitas hidup pasien 8. Untuk

mengetahui keberhasilan terapi

komplementer

(18)

1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri

2. Jelaskan strategi meredakan nyeri

3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri 4. Anjurkan menggunakan

analgetik secara tepat 5. Anjurkan teknik

nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

yang sudah diberikan

9. Untuk

mengetahui efek samping

penggunaan analgetik Terapeutik

1. Agar pasien dapat mengurangi rasa nyeri

2. Untuk mengetahui lingkungan yang memperberat rasa nyeri pasien

3. Agar pasien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman

4. Agar dapat

memilih jenis dan sumber nyeri Edukasi

1. Untuk mengetahui penyebab periode nyeri dan pemicu nyeri

2. Agar pasien

mengetahui strategi meredakan nyeri

(19)

3. Agar pasien dapat memonitor nyeri secara mandiri 4. Untuk mengurangi

rasa nyeri

5. Agar pasien dapat menerapkan teknik nonfarmakologi secara mandiri Kolaborasi

1. Untuk mengurangi rasa nyeri pasien

3. Gangguan Integritas Kulit(D.0129) berhubungan dengan penurunan mobilitas dibuktikan dengan kerusakan jaringan dan lapisan kulit, nyeri, pendarahan, kemerahan, hematoma.

Setelah dilakukan asuhan keperawatan

…x… jam

diharapkan integritas kulit dan jaringan (L.14125) meningkat dengan kriteria hasil:

1. Elastisitas meningkat (skor5)

2. Hidrasi meningkat (skor5)

3. Perfusi jaringan meningkat (skor5) 4. Kerusakan jaringan

menurun (skor5) 5. Kerusakan lapisan

kulit menurun (skor5)

Intervensi Utama

Perawatan Integritas Kulit (I.11353)

Observasi

1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan

kelembapan, suhu lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas).

Terapeutik

1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring.

Intervensi Utama

1. Mengetahui penyebab gangguan integritas kulit pada pasien.

Terapeutik

1. Untuk mencegah luka dekubitus.

2. Untuk merecovery tonjolon tulang.

3. Mencegah terjadinya infeksi

4. Agar kulit pasien lembab.

5. Untuk mencegah iritasi.

6. Agar kulit pasien tidak bertambah kering.

(20)

6. Nyeri menurun (skor5)

7. Perdarahan menurun(skor5) 8. Kemerahan

menurun(skor5) 9. Hematoma

menurun(skor5) 10. Pigmentasi abnormal

menurun(skor5) 11. Jaringan parut

menurun(skor5) 12. Nekrosis

menurun(skor5) 13. Abrasi kornea

menurun(skor5) 14. Suhu kulit

membaik(skor5) 15. Sensasi

membaik(skor5) 16. Tekstur

membaik(skor5) 17. Pertumbuhan rambut

membaik(skor5)

2. Lakukan pemijatan pada area

penonjolan tulang, jika perlu

3. Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode diare.

4. Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering.

5. Gunakan produk berbahan

ringan/alami dan hipoalergik pada kulit sensitif.

6. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering.

Edukasi

1. Anjurkan menggunakan pelembab (mis.

lotion, serum).

2. Anjurkan minum air yang cukup

3. Anjurkan

meningkatkan asupan nutrisi.

Edukasi

1. Agar kulit pasien lebih lelbab.

2. Mencegah pasien dehidrasi.

3. Agar pasien tidak kekurangan nutrisi.

4. Agar kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.

5. Agar kulit pasien tidak rusak.

6. Agar kulit pasien tidak terbakar sinar matahari.

7. Agar kulit pasien bersih.

Intervensi Pendukung Observasi

1. Untuk mengetahui lokasi

karakterisitik, durasi,

frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.

2. Untuk mengetahui

(21)

4. Anjurkan

meningkatkan buah dan sayur.

5. Anjurkan

menghindari terpapar suhu ekstrem.

6. Anjurkan

menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat berada di luar rumah.

7. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya

rentan skala nyeri

3. Untuk mengetahui respon nyeri non verbal pasien 4. Untuk

mengetahui faktor yang memperberat dan

memperingan nyeri

5. Untuk mengetahui pengetahuan dan keyakinan pasien tentang nyeri

6. Untuk mengetahui pengaruh budaya terhadap respon

nyeri pasien 7. Untuk

mengetahui pengaruh nyeri pada kualitas hidup pasien

(22)

8. Untuk mengetahui keberhasilan terapi

komplementer 4. Gangguan Pola

Tidur (D.0055) berhubungan dengan restrain fisik

dibuktikan dengan mengeluh sulit tidur, mengeluh sering terjaga, mengeluh tidur tidak puas, mengeluh pola tidur berubah, mengeluh istirahat tidak cukup, mengeluh kemampuan beraktivitas menurun.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan Pola Tidur (SLKI L.05045) dapat membaik dengan kriteria hasil : 1) Keluhan sulit

tidur menurun (skor1)

2) Keluhan sering terjaga menurun (skor1)

3) Keluhan tidak puas tidur menurun (skor1) 4) Keluhan pola

tidur berubah menurun (skor1) 5) Keluhan istirahat

tidak cukup

menurun (skor1) 6) Kemampuan

beraktivitas

Intervensi Utama:

Dukungan Tidur (I.05174) Observasi

1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur

2. Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik dan/atau psikologi)

3. Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur (mis, kopi, teh, alkohol, makan mendekati waktu tidur, minum banyak air sebelum tidur) 4. Identifikasi obat tidur

yang dikonsumsi Terapeutik

1. Modifikasi lingkungan (mis,pencahayaan,

Observasi

1. Untuk mengatur pola aktivitas dan tidur pada pasien

2. Untur mengetahui faktor

pengganggu tidur 3. Untukmengetahui

makanan yang dapat

mengganggu tidur 4. Untuk

mengetahui obat yang

menyebabkan susah tidur Teraputik

1. Untuk menata ulang

lingkungan agar memberikan rasa nyaman 2. Untuk

(23)

meningkat (skor1) kebisingan, suhu, matras, dan tempat tidur) 2. Batasi waktu tidur

siang, jika perlu 3. Fasilitasi

menghilangkan stres sebelum tidur 4. Tetapkan jadwal

tidur rutin

5. Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan (mis pijat pengaturan posisi, terapi akupresure) 6. Sesuaikan jadwal

pemberian pemberian obat dan/atau tindakan untuk menunjang siklus tidur- terjaga Edukasi

1. Jeleskan

pentingnya tidur cukup selamasakit 2. Anjurkanmenepati

kebiasaan waktu tidur

3. Anjurkan menghindar

mencegah susah tidur pada malam hari 3. Untuk

mencegah stres sebelum tidur 4. Agar mengatur

tidur pasien 5. Untuk

memberikan rasa nyaman pada pasien 6. Agar tidak

mengganggu pola tidur Edukasi

1. Agar pasien memahami bahwa tidur itu penting 2. Agar pasien

terbiasa tidur tepat waktu 3. Agar pasien

mudah tidur 4. Agar pasian

mengetahui fato- faktor penyebab

(24)

makanan/minuman yang menggangu tidur

4. Anjurkan faktor- faktor yang berkontribusi terhadap gangguan pola tidur (mis, psikologis, gaya hidup, sering berubah shift bekerja)

5. Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara

nonfarmakologi lainnya

susah tidur 5. Agar pasien

merasa nyaman dan relaks sebelum tidur Edukasi

1. Agar pasien dapat menerapkan lingkungan yang bersih dan aman 2. Agar pasien

mengetahui bahaya kebakaran 3. Agar psien

dan keluarga mengetahui pencegahan infeksi

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Apley, A.G.,L. Solomon. 2015. Buku Ajar Ortopedi Fraktur Sistem Apley Edisi 7. Jakarta:

Widya Medika.

Baughman, Diane C.2016. Keperawatan Medikal Bedah : Buku Saku untuk Brunner dan Suddarth.Jakarta : EGC

Brunner dan Suddarth, 2015, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, Jakarta, EGC

Engram, Barbara.2016. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah, Volume 3. Jakarta EGC.

Mansjoer, A dkk. 2017. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

SDKI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI

SIKI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI

SLKI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesi. Jakarta: DPP PPNI

(26)

LEMBAR PENGESAHAN

Tabanan, 11 April 2024

Clinical Instructure/CI Nama Mahasiswa

Ns Ni Nyoman Kesumawati, S.Kep Gede Pio Aditya

NIP. 1987008091994022002 NIM. P07120121038

Clinical Teacher/CT

Ns I Gusti Ayu Ari Rasdini, S.Kep, M.Pd NIP.195910151986032011

Referensi

Dokumen terkait

Patah tulang alveolar: Ini dapat terjadi dalam isolasi dari kekuatan rendah energi langsung atau dapat hasil dari perpanjangan garis fraktur melalui bagian

Trauma langsung ditandai dengan terjadinya patah tulang ditempat trauma tersebut, kerusakan jaringan lunak dan biasanya garis fraktur tranversal atau

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan jaringan lunak di sekitar

Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat menimbulkan

Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai

- Rusaknya kontinuitas tulang mandibular yang dapat disebabkan oleh trauma baik secara langsung atau tidak langsung. - Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas

- Rusaknya kontinuitas tulang mandibular yang dapat disebabkan oleh trauma baik secara langsung atau tidak langsung. - Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas

Fraktur akibat peristiwa trauma Jika kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat terjadi patah pada tempat yang terkena, hal ini juga mengakibatkan kerusakan pada jaringan lunak