• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDHAULUAN Perkembangan 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB I PENDHAULUAN Perkembangan 1"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDHAULUAN

Perkembangan kota-kota di Indonesia telah mencapai tingkat perkembangan kota yang pesat dan cukup tinggi. Hal ini terlihat dari beberapa gejala yang secara tidak langsung muncul seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan perkembangan industri. Seiring dengan perkembangan tersebut, kasus dan insiden yang terjadi di kota juga ikut bertambah. Meningkatnya jumlah penduduk berbanding lurus dengan meningkatnya kasus kecelakaan Insiden kecelakaan merupakan salah satu dari masalah kesehatan dasar selain gizi dan konsumsi, sanitasi lingkungan, penyakit, gigi dan mulut, serta aspek moralitas dan perilaku di Indonesia. Kecelakan merupakan salah satu faktor penyebab kematian terbesar di Indonesia. Namun selain kematian, kecelakaan juga mampu menimbulkan dampak lain yaitu kecacatan akibat timbulnya fraktur.

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Rusaknya kontinuitas tulang ini dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, atau karenakondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/ osteoporosis. Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur di bawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan dan kecelakaan. Sedangkan pada usia lanjut (usila) prevalensi cenderung lebih banyak terjadi pada wanita berhubungan dengan adanya osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon.

Tingginya angka kecelakaan menyebabkan angka kejadian atau insidensi fraktur tinggi, dan salah satu fraktur yang paling sering terjadi adalah pada bagian paha (tulang paha). Fraktur pada tulang paha termasuk dalam kelompok tiga besar kasus fraktur yang disebabkan karena benturan dengan tenaga yang tinggi (kuat) seperti kecelakaan sepeda motor atau mobil. WHO (Badan Kesehatan Dunia) mencatat, terdapat lebih dari 7 juta orang meninggal karena insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik.

(2)

kematian, 45 % mengalami cacat fisik, 15 % mengalami stress psikologis dan bahkan depresi, serta 10 % mengalami kesembuhan dengan baik.

(3)

BAB II

LANDASAN TEORI a. Definisi

Tulang merupakan tempat penyimpanan kalsium dan fosfat yaitu 99% dari kalsium tubuh dan 90% dari fosfat tubuh. Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas tiga jenis dasar-osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun atas 98% kolagen dan 2% subtansi dasar (glukosaminoglikan, asam polisakarida) dan proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang). Osteoklas adalah sel multinuclear ( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran, resorpsi dan remosdeling tulang.

Ada 206 tulang dalam tubuh manusia yang terbagi dalam empat kategori: tulang panjang (misal os femur), tulang pendek (misal os tarsalia), tulang pipih (os sternum) dan tulang tak teratur (misal vertebra).

Lima fungsi utama tulang yaitu: a. Membentuk rangka badan

b. Sebagai pengumpil dan tempat melekatnya otot

c. Sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan alat dalam seperti otak, sum-sum, tulang belakang dan paru-paru

d. Sebagai tempat deposit kalsium, fosfor, magnesium dan garam

e. Sebagai organ yang berfungsi sebagai jaringan hemapoetik untuk memproduksi sel-sel darah merah, sel-sel darah putih dan trombosit.

Berdasarkan bentuknya, tulang rangka dibagi dalam tiga bentuk utama, yaitu tulang pipa, tulang pendek, dan tulang pipih. Setiap tulang tersebut memiliki fungsi yang berbeda. Tulang femur adalah alah satu tulang berbentuk pipa yang berguna sebagai salah satu otot ekstremitas.

(4)

pada pinggul. Bagian proksimal lainnya yaitu trochanter major dan trochanter minor menjadi tempat perlekatan otot. Pada bagian proksimal posterior terdapat tuberositas glutea yakni permukaan kasar tempat melekatnya otot gluteus maximus. Di dekatnya terdapat bagian linea aspera, tempat melekatnya otot biceps femoris. Salah satu fungsi penting kaput femoris adalah tempat produksi sel darah merah pada sumsum tulangnya.

Pada ujung distal tulang paha terdapat condylus yang akan membuat sendi condylar bersama lutut. Terdapat dua condylus yakni condylus medialis dan condylus lateralis. Di antara kedua condylus terdapat jeda yang disebut fossa intercondylaris.

Persendian panggul (Faiz & Moffat, 2003), merupakan bola dan mangkok sendi dengan acetabulum bagian dari femur, terdiri dari : kepala, leher, bagian terbesar dan kecil, trokhanter dan batang, bagian terjauh dari femur berakhir pada kedua kondilas. Kepala femur masuk acetabulum. Sendi panggul dikelilingi oleh kapsula fibrosa, ligamen dan otot. Suplai darah ke kepala femoral merupakan hal yang penting pada faktur hip. Suplai darah ke femur bervariasi menurut usia. Sumber utamanya arteri retikuler posterior, nutrisi dari pembuluh darah dari batang femur meluas menuju daerah tronkhanter dan bagian bawah dari leher femur.

(5)

Penyebab fraktur adalah trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, dan mayoritas fraktur akibat kecelakaan lalu lintas. Trauma-trauma lain adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, cidera olah raga. Trauma bisa terjadi secara langsung dan tidak langsung. Dikatakan langsung apabila terjadi benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu, dan secara tidak langsung apabila titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.

Penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu: a. Cedera traumatik

Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :

- Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang pata secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.

- Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula. - Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat. b. Fraktur Patologik

Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :

- Tumor tulang (jinak atau ganas): pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif.

- Infeksi seperti osteomielitis: dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.

- Rakhitis: suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.

c. Secara spontan: disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.

(6)

- Tipe I: Luka lebih kecil dari 1 cm, bersih dan disebabkan oleh fragmen tulang yang menembus kulit.

- Tipe II: Ukuran luka antara 1 – 10 cm, tidak terkontaminasi dan tanpa cedera jaringan lunak yang major

- Tipe III: Luka lebih besar dari 10 cm dengan kerusakan jaringan lunak yang signifikan. Tipe III juga dibagi menjadi beberapa sub tipe:

a. Luka memiliki jaringan yang cukup untuk menutupi tulang tanpa memerlukan flap coverage.

b. Kerusakan jaringan yang luas membuat diperlukannya local atau distant flap coverage.

c. Fraktur apapun yang menyebabkan cedera arterial yang membutuhkan perbaikan segera.

Tanda dan gejala fraktur berupa defomitas, bengkak, bruissing (ekimosis), spasme otot, nyeri, kehilangan fungsi, mobilitas abnormal (krepitus), dan perubahan neurovaskuler (Black & Hawks, 2009) Tingkat dan keparahan manifestasi klinis tergantung jenis fraktur dan area terjadinya fraktur. Manifestasi klinis fraktur femur berupa edema pada paha, deformitas, nyeri sekali dan tidak dapat menggerakan pinggul dan lutut, serta seringkali mengalami syok akibat perdarahan.

Klasifikasi Fraktur Femur

Klasifikasi fraktur femur dapat dibagi dalam : a. Fraktur collum femur:

Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah, dibagi dalam :

o Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur)

o Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur)

Fraktur kolum femur yang terletak intraartikular sangat sukar sembuh karena bagian proksimal perdarahannya sangat terbatas sehingga memerlukan fiksasi kokoh untuk waktu yang cukup lama. Menurut Faiz & Moffat (2004), fraktur jenis ini sering terjadi pada manula dengan osteoporosis.

(7)

Ialah fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter minor, dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding & Magliato, yaitu :

tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor

tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanterminor c. Fraktur batang femur (dewasa)

Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam shock, salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah. Dibagi menjadi :

- tertutup

- terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang patah dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu:

Derajat I: Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil, biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar. Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena benturan dari luar.

Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah)

(8)

Fraktur yang dapat diatasi dengan traksi adalah fraktur intertrokanter dan subtrokanter, fraktur diafisis oblik, segmental, dan kominutif, serta fraktur suprakondiler tanpa dislokasi berat, dan fraktur kondilus femur. Yang tidak dapat ditangani dengan traksi adalah dislokasi tertentu berat.

Pada fraktur femur tertutup, dilakukan traksi kulit dengan metode ekstensi buck, tujuan traksi kulit untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut di sekitar daerah yang patah.

Fraktur batang femur pada anak-anak umumnya dengan terapi non operatif, karena akan menyambung dengan baik, pemendekan kurang dari 2 cm masih dapat diterima karena di kemudian hari akan sama panjangnya dengan tungkai normal. Hal ini kemungkinan karena daya proses remodeling pada anak-anak.

d. Fraktur supracondyler femur

Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot – otot gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi.

Fraktur ini relatif lebih jarang dibandingkan fraktur batang femur. Seperti halnya fraktur batang femur, fraktur suprakondiler dapat dikelola secara konservatif dengan traksi skeletal dengan lutut dalam posisi fleksi 90O. Traksi ini juga memerlukan waktu istirahat di tempat tidur yang lama sehingga lebih disukai reposisi terbuka dan pemasangan fiksasi interna dengan pelat suprakondiler yang kokoh, yang memungkinkan mobilisasi segera dan menggerakkan sendi lutut. Hal yang terakhir ini penting karena gerakan sendi lutut yang segera dapat mencegah sendi kejur akibat perlekatan otot dan atau perlekatan jaringan lunak di sekitar sendi lutut.

e. Fraktur intercondylair

(9)

lutut dan mengganjal di antara kedua kondilus dan salah satu atau keduanya retak. Pada bagian proksimal kemungkinan terdapat komponen melintang sehingga didapati fraktur dengan garis fraktur berbentuk seperti huruf T atau Y.

Secara klinis, sendi lutut bengkak akibat hemartrosis dan biasanya disertai goresan atau memar pada bagian depan lutut yang menunjukkan adanya trauma. Di sini patella juga dapat mengalami fraktur.

f. Fraktur condyler femur

Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.

g. Fraktur leher

Fraktur leher femur sering terjadi pada usia di atas 60 tahun dan lebih sering pada wanita yang disebabkan oleh kerapuhan tulang akibat kombinasi proses penuaan dan osteoporosis pasca menopause. Fraktur dapat berupa fraktur subkapital, transervikal, dan basal, yang kesemuanya terletak di dalam simpai sendi panggul atau interkapsuler, fraktur intertrokanter dan subtrokanter terletak ekstrakapsuler. Fraktur intrakapsuler umumnya sulit untuk mengalami pertautan dan cenderung terjadi nekrosis avaskuler kaput femur. Pendarahan kolum yang terletak intraartikular dan pendarahan kaput femur berasal dari proksimal a. sirkumfleksa femoris lateralis melalui simpai sendi. Sumber perdarahan ini putus pada fraktur intraartikular. Pendarahan oleh arteri di dalam ligamentum teres sangat terbatas dan sering tidak berarti. Pada luksasi arteri ini robek. Epifisis dan daerah trokanter cukup kaya vaskularisasinya, karena mendapat darah dari simpai sendi, periosteum, dan a. nutrisia diafisis femur. Semua fraktur di daerah ini umumnya tidak stabil sehingga tidak ada cara reposisi tertutup terhadap fraktur ini kecuali jenis fraktur yang impaksi, baik yang subservikal maupun yang basal.

(10)

eksorotasi serta memendek. Gambaran radiologis menunjukkan fraktur leher femur dengan dislokasi pergeseran ke kranial atau impaksi ke dalam kaput.

Fraktur ini disebabkan kontraksi dan tonus otot besar dan kuat antara tungkai dan tubuh yang menjembatani fraktur, yaitu m. iliopsoas, kelompok otot gluteus, quadriceps femur, flexor femur, dan adductor femur. Inilah yang menggangu keseimbangan pada garis fraktur. Adanya osteoporosis tulang mengakibatkan tidak tercapainya fiksasi kokoh oleh pin pada fiksasi interna. Ditambah lagi, periosteum fragmen intrakapsuler leher femur tipis sehingga kemampuannya terbatas dalam penyembuhan tulang. Oleh karena itu, pertautan fragmen fraktur hanya bergantung pada pembentukan kalus endosteal. Yang penting sekali ialah aliran darah ke kolum dan kaput femur yang robek pada saat terjadinya fraktur.

BAB III PEMBAHASAN III.I DIAGNOSIS

(11)

Untuk mendiagnosis fraktur, pertama dapat dilakukan anamnesis baik dari pasien maupun pengantar pasien. Informasi yang digali adalah mekanisme cedera, apakah pasien mengalami cedera atau fraktur sebelumnya. Riwayat penyakit terdahulu juga perlu digali dalam menentukan diagnosis. Pasien biasanya datang dengan keluhan utama berupa nyeri yang hebat.

Trauma harus diperinci kapan terjadinya, di mana terjadinya, jenisnya, berat-ringan trauma, arah trauma, dan posisi pasien atau ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme trauma). Waktu terjadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam, bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Lakukan amnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan lengkap.

b. PEMERIKSAAN FISIK

Pada keadaan kecelakaan, fraktur femur biasa saja disertai oleh fraktur dilokasi lain ataupun kelainan lain yang berujung pada trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing), dan sirkulasi (circulating), apakah terjadi syok atau tidak. Sangat penting untuk meneliti kembali trauma di tempat lain secara sistematik dari kepala, muka, leher, dada, dan perut.

Tujuan pemeriksaan fisik adalah mencari kemungkinan komplikasi umum seperti syok pada fraktur multipel, fraktur pelvis, fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka yang mengalami infeksi. Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk fraktur adalah:

- Look (inspeksi): bengkak, functio laesa (hilangnya fungsi), deformitas (terdiri dari penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi, dan pemendekan), ukuran panjang tulang (bandingkan kiri dan kanan).

- Feel/palpasi: nyeri tekan, lokal pada tempat fraktur.

- Movement/gerakan: gerakan aktif sakit, gerakan pasif sakit krepitasi.

(12)

Pemeriksaan penunjang yang penting untuk dilakukan adalah “pencitraan” menggunakan sinar Rontgen (X-ray) untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang, oleh karena itu minimal diperlukan 2 proyeksi yaitu antero posterior (AP) atau AP lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) atau indikasi untuk memperlihatkan patologi yang dicari, karena adanya superposisi. Untuk fraktur baru indikasi X-ray adalah untuk melihat jenis dan kedudukan fraktur dan karenanya perlu tampak seluruh bagian tulang (kedua ujung persendian). Scan tulang, tomogram, CT-scan/ MRI: Memperlihatkan frakur dan mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.

Pada pemeriksaan yang lainnya yaitu pemeriksaan darah lengkap, Hematokrit mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauhpada trauma multipel). Peningkatan Sel darah putih adalah respon stres normal setelah trauma. Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal sehingga ditemukan kadar kreatinin berlebih pada pemeriksaan urin.

III.II TATA LAKSANA

A. Pertolongan Pertama

Perdarahan dari fraktur femur terbuka, adalah antara 2 sampai 4 unit (1-2 liter). Jalur intravena perlu dipasang dari darah dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan hemoglobin dan reaksi silang. Jika tidak terjadi fraktur lainnya, kemungkinan transfusi dapat dihindari, tetapi bila timbul trauma lainnya, 2 unit darah perlu diberikan segera setelah tersedia. Fraktur terbuka biasanya terbuka dan dalam/luar dengan luka di sisi lateral atau depan paha. Debridemen luka perlu dilakukan dengan cermat dalam ruang operasi dan semua benda asing diangkat. Jika luka telah dibersihkan secara menyeluruh, setelah debridemen luka dapat ditutup; tetapi bila terkontaminasi, luka lebih baik dibalut dan dirawat dengan jahitan primer yang ditunda (delayed primary suture). Antibiotika dan antitetanus sebaiknya diberikan, seperti pada setiap fraktur terbuka.

B. Penatalaksanaan Fraktur

(13)

sebagaimana mestinya. Proses penyembuhan memerlukan waktu minimal 4 minggu, tetapi pada usia lanjut biasanya memerlukan waktu yang lebih lama. Setelah sembuh, tulang biasanya kuat dan kembali berfungsi (Corwin, 2010).

Menurut Halstead (2004), manajemen fraktur terdiri dari rekognisi, reposisi, reduksi, retaning, serta rehabilitasi. Manajemen fraktur memiliki tujuan reduksi, imobilisasi, dan pemulihan fungsi normal. Rekognisi bertujuan menentukan tindakan reposisi, reduksi dan retaining yang tepat sehingga rehabilitasi optimal. Reposisi, reduksi dan retaining merupakan suatu rangkaian tindakan yang tidak bisa dipisahkan. Pemasangan gips, traksi kulit dan skeletal merupakan tindakan non bedah. Tindakan operasi dilakukan untuk reduksi dan stabilisasi dengan eksternal fiksasi, serta memperbaiki kerusakan pada vaskuler, jaringan lunak, saraf, otot dan tendon.

Menurut (Carter, 2003) jika satu tulang sudah patah, jaringan lunak di sekitarnya juga rusak, periosteum terpisah dari tulang, dan terjadi perdarahan yang cukup berat dan bekuan darah akan terbentuk pada daerah tersebut. Bekuan darah akan membentuk jaringan granulasi didalamnya dengan sel-sel pembentuk tulang primitif (osteogenik) dan berdiferensiasi menjadi krodoblas dan osteoblas. Krodoblas akan mensekresi fosfat, yang merangsang deposisi kalsium. Terbentuk lapisan tebal (kalus) disekitar lokasi fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas, bertemu dengan lapisan kalus dari fragmen tulang dan menyatu. Penyatuan dari kedua fragmen terus berlanjut sehingga terbentuk trebekula oleh osteoblas, yang melekat pada tulang dan meluas menyebrangi lokasi fraktur.

Bila keadaan luka telah diatasi, fraktur dapat dimobilisasi dengan salah satu cara dibawah ini:

a. Traksi

(14)

b. Fiksasi Interna

Fiksasi interna dilakukan dengan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang. Fiksasi interna merupakan pengobatan terbaik untuk patah tulang pinggul dan patah tulang disertai komplikasi. c. Pembidaian

Pembidaian adalah suatu cara pertolongan pertama pada cedera/ trauma sistem muskuloskeletal untuk mengistirahatkan (immobilisasi) bagian tubuh kita yang mengalami cedera dengan menggunakan suatu alat yaitu benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.

d. Pemasangan Gips atau Operasi Dengan ORIF

Gips adalah suatu bubuk campuran yang digunakan untuk membungkus secara keras daerah yang mengalami patah tulang. Pemasangan gips bertujuan untuk menyatukan kedua bagian tulang yang patah agar tak bergerak sehingga dapat menyatu dan fungsinya pulih kembali dengan cara mengimobilisasi tulang yang patah tersebut.

e. Penyembuhan Fraktur

Penyembuhan fraktur dibantu oleh pembebanan fisiologis pada tulang , sehingga dianjurkan untuk melakukan aktifitas otot dan penahanan beban secara lebih awal. Tujuan ini tercakup dalam tiga keputusan yang sederhana: reduksi, mempertahankan dan lakukan latihan.

ORIF merupakan metode penatalaksanaan bedah patah tulang yang paling banyak keunggulannya (Price & Wilson, 2006). Keuntungan perawatan patah tulang metode ini adalah ketelitian reposisi fragmen-fragmen tulang yang patah, kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf yang berada didekatnya, dapat mencapai stabilitas fiksasi yang memadai, dan tidak perlu berulang kali memasang gips atau alat-alat stabilisasi lainnya, serta perawatan rumah sakit dapat ditekan seminimal mungkin.

Pada fraktur femur anak, dilakukan terapi berdasarkan tingkatan usia. Pada anak usia baru lahir hingga 2 tahun dilakukan pemasangan bryant traksi. Sedangkan usia 2-5 tahun dilakukan pemasangan thomas splint. Anak diperbolehkan pulang dengan hemispica. Pada anak usia 5-10 tahun ditatalaksana dengan skin traksi dan pulang dengan hemispica gips. Sedangkan usia 10 tahun ke atas ditatalaksana dengan pemasangan intamedullary nails atau plate dan screw.

(15)

minggu. Pipkin I, II dengan peranjakan >1mm diterapi dengan ORIF. Pipkin III pada dewasa muda dengan ORIF, sedangkan pada dewasa tua dengan endoprothesis. Pipkin IV diterapi dengan cara yang sama pada fraktur acetabulum.

Tipe Femoral Neck, indikasi konservatif sangat terbatas. Konservatif berupa pemasangan skin traksi selama 12-16 minggu. Sedangkan operatif dilakukan pemasangan pin, plate dan screw atau arthroplasti (pada pasien usia >55 tahun), berupa eksisi arthroplasti, hemiarthroplasti dan arthtroplasti total.

Fraktur Trochanteric yang tidak bergeser dilakukan terapi konservatif dan yang bergeser dilakukan ORIF. Penanganan konservatif dilakukan pada supracondylar dan intercondylar, femur atau proksimal tibia. Beban traksi 9 kg dan posisi lutut turns selama 12 minggu. Sedangkan untuk intercondylar, untuk terapi konservatif, beban traksi 6 kg, selama 12-14 minggu.

Fraktur Shaft femur bisa dilakukan ORIF dan terapi konservatif. Terapi konsevatif hanya bersifat untuk mengurangi spasme, reposisi dan immobilisasi. Indikasi pada anak dan remaja, level fraktur terlalu distal atau proksimal dan fraktur sangat kominutif. Pada anak, Cast bracing dilakukan bila terjadi clinical union.

Terapi Medis Penunjang

(16)

BAB IV KESIMPULAN

(17)

(Range of Motion). Pemeriksaan ekstrimitas juga harus melingkupi vaskularitas dari ekstrimitas termasuk warna, suhu, perfusi, perabaan denyut nadi, capillary return (normalnya < 3 detik) dan pulse oximetry. Sebagai pemeriksaan untuk membantu menegakkan diagnosis digunakan pemeriksaan radiologi/ X Ray.

Tujuan utama dalam penanganan awal fraktur adalah untuk mempertahankan kehidupan pasien dan yang kedua adalah mempertahankan baik anatomi maupun fungsi ekstrimitas seperti semula. Manajemen fraktur terdiri dari rekognisi, reposisi, reduksi, retaning, serta rehabilitasi. Manajemen fraktur memiliki tujuan reduksi, imobilisasi, dan pemulihan fungsi normal. Rekognisi bertujuan menentukan tindakan reposisi, reduksi dan retaining yang tepat sehingga rehabilitasi optimal. Reposisi, reduksi dan retaining merupakan suatu rangkaian tindakan yang tidak bisa dipisahkan.

DAFTAR PUSTAKA

Bagus, C.R. 2011. Analisis Faktor-Faktor ang Berhubungan dengan Status Fungsional Pasien Pasca Open Reduction Internal Fixation (ORIF) Fraktur Ekstremitas Bawah di RS. Ortopedi Prof. Soeharso Surakarta. Jakarta: KEPK UI.

Black, J.M., & Hawks, J.H. 2009. Medical Surgical Nursing. Clinical management for posittive outcome, 8th Ed. Jakarta: EGC

Carter, K.F., & Kulbok, P.A. 2003. Motivation for Health Behaviours: A Systematic review of the nursing literature. Journal of Advance Nursing. Blackwell Science Ltd.

(18)

Depkes R.I. 2007. Riset Kesehatan Dasar. Diunduh 12 November 2014.

http://www.depkes.co.id

Faiz, O. & Moffat, D. 2004. At a Glance Series ANATOMI. Jakarta: Erlangga.

Halstead J.A. 2004. Orthopaedic Nursing: Caring for patients with musculoskeletal disorders. Brockton : Westren Schools.

Pierce, A.G., & Borley, N. 2007. At a Glance Ilmu Bedah Ed.3. Jakarta: Erlangga.

Price, S.A., & Wilson, M.L. 2006. Patofisologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Ed.6. Jakarta: EGC.

.

PICO

Patient/ person : Subtrochantericfemoral fractures

Intervention : fixation with dynamic condylar screw (DCS)

Control : Conservative treatment (open reduction and internal fixation)

Outcome : DCS is a Sturdy, Stable &Strong implant especially when there is a lateral Trochanteric cortex blow out & postero-medial subtrocanteric Communition & where Intra-medullary Coxa- femoral Implants are likely to fail.

(19)

Referensi

Dokumen terkait

Pada minggu ini 5anin memiliki &#34;an5ang sekitar ( mm dengan berat +) gram. Pada minggu ini &#34;erut dan rongga dada sudah ter&#34;isah dan otot mata dan bibir atas

Hipotesis penelitian yang menyatakan Pelayanan Penerangan Jalan Umum (PJU) yang dilaksanakan oleh Bidang Penerangan Jalan Umum Dinas Perhubungan Kota Tangerang berdasarkan

LAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI (PRAKERIN) MOTOR INDUKSI DAN PERBEDAAN KONTAKTOR DAN RELAY DALAM RANGKA MEMENUHI SYARAT UNTUK MENGIKUTI UJI.. KOMPETENSI DAN UJIAN NASIONAL DISUSUN

Kegiatan belajar mengajar (KBM) pada siklus 1, memiliki kendala dalam proses KBM seperti awal masuk kelas para siswa belum terlihat aktif dalam merespon

Pada klien 1 (Sdr.A/23 tahun) intervensi yang di lakukan, memberikan posisi semi fowler, menganjurkan latihan nafas dalam dan batuk efektif, sedangkan kolaborasi

berlimpah, murah, kuat dan ringan, namun belum dimanfaatkan secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengembangkan bahan rotan

 Persamaan (29) ditetapkan dengan cara memplot (suatu aliran dengan diameter tertentu) suatu kurva dengan ordinat angkutan sedimen dasar dan kemiringan S sebagai absis,

Sistem informasi adalah suatu sistem dalam sistem dalam suatu organi suatu organisasi sasi yang mempertem yang mempertemukan ukan kebutuhan pengolahan transaksi harian