• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Menahan Lama Tinggal Turis Dala

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Strategi Menahan Lama Tinggal Turis Dala"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI DAERAH MENAHAN LAMA TINGGAL TURIS DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN: STUDI DI KOTA SINGKAWANG1

olehDr. Erdi, M.Si.2 A. PENDAHULUAN

Singkawang merupakan salah satu daerah di Kalimantan Barat (Kalbar) yang industri pariwisatanya lumayan berkembang. Ketika menjelang libur sekolah, sejak sepuluh tahun terakhir, mulailah kota ini kebanjiran pengunjung. Pengunjung dimaksud, meskipun didominasi oleh one day visitor, tetapi tetap membuat hotel, restoran dan tempat-tempat wisata menjadi padat. Fenomena ini menunjukkan bahwa industri pariwisata di kota ini telah mulai berkembang dengan cukup pesat.

Secara umum, perkembangan sektor pariwisata di Indonesia, meskipun belum mencapai angka dua digit, tetapi sudah cukup signifikan untuk dapat disimpulkan sementara bahwa perkembangannya baru mencapai antara 5% hingga 8%. Namun, pertumbuhan satu digit itu telah juga berimbas pada kesejahteraan para pihak yang terlibat dalam rentetan industri pariwisata. Terlebih, bila nanti pembangunan pariwisata seperti yang dialami oleh Arab Saudi, Italia, Perancis, Amerika Serikat, Turki, Australia, New Zealand dan Singapura, yang rata-rata sudah di atas dua digit atau sekitar 13% - 18%, maka pertumbuhan ekonomi mereka telah mencapai 7 - hingga 9% per tahun, Padahal, UNDP (2008) hanya mematok pertumbuhan ekonomi sebesar 6% per tahun, terutama pada Negara Sedang Berkembang.

Dari rangkaian cerita di atas, besaran pertumbuhan sektor pariwisata pada satu daerah akan berimbas pada kesejahteraan rakyat sebesar setengah dari pertumbuhan bidang pariwisata. Hal yang ikut berpengaruh adalah tumbuhnya infrastruktur kepariwisataan (Maitland dan Ritchie, 2010), yang menjadi pemancing kedatangan turis.

Pertumbuhan infrastruktur kepariwisataan akan berbanding lurus dengan jumlah dan lama kunjungan wisatawan (Hughes, 2000). Lama kunjungan wisatawan itu sendiri akan berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan rakyat (Hall dan Müller, 2004). Dalam posisi ini, paling tidak terdapat tiga unsur yang secara langsung berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat di destinasi wisata. Unsur-unsur tersebut adalah (1) keberadaan infrastruktur kepariwisataan, (2) keunikan atraksi wisata, dan (3) lama kunjungan wisatawan (Beeton, 2006). Semakin lama waktu kunjungan wisatawan, akan semakin besar pengeluaran yang teralokasi kepada para pihak, baik kepada mereka yang secara langsung berhubungan dengan penyediaan kebutuhan turis seperti ODTW (objek dan daya tarik wisata) dan PJW (pengusaha jasa wisata) maupun yang secara tidak langsung tetapi masih berkaitan dengan kebutuhan para wisatawan seperti bank, penukaran uang, toko tempat berbelanja dan lain-lain.

Keberadaan infrastruktur penunjang itu dimaksudkan untuk memberikan kenyamanan kepada turis selama berada di destinasi. Namun, masyarakat juga

1 Makalah disampaikan dalam Semiloka Nasional Pembangunan Ekonomi Hijau (Green Economy) di Kalimantan Barat dalam rangka 50 tahun Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura pada tanggal 17 Juni 2013 di Gedung Rektorat, Lantai III Universitas Tanjungpura, Pontianak.

(2)

dapat memanfaatkan berbagai infrastruktur itu untuk mendukung aktivitas ekonomi, sosial dan budaya mereka.

Dibalik semua itu, terdapat faktor yang tidak secara langsung berkontribusi pada keseluruhan unsur kepariwisataan, yakni peran pemerintah sebagai superstruktur yang memberi fondasi bagi berjalannya pengelolaan kepariwisataan. Oleh karena itu, negara yang industri kepariwisataan telah maju, tidak saja membangun infrastruktur kepariwisataan tetapi juga mengimplementasikan kebijakan kepariwisataan secara konsisten dengan menetapkan standar operasional dan prosedur (SOP) pada ODTW dan PJW agar bersinergi dengan keinginan wisatawan. Model pembangunan yang demikian itu, disebut pembangunan pariwisata berkelanjutan (Coccosis, 1996).

Beberapa bentuk kebijakan dimaksud adalah pembangunan infrastruktur dasar yang dapat memberikan kemudahan akses. Selebihnya, PJW dan ODTW merefleksikan kemudahan itu dengan melaksanakan koordinasi dalam pelayanan turis, membuat kepastian harga, menjaga dan mempertahankan kualitas layanan, dan memperpanjang waktu layanan dan lain-lain. Semua hal di atas hanya mungkin terwujud bilamana terdapat kebijakan kepariwisataan yang terimplementasi dengan baik, mulai dari perda hingga perbub/perwali atau pergub agar dapat memberi ketenangan, kenyamanan dan keasyikan kepada turis selama berada di destinasi wisata.

Pada sisi lain, sebagian aktivitas kepariwisataan dilakukan dengan mengoptimalkan berbagai keunggulan yang dimiliki wilayah seperti keunggulan alam, keberagaman budaya dan etnik, keberadaan pusat bisnis, dan keberadaan lembaga pendidikan yang terintegrasi dengan destinasi wisata. Model pembangunan yang demikian itulah yang dinamakan pembangunan berwawasan lingkungan (Sakai, 2006).

Tampaknya, pemerintah di daerah tujuan wisata melakukan pembenahan atas berbagai faktor di atas yang dibungkus secara rapi dalam bentuk kebijakan pariwisata. Implementasi dari kebijakan yang demikian, terkandung prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Salah satu bentuk kegiatannya adalah melaksanakan revolusi hijau, yakni mengubah partial menjadi kawasan sejuk dengan menanam vegetasi dan varietas tumbuhan lokal.

B. UNSUR-UNSUR PENARIK KEDATANGAN TURIS

Keunggulan destinasi baru dapat menjadi penarik kedatangan wisatawan bilamana telah terbangun dan terkelola secara baik (Ritchie dan Crough, 2003). Sesuangguhnya, fasilitas kepariwisataan yang terbangun oleh pemerintah adalah tidak hanya dapat digunakan oleh wisatawan. Masyarakat atau rakyat juga dapat menggunakan fasilitas itu secara bersama-sama.

Bila di tingkat nasional, kita temui Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di Jakarta; maka pada tataran global ditemui Opera Sidney di Australia, Ka’bah di Saudi Arabia; Tembok China di Beijing dan lain-lain; sedangkan pada tataran lokal di Kalbar juga dapat ditemui Taman Nasional (TN) Betung Kerihun di Kapuas Hulu dan TN Danau Sentarum di Sintang dan Melawi serta Tugus Khatulistiwa di Kota Pontianak, maka Kota Singkawang juga memiliki beberapa tempat wisata, mulai dari pantai yang telah lama eksis hingga penyelenggaraan kepariwisataan budaya, yakni Festival Singkawang dan Perayaan Cap Go Meh.

(3)

peran pemerintah sebagai pemegang otoritas wilayah untuk menetapkan standar pelayanan yang menjadi acuan bagi pengelola di destinasi wisata (Elliot, 2007). Model pembangunan yang dilakukan dengan mengoptimalkan keberadaan sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan cara menserasikan antara penyediaan dengan aktivitas manusia, itulah yang disebut pembangunan berwawasan lingkungan (Barrow, 2006). Salah satu bentuk nyata dari model pembangunan demikian adalah industri pariwisata.

Lalu pertanyaannya kemudian adalah apakah industri pariwisata itu adalah riil industri? Sebelum menjawab pertanyaan itu, berikut kita lihat perbandingan antara proses atau rentetan industri barang dengan industri pariwisata. Tujuan akhir dari industri adalah tersedianya devisa negara dan terciptanya kemakmuran rakyat.

Export Barang ke LN:

Invisible Export(pembangunan pariwisata)

Gambar 1

Pariwisata sebagai ”Quick Yielding Industry” Sumber: Davidson, 2005 disimpelkan oleh penulis.

Dari Gambar 1 di atas, terdapat dua proses produksi yang terpotong. Tidak hanya itu, di dalam proses kedua, juga terjadi keunggulan, yakni terbebaskannya masyarakat dari pembiayaan dan regulasi internasional yang harus dibayar bilamana harus kirim barang ke luar negeri, sementara industri pariwisata, masyarakat tidak dibebankan biaya tambahan kecuali memperbaiki kualitas produksi dan performa sehingga dapat dibeli oleh turis dalam berbagai bentuk pengeluaran.

Dalam kaitan dengan unsur penarik turis, paling tidak ada beberapa unsur. Gambar 2 di halaman berikutnya memperlihatkan unsur dimaksud secara jelas. Selanjutnya, dari Gambar 2 itu, ditemukan paling tidak 6 unsur yang perlu diperhatikan dalam rangka menahan lama tinggal turis. Keenam unsur tersebut, ternyata dapat menuai manfaat berupa pendapatan sebagaimana tergambar pada Gambar 3 di halaman berikutnya.

Dari gambar 3, terlihat juga bahwa sektor yang berpengaruh dari kehadiran turis tidak hanya industri atau layanan yang langsung tetapi juga tidak langsung. Oleh karena itu, pemerintah di banyak negara berupaya untuk memperpanjang tinggal wisatawan di daerah destinasi karena lama tinggal secara signifikan berkontribusi lurus pada jumlah pengeluaran turis dan selanjutnya membawa kontribusi pada perekonomian lokal.

Bilamana Singapura, Thailand dan Malaysia sudah menikmati hasil industri kepariwisataan yang dikembangkan oleh pemerintah dan pengelola ODTW/PJW, maka di Indonesia, kecuali Bali, Nusa Tenggara Barat dan Sumatera Barat, masih belajar mengoperasionalkan teori ini secara nyata dalam dunia praktis. Meskipun agak terlambat, tetapi belumlah terlalu terlambat benar karena industri pariwisata akan terus berkembang sebagai pilihan untuk mengembangkan ekonomi hijau.

Permintaan

barang ke LN produksiProses barang ke LNDistribusi Pembayaran dgndollar Devisa Negara

Kedatangan

wisatawan Pengeluaran turis di destinasi: Akomodasi, Makan-minum,Belanja, Transport Lokal, Attraksi wisata dan lain-lain

(4)

.

C. LAMA TINGGAL TURIS DI KOTA SINGKAWANG

Kedatangan turis ke Kalbar pada umumnya masuk melalui Pos Lintas Batas Entikong dan Bandar Udara C.V. Oevang Oeray (Supadio) Pontianak. Data kunjungan wisatawan ke Kalbar tahun 2007 berjumlah 19.999 orang. Turis yang berasal dari Asean berjumlah 19.016 orang (95,53%), sedangkan yang berasal dari negera-negara Asia, Eropa dan Amerika masing-masing berjumlah 450, 188 dan 255 orang. Pada tahun yang sama, jumlah kunjungan wisman ke Singkawang baru berjumlah 1.898 orang atau 9,99%.

Dari sebanyak 4 (empat) agenda wisata nasional dari Kalbar, sebanyak 2 (dua) agenda adalah domian Pemerintah Kota Singkawang. Dengan dua even kepariwisataan yang sudah menjadi event nasional itu, Pemerintah kota Singkawang tampaknya tidak terlalu optimis dalam merebut pangsa pasar turis karena hanya menetapkan angka minimal kunjungan melalui slogan daerah ”Pasti! Ke Singkawang”hanya sebesar 7,14%.

TURIS PuasBerlanjut ke kunjungan ulangan dengan membawa rekan, sahabat dan

keluarga untuk masa tinggal yang lebih lama

DESTINASI WISATA

1. Pisiografi

2. Budaya dan sejarah 3. Aktivitas

4. Kejadian khusus 5. Superstruktur 6. Aktivitas potensi

pembentuk jaringan

Terbangun

Tidak terbangun atau tidak sesuai dgn iklan

Turis Kabur (memilih destinasi lain)

Informasi Dunia Kepariwisataan

(Unsur 5A)

Mengelola Pesan Wisatawan

Gambar 2.

(5)

Gambar 3

Struktur pengeluaran turis di destinasi wisata yang berkontribusi pada pelayanan dan berdampak pada kesejahteraan

Sumber: Page, 2007:395 dengan beberapa modifikasi penulis

Bila motto itu harus diterjemahkan secara apa adanya, maka semestinya, wisatawan yang belum ke Singkawang dianggap belum ke Kalbar. Oleh karena itu angka 7,14% menjadi tidak reliabel atau terlalu kecil. Lalu, pemerintah kemudian menaikkan probabilitas itu menjadi 15% sebagaimana Pemerintah Kota Pontianak telah lakukan sebelumnya. Keduanya, menurut pandangan saya, baik Pemerintah Kota Pontianak maupun Pemerintah Kota Singkawang, dengan menetapkan probalilitas kunjungan hanya sebesar 15% dari wisatawan yang berkunjung ke Kalbar masih terlalu kecil. Kedua kota ini, semestinya menentukan probalitas 100% dengan deviasi 5%, terlebih Pemerintah Kota Pontianak yang merupakan kota provinsi dimana turist sebagian besar melewati kota ini, baik pada saat datang maupun saat pergi.

Berdasarkan angka patokan yang telah ditetapkan di atas dengan menjadikan data kunjungan tahun 2007 sebagai baseline, maka dari sebanyak 19.016 turis, minimal jumlah kunjungan ke Singkawang adalah sebanyak 2.852 orang. Namun, ternyata jumlah kunjungan hanya berjumlah 1.898 sehingga angka itu belum mencapai angka maksimal. Namun, prestasi implementasi dibanding tahun 2005 yang hanya mencapai angka 5% dari jumlah wisatawan ke Kalbar, dianggap telah lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya dan kondisi ini terus semakin membaik. Konteks inilah yang disebut pembangunan berkelanjutan dengan tourism sebagai sektor andalan pembangunan.

(6)

Data lain menunjukkan bahwa rata-rata kunjungan turis ke Kalimantan Barat adalah 3 – 5 hari. Namun, realitas kunjungan turis ke kota ini hanya rata-rata hanya 1,5 hari sehingga peluang waktu kunjung 1,5 menjadi hilang. Berkurangnya waktu tinggal turis akan berkontribusi pada berkurangnya pengeluaran mereka. Oleh karena itu, berdasarkan target jumlah kunjungan dan lama tingga wisatawan, Singkawang belum mampu mencapai posisi yang diidealkan, yakni menentukan probalitas 100% dengan deviasi 5% dan dengan lama tinggal 3 hari.

Namun, apapun yang telah tercapai, Pemerintah Kota Singkawang telah dianggap memberikan performa yang baik kepada turis. Tinggal ke depan, upaya itu semakin terus diupayakan agar slogan ”Pasti! Ke Singkawang” terwujud secara optimal.

D. KONTRIBUSI EKONOMI DAN KESEJAHTERAAN RAKYAT DARI SEKTOR PARIWISATA PADA DESTINASI WISATA

Kontribusi yang diperoleh dari pengelolaan kepariwisataan Kota Singkawang dalam bidang ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan sesungguhnya sangat besar. Namun, potensi ini akan bekerja tidak efektif bilamana tidak dilengkapi dengan kekuatan penangkap. Bilamana kekuatan penangkap ini tidak bekerja secara optimal, maka potensi yang tersedia akan lepas sehingga kontribusinya akan menjadi kecil.

Sektor yang berpengaruh dari kehadiran turis tidak hanya industri atau layanan yang langsung tetapi juga tidak langsung (Page, 2007). Oleh karena itu, pemerintah di banyak negara berupaya untuk memperpanjang tinggal wisatawan di daerah destinasi karena lama tinggal secara signifikan berkontribusi lurus pada jumlah pengeluaran turis dan selanjutnya membawa kontribusi pada perekonomian lokal. Realitas seperti ini belum mampu dicapai oleh pemerintah Kota Singkawang dan berbagai stakeholder kepariwisataan di kota Singkawang karena lama tinggal turis mancanegara di kota ini rata-rata hanya 1,5 hari dari 3 hari yang mereka rencanakan sehingga kontribusi ekonomi tidak dapat disedot secara optimal dari seluruh alokasi pengeluaran turis mancanegara.

Hasil penelusuran dari beberapa orang turis manacegara yang berhasil penulis temui pada beberapa ODTW di Kota Singkawang, membawa penulis pada kesimpulan bahwa alokasi dana yang dipersiapkan oleh wisatawan untuk melaksanakan aktivitas kepariwisataan di destinasi untuk berbagai aktivitas wisata rata-rata sebesar US$ 250.00 dengan rencana tinggal selama 3 (tiga) hari. Alokasi dari rencana anggaran turis ini akan digunakan untuk berbagai keperluan, antara lain untuk membayar biaya akomodasi selama 2 – 3 malam (30%), makan-minum selama berada di destinasi (23%), transport lokal dari Bandara menuju hotel dan mengunjungi berbagai ODTW (10%), belanja barang (souvenir, barang lokal dan keperluanon the spot selama berada di ODTW dan daerah destinasi (12.5%) dan sisanya untuk berbagai aktivitas atraksi wisata (24.5%).

(7)

karena lama tinggal lebih singkat dari yang direncanakan wisatawan. Analisis daya serapnya diperlihatkan dalam Tabel 1.

Tabel 1

Formula analisis daya serap destinasi Singkawang dari Alokasi Pengeluaran Wisatawan Mancanegara tahun 2009 – 2010 dengan jumlah turis 436 Pos Anggaran Belanja Turis Formula Pengeluaran Turis

Akomodasi terserap 50% {[30% x 250] x [Σ turis]} : 2 Makan-minum terserap 50% {[23% x 250] x [436]} : 2 Belanja terserap 50% {[12,5% x 250] x [436)} : 2 Transport Lokal terserap habisn(100%) {[10% x 250] x [436] Attraksi wisata terserap 50% {[24,5% x 250] x [436]} : 2 Sumber: Hasil Penelusuran Penulis, 2011.

Dari formula sebagaimana Tabel 1, dapat diisikan angka-angka daya serap masing-masing pos anggaran turis, sehingga menjadi seperti termuat dalam Tabel 2.

Tabel 2.

Analisis daya serap Alokasi Pengeluaran Wisatawan Mancanegara tahun 2009 – 2010 di Kota Singkawang.

Pos Anggaran Belanja Turis 2009 – 436 wisman(US Dollar) 2010 – 706 wisman(US Dollar)

Akomodasi 16,350.00 26,475.00

Makan-minum 12,535.00 20,297.50

Belanja 6,812.50 11,031.25

Transport Lokal 10,900.00 17,650.00

Attraksi wisata 13,352.50 21,621.25

Total Daya terserap (dalam US$) 59,950.00 97,075.00

Konversi: Rp 9.200,00/US$ Rp 551,540,000.00 Rp 893,090,000.00

Income seharusnya (100%) US$ 109,000.00 US$ 176,500.00

ProsentaseLoss Income 45%

LostIncome(dalam US$) 49,050.00 79,425.00

Konversi: Rp 9.200,00/US$ Rp 451,260,000.00 Rp 730,710,000,00

Lost Income2009 – 2010 (Rp) 1,181,970,000.00

Sumber: Hasil Perhitungan Penulis, 2011.

Oleh karena itu, meskipun Pemerintah Daerah Kota Singkawang, ODTW, PJW dan berbagai aktor yang secara langsung terlibat pada urusan kepariwisataan daerah telah mampu meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara ke Kota Singkawang, tetapi belum efektif mampu menangkap peluangincomedari alokasi pengeluaran turis mancanegara secara optimal.

(8)

berkunjung selama 1,5 hari dari dua hari kunjungan yang direncanakan. Komposisi pengeluaran turis mancanegara adalah tidak sama dengan komposisi turis nusantara. Formula penggunaan anggaran pengeluaran turis nusantara itu terformulasi ke dalam Tabel 3.

Tabel 3.

Formula analisis daya serap destinasi Singkawang dari Alokasi Pengeluaran Wisatawan Nusantara tahun 2009 – 2010

Pos Anggaran Belanja

Wisnus Formula Pengeluaran Turis Nusantara

Akomodasi {(25% x 500.000) x (63.174)} : 0,75 Makan-minum {(20% x 500.000) x (63.174)} : 0,75

Belanja {(10% x 500.000) x (63.174)} : 0,75

Transport Lokal (100%) {(35% x 500.000) x (63.174) Attraksi wisata {(10% x 500.000) x (63.174)} : 0,75 Sumber: Hasil Penelusuran Penulis, 2011.

Bilamana formula di atas digunakan untuk menghitung daya serap pengeluaran turis, maka formasi daya serap pengeluaran wisatawan nusantara dapat dicantumkan seperti Tabel 5 berikut ini.

Tabel 4

Analisis daya serap Alokasi Pengeluaran Wisatawan Nusantara tahun 2009 – 2010 di Kota Singkawang.

Pos Anggaran Belanja Turis 2009 2010

Akomodasi 5,922,562,500.00 6,720,375,000.00

Makan-minum 4,738,050,000.00 5,376,300,000.00

Belanja 2,369,025,000.00 2,688,150,000.00

Transport Lokal (100%) 11,055,450,000.00 12,544,700,000.00

Attraksi wisata 2,369,025,000.00 2,688,150,000.00

Total 26,454,112,500.00 30,017,675,000.00

Semestinya 31,587,000,000.00 35,842,000,000.00

LostIncome 5,132,887,500.00 5,824,325,000.00

ProsentaseLost Income 16,25%

Lost Income2009 – 2010 (Rp) 10,957,212,500.00

Sumber: Hasil Perhitungan Penulis , 2011.

Dari Tabel 4 di atas terlihat bahwa pendapatan multi pihak dari kedatangan wisatawan nusantara ke Kota Singkawang juga masih belum dapat diserap 100% dari alokasi yang telah dianggarkan wisatawan nusantara. Kehilangan pendapatan dari kedatangan turis sebesar 16,25% sehingga total

income yang lepas (karena tidak dibelanjakan turis) tahun 2009 dan 2011 berturut-turut sebesar Rp 5,13 M dan Rp 5,82 M sehingga dalam dua tahun, total income yang lepas berjumlah sekitar Rp 10,95 M.

(9)

Tabel 5. Rekap daya serap Alokasi Pengeluaran Wisnus dan Wisman tahun 2009 – 2010 di Kota Singkawang.

Asal Turis 2009 2010

Pengeluaran Wisman (Rp)

Pengeluaran Wisnus (Rp) 26,454,112,500.00551,540,000.00 30,017,675,000.00893,090,000.00

Total (Rp) 27,005,652,500.00 30,910,765,000.00

Income (100% - Rp) 31,587,000,000.00 35,842,000,000.00

Lost Income (Rp) 5,584,147,500.00 6,555,035,000.00

Lost Income 2009 - 2010 Rp 12,139,182,500.00

Sumber: Hasil Perhitungan Penulis, 2011.

Dari angka Tabel 5 di atas, total penerimaan yang hilang karena ketidak-mampuan daerah menyediakan destinasi yang membuat turis/wisatawan tidak berlama-lama di destinasi Singkawang pada tahun 2009 adalah sebesar Rp 5,584,147,500.00, sedangkan tahun 2010 sebesar 6,555,035,000.00; sehingga dalam dua tahun berlalu, jumlah penerimaan yang hilang menjadi sebesar Rp 12,139,182,500.00. Sebuah potensi yang cukup sayang bila terus berlanjut di masa mendatang.

Strategi yang paling jitu adalah merancang unsur-unsur penarik (6M sebagaimana terlihat pada Hambar 2), sedemikian rupa menjadi faktor kedatangan penarik. Sementara pemerintah masuk pada wilayah atau area yang tidak mungkin dimasuki PJW dan ODTW. Area dimaksud adalah pembangunan infrastruktur dasar kepariwisataan secara langsung maupun dengan memanfaatkan pihak ketiga yang bersedia. Pemerintah saya rasa akan tidak sulit dalam melakukan ini sepanjang mau.

D. LESSON LEARNINGDARI HUBUNGAN ANTARA PERAN PEMERINTAH DENGAN

WISATAWAN DAN KESEJAHTERAAN RAKYAT DI DESTINASI

Pelajaran dari beberapa negara yang dianggap telah maju industri kepariwisataannya seperti Italia dan Perancis, justru mampu memperlama tinggal wisatawan antara 2 – 7 hari lebih lama dari waktu yang direncanakan dan juga mampu memperbesar pengeluaran turis menjadi 150% hingga 200% dari perencanaan semua, sedangkan Singapura, Thailand dan Malaysia selain mampu menahan lama tinggal wisatawan menjadi lebih lama 2 hari dari perencanaan semula, juga mampu memperbesar pengeluaran wisatawan antara 120% hingga 140% dari perencanaan semua (OECDa, 2011).

Dari studi tentang isu dan kebijakan kepariwisataan di Negara-negara OECD juga diperoleh informasi bahwa memperlama tinggal wisatawan akan berimplikasi pada jadwal penerbangan atau kepulangan wisatawan dan untuk mengatur jadwal penerbangan ulang (reschedule), semua maskapai penerbangan yang beroperasi di Negara tersebut diwajibkan tunduk pada kebijakan pemerintah dengan mengharuskan seluruh agen penjulan tiket pesawat dan reservasi hotel untuk mempermudah layanan kepada turis dengan tanpa biaya tambahan (recharge) apapun (OECDb, 2010).

(10)

Bilamana semua infrastruktur yang terbangun itu tidak digunakan oleh turis, maka pihak yang akan menggunakannya adalah masyarakat lokal itu sendiri. Dengan demikian, motto sebagaimana disampaikan oleh Stiver (2001) bahwa

the essential roles of government are how serve their people as good as possible” dapat diwujudkan melalui pembangunan pariwisata.

Dari potensi yang dimiliki oleh Indonesia pada umumnya dan Pemerintah Kalimantan Barat pada khususnya dan terlebih khusus pada wilayah penelitian ini dilaksanakan, tidak ada perbedaan yang terlalu mencolok dalam keindahan alam dan budaya; justru yang berbeda hanyalah dalam hal investasi dan pengelolaan destinasi. Dengan dua hal itu, sejuta eksotik Indonesia akan dapat termanfaatkan dalam menarik industri pariwisata dalam rangka pembangunan ekonomi berkelanjutan dan berwawaqsan lingkungan!

E. REFERENSI

Barrow, C.J. 2006. Environmental Management for Sustainable Development. Second Edition. Routledge. London.

Coccosis, H. 1996. ”Tourism and Sustainablity: Perspectives and Implication” dalam Priestley, G; Edward, J. A dan H.Coccossis. Sustai-ablity Tourism? European Experiences.CABI, UK, 1 – 21.

Davidson, Thomas Lea. 2005. “What Are Travel and Tourism: Are They Really an Industry?”

dalam William F. Theobald (Eds.).Global Tourism, 3rdEdition. Elsevier, Amsterdam. Gössling, Stefan; C. Michael Hall dan David B. Weaver (edt.). 2009. Sustainable Tourism

Futures: Perspectives on Systems, Restructuring, and Innovations.Routledge: New York.

Hall, C. Michael (edt.). 2007. Pro-poor Tourism: Who Benefits? Perspective on Tourism and Poverty Reduction. Channel View Publication. Clevedon.

Hall, C. Micthael dan Dieter K. Müller. 2004. Tourism, Mobility, and Second Homes: Between Elite Landscape and Common Ground. Channer Vie Publication, Clevedon

Hall, C. Mithceal dan S. J. Page. 2002. The Geography of Tourism and Recreation: Envirorment, Place and Space. Routledge: London.

Hargrover, Kalson Charlie and Micheal H. Smith (Edt.) 2005. The Natural Advantages of Nations: Business Opportunities International Governance in the 21-st Century. Earthscan. London

Hughes, Howard. 2000. Arts Entertainment and Tourism. Butterwort Heinemann (BH). Oxford.

Maitland, Robert dan Breny W. Ritchie, 2010.City Tourism: National Capital Perspectives. CABI Publication. Wallingford

OECDa. 2011.OECD Studies on Tourism: Italy. OECD. Paris.

OECDb. 2011.OECD Tourism Trends and Policies 2010. OECD, Paris.

Page, Stephen. 2007. Tourism Management: Managing for Change. Second Edition. Butterworth-Heinemann. Oxford.

Richard, Greg and Julie Wilson. 2007.Tourism, Creativity and Development. Routledge. London.

Ritchie J.R. Brent dan Geoffrey I. Crougch, 2003. The Competitive Destination: A Sustainable Tourism Perspective. Exon: CABI Pub.

Sakai, Marcia. 2006. “Public Sector Investment in Tourism Infrastructure” dalam Larry Dweyer and Feter Forsyth. 2006. International Handbook on the Economics of Tourism. Edward Elgar. Cheltenham.

Sharpley, Richard. 2009. Tourism Development and the Environment: Beyond Sustainability?Earthscan: London.

Stivers, Camilla. 2001Democracy, Bureaucracy, and the Study of Administration. West View. Oxford.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Semua kemungkinan rute yang dapat dibentuk oleh metode 2-opt dari rute Iterasi 1 kendaraan Tipe 3 pada PH. Gambar 24 Rute awal Iterasi 1 PH kendaraan Tipe 2 dengan jarak tempuh

Hasil dari borang soal selidik yang telah diedarkan, pemerhatian dan temubual yang telah dijalankan untuk mengetahui penghayatan ibadah dan kesannya terhadap

Dari hasil analisis pada kelompok perlakuan dapat diketahui responden yang mengalami peningkatan sebanyak 29 orang dan sebanyak 1 orang yang tidak mengalami pe- rubahaan

Keberhasilan pendekatan Resource Based Learning sangat dipengaruhi oleh keaktifan peserta didik dalam setiap proses pembelajaran yang menggunakan beranekaragam sumber

Hasil kerataan dan kesikuan pada proses pengikiran (praktek kerja bangku) didapat pada sudut kaki depan 30  dan sudut kaki belakang 70  , 75  karna pada kondisi ini

Alami tingkat kepuasannya akan meningkat., Atribut yang tergolong one-dimensional yaitu ada 4 atribut, Pada kategori ini jika atribut tersebut dipenuhi maka pelanggan merasa

Melalui fasilitas bantuan dana hibah (block grant) yang diberikan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga kepada inkubator bisnis diharapkan wirausaha muda pemula (WMP) dapat dilayani