• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Fraktur Femur Kelompok 6 Kelas B

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan " Makalah Fraktur Femur Kelompok 6 Kelas B"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan decade ini (2005-2010) menjadi dekade tulangdan persendian. Penyebab fraktur terbanyak adalah karena kecelakaan lalulintas. Kecelakaan lalulintas ini, selain menyebabkan fraktur, menurut WHO, juga menyebabkan kematian ±1,25 juta orang setiap tahunnya, dimana sebagian besar korbannya adalah remaja atau dewasa muda.

Indonesia merupakan Negara berkembang dan menuju industrilisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat yang meningkat otomatis terjadi peningkatan penggunaan alat transportasi / kendaraan bermotor khususnya bagi masyarakat yang tinggal di perkotaan. Sehingga menambah “ kesemerautan “ arus lalulintas. Arus lalulintas yang tidak teratur dapat meningkatkan kecendrungan terjadinya kecelakaan kendaraan bermotor.

Fraktur atau sering disebut patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang penyebabnya dapat dikarenakan penyakit pengeroposan tulang diantaranya penyakit yang sering disebut osteoporosis, biasanya dialami pada usia dewasa. Dan dapat juga disebabkan karena kecelakaan yang tidak terduga (Masjoer, 2005).

Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin taklebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau primpilan korteks; biasanya patahan lengkap dan fragmen tulang bergeser. Kalau kulit diatasnya masih utuh, keadaan ini disebut fraktur tetutup (atau sederhana) kalau kulit atau salah satu dari rongga tubuh tertembus keadaan ini disebut fraktur terbuka (atau compound) yang cendrung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi (Graham & Louis, 2005).

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiridan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price dan Wilson, 2005)

(2)

kasus kecelakaan lalu lintas, yang mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5%), dari 14.127 trauma benda tajam/tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7%). (Depkes RI, 2008 - 2010).

Dari jenis-jenis fraktur yang sering terjadi adalah fraktur femur, fraktur femur mempunyai insiden yang cukup tinggi diantara jenis-jenis patah tulang. Umumnya fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3 tengah. Fraktur femur lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau kecelakaan (Masjoer, 2005).

Penderita fraktur dengan tingkat pendidikan rendah cendrung menunjukan adanya respon cemas yang berlebihan mengingat keterbatasan mereka dalam memahami proses penyembuhan dari kondisi fraktur yang dialaminya tetapi sebagian besar penelitian tidak menunjukan adanya korelasi kuat antara tingkat pendidikan dengan kecemasan penderita fraktur. Respon cemas yang terjadi pada penderita fraktur sangat berkaitan sekali dengan mekanisme koping yang dimilikinya, mekasnisme koping yang baik akan membentuk respon psikologis yang baik, respon psikologis yang baik yang berperan dalam menunjang proses kesembuhan (Depkes RI, 2008).

Penyebab dari fraktur femur terbagi menjadi dua bagian yaitu fraktur fisiologis dan patologis. Fraktur fisiologis ini terjadi akibat kecelakaan, olahraga, benturan benda dan trauma. Kejadian ini banyak ditemukan pada dewasa muda terutama pada laki-laki umur 45 tahun kebawah sedangkan fraktur patologis terjadi pada daerah tulang yang lemah oleh karena tumor, osteoporosis, osteomielitis,osteomalasia dan rakhitis. Kejadian ini banyak ditemukan pada orang tua terutama perempuan umur 60 tahun keatas (Rasjad, 2007).

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana Konsep dari fraktur femur?

1.2.2 Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur femur?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan umum

(3)

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Menjelaskan tentang definisi dari fraktur femur 2. Menjelaskan klasifikasi dari fraktur femur 3. Menjelaskan etiologi dari fraktur femur 4. Menjelaskan patofisiologi dari fraktur femur 5. Menjelaskan manifestasi klinis dari fraktur femur 6. Menjelaskan pemeriksaan diagnostic dari fraktur femur 7. Menjelaskan penatalaksanaan dari fraktur femur

8. Menjelaskan kompliksai dari fraktur femur 9. Menjelaskan WOC fraktur femur

(4)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Anatomi

Femur pada ujung bagian atasnya memiliki caput, collum, trochanter major dan trochanter minor. Bagian caput merupakan lebih kurang dua pertiga bola dan berartikulasi dengan acetabulum dari os coxae membentuk articulatio coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan ligamentum dari caput. Sebagian suplai darah untuk caput femoris dihantarkan sepanjang ligamen ini dan memasuki tulang pada fovea.

Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan ke bawah, belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat (pada wanita sedikit lebih kecil) dengan sumbu panjang batang femur. Besarnya sudut ini perlu diingat karena dapat dirubah oleh penyakit.

(5)

Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke depan. Ia licin dan bulat pada permukaan anteriornya, namun pada bagian posteriornya terdapat rabung, linea aspera. Tepian linea aspera melebar ke atas dan ke bawah.Tepian medial berlanjut ke bawah sebagai crista supracondylaris medialis menuju tuberculum adductorum pada condylus medialis.Tepian lateral menyatu ke bawah dengan crista supracondylaris lateralis. Pada permukaan posterior batang femur, di bawah trochanter major terdapat tuberositas glutealis, yang ke bawah berhubungan dengan linea aspera. Bagian batang melebar ke arah ujung distal dan membentuk daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya, disebut fascia poplitea.

Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang di bagian posterior dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus dihubungkan oleh permukaan sendi untuk patella. Kedua condylus ikut membentuk articulatio genu. Di atas condylus terdapat epicondylus lateralis dan medialis. Tuberculum adductorium berhubungan langsung dengan epicondylus medialis.

(6)

2.2 Definisi

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap, tidak lengkap. (Arice, 1995 : 1183)

Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontiunitas tulang pangkal paha yang di sebabkan oleh trauma langsung, kelemahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang atau osteoporosis ( Muttakin, 2005: 98 )

Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis.

Ada 2 tipe dari fraktur femur, yaitu :

1. Fraktur Intrakapsuler; femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan kapsula. a. Melalui kepala femur (capital fraktur)

b. Hanya di bawah kepala femur c. Melalui leher dari femur 2. Fraktur Ekstrakapsuler

a. Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.

b. Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah trokhanter kecil.

Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok (FKUI, 2006:543)

Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan. (E. Oerswari, 2007:144).

(7)

kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur tertutup adalah suatu fraktur dimana tidak ada hubungan antara patah tulang dengan dunia luar. Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999:1138).

2.3 Etiologi

Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: 1. Cedera traumatic

a) cedera langsung, berarti pukulan langsung pada tulang sehingga tulang patah secara spontan

b) cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari benturan, misalnya jatuh dengan tangan menjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.

c) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras dari otot yang kuat. 2. Fraktur patologik

Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit, diman dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur, dapat juga terjadi pada keadaan :

a) Tumor tulang (jinak atau ganas) b) Infeksi seperti osteomielitis

c) Rakhitis, suatu penyakti tulang yang disebabkan oleh devisiensi vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain.

3. Secara spontan, disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran

Penyebab fraktur diantaranya : a. Fraktur Fisiologis

Suatu kerusakan jaringan tulang yang diakibatkan dari kecelakaan, tenaga fisik, olahraga, dan trauma dapat disebabkan oleh:

1. Cedera langsung berarti pukulan lansung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan.

(8)

b. Fraktur Patologis

Dalam hal ini kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur. Dapat terjadi pada berbagai keadaan berikut :

1. Tumor tulang

Terbagi menjadi jinak dan ganas 2. Infeksi seperti Osteomielitis 3. Scurvy (penyakit gusi berdarah) 4. Osteomalasia

5. Rakhitis

6. Osteoporosis ( Rasjad, 2007)

Umumya fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur cendrung terjadi pada laki-laki, biasanya fraktur terjadi pada umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur dari pada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormone pada menopause.

Fraktur patologis : fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma berupa yangdisebabkan oleh suatu proses, yaitu :

a. Osteoporosis Imperfekta b. Osteoporosis

c. Penyakit metabolik

Fraktur femur juga disebabkan oleh trauma, trauma dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trokhanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan)

b. Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuhterpeleset di kamar mandi pada orangtua.

Sedangkan menurut Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang relatif rapuh namun mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas menahan tekanan, fraktur dapat diakibatkan oleh :

(9)

Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit di atasnya. Penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.

b. Fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia, fibula atau metatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara yang berjalan baris berbaris dalam jarak jauh.

c. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.

Penyebab fraktur secara umum dapat dibagi menjadi tiga yaitu: a. Cedera traumatik

Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba – tiba dan berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan.

Cedera traumatik pada tulang dapat dibedakan dalam hal berikut, yakni:

1) Cedera langsung, berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.

2) Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan. b. Fraktur Patologik

Dalam hal ini, kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit akibat berbagai keadaan berikut, yakni:

1) Tumor tulang (jinak atau ganas), dimana berupa pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif.

2) Infeksi, misalnya osteomielitis, yang dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif,

(10)

defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.

c. Secara spontan, dimana disebabkan oleh stress atau tegangan atau tekanan pada tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas di bidang kemiliteran.

2.4 Klasifikasi

Secara umum, fraktur dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, yakni: 1) Berdasarkan keutuhan kulit

a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.

b. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Fraktur terbuka sendiri dibagi menjadi tiga derajat, yaitu:

1) Derajat I

a. luka kurang dari 1 cm;

b. kerusakan jaringan lunak dan sedikit/tidak ada tanda luka remuk; c. fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan; dan d. kontaminasi ringan.

2) Derajat II

a. laserasi 1-10 cm;

b. kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse; dan c. fraktur komuniti sedang.

3) Derajat III

(11)

Gambar 1: Fraktur Terbuka Gambar 2: Fraktur Tertutup

Gambar 3: Pembagian tipe fraktur terbuka

2. Berdasarkan keutuhan tulang a. Fraktur complete

Fraktur dikatakan komplet apabila patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran (bergeser dari posisi normal).

b. Fraktur incomplete

(12)

Gambar 4: Fraktur Komplit Gambar 5: Fraktur Inkomplit

3. Berdasarkan lokasi patah

Pada tulang panjang, seperti femur, maka dibedakan menjadi: a. 1/3 proksimal

b. 1/3 tengah c. 1/3 distal

Pada tulang melintang, dibedakan menjadi: a. medial

b. tengah/mid c. lateral 4. Jenis khusus fraktur

a) Bentuk garis patah

1) Garis patah melintang 2) Garis patah obliq 3) Garis patah spiral 4) Fraktur kompresi 5) Fraktur avulse b) Jumlah garis patah

(13)

2) Fraktur segmental, dimana garis patah lebih dari satu tetapi saling berhubungan 3) Fraktur multiple, dimana garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang

berlainan.

c) Bergeser-tidak bergeser

Fraktur tidak bergeser apabila garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser. Fraktur bergeser apabila terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur (Smeltzer, 2001:2357).

Sementara itu, klasifikasi fraktur femur sendiri dapat dibagi menjadi beberapa bagian, tergantung pada letak fraktur yang terjadi, yaitu:

a) Fraktur Collum Femur

Fraktur collum femur sering terjadi pada usia di atas 60 tahun dan lebih sering pada wanita yang disebabkan oleh kerapuhan tulang akibat kombinasi proses penuaan dan osteoporosis pasca menopause. Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung, yaitu misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung, yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah.

Fraktur collum femur sendiri dibagi dalam dua tipe, yaitu: 1. Fraktur intrakapsuler

2. Fraktur extrakapsuler

Gambar 6: Fraktur intrakapsuler dan ekstrakapsuler

(14)

b) Fraktur Subtrochanter Femur

Fraktur subtrochanter femur merupakan fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter minor. Fraktur ini dapat diklasifikasikan kembali berdasarkan posisi garis patahnya, yaitu:

1. tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor 2. tipe 2 : garis patah berada 1-2 inch di bawah dari batas atas

trochanter minor

3. tipe 3 : garis patah berada 2-3 inch di bawah dari batas atas trochanter minor

c) Fraktur Batang Femur

Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian. Patah tulang yang terjadi pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak dan dapat mengakibatkan penderita jatuh dalam kondisi syok. salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah.

d) Fraktur Femur Supracondyler

Fraktur ini relatif lebih jarang dibandingkan fraktur batang femur. Seperti halnya fraktur batang femur, fraktur suprakondiler dapat dikelola secara konservatif dengan traksi skeletal dengan lutut dalam posisi fleksi 90O. Fraktur supracondyler pada fragmen bagian distal selalu terjadi dislokasi ke arah posterior. Hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot–otot gastroknemius. Biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi.

e) Fraktur Femur Intercondyler

(15)

2.5 Patofisiologi

Patofisiologi fraktur adalah jika tulang mengalami fraktur, maka periosteum, pembuluh darah di korteks, marrow dan jaringan disekitarnya rusak. Terjadi pendarahan dan kerusakan jaringan di ujung tulang. Terbentuklah hematoma di canal medulla. Pembuluh-pembuluh kapiler dan jaringan ikat tumbuh ke dalamnya., menyerap hematoma tersebut, dan menggantikannya. Jaringan ikat berisi sel-sel tulang (osteoblast) yang berasal dari periosteum. Sel ini menghasilkan endapan garam kalsium dalam jaringan ikat yang di sebut callus. Callus kemudian secara bertahap dibentuk menjadi profil tulang melalui pengeluaran kelebihannya oleh osteoclast yaitu sel yang melarutkan tulang (Smeltzer & Bare, 2001).

Pada kondisi trauma, diperlukan gaya yang besar untuk mematahkan batang femor individu dewasa. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada pria muda yang mengalami kecelakaan keendaraan bermotor atau jatuh dari ketinggian. Biasanya, klien ini mengami trauma multipel yang menyertainya.

Secara klinis, fraktur femur terbuka serinh menyebabkan kerusakan neurovaskuler yang menimbulkan manifestasi peningkatan resiko syok, baik syok hipovolemik karena kehilngan darah (pada siap patah satu tulang femur, diperdiksi hilangnya darah 500 cc dari sistem vaskuler) maupun syok neorogenik karna nyeri yang sangat hebat akibat kompresi atau kerusakan saraf yang berjalan dibawah tulang femur.

Respon terhadap pembengkakan yang hebat adalah sidrom kompartemen. Sindrom konpartemen adalah suatu keadaan otot, pembuluh darah, jaringan saraf akibat pembengkakan lokal yang melebihi kemampuan suatu kopar temen / ruang lokal dengan manisfestasi gejala yang has, meliputi keluhan nyeri hebat pada area pembengkakan, penurunan perfusi perifer secara unilateral pada sisi distal pembengkakan, CRT ( capillary refill time ) lebih dari 3 detik pada sisi distal pembengkakan, penuruna denyut nadi pada sisi distal pembengkakan. Konplikasi yang terjadi akibat situasi ini adalah kematian jaringan bagian distal dan memberikan implikasi pada peran perawat dalam kontrol yang optimal terhadap pembengkakan yang hebat ada klien fraktur femur.

(16)

Apabila kondisi ini berlanjut tanpa dilakukan intervensi yang optimal, akan menimbulkan resiko terjadinya malunion pada tulang femor.

Kondisi klinis fraktur femur terbuka pada fase awal menyababkan berbagai masalah keperawatan pada klien, meliputi respon nyeri hebat akibat kerusakan veskuler dengan pembengkakan lokal yang menyebabkan sindrom kopartemen yang sering terjadi pada fraktur suprakondilus, kondisi syok hopovolemik sekunder akibat cereda vaskuler dengan pendarahan yang hebat, hambatan mobilitas fisik sekunder akibat kerusakan fragmen tulang, dan resiko tinggi infeksi sekunder akibat port de entree luka terbuka. Pada fase lanjut, fraktur femur terbuka menyebabkan kondisi malunion, non-union, dan delayed union akibat cara mobilisasi yang salah. Intervensi medis dengan penatalaksanaan pemasangan fiksasi interna dan fikasi eksterna memberikan implikasi pada masalah resiko tinggi infeksi.( Arif Muttaqin, S. Kep, Ns : 2011) Ada 2 patofisiologi pada fraktur femur :

1. Fraktur femur terbuka

Pada kondisi trauma , di perlukan gaya yang besar untuk mematahkan batang femur individu dewasa.Kebanyakan fraktur ini terjadi pada pria muda yang mengalami kecelakaan kendaraan bermotor atau jatuh dari ketinggian.Biasanya , klien ini mengalami trauma multiple yang menyertainya. Secara klinis,fraktur femur terbuka sering menyebabkan kerusakan neurovaskular yang menimbulkan manifestasi peningkatan resiko syok , baik syok hipovolemik karena kehilangan banyak darah (pada setiap patah satu tulang femur , di prediksi hilangnya darah 500 cc dari system vaskular) maupun syok neurogenik karena nyeri yang sangat hebat akibat kompresi atau kerusakan syaraf yang berjalan dibawah tulang femur.

(17)

Kerusakan fragmen tulang femur menyebabkan hambatan mobilitas fisik dan diikuti dengan spaseme otot paha yang menimbulkan deformitas khas pada paha , yaitu pemendekan tungkai bawah.Apabila kondisi ini berlanjut tanpa dilakukan intervensi yang optimal , akan menimbulkan resiko terjadinya malunion pada tulang femur.

Kondisi klinis fraktur femur terbuka pada fase awal menyebabkan berbagai masalah keperawatan pada klien , meliputi respon nyeri hebat akibat kerusakan jaringan lunak dan kompresi saraf , risiko tinggi trauma jaringan akibat kerusakan vaskular dengan pembengkakan local yang menyebabkan sindrom kompartemen yang sering terjadi pada fraktur suprakondilus,risiko syok hipovolemik sekunder akibat cedera vaskuler dengan pendarahan hebat , hambatan mobilitas fisik sekunder akibat kerusakan fragmen tulang , dan resiko tinggi sekunder akibat port de entrée luka terbuka.Pada fase lanjut , fraktur femur terbuka menyebabkan kondisi malunion , non-union , dan delayed union akibat cara mobilisasi yang salah.

Intervensi medis dengan penatalaksanaan pemasangan fiksasi interna dan fiksasi eksterna memberikan implikasi pada masalah risiko tinggi infeksi pasca bedah , nyeri akibat trauma jarinag lunak , risiko tinggi trauma sekunder akibat pemasangan fiksasi eksterna , dampak psikologis ansietas sekunder akibat rencana bedah dan prognosis penyakit dan pemenuhan informasi.

2. Fraktur femur tertutup

Pada kondisi trauma, diperlukan gaya yang besar untuk mematahkan batang femur individu dewasa. Kebanyakan frakture ini terjadi pada pria muda yang mengalami kecelakaan kendaraan bermotor atau jatuh dari ketinggian. Biasanya, klien ini mengalami trauma multiple yang menyertainya. Kondisi degenerasi tulang (ostreoporosis) atau keganasan tulang paha yang menyebabkan fraktur patologis tanpa riwayat trauma, memadai untuk mematahkan tulang femur.

Kerusakan neurovaskuler menimbulkan manifestasi peningkatan resiko syok, baik syok hipovolemik karena nyeri kehilangan darah banyak ke dalam jaringan maupun syok neurogenik karena nyeri yang sangat hebat yang dialami klien.

(18)

manifestasi gejala yang khas, meliputi keluhan nyeri hebat pada daerah pembengkakan, penurunan penurunan perfusi perifer secara unilateral pada sisi distal pembengkakan, CRT ()capillary refill time) lebih dari 3 detik pada sisi distal pembengkakan, penurunan denyut nadi pada sisi distal pembengkakan. Komplikasi yang terjadi akibat situasi ini adalah kematian jaringan bagian distal dan memberikan implikasi pada peran perawat dalam kontrol yang optimal terhadap pembengkakan yang hebat pada klien fraktur femur.

Kerusakan fragmen tulang femur diikuti dengan spasme otot paha yang menimbulkan deformitas khas pada paha, yaitu pemendekan tungkai bawah. Apabila kondisi ini berlanjut tanpa dilakukan intervensi yang optimal, akan menimbulkan resiko terjadinya malunion pada tulang femur.

Intervensi medis dengan penatalaksanaan pemasangan fiksasi interna dan fiksasi eksterna memberikan implikasi pada masalah resiko tinggi infeksi pasca-bedah, nyeri akibat trauma jaringan lunak, resiko tinggi trauma sekunder akibat pemasangan fiksasi eksterna, dampak psikologis ansietas sekunder akibat rencana bedah dan prognosis penyakit dan pemenuhan informasi.

2.6 WOC Terlampir

2.7 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi defornitas, pemendekan ekstremitas, krepitus, pembekakan lokal, dan perubahhan warna.

1) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk memininalkan gerakan antar fragmen tulang.

(19)

3) Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karna kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkapi satu sama lain 2,5 – 5 cm ( 1 – 2 inci ).

4) Saat eksremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang gteraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya ( uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.

5) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah bebrapa jam atau hari setelah cedera.( Brunner & suddarth : 2002 )

2.8 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi, luasnya fraktur, trauma, dan jenis fraktur. b. Scan tulang, temogram, CT scan/MRI :memperlihatkan tingkat keparahan fraktur, juga

dan mengidentifikasi kerusakan jaringan linak.

c. Arteriogram : dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.

d. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada multipel trauma) peningkatan jumlah SDP adalah proses stres normal setelah trauma.

e. Kretinin : trauma otot meningkatkan beban tratinin untuk klien ginjal.

f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilingan darah, tranfusi mulpel atau cedera hati.(Lukman & nurna ningsih, 2009)

2.9 Penatalaksanaan 1. Pertolongan Pertama

(20)

setelah debridemen luka dapat ditutup tetapi bila terkontaminasi, luka lebih baik dibalut dan dirawat dengan jahitan primer yang ditunda (delayed primarysuture). Antibiotika dan anti-tetanus sebaiknya diberikan, seperti pada setiap fraktur terbuka.

2. Penatalaksanaan Fraktur

Penatalaksanaan fraktur ini mengalami banyak perubahan dalam waktu sepuluh tahun terakhir ini. Traksi dan spica casting atau cast bracing mempunyai banyak kerugian dalam hal memerlukan masa berbaring dan rehabilitasi yang lama, meskipun merupakan penatalaksanaan non-invasif pilihan untuk anak-anak. Oleh karena itu, tindakan ini tidak banyak dilakukan pada orang dewasa. Bila keadaan penderita stabil dan luka telah diatasi, fraktur dapat diimobilisasi dengan salah satu dan empat cara berikut ini:

1) Traksi

Penyembuhan fraktur bertujuan mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin.

a) Metode Pemasangan traksi: 1. Traksi Manual

Tujuan : Perbaikan dislokasi, Mengurangi fraktur, Pada keadaan Emergency. Dilakukan dengan menarik bagian tubuh.

2. Traksi Mekanik

Ada dua macam, yaitu : 3. Traksi Kulit

Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain, misalnya: otot. Traksi kulit terbatasuntuk 4 minggu dan beban < 5 kg. Untuk anak-anak waktu beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai fraksi definitif, bila tidak diteruskan dengan pemasangan gips.

4. Traksi Skeletal

Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction. Dilakukanuntuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal atau penjepit melalui tulang/jaringanmetal.

b) Kegunaan Pemasangan Traksi

(21)

2) Memperbaiki dan mencegah deformitas 3) Immobilisasi

4) Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi). 5) Mengencangkan pada perlekatannya.

Comminuted fracture dan fraktur yang tidak sesuai untuk intramedullary nailing paling baik diatasi dengan manipulasi di bawah anestesi dan balanced sliding skeletal traction yang dipasangmelalui tibial pin.

Traksi longitudinal yang memadai diperlukan selama 24 jam untuk mengatasispasme otot dan mencegah pemendekan, dan fragmen harus ditopang di posterior untuk mencegah peleng-kungan.Enam belas pon biasanya cukup, tetapi penderita yang gemuk memerlukan beban yang lebih besar dari penderita yang kurus membutuhkan beban yang lebih kecil. Lakukan pemeriksaanradiologis setelah 24 jam untuk mengetahui apakah berat beban tepat; bila terdapatoverdistraction, berat beban dikurangi, tetapi jika terdapat tumpang tindih, berat ditambah.Pemeriksaan radiologi selanjutnya perlu dilakukan dua kali seminggu selama dua minggu yang pertama dan setiap minggu sesudahnya untuk memastikan apakah posisi dipertahankan. Jika halini tidak dilakukan, fraktur dapat terselip perlahan-lahan dan menyatu dengan posisi yang buruk.

c) Prinsip Dasar Penanganan Fraktur 1. Revive

Yaitu penilaian cepat untuk mencegah kematian, apabila pernafasan ada hambatan perlu dilakukan therapi ABC (Airway, Breathing, Circulation) agar pernafasan lancar. 2. Review

Yaitu berupa pemeriksaan fisik yang meliputi : look feel, novemert dan pemeriksaan fisik ini dilengkapi dengan foto rontgent untuk memastikan adanya fraktur.

3. Repair

Yaitu tindakan pembedahan berupa tindakan operatif dan konservatif. Tindakan operatif meliputi : Orif, Oref, menjahit luka dan menjahit pembuluh darah yang robek, sedangkan tindakan konservatif berupa pemasangan gips dan traksi. 4. Refer

(22)

5. Rehabilitation

Yaitu memperbaiki fungsi secara optimal untuk bisa produktif. d) Macam-Macam Traksi

1. Traksi Panggul

Disempurnakan dengan pemasangan sebuah ikat pinggang di atas untuk mengikat puncak iliaka.

2. Traksi Ekstension (Bucks Extention)

Lebih sederhana dari traksi kulit dengan menekan lurussatu kaki ke dua kaki. Digunakan untuk immibilisasi tungkai lengan untuk waktu yang singkatatau untuk mengurangi spasme otot.

3. Traksi Cervikal

Digunakan untuk menahan kepala extensi pada keseleo, kejang dan spasme.Traksi ini biasa dipasang dengan halter kepala.

4. Traksi Russels

Traksi ini digunakan untuk frakstur batang femur. Kadang-kadang jugadigunakan untuk terapi nyeri punggung bagian bawah. Traksi kulit untuk skeletal yang biasa digunakan. Traksi ini dibuat sebuah bagian depan dan atas untuk menekan kaki dengan pemasangan vertikal pada lutut secara horisontal pada tibia atau fibula. 5. Traksi khusus untuk anak-anak

Penderita tidur terlentang 1-2 jam, di bawah tuberositas tibiadibor dengan steinman pen, dipasang staples pada steiman pen. Paha ditopang dengan thomassplint, sedang tungkai bawah ditopang atau Pearson attachment. Tarikan dipertahankan sampai 2minggu atau lebih, sampai tulangnya membentuk callus yang cukup. Sementara itu otot-otot paha dapat dilatih secara aktif.

2) Fiksasi interna. a. Intramedullary nail

(23)

minggu setelah fraktur. Kerugian meliput anestesi,trauma bedah tambahan dan risiko infeksi.

a. Nailing

Diindikasikan jika hasil pemeriksaan radiologimemberi kesan bahwa jaringan lunak mengalami interposisi di antara ujung tulang karena hal inihampir selalu menyebabkan no n-union Closed nailing memungkinkan mobilisasi yang tercepat dengan trauma yang minimal, tetapi paling sesuai untuk fraktur transversal tanpa pemendekan. Comminuted fracture paling baik dirawat dengan locking nail yang dapat mempertahankan panjang dan rotasi.

3) Fiksasi eksterna.

Bila fraktur yang dirawat dengan traksi stabil dan massa kalus terlihat pada pemeriksaan radiologis, yang biasanya pada minggu ke enam, cast brace dapat dipasang. Fraktur dengan intramedullary nail yang tidak memberi fiksasi yang rigid juga cocok untuk tindakan ini.

Penatalaksanaan konservatif, yang dilakukan pada fraktur yaitu : a. Proteksi semata-mata (tanpa reduksi atau imobilisasi)

Proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atau tongkat pada anggota gerak bawah.

b. Immobilisasi dengan bidai eksterba (tanpa reduksi)

Immobilisasi pada fraktur dengan bidai ekterna hanya memberikan sedikit immobilisasi biasanya hanya mengunakan plester of paris (gips) atau dengan bermacam-macam bidai atau plastic atau metal

c. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan immobilisasi ekterna menggunakan gips.

Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi, dilakukan baik dengan pembiusan umum ataupun local. Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadi fraktur. Penggunaan gips untk immobilisasi merupakan alat utama untuk teknik ini.

d. Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut di ikuti dengan traksi berlanjut dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu traksi kulit dan traksi tulang.

(24)

Proses penyembuhan tulang terdiri dari beberapa fase yaitu: 1. Fase Inflamasi

Dengan adanya patah tulang, tubuh akan mengalami respons yang sama seperti pada cedera dibagian tubuh lainnya. Perdarahan akan terjadi dalam jaringan yang cedera dan terjadi pula pembentukan hematoma di tempat atau area patah tulang. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cedera kemudian akan diinvasi oleh makrofag yang berfungsi membersihkan daerah tersebut. Pada tahap ini, terjadi inflamasi, pembengkakan dan nyeri. Tahap ini berlangsung selama beberapa hari dan hilang perlahan ditandai dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri.

2. Fase Proliferasi Sel

Dalam waktu sekitar 5 hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk benang-benang fibrin dalam gumpalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi dan invasi fibroblast serta osteoblast.

Fibroblast dan osteoblast (berkembang dari osteosit, sel endostel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum, akan tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan makro minimal pada tempat patah tulang. Tetapi, gerakan yang berlebihan akan merusak struktur kalus.

3. Fase Pembentukan Kalus

Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubung satu sama lain. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan, dan tulang serat imatur. Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Diperlukan waktu 3 sampai 4 minggu agar fragmen tulang bergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus. Secara klinis, fragmen tulang tak bisa lagi digerakkan.

4. Fase Osifikasi

(25)

benar-benar telah bersatu dengan keras. Pada fraktur tulang panjang orang dewasa normal, penulangan memerlukan waktu 3 sampai 4 bulan.

5. Fase Remodeling

Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktur sebelumnya. Remodelling memerlukan waktu berbulan-bulan hingga bertahun-tahun tergantung beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan stress fungsional pada tulang (Brunner dan Suddarth, 2008:2268).

Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Faktur Femur Faktor yang Mempercepat Penyembuhan

1. Imobilisasi fragmen tulang 2. Kontak fragmen tulang maksimal 3. Suplai darah yang memadai 4. Nutrisi yang baik

5. Latihan-pembebanan berat badan

6. Hormon-hormon pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vitamin D, steroid anabolik 7. Potensial listrik pada patahan tulang (Brunner dan Suddarth, 2008:2361).

Faktor yang Menghambat Penyembuhan 1. Imobilisasi tak memadai

2. Rongga atau jaringan diantara fragmen tulang 3. Infeksi

4. Keganasan lokal

5. Penyakit tulang metabolik (misal penyakit Piaget) 6. Nekrosis avaskuler

7. Usia (lansia akan sembuh lebih lama)

(26)

2.3 Komplikasi a. Komplikasi awal

Komplikasi awal setelah fraktur adalah syok yang bisa berakibat fatal dalam beberapa jam setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih dan sindrom kopartemen, yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanen jika tidak ditangani segera. Koplikasi awal lainnya yang berhubungan dengan fraktur adalah infeksi, tromboemboli ( emboli paru ) yang dapat menyebabkan kematian beberapa minggu setelah cedera dan koagulopati intravaskuler diseminata ( KID ).

b. Komplikasi lambat

Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuan. Penyatuan lambat terjadi bila penyembuhan tidak terjadi dengan kecepatan normal untuk jenis dan tempat fraktur tertentu. Penyatuan terlambat mungkin berhubungan dengan infeksi sistemik dan distaksi ( tarikan jauh ) fragmen tukang.

Tidak ada penyatuan terjadi karna kegagalan penyatuan ujung-ujung patahan tulang. Pasien mengeluh tidak nyaman dan gerkan yang menetap pada tempat fraktur. Fektor yang ikut berparan dalam masalah penyatuan meliputi infeksi pada tempat fraktur, interposisi jarungan diantara ujung-ujung tulang, imobulisasi dan manipulasi yang tidak memadai, yang menghentikan pembentukan kalus, jarak yang terlalu antara fragmen, kontak tulang yang terbatas dan gangguan asupan darah yang mengakibatkan nekrosis avaskuler.(Brunner & suddarth : 2002) c. Perdarahan, dapat menimbulkan kolaps kardiovaskuler.Hal ini dapat dikoreksi dengan transfusi darah yang memadai.

d. Infeksi, terutama jika luka terkontaminasi dan debridemen tidak memadai.

e. Non-union, lazim terjadi pada fraktur pertengahan batang femur, trauma kecepatan tinggi dan fraktur dengan interposisi jaringan lunak di antara fragmen. Fraktur yang tidak menyatu memerlukan bone grafting dan fiksasi interna

f. Malunion, disebabkan oleh abduktor dan aduktor yang bekerja tanpa aksi antagonis pada fragmen atas untuk abduktor dan fragmen distal untuk aduktor. Deformitas varus diakibatkan oleh kombinasi gaya ini

(27)

2.4 Prognosis

(28)

BAB 3

Asuhan Keperawatan

Kasus semu

Sdr. E berusia 17 tahun dibawa ke RSUA tanggal 1 April 2013 pada jam 14.23 WIB oleh keluarganya. Pasien mengatakan pada tanggal 17 Agustus 2012 yang lalu pernah jatuh dari sepeda motor, kemudian pasien dibawa ke dukun pijat oleh keluarganya. Setelah dibawa ke dukun pijat pasien tidak kunjung sembuh tetapi tambah parah dan kaki membengkak. Pasien telah menjalani operasi pada tanggal 2 April 2013. Pada tanggal 11 April 2013 pasien mengatakan nyeri, skala nyeri 7, ekspresi wajah tampak meringis kesakitan, ekspresi wajah tegang, bingung saat ditanya perawatan luka post operasi. Dari hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD: 110/70 mmHg, N:88 x/menit, S:36OC. Luka operasi pasien sepanjang 20 cm, jumlah jahitan 20, luka tampak basah tidak ada PUS, leukosit 8000H/mm3. Pasien mengatakan dalam beraktifitas tidak bisa mandiri dan membutuhkan bantuan orang lain. Dalam berjalan pasien masih menggunakan tongkat, personal hygiene kurang, aktifitas pasien di bantu keluarga.

Asuhan Keperawatan 3.1 Pengkajian

Pengkajian meliputi : a. Identitas Pasien

Nama : Sdr. E

Umur : 17 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Suku/Bangsa : Jawa / Indonesia

Status : Belum menikah

Pekerjaan : Wiraswasta

Pendidikan : SMA

Tanggal MRS : 1 April 2013

(29)

b. Keluhan Utama : Pasien mengatakan kaki sebelah kirinya yang patah nyeri saat di gerakkan.

c. Riwayat Perawatan Sekarang : Pasien mengatakan pada tanggal 17 Agustus 2012, pasien pernah jatuh dari sepeda motor, kemudian pasien dibawa ke dukun pijat oleh keluarganya. Setelah dibawa ke dukun pijat kaki pasien tidak kunjung sembuh tetapi tambah parah, kaki membengkak, maka pada tanggal 1 April 2013 baru pasien dibawa ke RSUA pada jam 14.23 WIB oleh keluarganya. Kemudian dilakukan operasi pada tanggal 2 April 2013. Pada tanggal 11 April 2013 pasien mengatakan nyeri, skala nyeri 7, ekspresi wajah tampak meringis kesakitan,ekspresi wajah tegang,bingung saat di tanya perawatan luka post operasi, TD: 110/70 mmHg, N:88 x/menit, S:36OC. Luka operasi sepanjang 20 cm, jumlah jahitan 20, luka tampak basah tidak ada PUS, leukosit 8000H/mm3, pasien dalam mengatakan dalam beraktifitas tidak bisa mandiri dan membutuhkan bantuan orang lain dan alat. Dalam berjalan pasien masih menggunakan tongkat, personal hygiene kurang, aktifitas pasien di bantu keluarga.

d. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien sebelumnya tidak pernah mempunyai riwayat penyakit patah tulang seperti ini dan pasien juga belum pernah dirawat di Rumah Sakit, tidak mempunyai riwayat penyakit menular dan keturunan seperti DM, Hipertensi, TBC, hepatitis, dll.

e. Riwayat Keperawatan Keluarga : Pasien mengatakan bahwa keluarganya tidak ada yang mempunyai penyakit seperti pasien dan keluarga pasien tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit menular seperti TBC dan hepatitis, penyakit keturunan seperti hipertensi dan DM.

f. Pola Kebiasaan

1. Pola Persepsi dan Manajemen

Keluarga pasien sangat mementingkan kesehatannya sehingga apabila sakit segera memeriksakan diri ke Puskesmas/dokter bahkan ke dukun terdekat.

a. Sebelum dirawat : Pasien menggosok gigi sehari (2x setelah mandi dan 1x sebelum tidur). Mandi 2x dengan sabun dan ganti baju 2x.

(30)

2.Pola Nutrisi

a. Sebelum dirawat : A = BB : 63 kg B = Albumin 3,5 dl

C = Rambut bersih, tidak rontok, tidak mudah dicabut

D = Pasien makan 3x sehari dengan porsi 1n piring habis (lauk, nasi, sayur) dan minum air putih + 8 gelas/hari.

b. Saat dirawat :

A = BB : 60 kg

B = Hb : 14,4 gr/dl

C = Rambut agak kotor, tidak rontok, tidak mudah dicabut

D =

- Nutrisi TKTP

- Pasien makan 3x sehari dengan porsi ½ piring habis (lauk, nasi, sayur) dan minum air putih + 8 gelas/hari.

3. Pola Eliminasi

Sebelum dirawat : Pasien BAB 1-2x sehari dengan konsistensi lembek warna kuning, bau khas, BAK 4-5x sehari, warna kuning jernih bau khas. Saat dirawat : Pasien BAB 1x sehari dengan konsistensi lembek warna kuning,

bau khas, BAK 4-5x sehari, warna kuning jernih bau khas. Terakhir BAB tanggal 10 April 2008 hari Kamis.

4. Pola Istirahat Tidur

Sebelum dirawat : Pasien tidur 7-8 jam sehari kadang-kadang tirud siang ½ - 1 jam sehari.

Saat dirawat : Pasien tidur selama 5-6 jam karena nyeri pada kaki sebelah kiri dan tidak pernah tidur siang.

5. Pola Aktivitas dan Latihan

Sebelum dirawat :

Aktivitas 0 1 2 3 4

(31)

-Minum

Pasien mengatakan bila berubah posisi/beraktivitas kakinya terasa nyeri dan sakit.

6. Pola Persepsi dan Kognitif

Sebelum dirawat : Penglihatan baik

Saat dirawat :Antara telinga kanan dan kiri terdengar suara yang sama Pembau : Normal, dapat membedakan antara bau busuk dan harum Perasa : Normal, dapat membedakan rasa manis, asam, asin, pahit Peraba : Normal, dapat membedakan pemukaan kasar dan halus

Kognitif : Pasien dan keluarga beranggapan bahwa kesehatannya akan membaik setelah mendapatkan perawatan dari RS. Pasien mengatakan kurang tahu cara perawatan luka operasi dirumah.

7. Pola Persepsi dan Konsep Diri

(32)

Peran diri : Pasien seorang wiraswasta, setelah pasien sakit dan mengalami patah tulang seperti ini pasien tidak bisa melakukan aktivitas. Identitas diri : Pasien dapat menyebutkan dirinya.

Harga Diri : Pasien merasa senang mendapat perawatan yang baik dari perawat. 8. Pola Reproduksi Sexual

Pasien seorang laki-laki yang belum menikah.

9. Pola koping-toleransi terhadap stress

Jika pasien mempunyai masalah, maka pasien selalu membicarakan dan merundingkan dengan keluarga.

10. Pola Peran Hubungan

Hubungan antara pasien dan keluarga dengan petugas pelayanan kesehatan baik begitu pula hubungan dengan tetangganya.

11. Pola kepercayaan dan Keyakinan

Pasien beragama Islam, pasien selama dirawat tidak pernah menjalankan ibadah sholat 5 waktu dan hanya berdoa agar penyakitnya cepat sembuh.

g. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum : Baik

2. Tingkat Kesadaran : Composmentis

3. Vital Sign :

TD : 110/70 mmHg RR : 20x /menit N : 88x /menit S : 369 C 4. Kepala : Mesochepal

Rambut : Kurang bersih, hitam tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut Mata : Simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak

(33)

Hidung : Simetris, tidak ada polip

Telinga : Simetris, tidak ada serumen, tidak ada gangguan pendengaran Muka : Ekspresi wajah tampak meringis kesakitan, ekspresi wajah tampak tegang, ekspresi wajah tampak bingung

Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada peningkatan JVP 5. Paru-paru :

I : Ictus simetris ka/ki P : Vocal fremitus ka/ki sama P : Sonor ka/ki

A : Tidak ada wheezing, tidak ada ronchi 6. Jantung :

I : Ictus cordis tidak tampak

P : Ictus cordis teraba pada iga 4 dan 5 P : Pekak

A : Teratur, tidak ada murmur (53) 7. Perut :

I : Perut datar

A : Bunyi peristaltik 14 x/menit

P : Tidak terdapat nyeri tekan pada daerah abdomen P : Tympani

8. Genetalia : Tidak terpasang DC, bersih

9. Anus : Tidak ada hemoroid

10. Ekstremitas :

Atas : Tidak ada oedema, terpasang infus RL 120 tetes/menit pada tangan kiri, tidak ada lesi, CRT 2 detik.

Bawah : Tidak ada oedema, akral tidak dingin, CRT 2 detik, terdapat luka post operasi, panjang luka operasi 20 cm, terdapat 20 jahitan, keadaan lukanya basah, tidak ada PUS, kesemutan

(34)

h. Data Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium dilakukan tanggal 2 April 2013 KIBC : 8.000 H/mm3 (3.500-10.000)

HGM : 14,4 g/dl (11,0-16,5)

PLT : 228.000 H/mm3 (150.000-390.000)

Pemeriksaan post op tanggal 3 April 2013

Hb : 11,3 g/dl

2. Therapy tanggal 11 April 2013

Cipro 2 x 500 mg diberikan secara oral Asam mefenamat 2 x 50 mg secara oral Hasil Rongent

1. Hasil rongent sebelum operasi : mal union fraktur femur sinistra

3.2 ANALISA DATA

(35)

tegang

2.Luka tampak merah tidak ada PUS dan darah.

(36)

diri

3.3 Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri b.d kompresi saraf, kerusakan neuromuskuloskeletal, pergerakan fragmen tulang 2. Resiko infeksi b.d port de entry luka pasca bedah, pemasangan alat fiksasi invasive 3. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan muskuloskeletal, pergerakan fragmen tulang 3.4 intervensi

Nyeri b.d kompresi saraf, kerusakan neuromuskuloskeletal, pergerakan fragmen tulang Tujuan : dalam waktu 2x24 jam nyeri berkurang atau teradaptasi

1. Kriteria Hasil : Pasien menyatakan nyeri berkurang 2. Skala nyeri 0-1 (0-5)

3. Dapat mengidentifikasikan aktifitas yang dapat menurunkan nyeri 4. Pasien tidak gelisah

Intervensi Rasional

Kaji nyeri dengan skala 0-4 Nyeri merupakan respons subyektif yang dapat dikaji dengan menggunakan skala nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya di atas tingkat cedera

Lakukan manajemen nyeri keperawatan

1. atur posisi immobilisasi pada paha Immobilisasi yang adekuat dapatmengurangi pergerakan fragmen tulang yang menjadi unsur utama penyebab nyeri pada paha.

2. manajemen lingkungan: lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan istirahatkan klien

Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi o2

(37)

Masase ringan dapat meningkatkan aliran darah dan membantu suplai darah dan oksigen ke area nyeri. 6. Berikan kesempatan waktu istirahat

jika terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman, misalnya waktu tidur, bagian belakangnya dipasang bantal kecil

Istirahat akan merelaksasikan semua jaringan sehingga meningkatkan kenyamanan

Kolaborasi

pemberian analgetik Analgesik memblok lintasan nyerisehingga nyeri akan berkurang pemasngan traksi tulang Traksi yang efektif akan memberikan dampak pada penurunan pergeseran fragmen tulang dan memberikan posisi yang baik untuk penyatuan tulang

Operasi untuk pemasangan fiksasi interna Fiksasi interna dapat membantu imobilisasi fraktur femur sehingga pergerakan fragmen berkurang.

Resiko infeksi b.d port de entry luka pasca bedah, pemasangan alat fiksasi invasive

Tujuan: dalam waktu 12x24 jam terjadi perbaikan pada intregitas jaringan lunak dan tidak terjadi infeksi

Kaji faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya infeksi yang masuk ke port de entree

Lakukan perawatan luka secara steril Teknik perawatan luka secara steril dapat mengurangi kontaminasi kuman Pantau/ batasi kunjungan Mengurangi resiko kontak infeksi dari

(38)

dan protein umum dan membantu menurunkan

Beri antibiotik sesuai indikasi Satu atau beberapa agens diberikan yangbergantung pada sifat patogen dan infeksi yang terjadi.

Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan muskuloskeletal, pergerakan fragmen tulang

Tujuan : dalam 2 x 24 jam pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal meski degan bantuan.

Kriteria hasil :

1. penampilan yang seimbang.

2. melakukan pergerakkan dan perpindahan.

3. mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik : 0 = mandiri penuh

1 = memerlukan alat Bantu.

2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran. 3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.

4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.

Intervensi Rasional

Kaji mobilitas yang ada dan observasi peningkatan kerusakan . kaji secara teraur fungsi motorik

Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas

Atur posisi imobilisasi pada paha Imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan fragmen tulang yang menjadi unsur utama

perawatan diri sesuai toleransi Untuk memelihara fleksibilitas sendisesuai kemampuan Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk

(39)

Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan fisik ekstremitas bawah

Tujuan: dalam waktu 2x24 jam, klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri

Kriteria hasil: klien mampu melakukan aktifitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan, mengidentifikasi personel yang dapat membantu

Intervensi Rasional

Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam melakukan ADL

Membantu dalam mengantipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individual

Hindari apa yang tidak bisa dilakukan klien dan bantu jika perlu

Klien dalam keadaan cemas dan bergantung, hal ini dilakukan untuk mencegah frustasi dan meningkatkan harga diri klien

Dekatkan alat dan sarana yang

dibutuhkan klien Memudahkan klien dan meningkatkankemandirian klien Pertahankan dukungan pola pikir, izinkan

klien melakukan tugas , beri umpan balik positif untuk usahanya

Meningkatkan harga diri klien,

memandirikan klien, dan

menganjurkan klien terus mencoba Identifikasi kebiasaan defekasi , anjurkan

(40)

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan

Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok.

Tanda Dan Gejala : 1. Deformitas

a. Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :

a. Rotasi pemendekan tulang b. Penekanan tulang

2. Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur

3. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous 4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur 5. Tenderness/keempukan

6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.

7. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan) 8. Pergerakan abnormal

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Barbara, C. B., (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah, Volume I, EGC: Jakarta.

Doenges, dkk, (2005). Rencana asuhan keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. EGC: Jakarta

Djoko Simbardjo. Fraktur Batang Femur. Dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bagian Bedah FKUI.

Sjamsuhidajat R dan de Jong, Wim (Editor). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC.2005 Smeltzer, Susanne C. (2001). Brunner & suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing. 8/E Brunner & Suddarth. (2001). Keperawatan medical bedah. Jakarta. EGC

Doenges, M. E. (1999). Rencana asuhan keperawatan. Jakarta: EGC Hinchliff. (2005). Kamus Keperawatan. Jakarta: EGC

Gambar

Gambar 3: Pembagian tipe fraktur terbuka
Gambar 5: Fraktur Inkomplit
Gambar 6: Fraktur intrakapsuler dan ekstrakapsuler

Referensi

Dokumen terkait

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan, sedangkan fraktur femur 1/3 proximal merupakan fraktur tertutup. Faktor penyebab

Femur merupakan tulang terpanjang pada badan dimana fraktur dapat terjadi mulai dari proximal sampai distal tulang yaitu fraktur leher femur, fraktur trokanterik, fraktur

Dengan hasil pemeriksaan fisik pasien yang dilakukan oleh dokter terarah pada fraktur femur terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung

Fraktur terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang,ada 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya

Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik dan sudut dari

Merupakan patah tulang yang bersifat ekstra kapsuler dari femur, sering terjadi pada lansia dengan kondisi osteoporosis. Fraktur ini memiliki risiko nekrotik

Fraktur intertrokhanter adalah patah tulang yang bersifat ekstrakapsular Fraktur intertrokhanter adalah patah tulang yang bersifat ekstrakapsular dari femur. Sering terjadi pada

Pada fraktur femur, pasien biasanya datang dengan gejala trauma hebat disertai pembengkakan pada daerah tungkai atas dan tidak dapat menggerakkan tungkai..