KEPERAWATAN DEWASA SISTEM MUSKULOSKELETAL, INTEGUMEN, PERSEPSI SENSORI, DAN PERSARAFAN
LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DEWASA DENGAN EPIDURAL HEMATOMA (EDH)
Oleh:
Kelompok 9 / B 2021
KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JEMBER NOVEMBER, 2023
ii
KEPERAWATAN DEWASA SISTEM MUSKULOSKELETAL, INTEGUMEN, PERSEPSI SENSORI, DAN PERSARAFAN
LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DEWASA DENGAN EPIDURAL HEMATOMA (EDH)
Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Dewasa Sistem Muskuloskeletal, Integumen, Persepsi Sensori, dan Persarafan dengan dosen
pengampu Ns. Joh Hafan Sutawardana, S.Kep., M.Kep., Sp. Kep. MB
Muhammad Rafi’ Fikrul Hakim 212310101067 Ariska Anisa’ul Khoiriyah 212310101096 Fadira Nurifa Fawaida 212310101099 Devita Arifiani 212310101102 Ardanny Alfinanto 212310101181
KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JEMBER NOVEMBER, 2023
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Makalah dengan judul “Laporan Pendahuluan Pada Klien Dewasa Dengan Epidural Hematoma (EDH)” karya kelompok 9 dari Kelas B Angkatan 2021 telah diuji dan disahkan pada:
Hari, tanggal : Tempat :
Mengesahkan,
Dosen Pengampu Mata Kuliah Keperawatan Dewasa Sistem Muskuloskeletal, Integumen, Persepsi Sensori, dan Persarafan
Ns. Joh Hafan Sutawardana, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep. MB NIP. 19840102 201504 1 002
iv
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kamu ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan Rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah dengan judul “Laporan Pendahuluan Pada Klien Dewasa Dengan Epidural Hematoma (EDH)” dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini kami susun guna memenuhi tugas pada Mata Kuliah Keperawatan Dewasa Sistem Muskuloskeletal, Integumen, Persepsi Sensori, dan Persarafan yang diampu di semester lima. Selama proses penyusunan makalah ini, kami mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, sehingga makalah ini dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Berikut kami sampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Ns. Mulia Hakam, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.MB. sebagai penanggung jawab dalam Mata Kuliah Keperawatan Dewasa Sistem Muskuloskeletal, Integumen, Persepsi Sensori, dan Persarafan.
2. Ns. Joh Hafan Sutawardana, S.Kep., M.Kep., Sp. MB sebagai dosen pengampu pada Mata Kuliah Keperawatan Dewasa Sistem Muskuloskeletal, Integumen, Persepsi Sensori, dan Persarafan.
3. Teman-teman kelas B Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Jember Angkatan 2021.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan pada penyusunan makalah ini. Maka dari itu, saran serta kritik yang membangun kami harapkan dapat diberikan guna menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini mampu memberikan dampak positif serta menambah wawasan pada para pembacanya, terutama bermanfaat bagi kami sebagai penulis.
Jember, 2 November 2023
Penulis
v
DAFTAR ISI
JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... vii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan ... 2
1.4 Manfaat ... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Anatomi Fisiologi ... 4
2.2 Definisi ... 6
2.3 Etiologi ... 7
2.4 Patofisiologi ... 7
2.5 Klasifikasi ... 8
2.6 Manifestasi Klinis ... 9
2.7 Pemeriksaan Penunjang ... 9
2.8 Penatalaksanaan ... 11
2.9 Pencegahan ... 13
2.10 Pathway ... 14
BAB III. PENUTUP ... 16
3.1 Kesimpulan ... 16
3.2 Saran ... 16
vi
DAFTAR PUSTAKA... 17
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Skull (Cranium) ... 5
Gambar 2. 2 Lapisan Pelindung Otak ... 6
Gambar 2. 3 Epidural Hematoma (EDH) ... 7
Gambar 2. 4 Ct scan klien EDH ... 10
Gambar 2. 5 MRI klien EDH ... 10
1
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Cedera kepala atau Trauma Brain Injury (TBI) merupakan salah satu jenis trauma yang sering ditemui di unit perawatan intensif (ICU) dan dapat menjadi penyebab kematian (Kinanti & Siwi, 2022). Kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan kerja merupakan penyebab utama dari insiden cedera kepala (Fadly & Siwi, 2022). Salah satu komplikasi yang sering timbul akibat cedera kepala adalah Epidural Hematoma (EDH). Dimana Epidural Hematoma (EDH) menjadi kasus emergensi dengan risiko tingkat kematian 2,7% hingga 10,1% (Kinanti & Siwi, 2022).
Menurut laporan dari WHO (World Health Organization) pada tahun 2020, terdapat sekitar 13,6 dari setiap 1000 individu di seluruh dunia yang meninggal setiap harinya akibat cedera. Cedera tersebut mengkontribusikan sebanyak 12% terhadap beban keseluruhan penyakit, menjadikannya sebagai penyebab kematian yang menduduki peringkat ketiga secara global (WHO, 2021). Berdasarkan data yang terdokumentasi dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), prevalensi cedera di Indonesia pada tahun 2018 mencapai 11,9%.
Kelompok umur dewasa mengalami cedera dengan tingkat sebesar 38,8%, sedangkan lansia mengalami sebanyak 13,3%, dan anak-anak sekitar 11,3%
(Kemenkes, 2018).
Epidural hematoma adalah suatu masalah serius dalam dunia kesehatan karena menjadi kondisi darurat neurologis yang memerlukan penanganan segera dan tepat waktu (Aromatario et al., 2021). Dalam kasus EDH pada populasi orang dewasa secara umum (atau sebagian besar orang dewasa) penyebab khas EDH adalah adanya berbagai bentuk trauma kepala (Aromatario et al., 2021). Epidural hematoma seringkali sulit untuk didiagnosa pada tahap awal, karena gejalanya mungkin mirip dengan cedera kepala lainnya. Hal ini bisa mengakibatkan keterlambatan dalam pemberian tindakan medis yang kritis.
2
Tenaga kesehatan perlu memahami konsep penyakit EDH agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada pasien dengan kondisi ini.
Konsep penyakit Epidural Hematoma merupakan informasi yang penting untuk dipahami oleh tenaga kesehatan khususnya perawat dalam menjalankan tugas mereka dalam perawatan pasien (Rosyidi et al., 2019). Pemahaman yang baik tentang konsep epidural hematoma akan membantu perawat dalam memberikan perawatan yang efektif dan tepat waktu, serta dapat membantu mengurangi risiko komplikasi dan kerusakan otak yang mungkin terjadi akibat kondisi ini. Sehingga, perawat dapat memberikan perawatan yang lebih baik, lebih aman, dan lebih empati kepada pasien untuk mendukung pemulihan dan kesejahteraan pasien secara keseluruhan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan di latar belakang, rumusan masalah yang muncul adalah bagaimana konsep penyakit Epidural Hematoma atau EDH?
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui konsep penyakit Epidural Hematoma atau EDH.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui anatomi fisiologi kepala.
b. Mengetahui definisi Epidural Hematoma atau EDH.
c. Mengetahui etiologi Epidural Hematoma atau EDH.
d. Mengetahui patofisiologi Epidural Hematoma atau EDH.
e. Mengetahui klasifikasi Epidural Hematoma atau EDH.
f. Mengetahui manifestasi klinis Epidural Hematoma atau EDH.
g. Mengetahui pemeriksaan penunjang Epidural Hematoma atau EDH.
h. Mengetahui penatalaksanaan Epidural Hematoma atau EDH.
i. Mengetahui pencegahan Epidural Hematoma atau EDH.
j. Mengetahui pathway Epidural Hematoma atau EDH.
3 1.4 Manfaat
1. Bagi Penulis
Makalah ini dapat menjadi tambahan pengetahuan dan informasi pada penulis tentang konsep penyakit Epidural Hematoma atau EDH dan mengasah kemampuan penulis terkait penyusunan makalah yang baik dan benar dengan tema konsep penyakit Epidural Hematoma atau EDH.
2. Bagi Pembaca
Makalah ini diharapkan dapat menjadi ilmu baru maupun ilmu tambahan bagi pembaca terkait konsep penyakit Epidural Hematoma atau EDH sehingga dapat menambah wawasan pembaca.
3. Bagi Instansi Pendidikan
Makalah ini diharapkan dapat menjadi tambahan bahan pembelajaran dan sumber rujukan tambahan terkait konsep penyakit Epidural Hematoma atau EDH khususnya untuk mahasiswa dalam bidang kesehatan.
4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi
Otak dilindungi oleh beberapa lapisan pelindung, salah satunya adalah selaput otak atau meninges yang terdiri dari tiga lapisan, yaitu (Ullman & Sin, 2022):
1. Durameter
Duramater adalah lapisan luar keras dan tebal yang melapisi struktur leptomeningeal, arachnoid, dan pia meter. Selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat, pada bagian tengkorak terdiri atas selaput (perios) tulang tengkorak dan durameter tropia bagian dalam. Duramater mempunyai lapisan endosteal luar, yang bertindak sebagai periosteum tulang-tulang kranium dan lapisan bagian dalam yaitu lapisan meningeal yang berfungsi untuk melindungi jaringan saraf dibawahnya serta saraf-saraf cranial dengan membentuk sarung yang menutupi setiap saraf kranial. Durameter mengandung rongga yang mengalirkan darah dari vena otak, dan dinamakan sinus vena. Terdapat banyak arteri yang mensuplai duramater yaitu; arteri karotis interna, arteri maxillaries, arteri paringeal asenden, arteri occipitalis dan arteri vertebralis. Dari segi klinis, yang paling penting adalah arteri meningea media (terletak antara lapisan meningeal dan endosteal duramater), yang umumnya mengalami kerusakan pada cedera kepala. Vena -vena meningea terletak dalam lapisan endosteal duramater. Vena meningea media mengikuti cabang-cabang arteri meningea media dan mengalir kedalam pleksus venosus pterygoideus atau sinus sphenoparietalis.
2. Arachnoid
Arachnoidea merupakan selaput tipis yang membentuk sebuah balon yang berisi cairan otak meliputi seluruh susunan saraf sentral, otak, dan medula spinalis. Arachnoidea mater merupakan membran tidak permeable, halus, menutupi otak dan terletak diantara pia mater di interna dan duramater di eksterna. Arachnoidea mater dipisahkan dari duramater oleh suatu ruang potensial, ruang subdural, terisi dengan suatu lapisan tipis
5
cairan, dipisahkan dari piamater oleh ruang subarachnoidea, yang terisi dengan cairan serebrospinal. Cairan serebrospinal dihasilkan oleh pleksus choroideus dalam ventrikulus lateralis, ketiga dan keempat otak. Cairan ini keluar dari ventrikulus memasuki subarachnoid, kemudian bersirkulasi baik ke arah atas diatas permukaan hemispherium serebri dan kebawah di sekeliling medulla spinalis.
3. Piameter
Piamater merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak. Piameter berhubungan dengan arachnoid melalui struktur jaringan ikat. Tepi flak serebri membentuk sinus longitudinal inferior dan sinus sagitalis inferior yang mengeluarkan darah dari flak serebri tentorium memisahkan serebrum dengan serebelum. Piamater menyediakan nutrisi langsung ke otak melalui pembuluh darahnya sendiri.
Hal ini juga membantu menahan dan mengatur peredaran cairan serebrospinal di sekitar otak.
Gambar 2. 1 Skull (Cranium)
6
Gambar 2. 2 Lapisan Pelindung Otak
2.2 Definisi
Epidural Hematoma atau EDH adalah suatu kondisi perdarahan pada ruang epidural yang terjadi di area kepala dengan penyebab umum berupa trauma kepala (Kinanti & Siwi, 2022). Perdarahan yang terjadi pada EDH adalah perdarahan di ruang antara lapisan durameter dan bagian dalam cranium (Khairat & Waseem, 2023). Sebagian besar EDH berlokasi di daerah temporal yaitu di bawah pterion dan di atas arteri meningeal tengah sebanyak 70-80% sedangkan 10% EDH berlokasi di frontal maupun oksipital (Hurst, 2016). EDH tergolong dalam kondisi kegawatdaruratan medis yang berkaitan dengan gangguan neurologis dan biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang lebih besar, sehingga menimbulkan perdarahan (Rudyanto et al., 2023).
7
Gambar 2. 3 Epidural Hematoma (EDH)
2.3 Etiologi
EDH disebabkan oleh trauma di kepala karena kecelakaan lalu lintas, terjatuh, atau pukulan di kepala (Price & Wilson, 2006). Trauma tersebut akan menimbulkan adanya memar atau fraktur pada cranium yang menyebabkan terlepasnya perlekatan durameter dari permukaan dalam cranium terjadinya laserasi atau robekan pembuluh darah yang ada di antara durameter dengan tulang tengkorak (Brunner & Suddarth’s, 2010). Pecahnya pembuluh darah tersebut menyebabkan darah mengalir ke dalam ruang antara durameter dan tengkorak. Sumber perdarahan umumnya datang dari arteri meningeal tengah (paling umum), vena diploica (akibat adanya fraktur cranium), vena emissaria, sinus venosus duralis (Kumar et al., 2018). Akan tetapi, terdapat beberapa mekanisme non-trauma yang dapat menyebabkan EDH yaitu:
infeksi atau abses, koagulopati, tumor hemoragik, dan malformasi vaskular (Khairat & Waseem, 2023).
2.4 Patofisiologi
Trauma kepala karena kecelakaan lalu lintas, terjatuh, atau pukulan di kepala merupakan penyebab yang khas pada kasus EDH. Trauma yang terjadi dapat menyebabkan klien kehilangan kesadaran pada awal cedera, dan kemudian mengalami lucid interval sebelum tingkat kesadaran menurun
8
secara cepat hingga koma seiring dengan meluasnya hematoma. Sebagian besar kasus EDH terjadi pada area temporal tepatnya di tulang pterion (area pertemuan tulang frontal, temporal, sphenoidal, dan parietal). Fraktur pada tulang pterion akan merusak salah satu pembuluh darah yang terletak dibawah tulang pretion yaitu arteri meningeal tengah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan sehingga darah terakumulasi di ruang epidural dimana arteri meningeal tengah berada. Darah yang keluar dari vascular dan menyebabkan perdarahan di ruang epidural ini akan menyebabkan kegagalan perfusi jaringan sehingga muncul syok hipovolemik. Ketika aliran darah menuju jaringan tidak tercukupi akibat perdarahan mengakibatkan munculnya iskemik dan menimbulkan hipoksia otak.
Keberadaan sutura dan cranium akan membatasi perluasan hematoma ke area anterior dan posterior sehingga hematoma hanya dapat meluas ke dalam menuju parenkim otak. Dengan meluasnya hematoma, seluruh isi otak akan terdorong sehingga terjadi peningkatan tekanan intrakranial (TIK). TIK akan menyebabkan nyeri pada kepala dan peningkatan volume cairan intrakranial. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik.
Tekanan herniasi pada sirkulasi arteria ke medulla oblongata atau batang otak menyebabkan hilangnya kesadaran. Tekanan pada medulla oblongata atau batang otak juga dapat menimbulkan gangguan pusat pernapasan, serta rangsangan mual muntah. Di tempat ini juga terdapat saraf kranial III (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan ini juga menyebabkan kelemahan respons motorik kontralateral (berlawanan dengan tempat hematoma), refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda Babinski positif.
2.5 Klasifikasi
Berdasarkan kronologisnya epidural hematoma dapat diklasifikasikan menjadi (Khairat & Waseem, 2023):
9
1. Tipe I / Epidural Hematoma Akut: terdiagnosis pada 24 jam pertama setelah trauma.
2. Tipe II / Subacute Hematoma: terdiagnosis pada hari ke 2 hingga ke 4.
3. Tipe III / Cronic Hematoma: terdiagnosis pada hari ke 2 hingga ke 20.
2.6 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis epidural hematoma diantaranya yaitu (Hurst, 2016) (Kumar et al., 2018):
1. Penurunan kesadaran disertai lateralisasi (adanya ketidakseimbangan antara tanda-tanda neurologis sisi kiri dan kanan tubuh)
2. Pupil anisokor
3. Lucid interval (adanya fase sadar diantara 2 fase tidak sadar karena bertambahnya volume darah)
4. Sakit kepala
5. Hemiparesis (ketika salah satu sisi tangan atau kaki menjadi lebih lemah namun tidak lumpuh) atau Hemiplegia (ketika salah satu sisi tangan atau kaki menjadi lumpuh)
6. Reflek patologis satu sisi 7. Hipertensi
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendukung diagnosa terhadap epidural hematoma diantaranya adalah:
1. Ct scan
Gambaran khusus pada kasus EDH ketika dilakukan Ct scan adalah berupa lesi hiperdens berbentuk bikonveks di antara 2 sutura, dan sering terdapat pada lobus temporal. Gambaran adanya perdarahan umumnya dengan volume lebih dari 20 cc adalah tebal lebih dari 1 cm atau dengan pergeseran garis tengah (midline shift) lebih dari 5 mm (Kumar et al., 2018). Bila ct scan dilakukan pada fase akut maka gambaran
10
darah yang belum membeku akan terlihat tidak hyperdense (Purnomo et al., 2017).
Gambar 2. 4 Ct scan klien EDH 2. MRI
MRI otak akan lebih sensitif dibandingkan Ct scan, terutama untuk mendiaganosis EDH. Gambaran EDH akut pada MRI kepala dapat terlihat berupa isotense pada T1 dan perubahan iso ke hiperintense pada T2. Pada tahap Subacute Hematoma gambaran berupa hipointense pada T2 sementara gambaran Cronic Hematoma berupa hiperintense pada T1 dan T2 (Purnomo et al., 2017).
Gambar 2. 5 MRI klien EDH 3. Angiografi
Pemeriksaan angiografi biasanya digunakan untuk mengevaluasi penyebab EDH selain trauma (contohnya pada EDH yang disebabkan perdarahan AVM atau Arteriovenous Malformation) (Purnomo et al.,
11
2017). Angiografi diperlukan untuk mengevaluasi keberadaan perdarahan AVM (Khairat & Waseem, 2023).
4. X-Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan/edema), dan fragmen tulang (Ullman & Sin, 2022).
5. Complete Blood Count (CBC) dengan trombosit
CBC atau Hitung darah lengkap dengan trombosit dilakukan untuk memantau infeksi juga menilai hematokrit dan trombosit untuk resiko perdarahan lebih lanjut (Ullman & Sin, 2022).
6. Analisa Gas Darah
Pemeriksaan gas darah dilakukan untuk mendeteksi ventilasi atau masalah pada sistem pernapasan (oksigenasi) yang dapat muncul bila terjadi peningkatan tekanan intrakranial (Ullman & Sin, 2022).
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan EDH terdiri dari:
a. Terapi Operatif
Terapi operatif menjadi penanganan darurat yang diberikan pada pasien EDH dengan melakukan craniotomy. Operasi yang dilakukan adalah menghilangkan hematom untuk menghentikan sumber perdarahan, koagulasi tempat perdarahan, pemeriksaan dura, dan dura kemudian ditempelkan kembali ke tulang (Liebeskind, 2018). Secara umum indikasi dilakukan operasi pada kasus epidural hematoma yaitu (Purnomo et al., 2017):
1. Massa hematoma kira-kira 40 cc
2. Massa dengan pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm
3. Perdarahan dengan ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran garis tengah dengan GCS 8 atau kurang
4. Kontusio serebri dengan diameter 2 cm dengan efek massa yang jelas atau pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm.
12
5. Pasien-pasien yang mengalami penurunan kesadarannya disertai berkembangnya tanda-tanda lokal dan peningkatan tekanan intrakranial lebih dari 25 mmHg.
b. Perawatan di ruang emergency (Liebeskind, 2018)
1. Pasang oksigen (O2), monitor dan berikan cairan kristaloid untuk mempertahankan tekanan sistolik diatas 90 mmHg.
2. Pakai intubasi, dengan menggunakan premedikasi lidokain dan obat- obatan sedative misalnya etomidate serta blok neuromuskular.
Intubasi digunakan sebagai fasilitas untuk oksigenasi, proteksi jalan nafas dan hiperventilasi bila diperlukan.
3. Mengelevasikan kepala pasien 30o setelah memastikan tidak ada cedera spinal atau berikan posisi trendelenburg untuk mengurangi tekanan intrakranial (TIK) dan untuk menambah drainase vena.
4. Berikan mannitol 0,25-1 gr/ kg secara iv. Bila tekanan darah sistolik turun sampai 90 mmHg dengan gejala klinis yang berkelanjutan akibat adanya peningkatan tekanan intra kranial.
5. Hiperventilasi untuk tekanan parsial CO2 (PCO2) sekitar 30 mmHg apabila sudah ada herniasi atau adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (ICP).
6. Berikan phenitoin dengan dosis 17 mg/ kgBB secara iv, dimana tetesan tidak boleh berlebihan dari 50 (Dilantin) mg/menit.
Phenytoin diberikan untuk kejang-kejang pada awal post trauma, karena phenitoin tidak akan bermanfaat lagi apabila diberikan pada kejang dengan onset lama atau keadaan kejang yang berkembang dari kelainan kejang sebelumnya.
7. Pada beberapa pasien diperlukan terapi cairan yang cukup adekuat yaitu pada keadaan tekanan vena sentral (CVP) > 6 cmH2O, dapat digunakan norepinephrine untuk mempertahankan tekanan darah sistoliknya di atas 90 mmHg.
13 2.9 Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan oleh perawatan adalah memberikan edukasi terkait cedera otak atau trauma kepala. Hal ini dapat dilakukan dengan edukasi penggunaan peralatan keselamatan yang tepat dan lengkap sesuai kegiatan yang dilakukan, menghindari tindakan yang dapat mengakibatkan kejadian cedera kepala, menghindari terjadinya cedera olahraga, dan melakukan tindakan pencegahan di segala kegiatan yang membahayakan diri (Liebeskind, 2018). Bagi petugas kesehatan, diharapkan dapat menghindari tindakan lumbar puncture atau epidural anesthesia pada individu yang menjalani terapi antikoagulan disertai dengan trombolisis atau bila diduga terjadi diatesis perdarahan (Liebeskind, 2018).
14
Trauma Kepala
Epidural Hematoma
Edema Otak
Peningkatan TIK
Cedera Otak
Konfusi Akut
Syok Hipovolemik
Iskemik Nyeri kepala Nyeri Akut
Herniasi Otak Hipoksia otak
Resiko Gangguan Perfusi Jaringan Otak 2.10 Pathway
Kecelakaan lalu lintas, terjatuh, atau pukulan di kepala
Rusaknya pembuluh darah arteri meningeal tengah
Perdarahan di ruang epidural tempat arteri meningeal tengah berada
Gangguan tingkat kesadaran
Darah keluar dari vaskular
Peningkatan volume intrakranial
15
Penekanan batang otak
Merangsang mual dan muntal Penurunan Kesadaran Merangsang Pusat Pernapasan di Otak
Risiko Jatuh
Ketidakefektifan Pola Napas Kekurangan Volume Cairan
Penumpukan sekret Gangguan neuromuskular
Kelemahan
Penurunan reflek batuk Imobilisasi
Tidak mampu mengakses kamar mandi
Defisit Perawatan Diri
Hambatan Mobilitas Fisik
Ketidakefektifak Bersihan Jalan Napas
16
BAB III. PENUTUP 3.1 Kesimpulan
Epidural Hematoma atau EDH dianggap sebagai komplikasi cedera kepala yang paling serius dan memerlukan diagnosis segera sehingga dapat diberikan intervensi yang sesuai. EDH adalah suatu kondisi perdarahan pada ruang epidural yang terjadi di area kepala dengan penyebab umum berupa trauma kepala. Bila klien dengan trauma kepala menunjukkan manifestasi klinis yang merujuk pada diagnosa EDH penatalaksanaan awal yang dilakukan dapat disesuaikan dengan derajat kerusakan neurologis yang ditemukan di pengkajian awal. Pemeriksaan penunjang juga perlu dilakukan secara lengkap dan menyeluruh untuk menguatkan diagnosa terhadap EDH agar klien dapat segera diberikan intervensi yang sesuai dengan kondisi klien.
Pencegahan yang dapat dilakukan oleh perawatan terhadap kejadian EDH adalah memberikan edukasi terkait cedera otak atau trauma kepala. Hal ini dapat dilakukan dengan edukasi penggunaan peralatan keselamatan yang tepat dan lengkap sesuai kegiatan yang dilakukan, menghindari tindakan yang dapat mengakibatkan kejadian cedera kepala, menghindari terjadinya cedera olahraga, dan melakukan tindakan pencegahan di segala kegiatan yang membahayakan diri.
3.2 Saran
Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan bagi klien diharapkan dapat membantu klien dalam mengatasi kondisi yang dialaminya. Dalam kasus klien dengan Epidural Hematoma atau EDH, perawat diharapkan dapat lebih memahami konsep penyakit EDH sehingga dapat memberikan intervensi yang sesuai untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan klien.
17
DAFTAR PUSTAKA
Aromatario, M., Torsello, A., D’errico, S., Bertozzi, G., Sessa, F., Cipolloni, L., &
Baldari, B. (2021). Traumatic epidural and subdural hematoma:
Epidemiology, outcome, and dating. Medicina (Lithuania), 57(2), 1–16.
https://doi.org/10.3390/medicina57020125
Brunner, & Suddarth’s. (2010). Textbook of Medical and Surgical Nursing. In H.
Aurrena (Ed.), Textbook of Medical and Surgical Nursing (12th Editi).
Wolters Kluwer Health / Lippincott Williams & Wilkins.
https://doi.org/10.5005/jp/books/10916
Fadly, A. R., & Siwi, A. S. (2022). Asuhan Keperawatan Penurunan Kapasitas Adaptif Intracranial Pada Tn. N Dengan Post Operasi Cranyotomi Atas Indikasi Epidural Hematom Di Ruang Intensif Care Unite (Icu) Rsud Kardinah Kota Tegal. Pena Medika Jurnal Kesehatan, 12(1), 183.
https://doi.org/10.31941/pmjk.v12i1.2043
Hurst, M. (2016). Hurst Reviews: Medical-Surgical Nursing Review (Q. Rahmah, R. P. Wulandari, & M. T. Iskandar (eds.); Vol. 1). The McGraw-Hill Companies, Inc.
Kemenkes. (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018. Kementerian Kesehatan Republik Indomesia.
Khairat, A., & Waseem, M. (2023). Hematoma Epidural. StatPearls.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK518982/
Kinanti, A. C., & Siwi, A. S. (2022). Application of Airway Management in Patients Post Craniotomy Epidural Hematom. JIP: Jurnal Inovasi Penelitian, 3(4), 5815–5820.
Kumar, V., Abbas, A. K., & Aster, J. C. (2018). Buku Ajar Patologi Dasar Robbins (M. F. Ham & M. Saraswati (eds.); 10th Editi). Elsevier Inc.
Liebeskind, D. S. (2018). Epidural Hematoma. Medscape.
18
https://emedicine.medscape.com/article/1137065-followup#e1
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Pathophysiology: Clinical Concepts Of Disease Processes (E/6, Vol.). Elsevier Science.
Purnomo, H., Dalhar, M., Noersyahdu, H., Rianawati, S. B., Rahayu, M., Arisetijono, E., Budiarso, B., Kusuma, S. N., Santoso, W. M., Husna, M., Munir, B., Afif, Z., Rachmawati, D., Setianto, C. A., Rakhmatiar, R., &
Damayanti, R. (2017). Buku Ajar Neurologi (S. B. Rianawati & B. Munir (eds.)). Sagung Seto.
Rosyidi, R. M., Priyanto, B., Al Fauzi, A., & Sutiono, A. B. (2019). Toward zero mortality in acute epidural hematoma: A review in 268 cases problems and challenges in the developing country. Interdisciplinary Neurosurgery:
Advanced Techniques and Case Management, 17(November 2018), 12–18.
https://doi.org/10.1016/j.inat.2019.01.021
Rudyanto, D. F. L. D., Patongai, F. M. R., & Suharmanto. (2023). Epidural Hematoma pada Laki-Laki 29 Tahun. J Agromedicine Unila, 10(2), 14–18.
Ullman, J. S., & Sin, A. (2022). Epidural Hematoma. Medscape.
https://emedicine.medscape.com/article/248840-overview#a1
WHO. (2021). Injuries And Violence. Who.Int. https://www.who.int/news- room/fact-sheets/detail/injuries-and-violence