• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Latar Belakang

Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah pemakai jalan, jumlah kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan dan bertambahnya jaringan jalan dan kecepatan kendaraan maka mayoritas kemungkinan terjadinya fraktur adalah akibat kecelakaan lalu lintas. Sementara trauma – trauma lain yang dapat mengakibatkan fraktur adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, dan cedera olah raga.

Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba – tiba dan berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan. Akibat trauma pada tulang bergantung pada jenis trauma, kekuatan, dan arahnya. Kita harus dapat membayangkan rekonstruksi terjadinya kecelakaan agar dapat menduga fraktur yang dapat terjadi. Setiap trauma yang dapat mengakibatkan fraktur juga dapat sekaligus merusak jaringan lunak di sekitar fraktur mulai dari otot, fascia, kulit, tulang, sampai struktur neurovaskuler atau organ – organ penting lainnya.

Fraktur bukan hanya persoalan terputusnya kontinuitas tulang dan bagaimana mengatasinya, akan tetapi harus ditinjau secara keseluruhan dan harus diatasi secara simultan. Harus dilihat apa yang terjadi secara menyeluruh, bagaimana, jenis penyebabnya, apakah ada kerusakan kulit, pembuluh darah, syaraf, dan harus diperhatikan lokasi kejadian, waktu terjadinya agar dalam mengambil tindakan dapat dihasilkan sesuatu yang optimal.

(2)

Femur atau tulang paha adalah tulang terpanjang dari tubuh. Tulang itu bersendi dengan asetabulum dalam formasi persendian panggul dan dari sini menjulur medial ke lutut dan membuat sendi dengan tibia. Suplai darah ke femur bervariasi menurut usia. Sumber utamanya adalah a. retikuler posterior, nutrisi dari pembuluh darah dari batang femur meluas menuju daerah trokanter dan bagian bawah dari collum femur.

Femur pada ujung bagian atasnya memiliki caput, collum, trochanter major dan trochanter minor. Bagian caput merupakan lebih kurang dua pertiga bola dan berartikulasi dengan acetabulum dari os coxae membentuk articulatio coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan ligamentum dari caput. Sebagian suplai darah untuk caput femoris dihantarkan sepanjang ligamen ini dan memasuki tulang pada fovea.

Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan ke bawah, belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat (pada wanita sedikit lebih kecil) dengan sumbu panjang batang femur. Besarnya sudut ini perlu diingat karena dapat dirubah oleh penyakit.

Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher dan batang. Yang menghubungkan dua trochanter ini adalah linea intertrochanterica di depan dan crista intertrochanterica yang mencolok di bagian belakang, dan padanya terdapat tuberculum quadratum.

(3)

Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke depan. Ia licin dan bulat pada permukaan anteriornya, namun pada bagian posteriornya terdapat rabung, linea aspera. Tepian linea aspera melebar ke atas dan ke bawah.Tepian medial berlanjut ke bawah sebagai crista supracondylaris medialis menuju tuberculum adductorum pada condylus medialis.Tepian lateral menyatu ke bawah dengan crista supracondylaris lateralis. Pada permukaan posterior batang femur, di bawah trochanter major terdapat tuberositas glutealis, yang ke bawah berhubungan dengan linea aspera. Bagian batang melebar ke arah ujung distal dan membentuk daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya, disebut fascia poplitea.

Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang di bagian posterior dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus dihubungkan oleh permukaan sendi untuk patella. Kedua condylus ikut membentuk articulatio genu. Di atas condylus terdapat epicondylus lateralis dan medialis. Tuberculum adductorium berhubungan langsung dengan epicondylus medialis.

1.3 Definisi dan mekanisme trauma

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.

Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok.

Mekanisme trauma

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang clavikula atau radius distal patah.

(4)

Akibat trauma pada tulang bergantung pada jenis trauma, kekuatan trauma, dan arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ketulang yang disebut patah tulang terbuka. Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi. 1.4 Epidemiologi

Fraktur collum femur dan fraktur subtrochanter banyak terjadi pada wanita tua dengan usia lebih dari 60 tahun dimana tulang sudah mengalami osteoporotic, trauma yang dialami oleh wanita tua, biasanya ringan. Sedangkan pada penderita muda ditemukan riwayat mengalami kecelakaan. Aedangkan fraktur batang femur, fraktur supracondyler, fraktur intercondyler, fraktur condyler femur banyak terjadi pada penderita laki-laki dewasa karena kecelakaan ataupun jatuh dari ketinggian. Sedangkan fraktur batang femur pada anak terjadi karena waktu bermain dirumah atau disekolah.

1.5 Klasifikasi

Fraktur berdasarkan derajat atau luas garis fraktur terbagi atas : complete, dimana tulang patah terbagi menjadi dua bagian (fragmen) atau lebih, serta incomplete (parsial). Fraktur parsial terbagi lagi menjadi:

1. Fissure/Crack/Hairline – tulang terputus seluruhnya tetapi masih tetap di tempat, biasa terjadi pada tulang pipih

2. Greenstick Fracture – biasa terjadi pada anak-anak dan pada os radius, ulna, clavicula, dan costae

3. Buckle Fracture – fraktur di mana korteksnya melipat ke dalam Berdasarkan garis patah/konfigurasi tulang dibagi menjadi :

1. Transversal – garis patah tulang melintang sumbu tulang (80-100o dari sumbu tulang)

2. Oblik – garis patah tulang melintang sumbu tulang (<80o atau >100o dari sumbu tulang)

(5)

3. Longitudinal – garis patah mengikuti sumbu tulang 4. Spiral – garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih 5. Comminuted – terdapat 2 atau lebih garis fraktur

Berdasarkan hubungan antar fragmen fraktur:

a. Undisplace – fragmen tulang fraktur masih terdapat pada tempat anatomisnya b. Displace – fragmen tulang fraktur tidak pada tempat anatomisnya, terbagi atas: – Shifted Sideways – menggeser ke samping tapi dekat

– Angulated – membentuk sudut tertentu – Rotated – memutar

– Distracted – saling menjauh karena ada interposisi – Overriding – garis fraktur tumpang tindih

– Impacted – satu fragmen masuk ke fragmen yang lain

(6)

Oblique communited spiral compoud

Secara umum, berdasarkan ada tidaknya hubungan antara tulang yang fraktur dengan dunia luar, fraktur juga dapat dibagi menjadi 2, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Disebut fraktur tertutup apabila kulit di atas tulang yang fraktur masih utuh. Sedangkan apabila kulit di atasnya tertembus dan terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan dunia luar maka disebut fraktur terbuka, yang memungkinkan kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah sehingga cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi.

Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan berat ringannya fraktur

Derajat patah tulang terbuka

Derajat Luka Fraktur

(7)

minimal

II Laserasi > 2cm, kontusio otot disekitarnya Dislokasi fragmen jelas III Luka lebar, rusak hebat atau hilangnya

jaringan disekitarnya.

Kominutif, segmental, fragmen tulang ada yang hilang

Kemudian Gustillo et al. (1984) membagi tipe III dari klasifikasi Gustillo dan Anderson (1976) menjadi tiga subtipe, yaitu tipe IIIA, IIIB dan IIIC.

 IIIA terjadi apabila fragmen fraktur masih dibungkus oleh jaringan lunak, walaupun adanya kerusakan jaringan lunak yang luas dan berat.

 IIIB fragmen fraktur tidak dibungkus oleh jaringan lunak sehingga tulang terlihat jelas atau bone expose, terdapat pelepasan periosteum, fraktur kominutif. Biasanya disertai kontaminasi masif dan merupakan trauma high energy tanpa memandang luas luka.

 III C terdapat trauma pada arteri yang membutuhkan repair agar kehidupan bagian distal dapat dipertahankan tanpa memandang derajat kerusakan jaringan lunak.

Klasifikasi fraktur femur

Klasifikasi fraktur femur dapat dibagi dalam : a. fraktur collum femur:

Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan

(8)

oleh trauma tidak langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah, dibagi dalam :

 Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur)

 Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur) b. fraktur subtrochanter femur

adalah fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter minor, dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding & Magliato, yaitu : tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor

tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanterminor c. fraktur batang femur (dewasa)

Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam shock, salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah. Dibagi menjadi :

– tertutup

– terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang patah dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu ;

· Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil, biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar. · Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena benturan dari luar.

(9)

· Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah)

d. fraktur batang femur (anak – anak) e. fraktur supracondyler femur

Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot – otot gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi.

f. fraktur intercondylair

Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.

g. fraktur condyler femur

Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.

1.6 Etiologi

Penyebab fraktur adalah trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, dan mayoritas fraktur akibat kecelakaan lalu lintas. Trauma-trauma lain adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, cidera olah raga. Trauma bisa terjadi secara langsung dan tidak langsung. Dikatakan langsung apabila terjadi benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu, dan secara tidak langsung apabila titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.

Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :

a. Cedera traumatik

(10)

i. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.

ii. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.

iii. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat. b. Fraktur Patologik

Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :

i. Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif.

ii. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri. iii. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.

c. Secara spontan :

disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.

1.7 Patofisiologi

Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolic,patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun maka terjadi peubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai

(11)

serabut saraf yang dapat menimbulkan ganggguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi revral vaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggau. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit.

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selaian itu dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu, disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar.

Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh.

1.8 Gambaran Klinis 1. Deformitas

Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :

a. Rotasi pemendekan tulang. b. Penekanan tulang.

2. Bengkak : Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur.

3. Echimosis dari perdarahan Subculaneous. 4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur. 5. Tenderness / keempukan.

6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur didaerah yang berdekatan.

7. Kehilangan sensasi ( mati rasa,mungkin terjadi dari rusaknya syaraf/perdarahan) 8. Pergerakan abnormal.

9. Dari hilangnya darah. 10. Krepitasi

(12)

Sering kali pasien datang sudah dengan keluhan bahwa tulangnya patah karena jelasnya keadaan patah tulang tersebut bagi pasien. Sebaliknya juga mungkin, patah tulang tidak disadari oleh penderita dan mereka datang dengan keluhan “keseleo”, terutama patah yang disertai dengan dislokasi fragmen yang minimal. Diagnosis patah tulang juga dimulai dengan anamnesis : adanya trauma tertentu, seperti jatuh, terputar, tertumbuk, dan berapa kuatnya trauma tersebut. Dalam presepsi penderita trauma tersebut bisa dirasa berat meskipun sebenarnya ringan, sebaliknya bisa dirasa ringan meskipun sebenarnya berat. Selain riwayat trauma, biasanya didapati keluhan nyeri meskipun patah tulang yang fragmen patahannya stabil, kadang tidak menimbulkan keluhan nyeri. Banyak patah tulang mempunyai cedera yang khas.

Pemeriksaan untuk menentukan ada atau tidaknya patah tulang terdiri atas empat langkah : tanyakan, lihat, raba, dan gerakkan.

Diagnosis patah tulang

 Tanyakan : anamnesis, adakah cedera khas

 Lihat : inspeksi, bandingkan kiri dengan kanan

 Raba : analisis nyeri (nyeri objektif, subjektif, nyeri lingkar, nyeri sumbu pada tarikan dan/atau tekanan )

 Gerak : aktif dan/atau pasif

Pada pemeriksaan fisik mula-mula dilakukan inspeksi dan terlihat pasien kesakitan, mencoba melindungi anggota badannya yang patah, terdapat pembengkakkan, perubahan bentuk berupa bengkok, terputar, pemendekan, dan juga terdapat gerakan yang tidak normal. Nyeri yang secara subjektif dinyatakan dalam anamnesis, didapat juga secara objektif pada palpasi. Nyeri itu berupa nyeri tekan yang sifatnya sirkuler dan nyeri tekan sumbu pada waktu menekan atau

(13)

menarik dengan hati-hati anggota badan yang patah searah dengan sumbunya. Keempat sifat nyeri ini didapatkan pada lokalisasi yang tepat sama. Gerakan antar fragmen harus dihindari pada pemeriksaan karena menimbulkan nyeri dan mengakibatkan cedera jaringan. Pemeriksaan gerak persendian secara aktif termasuk dalam pemeriksaan rutin patah tulang.

Satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah pemeriksaan klinis untuk mencari akibat trauma, seperti pneumotoraks atau cedera otak, serta komplikasi vaskuler dan neurologis dari patah tulang yang bersangkutan. Hal ini penting karena komplikasi tersebut perlu penanganan yang segera.

Pada pemeriksaan radiologis dengan pembuatan foto Rontgen dua arah 90 derajat didapatkan gambaran garis patah. Pada patah yang fragmennya mengalami dislokasi, gambaran garis patah biasanya jelas. Dalam banyak hal, pemeriksaan radiologis tidak dimaksudkan untuk diagnostic karena pemeriksaan klinisnya sudah jelas, tetapi untuk menentukan pengelolaan yang tepat dan optimal.

Foto Rontgen harus memenuhi beberapa syarat, yaitu letak patah tulang harus dipertengahan foto dan sinar harus menembus tempat ini secara tegak lurus karena foto Rontgen merupakan foto gambar bayangan. Bila sinar menembus secara miring, gambar menjadi samar, kurang jelas, dan lain dari kenyataan. Harus selalu dibuat dua lembar foto dengan arah yang saling tegak lurus.

Pada tulang, panjang persendian proksimal maupun yang distal harus turut difoto. Bila ada kesangsian atas adanya patah tulang atau tidak, sebaiknya dibuat foto yang sama dari anggota gerak yang sehat untuk perbandingan. Bila tidak diperoleh kepastian adanya kelainan, seperti fisura, sebaiknya foto diulang setelah satu minggu: retak akan menjadi nyata karena hyperemia setempat sekitar tulang yang retak itu akan tampak sebagai “dekalsifikasi”.

Pemeriksaan khusus seperti CT scan kadang diperlukan, misalnya dalam hal patah tulang vertebra dengan gejala neurologis.

(14)

- Patah tulang dipertengahan foto

- Persendian proksimal dan distal termasuk foto

- Dua foto dua arah bersilangan 90 derajat

- Sinar menembus tegak lurus

1.10 Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan secara Umum

Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu tejadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.

2. Penatalaksanaan Kedaruratan

Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak menyadari adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk meng-imobilisasi bagian tubuh segara sebelum pasien dipindahkan.

Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas dan dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan perdarahan lebih lanjut.

(15)

Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang. Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan dapat dibebatkan ke dada, atau lengan bawah yang cedera digantung pada sling. Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk menentukan kecukupan perfusi jaringan perifer.

Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan di atas.

Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari sisi cedera. Pakaian pasien mungkin harus dipotong pada sisi cedera. Ektremitas sebisa mungkin jangan sampai digerakkan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.

3. Prinsip Penanganan Fraktur

Prinsip-prinsip tindakan/penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi:

a. Reduksi, yaitu : restorasi fragmen fraktur sehingga didapati posisi yang dapat diterima.

 Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan posisi anatomis normal.

(16)

 Sasarannya adalah untuk memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada posisi anatomik normalnya.

 Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka.4 Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mengalami penyembuhan.

Metode reduksi :

1. Reduksi tertutup, pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan “Manipulasi dan Traksi manual”. Sebelum reduksi dan imobilisasi, pasien harus dimintakan persetujuan tindakan, analgetik sesuai ketentuan dan bila diperlukan diberi anestesia. Ektremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips, bidai atau alat lain dipasang oleh dokter. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ektremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar. 2. Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.

3. Reduksi terbuka, pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, palt, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahan kan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.

(17)

 Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.

 Sasarannya adalah mempertahankan reduksi di tempatnya sampai terjadi penyembuhan.

 Metode untuk mempertahankan imobilisasi adalah dengan alat-alat “eksternal” (bebat, brace, case, pen dalam plester, fiksator eksterna, traksi, balutan) dan alat-alat “internal” (nail, lempeng, sekrup, kawat, batang, dll).

Tabel 1. Perkiraan Waktu Imobilisasi yang Dibutuhkan untuk Penyatuan Tulang Fraktur

(18)

c. Rehabilitasi

 Sasarannya meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan normal pada bagian yang sakit.

 Untuk mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan mempertahankan reduksi dan imobilisasi adalah peninggian untuk meminimalkan bengkak, memantau status neurovaskuler, mengontrol ansietas dan nyeri, latihan isometrik dan pengaturan otot, partisipasi dalam aktifitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktifitas kembali secara bertahap dapat memperbaiki kemandirian fungsi. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutik.

Tabel 2. Ringkasan Tindakan terhadap Fraktur

Proses penyembuhan fraktur

Secara ringkas tahap penyembuhan fraktur dibagi menjadi 5 tahap sebagai berikut:

1. Stadium Pembentukan Hematom :

– Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari pembuluh darah yang robek

(19)

– Hematom dibungkus jaringan lunak sekitar (periosteum & otot) – Terjadi sekitar 1-2 x 24 jam

2. Stadium Proliferasi Sel / Inflamasi :

– Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, sekitar lokasi fraktur – Sel-sel ini menjadi precursor osteoblast

– Sel-sel ini aktif tumbuh ke arah fragmen tulang – Proliferasi juga terjadi di jaringan sumsum tulang – Terjadi setelah hari ke-2 kecelakaan terjadi 3. Stadium Pembentukan Kallus :

– Osteoblast membentuk tulang lunak (kallus) – Kallus memberikan rigiditas pada fraktur

– Jika terlihat massa kallus pada X-ray berarti fraktur telah menyatu – Terjadi setelah 6-10 hari setelah kecelakaan terjadi

4. Stadium Konsolidasi :

– Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi. Fraktur teraba telah menyatu

– Secara bertahap menjadi tulang mature

– Terjadi pada minggu ke 3-10 setelah kecelakaan 5. Stadium Remodeling :

– Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi eks fraktur – Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklast

(20)

– Pada anak-anak remodeling dapat sempurna, pada dewasa masih ada tanda penebalan tulang.

Proses penyembuhan tulang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, mencakup: usia, lokasi dan jenis fraktur, kerusakan jaringan sekitar fraktur, banyaknya gerakan pada fragmen fraktur, pengobatan, adanya infeksi atau penyakit lain yang menyertai (seperti diabetes mellitus), derajat trauma, gap antara ujung fragmen dan pendarahan pada lokasi fraktur.

1.11 Komplikasi

2. Komplikasi segera a. Local

o Kulit : abrasi, laserasi, penetrasi o Pembuluh darah : robek

o System saraf : sumsum tulang belakang, saraf tepi motorik dan sensorik

o Otot

o Organ dalam : jantung, paru, hepar, limpa (pada fraktur kosta), kandung kemih (pada faktur pelvis).

b. Umum

o Rudapaksa multiple

o Syok: hemoragik, neurogenik 3. Komplikasi dini

a. Local

o Nekrosis kulit, gangrene, sindrom kompartemen, thrombosis vena, infeksi sendi, osteomielitisumum

(21)

o ARDS, emboli paru, tetanus 4. Komplikasi lama

a. Local

o Sendi : ankilosis fibrosa, ankilosis osal o Tulang :

Gagal taut/ taut lama/ salah taut Distrofi reflex

Osteoporosis pascatrauma Gangguan pertumbuhan Osteomielitis

Patah tulang ulang

o Otot/ tendo : penulangan otot, rupture tendon o Saraf : kelumpuhan saraf lambat

b. Umum

o Batu ginjal (akibat imobilisasi lama ditempat tidur ) 1.12 Prognosis

Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menabjubkan. Tidak seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa jaringan parut. Pengertian tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada penyembuhan fraktur dapat terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai terjadi konsodilasi. Faktor mekanis yang penting seperti imobilisasi fragment tulang secar fisik sangat penting dalam penyembuhan,

(22)

selain factor biologis yang juga merupakan suatu factor yang sangat essensial dalam penyembuhan fraktur.

BAB II STATUS PASIEN IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn.IndraEriYosri

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 27tahun

Alamat : Tanah garam

PRIMARY SURVEY

A : Clear, tidak ada gangguan jalan nafas B : Paten. Nafas : 20 x/i

C : TD : 120/80 mmHg, nadi 82 x /i D : GCS 15( E4V5M6 )

(23)

SECONDARY SURVEY ANAMNESA

Keluhan Utama : Nyeri pada paha kiri sejak 15 hari yang lalu Riwayat Penyakit Sekarang

 Pasien post KLL sejak 15 hari yang lalu

 Pasien sadar setelah kecelakaan

 Kecelakaan terjadi ketika pasien sedang mengendarai motor, saat itu pasien berusaha menghindar dari sebuah mobil yang melaju dari arah yang berlawanan sehingga menyebabkan pasien jatuh dengan paha kiri terhimpit motor.

 Pasien mengeluh nyeri pada paha kiri, nyeri semakin bertambah bila digerakkan

 Luka robek (-), luka lecet (+) pada paha kiri

 Luka ditempat lain (-)

 Mual (-), muntah (-)

 Pasien mengaku kaki pasien yang mengalami kecelakaan pernah diurut selama 10 hari

Riwayat Penyakit Dahulu

 Pasien tidak pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya. Riwayat Penyakit Keluarga

 Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama

PEMERIKSAAN FISIK Status Generalisata

(24)

Kesadaran : Compos mentis cooperatif Tekanan darah : 120/80 mmHg Nadi : 82 x/menit Nafas : 20 x/menit Suhu : 37,2°C Kepala-Leher

Kepala : normochepali, bentuk simetris.

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-) Leher : tidak ada pembesaran KGB

Thorax-pulmo

 Inspeksi : dinding dada simetris kanan dan kiri, tidak ada gerakan tertinggal, tidak ada retraksi dinding dada.

 Palpasi : fremitus sama kiri-kanan

 Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru.

 Auskultasi : Suara pernapasan vesikuler, tidak ada wheezing dan ronki.

Thorax-Cardiovascular

 Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

 Palpasi : tidak teraba massa, ictus cordis teraba di di RIC V linea midclavicularis sinistra.

 Perkusi : redup di bagian jantung, batas bawah paru dan jantung dalam batas normal

 Auskultasi : Suara jantung I dan II regular, tidak ada bising Abdomen

 Inspeksi : distensi (-), tidak ada sikatrik

 Palpasi : nyeri tekan (-)

 Perkusi : timpani dikeempat kuadran abdomen

(25)

STATUS LOKALIS Regio femoralis sinistra A. Look :

deformitas (+), kaki kiri lebih pendek dari kaki kanan

vulnus laceratum (+) udema (+) B. Feel :  Nyeri tekan (+)  Nyeri sumbu (+) C. Move :

 Terdapat keterbatasan gerak aktif dan pasif

LABORATORIUM  Hemoglobin : 10,7 g/dl  Hematokrit : 42 %  Leukosit : 9470 mm³  Trombosit : 375.000 mm³ DIAGNOSA KERJA

Suspek fraktur femur sinistra tertutup PEMERIKSAAN PENUNJANG

(26)

- Kesan : tampak Fraktur femur 1/3 proximal sinistra tertutup DIAGNOSIS

- Fraktur femur 1/3 proximal sinistra tertutup PENATALAKSANAAN :

KONSERVATIF Non medika mentosa :

- Rawat inap Medikamentosa :

- IVFD RL 8 jam / kolf - Ketorolac inj 3 x 1 amp - Ranitidine inj 2 x 1 amp Operatif : ORIF

DIAGNOSIS POST OPERASI : Post ORIF femur 1/3 proximal tertutup

PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam Quo ad fungtionam : dubia ad bonam Quo ad sanationam : dubia ad bonam

(27)

BAB III PENUTUP Kesimpulan

Seorang pasien, laki-laki umur 27 tahun datang ke IGD RSUD Solok dengan keluhan nyeri pada paha kiri sejak 15 hari yang lalu. Sebelumnya pasien mengalami kecelakaan lalu lintas sejak 15 hari yang lalu dan pasien sadar setelah kecelakaan . Kecelakaan terjadi ketika pasien sedang mengendarai motor, saat itu pasien berusaha menghindar dari sebuah mobil yang melaju dari arah yang berlawanan sehingga menyebabkan pasien jatuh dengan paha kiri terhimpit motor. Nyeri pada paha kiri semakin bertambah bila digerakkan.Selain itu juga terdapat luka lecet pada paha kiri. Pasien mengaku kaki pasien yang mengalami kecelakaan pernah diurut selama 10

(28)

hari . Pada pemeriksaan Fisik ditemukan : TD:120/80 mmHg, Nadi 82 x/menit, Napas: 20x/menit, Suhu 37,2 c

Pada pemeriksaan fisik di regio femoralis sinistra didapatkan deformitas (+), kaki kiri lebih pendek dari kaki kanan, vulnus laceratum (+), udema (+), nyeri tekan (+), nyeri sumbu (+) dan terdapat keterbatasan gerak aktif dan pasif.

Pada kasus ini pasien telah diberikan terapi konservatif dan operatif.

Gambar

Tabel 1. Perkiraan Waktu Imobilisasi yang Dibutuhkan untuk Penyatuan Tulang Fraktur
Tabel 2. Ringkasan Tindakan terhadap Fraktur

Referensi

Dokumen terkait

Pada minggu ini 5anin memiliki &#34;an5ang sekitar ( mm dengan berat +) gram. Pada minggu ini &#34;erut dan rongga dada sudah ter&#34;isah dan otot mata dan bibir atas

Hipotesis penelitian yang menyatakan Pelayanan Penerangan Jalan Umum (PJU) yang dilaksanakan oleh Bidang Penerangan Jalan Umum Dinas Perhubungan Kota Tangerang berdasarkan

LAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI (PRAKERIN) MOTOR INDUKSI DAN PERBEDAAN KONTAKTOR DAN RELAY DALAM RANGKA MEMENUHI SYARAT UNTUK MENGIKUTI UJI.. KOMPETENSI DAN UJIAN NASIONAL DISUSUN

Kegiatan belajar mengajar (KBM) pada siklus 1, memiliki kendala dalam proses KBM seperti awal masuk kelas para siswa belum terlihat aktif dalam merespon

Pada klien 1 (Sdr.A/23 tahun) intervensi yang di lakukan, memberikan posisi semi fowler, menganjurkan latihan nafas dalam dan batuk efektif, sedangkan kolaborasi

berlimpah, murah, kuat dan ringan, namun belum dimanfaatkan secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengembangkan bahan rotan

 Persamaan (29) ditetapkan dengan cara memplot (suatu aliran dengan diameter tertentu) suatu kurva dengan ordinat angkutan sedimen dasar dan kemiringan S sebagai absis,

Sistem informasi adalah suatu sistem dalam sistem dalam suatu organi suatu organisasi sasi yang mempertem yang mempertemukan ukan kebutuhan pengolahan transaksi harian