1 SITI ROHIMAH
Departemen Keperawatan Medikal Bedah Prodi D.III Keperawatan STIKes BTH Tasikmalaya
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Tekanan Tinggi Intrakranial merupakan kegawatdaruratan neurologi yang utama dengan angka ejadian tiap tahun meningkat. Dan apabila keadaan ini tidak segera ditangani akan menyebabkan kematian. Kematian pada kasus Tekanan Tinggi Intrakranial prosesnya sangat cepat sehingga emerlukan tindakan gawat darurat, pengobatan yang tepat serta perawatan yang intensif. Penelitian ini dimotivasi oleh semakin bertambahnya jumlah kasus penyakit-penyakIT yang dapat meningkatkan tekanan tinggi intra kranial. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui Perbandingan posisi tidur head up 150 dengan posisi tidur head up 300 terhadap tekanan darah, nadi dan respirasi pada pasien dengan tekanan tinggi intrakranial. Metode yang digunakan adalah penelitian quasi eksperimental dengan rancangan pretest dan posttest two group dengan jumlah sampel 22 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik concecutive sampling first in first out. Pengolahan data langkah awal mengunakan uji normalitas data Saphiro Wilk kemudian dengan uji t, sedangkan data yang tidak berpasanagan menggunakan uji t tidak berpasangan atau uji Mann-Whitney dan Wilcoxon. untuk melihat perbandingan posisi head up 150 dan 300. Hasil analisis dengan uji t berpasangan didapatkan adanya perbedaan bermakna antara tekanan darah dan nadi sebelum dan sesudah diberikan posisi head up 150 dan 300 dengan nilai p=0,001. Tetapi pada variabel respirasi ditemukan hasil yang menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan respirasi sebelum dan sesudah diberikan posisi head up 150 dengan nilai p=0,019 dan posisi head up 300 dengan nilai p=0,401. Hasil analisis perbedaan antara kelompok didapatkan perbedaan bermakna antara tekanan darah antara kelompok pasien dengan posisi head up 150 dan kelompok penderita dengan posisi head up 300. Sedangkan pada variabel nadi dan respirasi, tidak terdapat perbedaan bermakna antara nadi respirasi pada kelompok pasien dengan posisi head up 150 dan kelompok pasien dengan posisi head up 300. Disimpulkan bahwa pada psien dengan peningkatan tekanan tinggi intrakranial sebaiknya diatur posisi tidur head up 150 .
COMPARISON OF HEAD POSITION UP TO 150 TO 300 BLOOD PRESSURE, PULSE AND RESPIRATION INCREASED INTRACRANIAL
PRESSURE INATIENTS IN THE NEUROSURGICAL RSUD TASIKMALAYA
Mrs. Siti Rohimah
Medical Surgical Departement of STIKes BTH Tasikmalaya, East West Java, Indonesia
e-mail: [email protected]
ABSTRACT
Increased Intracranial Pressure (IICP) is the most important neurologic emergency which the ncidence rates increased every year and mortality wouldincrease if this condition was not treated immediately. Process of death because of IICP was very fast, emergency and appropriate treatment was needed and also intensive nursing care. This study was motivated by increasing diseases which caused increased intracranial pressure. The aims of this study was identifying the comparison between head up 15° position and head up 30° position to blood pressure, pulse and respiration patients with IICP. The method of this study was quasy experimental with pretest and posttest two group design. Using concecutive sampling first in first out was found 22 samples. Normality test were analized by Saphiro Wilk and Mann-Whitney test for unpaired t test and to compare the head up position used Wicoxon test. The result found that was significant different blood pressure and pulse before and after head up 15° and head up 30° position ( p value = 0.001 ). There was no significant different respiration before and after head up 15° position ( p value = 0.019) and before and after head up 30° position (p value = 0.401). Blood pressure was different significant between head up 15° and head up 30° position. Pulse and respiration were not different significant between head up 15° and head up 30° position. The conclusion of this research that IICP patients should be better in head up 15° position.
PENDAHULUAN
Otak berada di dalam rongga tengkorak, yang dilindungi oleh selaput
pelindung yang disebut meningen yang terdiri dari duramater, subarahcnoid dan
piamater. Struktur tulang tengkorak yang kaku pada orang dewasa dimana sutura
sudah menutup dan keras serta selaput otak yang tidak elastis mengurangi
kemungkinan pengembangan jaringan otak dalam keadaan tertentu. Dalam rongga
tengkorak terdapat jaringan parenkim otak, darah dan pembuluh darah serta cairan
serebrospinalis. Tekanan intrakranial merupakan jumlah total dari tekanan yang
mewakili volume jaringan otak, volume darah intrakranial dan cairan
serebrospinalis. Apabila volume dari salah satu faktor tadi meningkat dan tidak
dapat dikompensasi oleh kedua faktor yang lain, maka terjadilah tekanan tinggi
intrakranial (Iskandar Japardi, 2002).
Bila terjadi kenaikan yang relatif kecil dari volume otak, keadaan ini tidak
akan cepat menyebabkan tekanan tinggi intrakranial. Memindahkan Volume yang
meninggi ini dapat dikompensasi dengan cairan serebrospinalis dari rongga
tengkorak ke kanalis spinalis, dan disamping itu volume darah intrakranial akan
menurun oleh karena berkurangnya peregangan duramater. Hubungan antara
tekanan dan volume ini dikenal dengan complience. Jika otak, darah dan cairan
serebrospinalis volumenya terus menerus meninggi, maka mekanisme enyesuaian
ini akan gagal dan terjadilah tekanan tinggi intrakranial (Adams RD, 1989).
Kondisi pasien-pasien dengan tekanan intrakranial yang dirawat di
yang sangat cepat berubah dengan tanda dan gejala tekanan darah yang tiba-tiba
meningkat, adanya penurunan nadi dan perubahan respirasi. Peningkatan tekanan
darah, penurunan denyut jantung, dan laju pernafasan merupakan tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial (refleks Cushing) (Mooney & Comerford 2003).
Upaya-upaya untuk mengatasi perubahan tekanan intrakranial yaitu
mempertahankan tekanan perfusi serebral yang dihasilkan dari tekanan arteri
sistemik rata-rata dikurangi tekanan intrakranial, dengan rumus: Cerebral
Perfusion Pressure = Mean Arteri Pressure – Intracranial Pressure . Tekanan
perfusi serebral normal berada pada rentang 60-100 mmHg. Mean Arteri Pressure
(MAP) adalah rata-rata tekanan selama siklus kardiak. MAP = Tekanan Sistolik +
2X tekanan diastolik dibagi 3. Jika tekanan perfusi serebral diatas 100 mmHg,
maka potensial terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Jika kurang dari 60
mmHg, aliran darah ke otak tidak adekuat sehingga hipoksia dan kematian sel
otak dapat terjadi (Morton et.al, 2005). Pada pasien dengan auto regulasi yang
baik, peningkatan tekanan darah dalam batas tertentu tidak menimbulkan
perubahan ICP (Intrakranial Pressure) dan CBF (Cerebral Blood Flow).
Sedangkan penurunan tekanan darah menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah
otak, terjadi peningkatan volume darah otak dan akhirnya peningkatan ICP. Auto
regulasi dapat berperan pada rentang tekanan perfusi serebral 50-140 mmHg
(Crawford, 1997).
RSUD Tasikmalaya memiliki ruangan rawat inap yang merawat pasien
dengan gangguan sistem persyarafan khususnya bagian Neurologi jumlah kasus
kasus dengan head injury dan 374 kasus stroke perdarahan, kasus terbanyak
adalah cedera kepala 1095 kasus dengan rata-rata kasus tiap bulan sebanyak 17-20
kasus head injury berat, stroke sebanyak 493 kasus, Space Occupying Lession
(SOL) 82 kasus dan Meningitis 39 kasus (Medical Record RSUD Tasikmalaya,
2011). Pemberian posisi head up pada pasien –pasien dengan TTIK yang dirawat
di ruang rawat inap neurologi sudut kemiringannya tidak diukur dengan tepat,
hanya dikira-kira antara 150 dan 300 dan bahkan ada yang lebih dari sudut 300.
Dari data di atas menunjukkan bahwa kasus neurologi khususnya yang
menimbulkan tekanan tinggi intrakranial semakin tahun semakin banyak dan ini
merupakan tantangan untuk tim neurologi dalam hal penanganan yang harus cepat
dan tepat yang merupakan suatu kegawatdaruratan di bidang neurologi yang harus
segera ditanggulangi. Penatalaksanaan penurunan tekanan intrakranial, salah
satunya adalah mengatur posisi pasien dengan kepala head up (150– 300) untuk
meningkatkan venous drainage dari kepala dan kepala head up dapat
menyebabkan penurunan tekanan darah sistemik, mungkin dapat dikompromi oleh
tekanan perfusi serebral. Salah satu intervensi yang dipertimbangkan dapat
dilakukan oleh perawat adalah dengan menempatkan pasien pada posisi head up
antara 150 dan 300 bertujuan untuk menurunkan tekanan intrakranial, jika elevasi
lebih tinggi dari 30 maka tekanan perfusi otak akan turun. Posisi tidur head up
bertujuan untuk : menurunkan tekanan intrakranial pada kasus trauma kepala, lesi
otak, atau gangguan neurologi dan memfasilitasi venous drainage dari kepala.
Stabilisasi (posisi) dalam TIK sangatlah penting karena akan berpengaruh
besar yang dapat menimbulkan kematian pada kasus persyarafan. Pemberian
posisi pada TIK terlihat sangatlah mudah namun banyak yang perlu diperhatikan
jika akan melakukan tindakan tersebut : perawat harus memperhatikan adekuat
CPP serta CBF dipertahankan guna perfusi otak klien, perubahan posisi harus
dilihat apakah ada hambatan pada vena jugularis, kepala pasien tidak boleh
melakukan rotasi juga tidak dapat diubah sesegera mungkin.
Menurut penelitian Vinod K Grover , 2003 yang dilakukan pada 20 pasien
dengan diagnosa ventriculoperitonial (VP) yang dipilih secara acak dan
dijadwalkan operasi elektif Shunt VP dengan usia pasien 5-61 thn. Dalam
pelaksanaan operasi pasien diposisikan dengan berbagai posisi kepala diantaranya
rotasi kepala ke kanan, kepala rotasi ke kiri, posisi netral, posisi kepala dibawah
150 dan posisi head up 150. Didapatkan hasil peningkatan intrakranial secara
signifikan pada posisi kepala rotasi ke kanan sebesar (40,8 %; p < 0,01) rotasi
kepala ke kiri 22,2%; p < 0,001) , posisi kepala kepala 150 (6,7%; p< 0,005) dan
posisi kepala head up 150 sebesar 5,5%. Kesimpulan bahwa rotasi kepala ke
kanan, rotasi kepala ke kiri, posisi kepala head down akan meningkatkan
intrakranial secara signifikan. Salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan
intrakranial adalah posisi kepala. Posisi kepala memengaruhi tekanan intrakranial
dengan mengubah tekanan arteri rata-rata (MAP), drainase vena jugularis, dan
volume darah otak.
Studi dari Emery et al mengatakan bahwa rotasi kepala ke kanan akan
meningkatkan intrakranial yang signifikan. Menurut penelitian Mavrocordatos
mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial yang signifikan karena terjadi
obstruksi vena jugularis, jadi harus hati-hati dalam merubah posisi kepala. Posisi
kepala head down akan meningkatkan tekanan intrakranial karena efek
hidrostatik, pengurangan out flow vena jugularis, sehingga suplai darah ke otak
akan berkurang Menurut penelitian Emery et al tahun 2003, Durward et al dan
Fieldman et al menemukan bahwa posisi kepala head up 150 mengurangi
peningkatan intrakranial secara signifikan, perubahan ini disebabkan efek dari
tekanan sistem vena jugularis, ada penurunan detak jantung sebesar 0,76%
menjadi menjadi 5,6%. Dan secara statistik terjadi penurunan tekanan darah
secara signifikan sebesar ( p< 0.05). Menurut penelitian Van Bredore et al
mengatakan bahwa posisi head up 150 tekanan darah sistolik berkurang nyata (p<
0,05), menurut penelitian Duward dkk dan Lee dkk, menyatakan bahwa dengan
posisi kepala head up 150 sampai 300 ditemukan penurunan tekanan arteri yang
progresif, penurunan CVP (p< 0,05) penurunan berkisar 0,12 – 1,8 cm. Untuk
saturasi oksigen tidak ada perubahan diberbagai posisi kepala. Dari berbagai
jurnal posisi kepala untuk pasien dengan tekanan tinggi intrakranial diberikan
masih bervariasi antara posisi head up 150, 200 dan 300.
Di RSUD Tasikmalaya untuk pasien dengan tekanan tinggi intrakaranial
diberikan posisi head up 300. Berdasarkan beberapa literatur mengatakan tindakan
pengaturan posisi head up untuk penanganan pasien tekanan intrakranial masih
bervariatif dimulai dari 100, 150, 200, 300 dan ada yang menyatakan sampai 450,
tapi yang diterapkan di RSUD Tasikmalaya adalah posisi head up 300.
head up 150 dan 300 terhadap tekanan darah, nadi dan respirasi pada pasien
tekanan tinggi intrakranial.
Mengetahui perbandingan tekanan darah, nadi dan respirasi setelah
pengaturan posisi tidur head up 150 dan posisi tidur head up 300 pada pasien
tekanan tinggi intrakranial.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini eksperimen dengan rancangan penelitian pre dan post tes
yaitu mengidentifikasi perbedaan penurunan tekanan darah, nadi dan respirasi
yang menggunakan posisi tidur head up 150 dan 300 pada pasien kasus neurologi
yang mengalami Tekanan Tinggi Intrakranial.
Rancangan penelitian eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah rancangan eksperimen semu (quasi experimental Research). Tujuan
rancangan eksperimental semu adalah untuk memperoleh informasi yang
merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan ekperimen yang
sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol
dan/atau memanipulasikan semua variabel yang relevan. (Notoatmodjo, 2005).
Dengan rancangan pretes-postes dengan melakukan observasi (pengukuran yang
berulang-ulang) sebelum dan sesudah perlakuan. Bentuk rancangan ini adalah
sebagai berikut :
Pre Test Perlakukan Postest
Diukur: tekanan darah, nadi dan respirasi
Posisi tidur head up 150 dengan 300
Diukur: tekanan darah, nadi dan respirasi
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien dengan tekanan tinggi
intrakranial akibat cedera kepala berat yang dirawat di ruang rawat inap RSUD
Tasikmalaya, untuk kasus cedera kepala berat rata-rata perbulan 17-20 orang.
Sampel yang digunakan adalah 22 pasien dengan diagnosa tekanan tinggi
intrakranial yang terdiri dari 11 pasien dikelompokkan dengan perlakuan posisi
head up 150 dan 11 pasien dikelompokkan dengan perlakuan posisi head up 300
yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini dengan menggunakan teknik concecutive sampling first in firs out,
yaitu memilih subyek penelitian yang ada pada waktu pelaksanaan penelitian dan
sesuai dengan kriteria inklusi. Penderita yang didiagnosa medis TTIK diberi
nomor, nomor yang ganjil diberi perlakuan posisi kepala head up 150 dan nomor
genap diberi perlakuan posisi kepala head up 300 . Sampel dipilih 38 secara
sederhana, yaitu dengan menentukan subyek yang akan diambil sesuai dengan
kriteria inklusi yang telah ditetapkan.
Kriteria inklusi :
Kriteria inklusi penelitian ini adalah semua pasien yang dirawat di ruang
neurologi dengan diagnosa medis tekanan tinggi intrakranial
1) Usia antara 15 - 65 tahun
2) Pasien baru masuk ke ruang rawat R. V
4) Diagnosa medis dengan tekanan tinggi intrakranial (TD sistolik meningkat,
nadi lambat dan respirasi lambat dan tidak teratur)
5) Bersedia dan telah memberikan persetujuan untuk mengikuti penelitian
Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah
1) Pasien dengan riwayat penyakit jantung
2) Pasien dengan riwayat DM
3) Pasien gelisah
4) Pasien demam/ hipertermi
5) Fraktur Cervical
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini tentang Perbandingan Posisi Head Up 150 dengan 300 Terhadap
Tekanan Darah, Nadi dan Respirasi Pada Pasien Tekanan Tinggi Intrakranial di
Ruang Rawat Neurologi RSUD Tasikmalayayang telah dilakukan terhadap 22
pasien yang mengalami tekanan tinggi intrakranial, dibagi 2 kelompok yaitu 11
orang kelompok dengan perlakuan posisi head up 150 dan 11 orang lagi dengan
perlakuan posisi head up 300 . Semua subyek dilakukan pengukuran tekanan
darah, nadi dan respirasi pada pre (sebelum perlakuan) dan post perlakuan setelah
30 menit
Tabel 4.1. Perbandingan Tekanan Tekanan Darah sistolik, Nadi dan Respirasi Pre dan Post Perlakuan Pada Pasien Dengan Tekanan Tinggi Intrakranial di Ruang V RSUD Tasikmalaya 2012(n=22)
No. Variabel Pengamatan Nilai
Sebelum Setelah P
nadi dan respirasi antara pengamatan sebelum dan setelah diberikan posisi head
up 150 dan 300 menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna (p< 0,005),
tampak pada pengamatan setelah perlakuan terjadi penurunan tekanan darah
sistolik baik pada perlakuan posisi head up150 maupun posisi head up 300
sedangkan pada nadi dan respirasi terjadi peningkatan.
Tabel 4.2. Perbandingan Tekanan Darah sistolik, Nadi dan Respirasi antara dua Kelompok Posisi Head up 150 dan 300 di Ruang V RSUD Tasikmalaya 2012
No. Variabel Perlakuan Head Up Nilai
150 (n=11) 300 (n=11) P
Dari tabel 4.2. Menunjukkan perbandingan antara posisi head up 150
dengan 300 berbeda hanya pada nadi dan respirasi setelah perlakuan. Perbedaan
tampak untuk nadi posisi head up 150 nilai rata-rata nadi (63,2) lebih besar
dibandingkan dengan perlakuan posisi head up 300 sebesar (60,6). Untuk
respirasi rata-rata pada posisi head up 150 (17,1) lebih besar bila dibandingkan
dengan perlakuan posisi head up 300 (16,0).
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan dihitung besarnya persentasi
perubahan yaitu dengan menggunakan rumus :
% perubahan = 100 x (nilai pre – nilai post) Nilai pre
Jika hasilnya posistif menunjukkan adanya penurunan dan jika hasilnya
negatif terjadi peningkatan. Hasil perhitungan persentase perubahan untuk setiap
variabel yang diukur disajikan pada tabel 4.3.
Tabel 4.3. Perbandingan % perubahan dari tekanan darah, nadi dan respirasi pada kedua kelompok posisi head up 150 dengan 300,di Ruang V RSUD Tasikmalaya 2012
No. Variabel Perlakuan Head Up Nilai
150 (n=11) 300 (n=11) P
1. Sistolik (mmHg) 5,24% 2,93% <0,001
2. Nadi (x/mnt) -7,96% -3,9% 0,019
3. Respirasi (x/mnt) -8,03% -4,90% 0,401
Keterangan: Nilai p dihitung berdasarkan uji t (untuk sistolik) dan uji Mann-Witney untuk nadi dan respirasi.
Dari tabel 4.3 diatas tampak untuk tekanan darah sistolik terjadi penurunan
5,24% pada posisi head up 150 dan 2,93% pada posisi head up 300 , perbedaan ini
peningkatan pada posisi head up 150 sebesar 7,96% dan pada posisi head up 300
sebesar 3,9% perbedaan ini secara statistik bermakna (p = 0,019). Selanjutnya
untuk perubahan respirasi pada posisi head up 150 meningkat 8,03% dan pada
posisi head up 300 meningkat 4,9% perbedaan ini secara statistik tidak bermakna
(p = 0,401).
PEMBAHSAN
4.2.1. Perbandingan Tekanan Tekanan Darah sistolik, Nadi dan Respirasi Pre dan Post Perlakuan Pada Pasien Dengan Tekanan Tinggi Intrakranial.
Dari tabel 4.1 di atas untuk semua variabel yang diukur tekanan darah,
nadi dan respirasi antara pengamatan sebelum dan setelah diberikan posisi head
up 150 dan posisi head up 300 menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna
(p< 0,005), tampak pada pengamatan setelah perlakuan terjadi penurunan tekanan
darah systole baik pada perlakuan posisi head up 150 maupun 300sedangkan pada
nadi dan respirasi terjadi peningkatan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Emery et
al tahun 2003, Durward et al dan Fieldman et al yang menemukan bahwa posisi
kepala head up 150 mengurangi peningkatan intrakranial secara signifikan,
perubahan ini disebabkan efek dari tekanan sistem vena jugularis, ada penurunan
detak jantung sebesar 0,76% menjadi menjadi 5,6%. Dan secara statistik terjadi
penurunan tekanan darah secara signifikan sebesar ( p< 0.05). Demikian juga
penelitian yang dilakukan oleh Van Bredore et al yang menyebutkan bahwa posisi
0,05). Penelitian yang dilakukan oleh Duward dkk dan Lee dkk, juga menyatakan
bahwa dengan posisi kepala head up 150 sampai 300 ditemukan penurunan
tekanan arteri yang progresif, penurunan CVP (p< 0,05) penurunan berkisar 0,12
– 1,8 cm. Peningkatan TIK merupakan kedaruratan yang harus diatasi dengan
segera. Ketika tekanan meninggi, subtansi otak ditekan. Fenomena sekunder
disebabkan gangguan sirkulasi dan edema yang dapat menyebabkan kematian.
Peningkatan intrakranial terjadi bila nilai tekanan intrakranial lebih dari 15
mmHg yang ditandai dengan sindroma klinis yaitu kenaikan tekanan darah,
penurunan nadi, perubahan respirasi serta perubahan pupil. Dampak peningkatan
tekanan intrakranial terhadap sirkulasi serebral akan menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial menurunkan aliran darah serebral sehingga terjadi iskemia,
kejadian iskemia 3-5 menit akan menyebabkan kerusakan otak yang ireversibel
sehingga menstimulasi pusat vasomotor dan tekanan sistemik meningkat untuk
mempertahankan aliran darah sehingga nadi menjadi lambat, napas tidak teratur
dan tekanan darah meningkat. Dengan mengatur posisi pasien dengan kepala
sedikit elevasi ( 150 – 300) untuk meningkatkan venous drainage dari kepala dan
elevasi kepala dapat menyebabkan penurunan tekanan darah sistemik, mungkin
dapat dikompromi oleh tekanan perfusi serebral.
4.2.2. Perbandingan Tekanan Darah Sistolik, Nadi dan Respirasi antara Dua Kelompok Perlakuan.
Dari tabel 4.2. Menunjukkan perbandingan antara posisi head up 150
tampak untuk nadi posisi head up 150 nilai rata-rata nadi (63,2) lebih besar
dibandingkan dengan perlakuan posisi head up 300 sebesar (60,6). Untuk
respirasi rata-rata pada posisi head up 150 (17,1) lebih besar bila dibandingkan
dengan perlakuan posisi head up 300 (16,0).
Beberapa penelitian yang sejalan dengan penelitian ini diantaranya adalah
penelitian yang dilakukan oleh Emery et al tahun 2003, Durward et al dan
Fieldman et al yang menemukan bahwa posisi kepala head up 150 mengurangi
peningkatan intrakranial secara signifikan, perubahan ini disebabkan efek dari
tekanan sistem vena jugularis, ada penurunan detak jantung sebesar 0,76%
menjadi menjadi 5,6%.
Gangguan respirasi dapat terjadi akibat edema otak. Edema otak akibat
trauma adalah bentuk vasogenik. Pada kontusio otak terjadi robekan pada
pembuluh kapiler atau cairan traumatic yang mengandung protein yang berisi
albumin. Albumin pada cairan interstisial otak normal tidak didapatkan. Edema
otak terjadi karena penekanan pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Edema
otak ini dapat menyebabkan kematian otak (iskemia) dan tingginya TIK yang
dapat menyebabkan terjadinya herniasi dan penekanan batang otak atau medula
oblongata. Akibat penekanan pada medulla oblongata menyebabkan respirasi
ataksia dimana ditandai dengan irama nafas tidak teratur atau pola nafas tidak
efektif.
Pengaturan posisi tidur head up memungkinkan rongga dada dapat
menyebabkan asupan oksigen (oksigenasi) membaik sehingga proses respirasi
kembali normal.
Dengan mengatur posisi pasien dengan kepala sedikit elevasi (150 - 300)
untuk meningkatkan venous drainage dari kepala dan elevasi kepala dapat
menyebabkan penurunan tekanan darah sistemik, mungkin dapat dikompromi oleh
tekanan perfusi serebral.
4.2.3. Perbandingan % perubahan dari tekanan darah, nadi dan respirasi padakedua kelompok posisi head up 150 dengan 300
Dari tabel 4.3 diatas tampak untuk tekanan darah sistolik terjadi penurunan
5,24% pada posisi head up 150 dan 2,93% pada posisi head up 300 , perbedaan ini
secara statistik sangat bermakana (p<0,001) sedangkan untuk nadi terjadi
peningkatan pada posisi head up 150 sebesar 7,96% dan pada posisi head up 300
sebesar 3,9% perbedaan ini secara statistik bermakna (p = 0,019). Selanjutnya
untuk perubahan respirasi pada posisi head up 150 meningkat 8,03% dan pada
posisi head up 300 meningkat 4,9% perbedaan ini secara statistik tidak bermakna
(p = 0,401).
Pengaturan posisi tidur head up memungkinkan rongga dada dapat
berkembang secara luas dan komplain paru meningkat. Kondisi ini akan
menyebabkan asupan oksigen (oksigenasi) membaik sehingga proses respirasi
kembali normal.
secara otomatis jadi harus manual dalam mengukur kemiringan sudut 150 dan
300. Penelitian ini sangat terbatas dengan literatur secara faal tentang posisi head
150 dan 300 pada sistem tubuh manusia.
4.3. Pengujian Hipotesis
Hipotesis penelitian : Posisi head up 150 lebih baik dalam
menurunkantekanan tinggi intrakranial dibandingkan dengan posisi head up 300.
Bukti : Berdasarkan uji t menunjukkan hasil (p<0,001) berarti p<0,05 yang
menunjukan bahwa Ha diterima yaitu posisi head up 150 lebih baik dalam
menurunkan tekanan tinggi intrakranial dibandingkan dengan posisi head up 300.
SIMPULAN
Terdapat pernurunan tekanan darah sistolik yang lebih besar pada posisi head up
150 bila dibandingkan dengan posisi head up 300. Terdapat peningkatan nadi yang
lebih tinggi pada posisi head up 150 dibanding dengan posisi head up 300.
Peningkatan respirasi antara posisi head up 150 sebanding dengan posisi head up
300.
SARAN
Untuk keperluan praktis pada penanganan pasien dengan tekanan tinggi
intrakranial sebaiknya digunakan posisi head up 150. Untuk penelitian selanjutnya
membandingkan antara posisi head up 150 dengan terapi farmakologi yang
DAFTAR PUSTAKA
Advance Trauma Life Support 1997. Comite trauma American College Of urgeons
Ariawan, I, 1998. Besar dan metoda sampel pada penelitian kesehatan. Depok : Jurusan Biostatistik dan Kependudukan FKM UI. Tidak dipublikasikan.
Arjatmo Tjokronegoro & Hendra utama. 2002. Update In neuroemergencies. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.
Crawford PJ, M. A. 1997. Primary and secondary Brain Injury : dalam Reilly P,Bullock R (eds) Head injury Pathophysiologi and Management Of severe Closed Injury. London.
Dahlan, M. S. 2009. Besar Sampel Dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedoteran dan Kesehatan (edisi 2.). Jakarta: Salemba Medika.
Dahlan, M. S. 2009. Langkah-langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan (edisi 2.). Jakarta: Sagung Seto.
De Wardener HE, M. G. G. 2000. The relation of a circulatory sodium transport inhibitor ( the natriuretik hormone? ) to hypertension.
Feen, E. S. Z., O.O;Suarez,JL. 2004. Principle Of Neurointensive care (Vol. 1).Butter-Heimemann.
Gardjito, W. 1994 Pedoman Diagnosa dan Terapi. Surabaya.
Gilroy, J. 2000 .Basic Neurologi (3th ed.). McGraw-Hill.
Greenberg, M. 2006. Handbook Of Neurosurgery (6th ed.): Thieme.
Guyton, A.C. & Hall.J.E. 1996. Textbook of Medical physiologi. (9th ed).Philadelphia : W.B. Saunders Company. Hastono, P.S. 2007. Analisis data kesehatan. Depok : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
Heru, S. 2009. Tehnik Sampling Untuk Penelitian Kesehatan
Iskandar Japardi, 2002. Tekanan Tinggi Intrakranial. Fakultas Kedokteran
Jati, 2009. Peninggian Tekanan Intrakranial. Universitas Indonesia
Joseph V, dkk. 2006. Intracranial pressure/ head elevation. http ://pedscm.wustl.edu/all_net/English/Neuropage/Protect/icp-Tx-3.htm di akses tgl 5 Maret 2011.
JR, Y. 1982. Neurologi Surgery. Philadelphia: WB Sounders.
Linda Bell, 2009. Nursing Care and Intracranial Pressure Monitoring. American Association of Critical-Care Nurses. http://www.ajcconline ( 4 -3-2011).
M, A. R. V. 1989. Principles Of Neurologi (4th ed.). New York: Mc Graw Hill.
Marin H.Kollef, M. 2008. The Washington Manual Of Critical Care Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
Moh. Bahrudin, 2008. Posisi kepala Dalam Stabilisasi Tekanan Intrakranial.http://nardinurses.files.wordpress.com .di akses tgl 4-3-2011
Notoatmojo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Patofiologi Trauma Kepala Dan Dampak Pada Sistem Tubuh, 2010. file:///F:/patofisiologi-trauma-kepala-dan-dampak.html
Perry, P. 2005. Fundamental Keperawatan (Vol. 1). Jakarta: EGC.
Philip Jevon dan Beverley Ewens, 2009, Pemantauan Pasien Kritis, edisi 2, processes. St. Louis : Mosby Year Book. Inc.
Proehl, R., MN,CEN,CCRN. 1999. Emergency Nursing Prosedur. Philadelphia: W.B.Saunders Company.
Raymont N Blum, M. 1992. Critical Care Secret. Canada: Hanley & Belfus,Inc.
Sastroasmoro,S. & Ismael, S. 2000. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi 2. Jakarta : Sagung Seto.
Smeltzer, S.C. & Bare, B. G. 2002. Brunner & Suddarth : Textbook of medical surgical nursing. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins
Sobaryati, S., . 2009. Kegawatdaruratan Neurologi. Bandung.
Sudjana. 2005. Metode Statistika (edisi 6.).Bandung: PT. Tarsito
Sugiono. 2005. Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alphabeta.
Sylvia, A.P. & Lorraine, M.W. 2006. Patofisiologi: Konsep klinis Proses-proses
Penyakit. Terjemahan Brahn, Huriawati dan Pita. Jakarta. EGC
Tomey, A. M & Alligood, M .R. 2006. Nursing theoritis and their work. St. Louis : Mosby Elsevier.
Venes D, 2005. Intracranial Pressure Monitoring. 20th ed. Taber's Cyclopedic Medical Dictionary,
Vincent Thamburaj. 2006. Intracranial Pressure.
http://www.Rhamburaj.com/assited_ventilation-in-neurosurgery.htm di akses tgl 5 Maret 2011
Wahid, I. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori & Aplikasi.Yogyakarta: Graham Ilmu.
Winkelman. “Neurological Critical Care” Americurnan journal Of