SEMINAR
PLANETARIUM DAN MUSEUM ASTRONOMI
DI SURABAYA
Oleh:
Franky Gunawan
NPM : 0812002
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS KATOLIK DARMA CENDIKA
SURABAYA
SEMINAR
PLANETARIUM DAN MUSEUM ASTRONOMI
DI SURABAYA
Diajukan untuk memenuhi persyaratan penyelesaian program S-1
Oleh:
Franky Gunawan
NPM : 0812002
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
ii
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN SEMINAR
Judul
: Planetarium dan Museum Astronomi di Surabaya
Nama
: Franky Gunawan
NPM
: 0812002
Semester
: Genap 2014/2015
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima Tim Penguji Seminar
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
(Ir. Theresia Ratna, M.T.)
(Ir. Lucia Ina T, M.Ars)
Mengesahkan,
Ketua Program Studi Arsitektur
iii
ABSTRAK
Franky :
Seminar
Planetarium dan Museum Astronomi Di Surabaya
Planetarium dan Museum Astronomi Di Surabaya ini merupakan sarana wisata pendidikan di
bidang astronomi yang dikelola oleh swasta. Pendekatan Struktur sebagai pendekatan desain. Fasilitas
yang direncanakan meliputi ruang pertunjukan, ruang pameran museum, ruang serbaguna,
perpustakaan, dan cafeteria.
Teknik analisa yang digunakan dalam perancangan ini adalah deskriptif kualitatif yang
menjabarkan data secara deskriptif dan dianalisa berdasarkan teori yang berkaitan secara kualitatif.
Planetarium dan Museum Astronomi akan didesain di lokasi Jl. Ir. Soekarno sehingga
pencapaian dekat jalan arteri dan berada didaerah pendidikan yaitu Surabaya Timur.
Kata kunci :
Planetarium, Museum, Astronomi, Pertunjukan, Teater, Pameran.
ABSTRACT
Franky :
Seminar
Planetarium and Astronomy Museum In Surabaya
Planetarium and Astronomy Museum in Surabaya is a means of education in the field of astronomy tour run by the private sector. Approach Structures as the design approach . The planned facilities include performance space , museum exhibition halls , a ballroom , library , and cafeteria .
Analysis techniques used in this design is a qualitative description that describes the data descriptively and qualitatively analyzed based on the theory that related.
Planetarium and Astronomy Museum will be designed on the location of Jl . Ir. Soekarno so close to achieving the arterial road and located in the area of education , namely Surabaya East .
Key Word :
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan pimpinan-Nya yang telah penulis
terima selama melaksanakan seminar ini, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan
seminar ini dengan baik.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
orang-orang yang telah berperan sehingga dapat terselesainya seminar ini, antara lain :
1. Ir. Theresia Ratna, M.T. selaku dosen pembimbing I telah meluangkan banyak waktu, tenaga,
dan pikiran di dalam memberikan pengarahan dalam penulisan seminar ini.
2. Ir Lucia Ina T, M.Ars selaku Ketua Program Studi Arsitektur Universitas Katolik Darma Cendika
Surabaya dan dosen pembimbing II yang telah membimbing, meluangkan waktu, tenaga, dan
pikiran di dalam memberikan pengarahan dalam penulisan seminar ini.
3. Agnes Yeni Artikasari dan Violin Natalia G yang merupakan istri dan anakku yang selalu
memberi semangat dan pengertiannya dalam pengerjaan seminar ini.
4. Kristianto Prajitno dan Sarmani selaku orang tua yang menjadi pondasi dalam penyelesaian
seminar ini.
5. Pihak-pihak lain yang telah memberikan bantuan secara langsung maupun tidak langsung dalam
pembuatan seminar ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan seminar ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu
penulis mengharapkan segala petunjuk, Kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar dapat
menunjang pengembangan dan perbaikan penulisan selanjutnya.
Akhir kata penulis mohon maaf atas kekurangan dalam penulisan seminar ini dan penulis
dengan senang hati menerima saran dan kritik yang membangun dari pembaca.
Semoga seminar ini dapat berguna untuk menambah wawasan dan wacana bagi rekan-rekan
mahasiswa.
Surabaya, September 2015
v
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL... (i)
LEMBAR PENGESAHAN... (ii)
ABSTRAK... (iii)
KATA PENGANTAR... (iv)
DAFTAR ISI………... (v)
2.1.1. Pengertian Astronomi... 10
2.1.2. Peradaban Awal Astronomi di Indonesia ... 10
2.1.3. Fungsi Museum Astronomi ... 12
2.2. Tinjauan Khusus ... 12
2.2.1. Pengertian Planetarium... 12
2.2.2. Sejarah Awal Planetarium ... 12
2.2.3. Sejarah Observatorium dan Planetarium di Indonesia ... 15
2.2.4. Fungsi Planetarium ... 17
2.2.5. Kriteria Perancangan Planetarium ... 17
2.3 Pendekatan Perancangan ... 18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 20
3.1. Metode Penelitian... 20
3.2. Tahapan Penelitian... 20
3.1.1. Observasi Lapangan ... 21
3.1.2. Identifikasi Masalah... 22
3.1.3. Studi Pustaka ... 22
3.1.4. Penetapan Tujuan Penelitian ... 22
3.1.5. Pengumpulan Data ... 22
3.1.6. Sumber Data... 23
3.1.7. Analisa Data ... 24
BAB IV HASIL PENGAMATAN (STUDI BANDING)... 25
4.1. Studi Banding... 25
4.1.1. Pembahasan Umum... 25
4.1.2. Aktivitas dan Kebutuhan Ruang... 26
4.1.3. Organisasi Ruang... 29
4.1.4. Konsep Rancangan... 29
4.2. Studi Literatur... 31
4.2.1. Pembahasan Umum... 31
vi
4.2.3. Konsep Rancangan... 39
4.2.4. Tata Arsitektur dan Lingkungan... 40
4.2.5. Persyaratan Khusus... 42
4.2.6. Struktur Bangunan... 43
4.2.7. Kesimpulan Hasil Studi Banding dan Literatur... 43
BAB V PEMBAHASAN... 44
5.1. Wilayah dan Lokasi... 44
5.2. Pengguna, Aktifitas, dan Fasilitas... 47
5.3. Studi Kebutuhan Ruang... 49
5.3.1. Studi Ruang Teater... 49
5.3.2. Studi Ruang Museum Astronomi... 50
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 51
DAFTAR PUSTAKA... 53
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Diagram Batang Data Pengunjung Planetarium Jakarta ... 2
Gambar 1.2. Bambang Hidayat sebagai
vice president
IAU ... 3
Gambar 1.3. Gambar Peta Kota Surabaya ... 4
Gambar 1.4. Gambar Daerah TNI AL ... 4
Gambar 1.5. Proyektor ZKP1 pada Planetarium AAL ... 5
Gambar 2.1. Globe of Gottorf ... 13
Gambar 2.2. Eise Eisinga's Planetarium ... 14
Gambar 2.3. Adler Planetarium Chicago ... 14
Gambar 2.4. Observatorium Bosscha ... 16
Gambar 2.5. Teleskop di Bosscha ... 16
Gambar 2.6 Gedung LAPAN Jakarta ... 16
Gambar 2.7. Struktur Atap
Space Frame
Gereja Bethany Nginden Surabaya .... 19
Gambar 3.1. Bagan alur proses pengerjaan seminar ... 21
Gambar 4.1. Museum TNI-AL Loka Jala Crana Surabaya ... 25
Gambar 4.2. Lokasi Museum di Surabaya ... 25
Gambar 4.3. Planetarium Akademi Angkatan Laut Surabaya ... 25
Gambar 4.4. Lokasi Planetarium di Surabaya ... 26
Gambar 4.5. Hall Utama Museum ... 26
Gambar 4.6. Ruang Tunggu ... 27
Gambar 4.7. Ruang Koleksi ... 28
Gambar 4.8. Ruang Theater ... ..28
Gambar 4.9. Organisasi Ruang Museum AL dan Planetarium AAL ... ..29
Gambar 4.10. Patung Personil dan Senjata Antileri ... ..29
Gambar 4.11. Pesawat Perang ... ..30
Gambar 4.12. Bangunan Planetarium ... ..30
Gambar 4.13. Alat Proyektor ZKP1 ... ..30
Gambar 4.14. Adler Planetarium ... ..31
Gambar 4.15. Denah Adler ... ..31
Gambar 4.16. Rainbow Lobby ... ..32
viii
Gambar 4.18. Gemini XII ... ..33
Gambar 4.19. Space Capsule ... ..33
Gambar 4.20. Shoot for the Moon ... ..33
Gambar 4.21. Our Solar System ... ..34
Gambar 4.22. Planet Explorers ... ..34
Gambar 4.23. Space Visualization Laboratory ... ..35
Gambar 4.24. Astronomy in Culture... ..35
Gambar 4.25. Ancient Telescopes ... ..35
Gambar 4.26. The Giant Stone Monolith... ..36
Gambar 4.27. Classroom... ..36
Gambar 4.28. Cyberspace Classroom ... ..36
Gambar 4.29. The Universe ... ..37
Gambar 4.30. Cafe Galileo's ... ..37
Gambar 4.31. The Adler Store ... ..38
Gambar 4.32. Atwood Sphere ... ..38
Gambar 4.33. Definiti Space Theater ... ..39
Gambar 4.34. The Grainger Sky Theater ... ..39
Gambar 4.35. Adler Planetarium ... ..40
Gambar 4.36. Bentukan dasar pada denah ... ..40
Gambar 4.37. Eksterior klasik pada bangunan utama... ..41
Gambar 4.38. Interior klasik pada bangunan utama ... ..41
Gambar 4.39. Eksterior modern pada bangunan penunjang ... ..41
Gambar 4.40. Interior modern pada bangunan penunjang ... ..41
Gambar 4.41. Lokasi Adler Planetarium ... ..42
Gambar 4.42. Pemandangan Adler Planetarium di sudut Chicago ... ..42
Gambar 5.1. Foto udara site di Arief Rahman Hakim ... ..45
Gambar 5.2. Foto udara site di Kedung Baruk ... ..46
Gambar 5.3. Foto udara site di Kertajaya ... ..46
Gambar 5.4. Studi ruang teater planetarium ... ..49
Gambar 5.5. 3D ruang teater ... ..50
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Jumlah pengunjung Museum AL dan Planetarium AAL
dari TK hingga Perguruan Tinggi ... 6
Tabel 1.2. Jumlah pengunjung total Museum AL dan Planetarium AAL ... 6
Tabel 4.1. Studi Banding ... 25
Tabel 4.2. Konsep Rancangan Museum AL & Planetarium AAL ... 29
Tabel 4.3. Perbandingan Planetarium AAL & Planetarium Chicago ... 43
Tabel 5.1. Analisa Alternatif Tapak (1) ... 44
Tabel 5.2. Analisa Alternatif Tapak (2) ... 47
Tabel 5.3. Pengguna, Aktivitas dan Fasilitas (1) ... 48
Tabel 5.4. Pengguna, Aktivitas dan Fasilitas (2) ... 48
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Lapangan ilmu pengetahuan memiliki bidang yang sangat luas. Penelitian demi
penelitian untuk mengetahui segala misteri di alam yang belum terpecahkan. Alam
merupakan suatu objek yang tidak pernah habis dijadikan bahan penelitian. Penelitian
akan daratan, lautan, cakrawala, dan ruang angkasa beserta benda-benda langit sejak
ribuan tahun yang lalu. Benda-benda langit seperti meteor, komet, planet, bintang, dan
lain sebagainya dapat dilihat dengan mata telanjang hanya pada waktu-waktu tertentu.
Munculnya benda-benda langit dan berbagai fenomena dilangit yang terjadi secara
terus-menerus dan teratur menyebabkan manusia mengenal dimensi waktu. Dimensi waktu
sangat penting dalam proses pengamatan. Hal ini mendorong lahirnya suatu ilmu
pengetahuan yang dapat meneliti ruang angkasa. Ilmu pengetahuan tersebut dikenal
dengan ilmu astronomi.
Seperti kebudayaan-kebudayaan lain di dunia, masyarakat asli Indonesia sudah
sejak lama menaruh perhatian pada langit. Keterbatasan pengetahuan membuat
kebanyakan pengamatan dilakukan untuk keperluan astrologi. Pada tingkatan praktis,
pengamatan langit digunakan dalam pertanian dan pelayaran. Dalam masyarakat Jawa
misalnya dikenal pranatamangsa, yaitu peramalan musim berdasarkan gejala-gejala alam,
dan umumnya berhubungan dengan tata letak bintang di langit. Nama-nama asli daerah
untuk penyebutan obyek-obyek astronomi juga memperkuat fakta bahwa pengamatan
langit telah dilakukan oleh masyarakat tradisional sejak lama. Lintang Waluku adalah
sebutan masyarakat Jawa tradisional untuk menyebut tiga bintang dalam sabuk Orion dan
digunakan sebagai pertanda dimulainya masa tanam. Gubuk Penceng adalah nama lain
untuk rasi Salib Selatan dan digunakan oleh para nelayan Jawa tradisional dalam
menentukan arah selatan. Joko Belek adalah sebutan untuk Planet Mars, sementara
lintang kemukus adalah sebutan untuk komet. Sebuah bentangan nebula raksasa dengan
fitur gelap di tengahnya disebut sebagai Bimasakti.
Ilmu astronomi modern makin berkembang setelah pada tahun 1928, atas kebaikan
Bab I-Pendahuluan 2
_________________________________________________________________________________________________________________ Seminar Prodi Teknik Arsitektur Universitas Katolik Darma Cendika
dipasang beberapa teleskop besar di Lembang, Jawa Barat, yang menjadi cikal bakal
Observatorium Bosscha, sebagaimana dikenal pada masa kini. Penelitian astronomi yang
dilakukan pada masa kolonial diarahkan pada pengamatan bintang ganda visual dan
survei langit di belahan selatan ekuator bumi, karena pada masa tersebut belum banyak
observatorium untuk pengamatan daerah selatan ekuator.
Setelah Indonesia memperoleh kemerdekaan, bukan berarti penelitian astronomi
terhenti, karena penelitian astronomi masih dilakukan dan mulai adanya rintisan astronom
pribumi. Untuk membuka jalan kemajuan astronomi di Indonesia, pada tahun 1959,
secara resmi dibuka Pendidikan Astronomi di Institut Teknologi Bandung. Pendidikan
Astronomi di Indonesia secara formal dilakukan di Departemen Astronomi, Institut
Teknologi Bandung. Departemen Astronomi berada dalam lingkungan Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) dan secara langsung terkait dengan
penelitian dan pengamatan di Observatorium Bosscha. (itb.ac.id)
Lembaga negara yang terlibat secara aktif dalam perkembangan astronomi di
Indonesia adalah Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). Selain
pendidikan formal, terdapat wadah informal penggemar astronomi, seperti Himpunan
Astronomi Amatir Jakarta, serta tersedianya planetarium di Taman Ismail Marzuki,
Jakarta yang selalu ramai dipadati pengunjung. Seperti pada tabel dibawah ini terlihat
bahwa setiap tahunnya pengunjung planetarium semakin meningkat.
Bab I-Pendahuluan 3
_________________________________________________________________________________________________________________ Seminar Prodi Teknik Arsitektur Universitas Katolik Darma Cendika
Perkembangan astronomi di Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat, dan
mendapat pengakuan di tingkat Internasional, seiring dengan semakin banyaknya pakar
astronomi asal Indonesia yang terlibat dalam kegiatan astronomi di seluruh dunia, serta
banyaknya siswa SMU yang memenangi Olimpiade Astronomi Internasional maupun
Olimpiade Astronomi Asia Pasific. Demikian juga dengan adanya salah seorang putra
terbaik bangsa dalam bidang astronomi di tingkat Internasional, yaitu Profesor Bambang
Hidayat yang pernah menjabat sebagai vice president IAU (International Astronomical
Union).
Gambar 1.2. Bambang Hidayat sebagai vice president IAU
Wilayah Indonesia terdiri dari banyak pulau, oleh karena itu Indonesia disebut
juga Negara kepulauan (maritim). pada zaman dulu nenek moyang kita menjadikan
pelayaran sebagai sarana transportasi antar pulau, nenek moyang kita menggunakan peta
bintang untuk mengetahui arah selama pelayaran. Perkembangan ilmu astronomi di
Indonesia kurang mendapat perhatian masyarakat, selain disebabkan oleh kurangnya
sumberdaya manusia yang berkualitas, selain itu faktor lain adalah kurangnya lembaga
yang memberikan pengenalan dan pendidikan terhadap penguasaan sains dan teknologi,
khususnya teknologi antariksa. Indonesia hanya memiliki tiga lembaga yaitu planetarium.
Planetarium Jakarta yang berada di Taman Ismail Marzuki (TIM), Planetarium Jagad
Raya Tenggarong di Kalimantan Timur dan Planetarium Angkatan Laut Surabaya.
Bab I-Pendahuluan 4
_________________________________________________________________________________________________________________ Seminar Prodi Teknik Arsitektur Universitas Katolik Darma Cendika
Surabaya merupakan Kota Maritim yang sangat terkenal sejak jaman Majapahit.
Aktivitas perdagangan berpusat di Dermaga Ujung yang sekarang menjadi Pelabuhan
Tanjung Perak yaitu pelabuhan terbesar kedua setelah Tanjung Priok Jakarta. Kepulauan
erat kaitannya dengan ilmu astronomi. Dulunya para nelayan hingga TNI Angkatan Laut
memanfaatkan ilmu astronomi sebagai penunjuk arah dan posisi. TNI-AL menyediakan
Museum Angkatan Laut dan Planetarium sebagai sarana pembelajaran interaktif.
Sementara ini masih belum ada museum astronomi yang khusus membahas ilmu
astronomi bagi masyarakat khususnya di Kota Surabaya.
Gambar 1.3. Gambar Peta Kota Surabaya Sumber : Google Earth
Kawasan TNI-AL terletak di Surabaya Utara yang dekat dengan perairan.
Lokasinya yang berada di paling utara Kota Surabaya membuat keberadaannya kurang
diketahui oleh masyarakat. Jalur angkutan umum tidak ada yang menghubungkan secara
langsung dikarenakan berada di daerah khusus TNI Angkatan Laut. Kebutuhan
keamanan, fungsi, dan privasi bagi TNI Angkatan Laut mengharuskan lokasi berada di
tepian Kota Surabaya dan hanya memiliki pencapaian khusus yang bebas dari angkutan
umum.
Gambar 1.4. Gambar Daerah TNI AL Sumber : Google Earth
Museum AL dan Planetarium AAL
Pintu Masuk
Bab I-Pendahuluan 5
_________________________________________________________________________________________________________________ Seminar Prodi Teknik Arsitektur Universitas Katolik Darma Cendika
Pencapaian melalui gerbang TNI Angkatan Laut (pangkal panah pada gambar 1.4)
menuju ke Museum AL dan Planetarium AAL diharuskan memiliki kebutuhan tertentu
yang berasal dari suatu lembaga tertentu. Kemudian untuk mengunjungi membutuhkan
syarat tertentu yang harus dipenuhi. Hal ini disebabkan pemerintah ingin berfokus
kepada pendidikan dan tidak menjadikan museum dan planetarium bersifat komersial
sehingga mayoritas pengunjungnya adalah lembaga pendidikan seperti TK, SD, SMP,
SMA, dan perguruan tinggi. Pembelajaran dari pertunjukan planetarium yang diberikan
bersifat interaktif dan memberi wawasan tentang tata surya dan rasi bintang. Durasi
pertunjukan planetarium ±15-30 menit. Pengenalan lebih mendalam diberikan kepada
pengunjung yang berasal dari lembaga pendidikan tertentu seperti : pendidikan geografis
dan astronomi. Pada ruang tunggu planetarium juga terdapat koleksi artikel pengetahuan
tentang 88 rasi bintang, pesawat apollo, letak lintang berdasarkan rasi bintang, dan lain
sebagainya. Sayangnya pertunjukan yang ditayangkan kurang bervariatif dikarenakan
teknologi yang terbatas yaitu hanya proyektor ZKP1 yang dibuat tahun 1968 dan
digunakan 1969.
Gambar 1.5. Proyektor ZKP1 pada Planetarium AAL Sumber : Dokumen Pribadi
Selain teknologi, ruangan yang ada masih terbatas sehingga planetarium kurang
dapat berinovatif dalam perkembangannya memberikan pengunjung wawasan yang lebih
luas tentang ilmu astronomi lainnya, seperti : galaksi Bima Sakti, Nebula, dan
galaksi-galaksi lain diluar tata surya. Planetarium hanya menjadi fungsi tambahan dari Museum
Angkatan Laut sehingga pembelajaran lebih berfokus ke sejarah Angkatan Laut.
Faktor-faktor tersebut yang membatasi minat masyarakat menggali lebih jauh tentang ilmu
astronomi . Dimana peminat akan planetarium semakin meningkat, hal ini dapat dilihat di
Bab I-Pendahuluan 6
_________________________________________________________________________________________________________________ Seminar Prodi Teknik Arsitektur Universitas Katolik Darma Cendika
tahun 2014 pengunjung mengalami penurunan yang tidak begitu signifikan. Hal ini
dikarenakan adanya renovasi pada planetarium sehingga tidak dibuka untuk umum
sementara. Pada umumnya ada kenaikan setiap tahunnya menandakan peminat semakin
bertambah.
Tabel 1.1. Jumlah pengunjung Museum AL dan Planetarium AAL dari TK hingga
Perguruan Tinggi
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000
2010 2011 2012 2013 2014
TK SD SMP SMA PT UMUM
Tabel 1.2. Jumlah pengunjung total Museum AL dan Planetarium AAL
0 10000 20000 30000 40000 50000 60000
2010 2011 2012 2013 2014
Total
Oleh karena itu diperlukan adanya fasilitas yang memiliki fungsi planetarium yang
menyajikan pertunjukan yang lebih variatif dan inovatif serta beberapa fasilitas
penunjang yang dapat menarik minat pengunjung sekaligus untuk mewadahi masyarakat
yang ingin mengenal lebih jauh tentang bidang astronomi tetapi bersifat edutaiment yaitu
edukatif (mendidik dengan berbagai informasi tentang bintang, galaksi dan lain
sebagainya) dan entertaiment (hiburan yang dapat memberikan pengalaman baru bagi
pengunjung). Hal inilah yang menyebabkan penulis ingin mendirikan Planetarium dan
Museum Astronomi yang nantinya dapat memudahkan masyarakat untuk mempelajari
Bab I-Pendahuluan 7
_________________________________________________________________________________________________________________ Seminar Prodi Teknik Arsitektur Universitas Katolik Darma Cendika 1.2. Rumusan Masalah
Terdapat beberapa masalah antara lain belum adanya Museum Astronomi di
Surabaya yang dapat melengkapi sebuah planetarium dalam rangka memberikan
pengetahuan ilmu astronomi kepada masyarakat. Oleh karena itu dapat ditarik rumusan
masalah antara lain :
a. Bagaimanakah merencanakan dan merancang Planetarium dan Museum Astronomi
di Kota Maritim Surabaya yang tepat.
b. Bagaimana menjadikan wahana ini memiliki sifat edukatif dan entertaiment
sehingga dapat menarik minat masyarakat.
1.3. Tujuan dan Manfaat
1.3.1. Tujuan
Tujuan dari perancangan Planetariun dan Museum Astronomi ini adalah:
a. Mendirikan Planetarium dan Museum Astronomi di Kota Maritim Surabaya yang
memiliki letak yang strategis.
b. Menyediakan tempat rekreasi yang bersifat edutainment, yaitu edukatif (mendidik)
dan entertainment (hiburan) di Surabaya sehingga masyarakat tertarik untuk belajar
ilmu astronomi
1.3.2. Manfaat
a. Bagi masyarakat :
Masyarakat bisa dengan mudah memperoleh informasi seputar dunia astronomi
melalui Museum Astronomi dan Planetarium.
Masyarakat bisa dengan mudah mempelajari ilmu astronomi meskipun memiliki
bidang pendidikan yang berbeda-beda.
b. Bagi pemerintah Kota Surabaya :
Pemerintah Kota Surabaya memiliki sarana dan prasarana baru berupa
Planetarium dan Museum Astronomi.
Planetarium menjadi salah satu landmark Kota Surabaya dan menarik pengunjung
Bab I-Pendahuluan 8
_________________________________________________________________________________________________________________ Seminar Prodi Teknik Arsitektur Universitas Katolik Darma Cendika 1.4 Lingkup Penelitian
Agar tidak menyimpang dari permasalahan dan dapat mencapai sasaran yang
diharapkan, maka ditetapkan lingkup penelitian sebagai berikut:
Museum astronomi tidak menampilkan benda-benda astronomi bersejarah
dikarenakan di Indonesia masih sangat minim penemuan-penemuan di bidang
astronomi. Museum astronomi lebih menjelaskan tentang model tata surya dan
galaksi, model perlengkapan antariksa seperti : pesawat ulang alik, kostum
astronaut, model teropong bintang, dan lain sebagainya.
Planetarium tidak menampilkan luar angkasa secara langsung hanya berupa ruang
pertunjukan teater yang memberi gambaran bintang-bintang dan planet-planet di
tata surya.
Luasan bangunan ± 10.000 m2
Lokasi merupakan kawasan pendidikan dan harus mudah dikunjungi (adanya jalur
kendaraan umum), serta dekat dengan jalan raya.
Bab I-Pendahuluan 9
_________________________________________________________________________________________________________________ Seminar Prodi Teknik Arsitektur Universitas Katolik Darma Cendika
1.5 Kerangka Pemikiran
Latar Belakang
Perkembangan astronomi
tradisional Indonesia
Indonesia negara maritim
Surabaya kota maritim
Planetarium AAL di Surabaya
Data Primer
Statement Pakar/ahli
Data Sekunder
Studi banding
Studi Literatur
Peraturan Pemerintah
Analisa
Tapak,Ruang, Potensi, dan kondisi sekitar
Konsep Lokasi
Tata guna lahan, Batas-batas lahan, Potensi
Konsep Ruang
Program ruang , Kebutuhan ruang dan Luasan Ruang
Hasil Rancangan
Planetarium
Museum Astronomi
Fasilitas penunjang lainnya
Issue
Nasa : Bulan darah bukan pertanda asteroid akan menabrak Bumi pada 28
September 2015
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum
2.1.1 Pengertian Astronomi
Kata "Astronomi" berasal dari dua kata bahasa Yunani, astron yang berarti
"bintang" dan nemein yang berarti "menamakan". Walaupun cikal bakal astronomi
berawal ribuan tahun sebelum orang-orang Yunani kuno mulai mempelajari bintang, ilmu
astronomi selalu berdasarkan prinsip yang sama, yaitu "menamakan bintang". Banyak
nama bintang yang berasal langsung dari orang-orang Yunani yang merupakan ahli
astronomi pertama yang membuat daftar sistematis dari semua bintang yang dapat
orang-orang Yunani lihat. Pada sejumlah peradaban awal, letak bintang-bintang yang terlihat
saling berhubungan ditetapkan dengan menyatukan bintang-bintang tersebut dalam
gugus-gugus yang tampak seperti sungai yang berkelok sehingga diberi nama Eridanus,
sungai besar. Gugus lainnya yang menyerupai pemburu dengan sabuk cerah disebut
Orion, si pemburu (Lippincott, Kristen, 2009:8)
2.1.2 Peradaban Awal Astronomi di Indonesia
Ribuan tahun yang lalu, ketika nenek moyang kita melihat ke angkasa dan mulai
bertanya dalam hati tentang apa yang terlihat merupakan isyarat akan terjadinya
malapetaka, seperti : kematian, kehancuran, wabah penyakit, kekeringan, atau banjir
(Kerrod,Robin,2005) . Catatan dan cerita turun temurun dalam budaya masyarakat sudah
menunjukkan berbagai kisah rakyat yang terkait astronomi. Cerita-cerita dari langit ini
memberi interpretasi tersendiri akan obyek langit yang masyarakat lihat. Sebagai contoh
ada kisah Bulan Pejeng (Bali), Pasaggangan' Laggo Samba Sulu' atau Pertempuran
Matahari dan Bulan (Mentawai), Memecah Matahari (Papua), Manarmakeri (Papua),
Hala Na Godang (Batak), Kilip dan Putri Bulan (Dayak Benoaq), Lawaendrona Manusia
Bulan (Nias), Bima Sakti (Jawa), Mula Rilinge'na Sangiang Serri (Bugis), Batara Kala,
Nini Anteh (Jawa Barat).
Penamaan rasi bintang berdasarkan nama lokal menunjukkan, masyarakat
Bab II-Tinjauan Pustaka 11
_________________________________________________________________________________________________________________ Seminar Prodi Teknik Arsitektur Universitas Katolik Darma Cendika
dikenal Gubug Penceng (Salib Selatan), Lintang Wulanjar Ngirim (rasi Centaurus), Joko
Belek, Lintang Banyak Angrem, Bintang Layang – Layang, Lintang Pari, Lintang Kartika
(Pleiades), Wuluh (Pleaides), Kalapa Doyong (Scorpio), Sapi Gumarang (Taurus), adalah
contoh penamaan rasi bintang secara lokal di Indonesia, yang sekaligus menandai
kegiatan astronomi amatir di tengah masyarakat di masa lalu (Kusnaka,
Adimihardja,1999).
Setiap interpretasi tidak sekedar memberi akan benda-benda langit, baik itu bulan,
bintang, matahari, rasi bintang, Bima Sakti, namun juga kisah tentang proses terjadinya
alam semesta. Benda-benda langit ini juga digunakan dalam kehidupan sehari-hari
sebagai penentu waktu bercocok tanam, sarana pemujaan, kalender, maupun navigasi.
Kehidupan agraris masyarakat Indonesia juga menjadikan benda-benda langit
sebagai petunjuk musim menanam dan musim panen. Di Jawa, rasi Lintang Kartika
diasosiasikan juga sebagai tujuh bidadari, yang direpresentasikan dalam tarian Bedhaya
Ketawang di Keraton Mataram. Di wilayah Pantai Utara Jawa rasi ini digunakan untuk
menandakan waktu (kalender) dalam penanggalan Jawa. Jika rasi ini sudah terbit sekitar
50° di langit, maka musim ketujuh (mangsa kapitu) pun dimulai. Pada musim ini, beras
muda harus mulai ditanam di sawah.
Saat belum ada kalender, masyarakat setempat telah menggunakan perbintangan
untuk menentukan siang dan malam, pasang surut air laut, berbunga dan berbuahnya
tanaman, maupun migrasi dan pembiakan hewan. Bagi mereka gejala alam adalah
cerminan lintasan waktu. Masyarakat di masa itu juga menentukan saat menanam dengan
menggunakan bambu yang diisi air untuk mengukur ketinggian bintang. Pada posisi
tertentu mereka akan bisa mengetahui apakah sudah saatnya memulai bercocok tanam
atau belum.
Sedangkan masyarakat Maritim Indonesia, menjadikan obyek langit sebagai
panduan navigasi dalam pelayaran. Salah satu kisah yang diyakini merupakan bagian dari
penggunaan langit sebagai navigasi adalah ditemukannya peninggalan berupa puisi dan
gambar-gambar perjalanan masyarakat dari Indonesia menuju Afrika Selatan.
Di tahun 800 Masehi, pembangunan candi Borobudur menjadi penanda lainnya
keberadaan astronomi di Indonesia. Borobudur yang dibangun oleh wangsa Syailendra
Bab II-Tinjauan Pustaka 12
_________________________________________________________________________________________________________________ Seminar Prodi Teknik Arsitektur Universitas Katolik Darma Cendika
berfungsi sebagai penanda waktu. Pembangunan candi seperti Borobudur memberi
penegasan dan petunjuk kemampuan nenek moyang dalam astronomi.
2.1.3 Fungsi Museum Astronomi
Beberapa sejarah teori diatas telah menjelaskan tentang berbagai bintang dan
penamaan oleh nenek moyang. Rasi bintang selain sebagai penunjuk arah juga menjadi
penanda musim dan lainnya. Pada desain nantinya terdapat ruang belajar interaktif yang
berupa proyeksi bayangan berbagai rasi bintang oleh proyektor ke dinding ruangan serta
permainan pencahayaan sehingga menciptakan suasana yang seperti diluar angkasa.
Desain peletakan proyektor maupun proyeksi bayangan akan disesuaikan sesuai letak rasi
bintang-bintang. Selain itu Museum akan menyajikan informasi tentang Tata Surya,
Galaksi Bima Sakti, galaksi-galaksi lain serta berbagai macam replika peralatan yang
dulunya digunakan untuk mempelajari astronomi seperti Teropong Hubble, Stone Henge,
Astrolab, Ptolernaeus, Sekstan, dan lain sebagainya (Lippincott, Kristen, 2009). Replika
ini nantinya tidak hanya berupa miniatur saja tetapi juga dapat digunakan pengunjung
untuk berinteraksi sehingga pengunjung akan berdatangan untuk mencoba beberapa
miniatur dan replika peralatan astronomi.
2.2 Tinjauan Khusus
2.2.1 Pengertian Planetarium
Planetarium merupakan sebuah tempat yang memutarkan pertunjukan berupa
simulasi benda-benda langit. Dalam suatu planetarium biasanya terdapat ruang pertunjukan “theatre”, tempat diadakannya simulasi fenomena astronomis. Atap sebuah planetarium berbentuk kubah. Tidak seperti pada observatorium, meskipun sama-sama
berbentuk kubah, kubah pada planetarium tidak dapat di buka tutup. Inilah yang
membedakan suatu planetarium dari observatorium. Akan tetapi, ada pula suatu
planetarium yang juga merupakan observatorium.
2.2.2 Sejarah Awal Planetarium
Sejarah dibuatnya sebuah Planetarium dimulai sejak abat ke 17, yakni seorang
bangsawan bernama Frederick III of Holstein-Gottorp memesan sebuah “Globe Khusus”
kepada Adam Olearius dan disempurnakan oleh Andreas Bösch. Kurang lebih 10 tahun
Bab II-Tinjauan Pustaka 13
_________________________________________________________________________________________________________________ Seminar Prodi Teknik Arsitektur Universitas Katolik Darma Cendika
Gambar 2.1. Globe of Gottorf
Globe ini merupakan cikal bakal Planetarium pertama didunia, dimana bagian
utama dari Globe atau Planetarium ini adalah bulatan cengkung terbuat dari tembaga
dengan diameter sekitar 3,1 Meter yang ditaruh diatas. Ilustrasi mengenai rasi bintang
terlukis di permukaan bulatan tersebut. Untuk bintangnya, digunakan bulatan kecil dan
tembaga yang dilapisi emas. Cahaya dari lampu minyak yang ditaruh di tengah akan
membuat bintang bintang bersinar.
Kabarnya Planetarium pertama ini sekarang berada di Museum Kunstkammer
St.Petersburg Rusia, akan tetapi yang dipamerkan ini merupakan Replika dari Globe of
Gottorf yang asli, hal ini disebabkan planetarium tersebut hangus terbakar pada tahun
1717 dikarenakan perang Great Northern. Lalu Ratu Elizabeth dari Rusia membuat
replikanya, sempat replika Globe of Gottorf tersebut di sita oleh Jerman dan disimpan di
Dutch Admiralty hingga berakhirnya perang Dunia II, yakni pada tahun 1947 planetarium
tersebut di kembalikan ke Rusia.
Sedangkan di abad ke-18, yakni di tahun 1744, telah dibuat Planetarium Mekanika bernama Eise Eisinga’s Planetarium di kota Franeker Friesland Belanda oleh seorang Astronom Amatir asal Belanda bernama Eise Jeltes Eisinga. Planetarium yang sering disebut dengan sebutan “orrey” ini dibangun dari tahun 1774 sampai tahun 1781 dan mendapatkan pengakuan dan pujian dari Raja William I dan Pangeran Frederik dari
kerajaan Belanda, hingga akhirnya pada tahun 1818 Planetarium atau orrey tersebut
Bab II-Tinjauan Pustaka 14
_________________________________________________________________________________________________________________ Seminar Prodi Teknik Arsitektur Universitas Katolik Darma Cendika
Gambar 2.2. Eise Eisinga's Planetarium
Sementara di abad ke-19, yakni ditahun 1912, seorang Geografiwan bernama
Wallace Walter Atwood membuat Globe dengan melubangi Globe-nya dengan 692
lubang, hal ini beliau lakukan untuk membuat simulasi bintang-bintang berdasarkan
magnitudo kecil sedangkan untuk mensimulasikan matahari didalam globe ini dipasang sebuah bola lampu bergerak. Globe ini diberinama dengan sebutan “Atwood Globe”. Sekarang Atwood Globe ini dipamerkan di Planetarium Chicago, USA.
Gambar 2.3. Adler Planetarium Chicago
Dari ketiga Globe diatas merupakan cikal bakal sebuah Planetarium sebagai alat
peraga mekanik untuk memperlihatkan pergerakan benda-benda langit seperti bintang,
planet, Bulan, dan matahari. Hingga pada awal abad ke-20, Planetarium mulai
berintergrasi dari jenis Mekanik menjadi Jenis Modern yakni dengan menggunakan
teknologi Proyektor.
Dizaman Planetarium mengunakan Proyektor bermula dari ide pertama pembuatan
Proyektor Planetarium. Diajukan oleh Pendiri Museum Deutsches bernama Oskar von Mi
ller pada tahun 1913 dan Proyektor planetarium yang pertama dibuat pada tahun 1919
berdasarkan ide Walther Bauersfeld dari Carl Zeiss Company. Pada bulan Agustus 1923,
Bab II-Tinjauan Pustaka 15
_________________________________________________________________________________________________________________ Seminar Prodi Teknik Arsitektur Universitas Katolik Darma Cendika
Bauersfeld untuk pertama kali mengadakan pertunjukan di depan publik dengan
proyektor tersebut di Museum Deutsches, München Jerman, 21 Oktober 1923.
Deutsches Museum menjadi planetarium pertama di dunia setelah proyektor
dipasang secara permanen pada bulan Mei 1925. Di awal Perang Dunia II, proyektor
dibongkar dan disembunyikan. Setelah Deutsches Museum yang hancur akibat Perang
Dunia II dibangun kembali, proyektor Model I kembali dipasang pada 7 Mei 1951.
Sementara tiga tahun kemudian mulai dibangung planetarium-planetarium serupa dengan
menggunakan proyektor di beberapa kota di eropa, seperti ditahun 1928 didirikan
Planetarium Roma di Itali, tahun 1929 didirikan juga Planetarium Moscow di Rusia dan 5
planetarium didirikan sepanjang tahun 1930 yakni di kota Planetarium Stockholm -
Swedia, Planetarium Milan - Itali, Planetarium Hamburg - Jerman, Planetarium Vienna -
Austria dan Planetarium Adler Chicago - USA. Hingga ditahun 1937, pendirian
Planetarium memasuki daratan Asia, dengan ditandai Pendirian Planetarium Kyoto dan
Planetarium Tokyo hingga akhir tahun 60-an, dimana ditahun 1969 Planetarium Jakarta
mulai beroperasi untuk pertamakalinya.
Hingga ditahun 1995, teknologi proyektor planetarium memasuki era Dijital
dimana aplikasi pertunjukannya berpindah yang dari berteknologi manual menjadi
teknologi komputerisasi. Hal ini di mulai oleh Planetarium London – Inggris yang
memodernisasi proyektornya secara digital untuk pertama kalinya. Sedangkan di tahun
1996 mulai bermunculan perusahaan pembuat proyektor untuk menemani proyektor yang
telah lama ada yakni Carl Zeiss Company, seperti Goto Virtuarium Company asal Jepang
yang mayoritas proyektor Planetariumnya menggunakan Proyektor Goto bahkan negara
lain juga ada yang menggunakan produk Goto, Sementara perusahaan SkyVision
Company asal Inggris, StarRider Company asal Amerika Serikat dan AstroVision
Company asal Cina juga mengalami proses pengembangan perusahaan proyektor dengan
memasyarakatkan jenis-jenis proyektornya dikalangan negaranya masing-masing maupun
negara lain.
2.2.3 Sejarah Obsevatorium dan Planetarium di Indonesia
Ilmu astronomi modern makin berkembang setelah pada tahun 1928, atas
kebaikan Karel Albert Rudolf Bosscha, seorang pengusaha perkebunan teh di daerah
Malabar, dipasang beberapa teleskop besar di Lembang, Jawa Barat, yang menjadi cikal
Bab II-Tinjauan Pustaka 16
_________________________________________________________________________________________________________________ Seminar Prodi Teknik Arsitektur Universitas Katolik Darma Cendika
Gambar 2.4. Obsevatorium Bosscha Gambar 2.5. Teleskop di Bosscha
Penelitian astronomi dilakukan pada masa kolonial dan diarahkan pada
pengamatan bintang ganda visual dan survey langit dibelahan selatan ekuator bumi
karena pada masa tersebut belum banyak observatorium untuk pengamatan di daerah
selatan ekuator bumi, setelah Indonesia memperoleh kemerdekaan, bukan berarti
penelitian astronomi terhenti karena penelitian astronomi mulai dilakukan dan mulai
adanya rintisan astronom pribumi.
Pendidikan astronomi di Indonesia sendiri telah mulai sejak tahun 1947 dengan
dibentuknya jurusan astronomi dibawah Fakultas Ilmu Pasti dan Alam ITB. Sedangkan
lembaga yang terlibat dalam perkembangan astronomi di Indonesia adalah Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).
Gambar 2.6. Gedung LAPAN Jakarta
Selain itu terdapat juga wadah bagi penggemar astronomi yaitu organisasi
Himpunan Astronomi Amatir Jakarta dan juga Planetarium Jakarta yang berada di Taman
Ismail Marzuki (TIM). Perkembangan astronomi di Indonesia mengalami pertumbuhan
yang cukup pesat dan mendapat pengakuan di tingkat internasional seiring dengan
semakin banyaknya pakar astronomi dari Indonesia yang terlibat dalam kegiatan
Bab II-Tinjauan Pustaka 17
_________________________________________________________________________________________________________________ Seminar Prodi Teknik Arsitektur Universitas Katolik Darma Cendika
2.2.4 Fungsi Planetarium
Menurut Arsitek Widya Sawitar fungsi planetarium yaitu :
a. Planetarium adalah laboratorium dengan cara edutaiment (bukan sekedar
bioskop), sehingga ada follow up-nya. Misalnya, sepulang dari planetarium
pengunjung bisa lebih peduli terhadap polusi cahaya.
b. Planetarium menjadi pusat kegiatan astronom amatir. Setelah sebelumnya
dikenalkan dengan astronomi, disini pengunjung bisa benar-benar terbina untuk
hal-hal yang berhubungan dengan astronomi.
Khusus di Bosscha (ITB), planetarium harus bisa mendukung pendidikan tinggi di
program studi astronomi.
Dewasa ini, Planetarium mulai berpindah menjadi omniplanetarium, yaitu
planetarium yang bisa digunakan untuk selain fungsi planetarium pada umumnya, seperti
: seminar, fashion show, conference, theatre, maupun konser musik.
2.2.5 Kriteria Perancangan Planetarium
Berikut ini ada beberapa kriteria untuk perancangan dan pembangunan planetarium
menurut arsitek Widya Sawitar (https://rezaprimawanhudrita.wordpress.com) :
a. Lahan
Tidak ada syarat khusus. Planetarium bisa dirancang dan dibangun di lahan datar
ataupun lahan berkontur, di pantai maupun di gunung tidak seperti obsevatorium
yang membutuhkan lokasi tertentu untuk peneropongan ke langit.
b. Akustik
Tidak boleh bergaung (di redam dengan dinding "sirip", karpet, atau material kedap
suara lainnya).
c. Thermal
Suhu dalam ruangan harus konstan, selain itu suhu alat juga harus terjaga (bila alat
menjadi panas, harus dapat secara otomatis menjadi dingin sekitar 20-25 C).
d. Pencahayaan
Saat pertunjukan teater maka percahayaan harus gelap agar optimalisasi cahaya
dari proyektor bintang. Cahaya hanya dibutuhkan di jalur sirkulasi.
e. Proyektor
Proyektor harus memiliki tingkat fokus yang tinggi agar proyeksi bintang tidak
berbayang/bias ataupun berpantulan. Jika omniplanetarium maka proyektor harus
Bab II-Tinjauan Pustaka 18
_________________________________________________________________________________________________________________ Seminar Prodi Teknik Arsitektur Universitas Katolik Darma Cendika
f. Sistem Proyektor
Sistem konvensional ( 1 bintang 1 proyektor ) untuk melihat bintang apa adanya,
lebih pekat.
Sistem digital untuk bisa menayangkan film apa saja (tidak hanya astronomi),
namun pencitraan bintang lebih pudar.
g. Ruang
Ruangan memiliki panggung (stage) di bagian depan untuk omniplanetarium, area
kursi bisa bertingkat atau datar, dan ruang kontrol sekaligus ruang penceramah ada
di bagian belakang kursi.
h. Terdapat Ruang Transisi
Ada ruang transisi secara termal dan pencahayaan untuk adaptasi tubuh dan mata.
Di ruang transisi ini di upayakan terdapat toilet, agar mata pengunjung tidak terlalu
mengalami kondisi ekstrim terang-gelap. Selain itu, ruang transisi pun berguna
untuk persiapan materi tayangan planetarium. (pengunjung dikenalkan istilah
astronomi sebelum menonton pertunjukan planetarium)
i. Aktivitas planetarium menghasilkan flow massa (tergantung kapasitas
planetarium). Misalkan terdapat 200-300 pengunjung yang masuk keluar
bersamaan. Jadi harus ada pemisah akses pengunjung dan pengelola, serta ruangan
pengunjung dan pengelola.
j. Pendukung kegiatan astronomi
Diupayakan di planetarium terdapat benda-benda 'wajib' astronomi, seperti :
miniatur tata surya dan teleskop optik.
k. Pengorganisasian ruang di planetarium
Integrasi antara fasilitas utama dengan fasilitas pendukung harus baik. Misal :
ruang teknisi berdekatan dengan mesin, pantri, toilet, dll. Begitu juga dengan ruang
workshop/bengkel, ruang kurator, mushola, kantin, toko cinderamata, dan lain
sebagainya.
l. Fasilitas maintenance seperti : proyektor, kursi, soundsystem, film, dan software.
2.3 Pendekatan Perancangan
Pendekatan perancangan yang akan dilakukan adalah melalui pendekatan struktur.
Planetarium yang memiliki syarat harus memiliki kerangka langit-langit berbentuk bola
agar dapat memproyeksikan gambar dengan tepat, maka sistem struktur harus
Bab II-Tinjauan Pustaka 19
_________________________________________________________________________________________________________________ Seminar Prodi Teknik Arsitektur Universitas Katolik Darma Cendika
menggunakan sistem space frame, Seperti contoh struktur bola pada Gereja Bethany
Nginden Surabaya.
20
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif
yang menurut I Made Winartha (2006) yaitu :
"Metode analisis deskriptif kualitatif yaitu menganalisis, menggambarkan,
dan meringkas berbagai kondisi, situasi dari berbagai data yang
dikumpulkan berupa hasil wawancara atau pengamatan mengenai masalah
yang diteliti yang terjadi di lapangan".
Deskriptif kualitatif merupakan metode yang digunakan untuk menganalisa,
mengambarkan dan meringkas situasi yang ada dilapangan secara aktual dan terpenrinci,
mengidentifikasi masalah, membuat evaluasi kemudian menentukan apa solusi yang bisa
dilakukan.
Masalah yang ada di Planetarium Akademi Angkatan Laut adalah letak
planetarium yang kurang strategis, keterbatasan teknologi untuk meningkatkan variatif
dan inovatif serta keterbatasan lahan. Sehingga dibutuhkan Planetarium yang memiliki
lokasi yang strategis yaitu terdapat jalur kendaraan umum sehingga pencapaian mudah
dan berada didaerah pendidikan yang mudah dikunjungi masyarakat. Selain itu fungsi
yang lebih variatif dan inovatif seperti berbagai macam pertunjukan teater seperti :
galaksi-galaksi, nebula, proses bigbang, planet-planet serta benda-benda langit lainnya
yang dapat mengedukasi dan mengentertain pengunjung sehingga pengetahuan tentang
ilmu astronomi semakin meningkat serta antusiasme masyarakat juga semakin tinggi.
3.2. Tahapan Penelitian
Dalam penyusunan seminar diperlukan langkah-langkah yang sistematis agar
pelaksanaan seminar dapat berjalan dengan lancar. Setiap tahapan dari seminar memiliki
hubungan yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya, dimana setiap tahap yang
sudah dilaksanakan akan menentukan hasil pada tahap selanjutnya. Berikut ini beberapa
tahapan dalam pelaksanaan seminar yang ditampilkan dalam bentuk diagram alir pada
Bab III-Metode Penelitian 21
_________________________________________________________________________________________________________________ Seminar Prodi Teknik Arsitektur Universitas Katolik Darma Cendika
Gambar 3.1. Bagan alur proses pengerjaan seminar
3.1.1. Observasi Lapangan
Pada tahap ini peneliti melakukan peninjauan langsung ke Planetarium Akademi
Angkatan Laut. Peninjauan meliputi pengamatan terhadap aktivitas pelaku baik itu
pengunjung maupun pengelola, kebutuhan ruang-ruang umum dan penunjang, luasan
ruang dilihat dari isi ruang, dan organisasi ruangnya berdasarkan kedekatan aktivitas.
Observasi disertai wawancara singkat dengan Kepala Museum Akademi Angkatan Laut
Observasi Lapangan
Identifikasi Masalah
Penentuan Tujuan Penelitian
Merancang Planetarium dan Museum Astronomi yang bersifat edukatif dan entertaiment
Studi Pustaka
- Pengertian Astronomi - Astronomi tradisional - Pengertian Planetarium - Sejarah Planetarium - Planetarium di Indonesia - Fungsi dan Kriteria Planetarium
Pengumpulan Data
- Library Research
- Field Research
Analisa Data
Metode analisa data dengan cara induktif
Hasil Analisa Data
Bab III-Metode Penelitian 22
_________________________________________________________________________________________________________________ Seminar Prodi Teknik Arsitektur Universitas Katolik Darma Cendika
(KH) Bambang Suroto tentang planetarium. Hasil observasi yang diperoleh digunakan
untuk mengidentifikasi masalah yang ada untuk kemudian dibuat langkah penyelesaian.
3.1.2. Identifikasi Masalah
Peneliti mencoba mengidentifikasi permasalahan apa yang terjadi didalam objek
penelitian yaitu planetarium. Proses pengidentifikasian masalah ini dilakukan dengan
melakukan pengamatan secara langsung di planetarium tentang masalah apa yang
sekiranya sedang terjadi. Masalah yang terdapat di Planetarium Akademi Angkatan Laut
Surabaya berkaitan dengan kurang diketahuinya oleh masyarakat. Setelah menemukan
masalah, peneliti mencari metode dan teori yang akan digunakan untuk memecahkan
permasalahan yang telah diidentifikasi. Adapun masalah yang ditemukan adalah
lokasinya yang terletak lebih privat yaitu di Bumimoro kawasan TNI-AL yang tidak
memperkenankan masyarakat sembarangan masuk. Sehingga masyarakat kurang
mengetahui adanya planetarium di Kota Maritim ini.
3.1.3. Studi Pustaka
Selama masa pelaksanaan penelitian dan penyusunan seminar, peneliti mempelajari
teori-teori yang berkaitan dengan perancangan planetarium melalui berbagai macam
referensi dan media, serta mempelajari teori-teori yang pernah diperoleh selama masa
perkuliahan. Selain itu dilakukan penggalian-penggalian terhadap penelitian yang telah
ada sebelumnya, baik dari tugas akhir maupun jurnal penelitian, yang digunakan sebagai
dasar dan bertujuan agar peneliti memiliki gambaran yang berkaitan dengan perancangan
planetarium dan museum astronomi
.
3.1.4. Penetapan Tujuan Penelitian
Penetapan tujuan penelitian merupakan hal yang sangat penting dimana hal ini
dilakukan agar penyusunan seminar ini memiliki fokus dan arah yang jelas. tujuan
penelitian dibuat berdasarkan permasalahan yang sudah teridentifikasi sebelumnya.
Adapun tujuan penelitian ini adalah merancang planetarium dan museum astronomi yang
bersifat edukatif dan entertaiment.
3.1.5. Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dilakukan dengan beberapa
Bab III-Metode Penelitian 23
_________________________________________________________________________________________________________________ Seminar Prodi Teknik Arsitektur Universitas Katolik Darma Cendika
1. Library Research (penelitian kepustakaan)
Yaitu pengumpulan data-data dari literatur, sumber-sumber lain yang berhubungan
dengan masalah, membaca, mempelajari buku-buku untuk memperoleh data-data
yang berkaitan.
2. Field Research (penelitian lapangan)
Yaitu penulis melakukan pengamatan secara langsung ke lembaga yang bisa menjadi
studi banding bagi desain yaitu Planetarium Akademi Angkatan Laut Surabaya.
Adapun cara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :
a. Observasi (pengamatan)
Penulis mengamati langsung Planetarium Akademi Angkatan Laut Surabaya untuk
mengetahui desain planetarium, kegiatan-kegiatan yang ada, ruang-ruang yang
dibutuhkan, alur pengunjung/pengelola, besaran ruang dan masalah-masalah yang
timbul dari desain yang nantinya dapat menjadi reference dalam perancangan
desain Planetarium dan Museum Astronomi.
b. Interview (wawancara)
Penulis melakukan wawancara mengenai kegiatan yang terjadi di Planetarium
Akademi Angkatan Laut Surabaya dan masalah-masalah pada alur kegiatan yang
nantinya berguna untuk membuat organisasi ruang yang efektif dan efisien.
c. Dokumentasi (mengumpulkan data)
Yaitu mengumpulkan data-data yang diperoleh di Planetarium Akademi Angkatan
Laut Surabaya.
3.1.6. Sumber Data
Menurut Suharsmi Arikunto (2006) mengemukakan bahwa :
"Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat
diperoleh".
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder, di
mana data yang diperoleh penulis merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung.
1. Data Primer
Merupakan data yang diperoleh secara langsung dari objek yang diteliti baik dari
pribadi (responden) maupun dari suatu perusahaan yang mengolah data untuk
keperluan penelitian, seperti pihak-pihak yang berhubungan dalam penelitian yang
Bab III-Metode Penelitian 24
_________________________________________________________________________________________________________________ Seminar Prodi Teknik Arsitektur Universitas Katolik Darma Cendika
2. Data Sekunder
Merupakan data yang berfungsi sebagai pelengkap data primer. Data sekunder
diperoleh dengan cara membaca, mempelajari, dan memahami melalui media lain
yang bersumber pada literatur dan buku-buku perpustakaan atau data-data dari
lembaga yang berkaitan dengan masalah yang diteliti sehingga bisa menjadi studi
banding bagi desain seperti Planetarium Akademi Angkatan Laut Surabaya.
3.1.7. Analisa Data
Analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang telah
diperoleh dari hasil observasi lapangan, studi literatur dan dokumentasi dengan cara
mengorganisasi data kedalam kategori menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan
sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang lebih penting dan yang akan
dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun
orang lain.
Analisa data yang digunakan menggunakan metode induktif dikarenakan metode
penelitian memakai metode deskriptif kualitatif. Metode Induksi adalah penarikan
kesimpulan secara umum dari data-data yang lebih khusus. Kemudian data yang diambil
akan dibagi menjadi beberapa bagian, sub-sub pembahasan seperti latar belakang,
rumusan masalah, kajian pustaka, dan praktek yang sesuai dengan proyek. Proses Analisa
tentang masalah lokasi planetarium yang kurang diketahui masyarakat kemudian
ditemukan penyelesaiannya berdasarkan teori-teori sehingga dapat diperoleh hasil
25
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
4.1. Studi Banding
4.1.1. Pembahasan Umum
Tabel 4.1 : Studi Banding
No Nama Gambar Lokasi
1 Museum TNI-AL Loka Jala Crana
Gambar 4.1 : Museum TNI-AL Loka Jala Crana Surabaya Sumber : Dokumen Pribadi
Gambar 4.2 : Lokasi Museum di Surabaya Sumber : Google earth
2 Planetarium Akademi Angkatan Laut Surabaya
Gambar 4.3 : Planetarium Akademi
Bab IV-Hasil Pengamatan 26
_________________________________________________________________________________________________________________
Seminar Prodi Teknik Arsitektur Universitas Katolik Darma Cendika 4.1.2. Aktivitas dan Kebutuhan Ruang
1. Museum Loka Jala Crana
a. Berkunjung (Hall Utama dan Ruang Koleksi)
Pada Hall Utama Museum Loka Jala Crana berfungsi sebagai penerima
pengunjung. Pada tempat ini Kepala Museum memberi sambutan kepada para
pengunjung. Hall Utama ini memuat sekitar 50 orang dengan luas area 100 m2.
Gambar 4.5 : Hall Utama Museum
Sumber : Dokumen Pribadi
b. Perijinan Surat (Kantor Tata Usaha)
Pada tempat ini pengunjung mengurus administrasi untuk dapat
mengunjungi museum. Kepentingan surat perizinan dan jadwal kunjungan dapat
dilakukan disini. Kantor Tata Usaha berisi petugas penerima tamu dan dua kursi
pengunjung. Kantor Tata Usaha berdimensi 15 m2.
Gambar 4.4 : Lokasi Planetarium di Surabaya
Bab IV-Hasil Pengamatan 27
_________________________________________________________________________________________________________________
Seminar Prodi Teknik Arsitektur Universitas Katolik Darma Cendika
c. Kantor Kepala Museum
Kantor ini adalah tempat Kepala Museum Loka Jala Crana. Kantor ini
berisi satu kursi dan meja untuk Kepala museum dan dua kursi untuk pengunjung
serta lemari berkas-berkas. Kantor Kepala Museum berdimensi 12 m2.
d. Makan (Pantry)
Pantry adalah tempat petugas membuat beberapa keperluan untuk sajian
seperti minuman dan sejenisnya. Pantry memiliki dimensi 12 m2.
e. Toilet
Toilet ini bisa digunakan untuk pengunjung dan petugas. Letaknya dekat
dengan Hall Utama dan Kantor Tata Usaha. Dimensi toilet 16 m2.
2. Planetarium Akademi Angkatan Laut
a. Duduk,Menunggu (Ruang Tunggu)
Pada tempat ini pengunjung menunggu giliran masuk ke ruang theater.
Selama menunggu pengunjung juga dapat belajar tentang ilmu astronomi dari
beberapa foto dan gambar yang ada di sekitar ruang tunggu. ruang tunggu ini
dapat menampung 20 orang dan berdimensi 40 m2.
Gambar 4.6 : Ruang Tunggu
Sumber : Dokumen Pribadi
b. Melihat-lihat (Ruang Koleksi)
Pada ruang ini pengunjung dapat melihat koleksi piala dan penghargaan
dari Planetarium Akademi Angkatan Laut Surabaya. Ruangan ini menampung 20
Bab IV-Hasil Pengamatan 28
_________________________________________________________________________________________________________________
Seminar Prodi Teknik Arsitektur Universitas Katolik Darma Cendika
Gambar 4.7 : Ruang Koleksi
Sumber : Data Pribadi
c. Menonton Pertunjukan (Ruang Theater)
Pada Ruang Theater para penunjung dapat menyaksikan pertunjukan
astronomi. Melalui proyektor yang menggambarkan letak rasi bintang. Tempat
ini dapat menampung 30 orang dengan dimensi 64 m2.
Gambar 4.8 : Ruang Theater
Bab IV-Hasil Pengamatan 29
_________________________________________________________________________________________________________________
Seminar Prodi Teknik Arsitektur Universitas Katolik Darma Cendika 4.1.3. Organisasi Ruang
AL
Gambar 4.9 : Organisasi Ruang Museum AL dan Planetarium AAL
4.1.4. Konsep Rancangan
Tabel 4.2. Konsep Rancangan Museum AL & Planetarium AAL
No Nama Gambar Konsep
1 Museum TNI-AL Loka Jala Crana
Gambar 4.10 : Patung Personil dan Senjata Antileri
Sumber : Dokumen Pribadi
1) Museum Loka Jala Crana memiliki konsep bangunan tropis dengan atap pelana dari material genteng dan dinding batu bata. 2) Struktur bangunan masih menggunakan beton bertulang. Hal ini dikarenakan bangunan merupakan bangunan lama.
3) Pemberian warna bangunan biru tua memberi kesan yang kuat tentang seragam TNI AL.
Bab IV-Hasil Pengamatan 30
_________________________________________________________________________________________________________________
Seminar Prodi Teknik Arsitektur Universitas Katolik Darma Cendika Gambar 4.11 : Pesawat Perang
Sumber : Dokumen Pribadi
bekas alat perang maupun kendaraan perang seperti : pesawat, tank, antileri dan patung personil. 5) Fasilitas berupa pantry, toilet, dan lapangan upacara yang digunakan untuk acara-acara khusus.
2 Planetarium Akademi Angkatan Laut Surabaya
Gambar 4.12 : Bangunan Planetarium
Gambar 4.13 : Alat Proyektor ZKP1 Sumber : Google Images
1) Bangunan Planetarium Akademi Angkatan Laut dari ekterior berupa bangunan dengan konsep tropis dengan atap perisai dari material genteng.
2) Sekalipun bangunan ekterior dengan konsep tropis tetapi interior tetap menggunakan bentuk DOME dengan tinggi 7m dan dapat menampung 40 kursi. Hal ini dikarenakan kebutuhan ruang teather dalam pertunjukannya membutuhkan atap yang berbentuk bola sebagai layar dari proyektor. 3) Struktur DOME dari beton bertulang dan dinding batu bata. Hanya terdapat satu pintu dan tidak ada jendela dikarenakan pencahayaan dan penghawaan tertutup.
4) Pada luar dinding DOME planetarium terdapat gambar rasi bintang agar pengunjung dapat mempelajari rasi bintang sebelum memasuki ruang teather planetarium.
Bab IV-Hasil Pengamatan 31
_________________________________________________________________________________________________________________
Seminar Prodi Teknik Arsitektur Universitas Katolik Darma Cendika 4.2. Studi Literatur
4.2.1. Pembahasan Umum
Gambar 4.14 : Adler Planetarium
Sumber : http://holeinthedonut.com/2009/08/19/chicago-museum-campus-grant-park/
Keterangan :
Lokasi : 1300 S. Lake Shore Drive, Chicago, Illinois,United States
Dibangun: 1930
Architectural style : Art Deco
Tingkat : 3 lantai
Arsitek : Ernest A. Grunsfeld
Gambar 4.15 : Denah Adler
Bab IV-Hasil Pengamatan 32
_________________________________________________________________________________________________________________
Seminar Prodi Teknik Arsitektur Universitas Katolik Darma Cendika 4.2.2. Aktivitas dan Kebutuhan Ruang
(a) Berkunjung dan melihat-lihat
Terdapat beberapa ruang yang dapat dikunjungi yaitu :
- Rainbow Lobby
adalah tempat pertama yang ditemui pengunjung saat masuk dari main
entrance.
Gambar 4.16 : Rainbow Lobby
Sumber : http://holeinthedonut.com/2009/08/19/chicago-museum-campus-grant-park/
- Welcome Gallery
adalah ruang yang menampilkan tayangan tentang luar angkasa dan
membuat seolah-olah pengunjung berada di luar angkasa.
Gambar 4.17 : Welcome Gallery
Sumber : http://www.roszak.com/adler/h3cq30yq14hq51adjagm4q7gf5u3ke
- Gemini XII
adalah ruang yang menampilkan peralatan yang digunakan astronout
Bab IV-Hasil Pengamatan 33
_________________________________________________________________________________________________________________
Seminar Prodi Teknik Arsitektur Universitas Katolik Darma Cendika
Gambar 4.18 : Gemini XII
Sumber :
http://www.cityprofile.com/illinois/photos/5222-chicago-adler_planetarium_6.html
.
Gambar 4.19 : Space Capsule
Sumber : http://holeinthedonut.com/2009/08/19/chicago-museum-campus-grant-park/
- Shoot for the Moon
adalah ruang tempat menampilkan proses perjalanan astronout ke Bulan.
Gambar 4.20 : Shoot for the Moon
Bab IV-Hasil Pengamatan 34
_________________________________________________________________________________________________________________
Seminar Prodi Teknik Arsitektur Universitas Katolik Darma Cendika
- Our Solar System
adalah ruangan yang menampilkan miniatur tentang sistem tata surya
kita. Miniatur-miniatur planet digantung di langit-langit agar posisi
seperti aslinya.
Gambar 4.21 : Our Solar System
Sumber : http://holeinthedonut.com/2009/08/19/chicago-museum-campus-grant-park/
- Planet Explorers
adalah permainan anak-anak yang seakan-akan pengunjung menjelajah
planet. Ruang ini memberikan gambaran pengalaman astronout saat
menjelajah planet.
Gambar 4.22 Planet Explorers
Sumber : http://www.adlerplanetarium.org/exhibits/planet-explorers
- Space Visualization Laboratory
adalah ruang tempat scientists bekerja. Ruangan dikelilingi kaca supaya
Bab IV-Hasil Pengamatan 35
_________________________________________________________________________________________________________________
Seminar Prodi Teknik Arsitektur Universitas Katolik Darma Cendika
Gambar 4.23 : Space Visualization Laboratory Sumber : http://www.adlerplanetarium.org/svl/
- Astronomy in Culture
Ruang yang didesain simpel dan tidak banyak perabot karena koleksi
hanya berupa dokumentasi-dokumentasi tentang astronomi.
Gambar 2.24 : Astronomy in Culture
Sumber : http://www.adlerplanetarium.org/exhibits/astronomy-and-culture
- Telescopes
adalah ruang yang menampilkan beberapa koleksi teleskop dari tahun
1600an, teleskop ukuran sesuai aslinya yaitu Giant Stone Monolith
hingga yang modern.
Gambar 4.25 : Ancient Telescopes
Bab IV-Hasil Pengamatan 36
_________________________________________________________________________________________________________________
Seminar Prodi Teknik Arsitektur Universitas Katolik Darma Cendika
Gambar 4.26 : The Giant Stone Monolith
Sumber : http://www.adlerplanetarium.org/exhibits/telescopes-through-the-looking-glass
(b) Belajar
Terdapat kelas-kelas untuk belajar pada mid level bangunan ini dan ruang
audio visual yaitu cyberspaceclassroom. Selain itu juga terdapat
ruang-ruang untuk belajar secara visual langsung seperti : The Universe.
- Classroom
Tersedia ruang-ruang kelas untuk belajar ilmu astronomi.
Gambar 4.27 : Classroom
Sumber : http://www.adlerplanetarium.org/educator-resources/
- Cyberspace Classroom
Ruang ini berisi pembelajaran audio visual mengenai astronomi.
Gambar 4.28 : Cyberspace Classroom