• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL PENGGUNAAN GAMBAR DALAM PEMECAHAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PROFIL PENGGUNAAN GAMBAR DALAM PEMECAHAN"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

M. Zainul Firdaus, Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas negeri Surabaya, Jurusan Pendidikan Matematika

enoeng27firdaus@gmail.com I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Dalam keseluruhan pores pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik. Sekarang timbul pertanyaan apakah belajar itu sebenarnya? Samakah belajar dengan latihan, dengan menghafal, dengan pengumpulan fakta, dan studi? Tentu saja terhadap pertanyaan tersebut banyak pendapat yang mungkin satu sama lain berbeda.

Misalnya ada yang berpendapat bahwa belajar merupakan suatu kegiatan menghafal sejumlah fakta-fakta. Sejalan dengan pendapat ini, maka seorang yang telah belajar akan ditandai dengan banyaknya fakta-fakta yang dapat dihafalkan. Guru yang berpendapat demikian akan merasa puas jika siswa-siswa telah sanggup menghafal sejumlah fakta di luar kepala, pendapat lain mengatakan bahwa belajar adalah sama saja dengan latihan, sehingga hasil-hasil belajar akan tampak dalam keterampilan-keterampilan tertentu sebagai hasil latihan.

Untuk banyak memperoleh kemajuan, seseorang harus dilatih dalam berbagai aspek tingkah laku sehingga diperoleh suatu pola tingkah laku yang otomatis. Seperti misalnya agar seseorang siswa mahir dalam matematika, maka ia harus banyak dilatih mengerjakan soal-soal latihan. Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang wajib diajarkan di sekolah. Salah satu alasan mengapa matematika diajarkan di semua jenjang pendidikan adalah karena matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern. Selain itu matematika juga mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan berbagai disiplin ilmu yang mampu melatih kemampuan daya pikir manusia.

Perkembangan yang pesat dibidang teknologi dewasa ini tak lepas dari peran serta perkembangan matematika, dan untuk mencapai teknologi di masa depan sangat diperlukan penguasaan matematika yang cukup memadai yang harus dipupuk sejak dini. Matematika adalah suatu ilmu yang mengajarkan kepada siswa tentang bagaimana berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta mampu untuk bekerja sama. Kemampuan tersebut akan sangat diperlukan agar seseorang dapat memiliki kompetensi dalam memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi sehingga mampu bertahan hidup pada situasi dan kondisi yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif.

(2)

Geometri merupakan salah satu aspek dalam mata pelajaran matematika yang penting diajarkan dan dipelajari pada setiap jenjang satuan pendidikan, mengingat fungsi dan kegunaannya bagi kehidupan manusia. Belajar geometri bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis, mengembangkan intuisi keruangan, menanamkan pengetahuan dalam rangka menunjang materi yang lain, serta dapat membaca dan menginterpretasikan imajinasi dalam matematika. Kemampuan tersebut sangat penting mengingat objek matematika yang bersifat abstrak. Selain itu pembelajaran geometri mempunyai posisi yang penting dalam kurikulum matematika karena memuat banyak konsep-konsep yang berhubungan dengan lingkungan sekitar, karena pada umunya pertama kali seseorang mengenal benda-benda yang ada disekililingnya lebih dahulu berdasarkan bentuk atau wujudnya sebelum mereka melakukan pengenalan lebih jauh untuk mengetahui apa saja yang terdapat dalam benda tersebut seperti ukurannya, luasnya, kapasitasnya dan sebagainya. Selain itu secara psikologis geometri merupakan pembelajaran yang mengabstraksikan pengalaman visual dan spasial, yang secara keilmuan matematika geometri dapat membantu untuk melakukan pemecahan masalah, misalnya dengan menggunakan gambar-gambar, diagram, sistem koordinat, vektor dan transformasi. Terdapat empat langkah dalam pemecahan masalah matematika yang dikenal dengan langkah pemecahan masalah Polya, dalam Gatot Sunarjadi [1] yaitu :

1. Memahami masalah 2. Merencanakan masalah 3. Menyelesaikan masalah

4. Memeriksa kembali hasil yang diperoleh.

Kemampuan memecahkan masalah tersebut terletak pada ide penyusunan rencana pemecahan masalah dimana pada tahap tersebut dituntut kemampuan kreatifitas daya temu dan pengertian yang mendalam terhadap masalah yang dihadapi.

Masalah adalah suatu situasi atau pertanyaan yang dihadapi oleh seseorang yang tidak dapat segera diselesaikan dengan menggunakan aturan atau prosedur tertentu. Geometri adalah salah satu aspek dalam mata pelajaran matematika yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir logis, dan intuisi keruangan yang bertujuan untuk mengembangkan logika berpikir dan daya tilik ruang yang berguna dalam pemecahan masalah yang berguna dalam pemecahan masalah yang banyak terkait dengan kehidupan sehari-hari. Jadi masalah geometri adalah situasi yang terkait dengan geometri yang disajikan dalam bentuk soal nonrutin sedimikian hingga siswa tidak dapat menemukan jawaban atau menyelesaikan soal tersebut dengan menggunakan aturan atau prosedur tertentu.

(3)

geomteri yang diberikan dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman yang sudah dimilikinya.

B. Rumusan Masalah

(4)

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui profil penggunaan gambar dalam pemecahan masalah geometri ditinjau dari kemampuan intelegensi pada siswa SMP.

D. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi perbedaan penafsiran istilah-istilah dalam penelitian ini, peneliti mendifinisikannya sebagai berikut.

1. Masalah matematika adalah masalah sebagai suatu situasi/gambaran yang dihadapkan pada seseorang tetapi belum diketahui cara untuk menyelesaikannya. Suatu masalah biasanya memuat suatu yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya. 2. Pemecahan masalah matematika adalah Pemecahan masalah adalah

suatu proses menemukan suatu respon yang tepat terhadap suatu situasi yang benar-benar unik dan baru lagi. Polya [1] mengartikan pemecahan masalah sebagai usaha untuk mencari jalan keluar dari kesulitan guna mencapai tujuan yang tidak begitu mudah untuk dicapai

3. Geometri adalah adalah ilmu yang membahas tentang hubungan antara titik, garis, sudut, bidang dan bangun-bangun ruang. Kata geometri berasal dari bahasa Yunani (greek) yang berarti ukuran bumi. Maksudnya mencakup mengukur segala sesuatu yang ada di bumi. Geometri kuno sebagian dimulai dari pengukuran praktis yang diperlukan untuk pertanian orang – orang Babylonia dan Mesir. Kemudian geometri orang Mesir dan Babyloni ini diperluas untuk perhitungan panjang ruas garis, luas dan volume. Menurut kamus Bahasa Indonesia, “Geometri” merupakan cabang matematika yang menerangkan sifat-sifat garis, sudut, bidang, dan ruang; atau geometri juga berarti ilmu ukur.

4. Intelegensi menurut beberapa ahli :

William Stern Intelegensi adalah daya menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan menggunakan alat-alat berpikir menurut tujuannya.

V.Hees Intelegensi adalah sifat kecerdasan jiwa.

K.Buhler Intelegensi adalah perbuatan yang disertai dengan pemahaman atau pengertian. David Wechsler Intelegensi adalah kapasitas untuk mengerti lingkungan dan kemampuan akal budi untuk mengatasi tantangan-tantangannya.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian yang akan dilaksanakan nanti diharapkan dapat membarikan manfaat sebagai berikut:

1. Memberikan sumbangan teoritis tentang penggunaan gambar dalam pemecahan masalah geometri siswa SMP ditinjau dari kemampuan intelegensi.

(5)

II. Kajian Pustaka A. Belajar

1. Pengertian

Untuk memperoleh pengertian yang objektif tentang belajar terutama belajar di sekolah, perlu dirumuskan secara jelas pengertian belajar. Pengertian belajar sudah banyak dikemukakan oleh para ahli psikologi termasuk ahli psikologi pendidikan.

Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahanyaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku.

Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai berikut : (Slameto [2]) “Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali, baik sifat maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam belajar. Kalau tangan seorang anak menjadi bengkok karena patah tertabrak mobil, perubahan semacam itu tidak dapat digolongkan ke dalam perubahan dalam arti belajar.

Demikian pula perubahan tingkah laku seseorang yang berada dalam keadaan mabuk, perubahan yang terjadi dalam aspek-aspek kematangan, pertumbuhan, dan perkembangan tidak termasuk perubahan dalam pengertian belajar.

Adapaun ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam belajar sebagai berikut : 1. Perubahan terjadi secara sadar

Ini berarti bahwa seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya ia akan merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya. Misalnya ia menyadari bahwa pengetahuananya bertambah, kecakapannya bertambah, kebiasaannya bertambah. Jadi perubahan tingkah laku yang terjadi karena mabuk atau dalam keadaan tidak sadar, tidak termasuk perbahan dalam pengertian belajar, karena orang yang bersangkutan tidak menyadari akan perubahan itu.

2. Perubahan dalam belajar bersifat keberlanjutan dan fungsional

(6)

3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif

Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian makin banyak usaha belajar itu dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang berisfat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha individu sendiri. Misalnya perubahan tingkah laku karena proses kematangan yang terjadi dengan sendirinya karena dorongan dari dalam, tidak termasuk perubahan dalam pengertian belajar.

4. Perubahan dalam belajar bukan sementara

Perubahan yang bersifat sementara atau temporer terjadi hanya untuk beberapa saat saja, seperti berkeringat, keluar air mata, bersin, menangis dan sebagainya, tidak dapat digolongkan sebagai perubahan dalam arti belajar. Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen. Ini berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap. Misalnya kecakapan seorang anak dalam memainkan piano setelah belajar, tidak akan hilang begitu saja melainkan akan terus dimiliki bahkan akan makin berkembang kalau terus dipergunakan atau dilatih.

5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah

Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perbuatan belajar terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari. Misalnya seseorang yang belajar mengetik, sebelumnya sudah menetapkan apa yang mungkin dapat dicapai dengan belajar mengetik, atau tingkat kecakapan mana yang akan dicapainya. Dengan demikian perbuatan belajar yang dilakukan senantiasa terarah kepada tingkah laku yang telah ditetapkan.

6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku

Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan, pengetahuan dan sebagainya.

Sebagai contoh jika seorang anak telah belajar naik sepeda, maka akan perubahan yang paling tampak ialah dalam keterampilan naik sepeda itu. Akan tetapi ia telah mengalami perubahan-perubahan lainnya seperti pemahaman tentang cara kerja sepeda, pengetahuan tentang jenis-jenis sepeda, pengetahuan tentang alat-alat sepeda, cita-cita untuk memiliki sepeda yang lebih bagus, kebiasaan membersihkan sepeda, dan sebagainya. Jadi aspek perubahan yang saru berhubungan erat dengan aspek lainnya.

2. Jenis-jenis belajar

1. Belajar bagian (part learning, fractioned learning)

(7)

bermain silat. Dalam hal ini individu memecah seluruh materi pelajaran menjadi bagian-bagian yang satu sama lain berdiri sendiri. Sebagai lawan dari cara belajar bagian adalah cara belajar keseluruhan atau belajar global.

2. Belajar dengan wawasan (learning by insight)

Konsep ini diperkenalkan oleh W. Kohler, salah seorang prsikologi gestalt pada permulaan tahun 1971. Sebagai suatu konsep, wawasan (insight) ini merupakan pokok utama dalam pembicaraan psikologi belajar dan proses berfikir. Meskipun W. kohler sendiri dalam menerangkan wawasan berorientasi pada data yang bersifat tingkah laku (perkembangan yang lembut dalam menyelesaikan suatu persoalan dan kemudian secara tiba-tiba terjadi reorganisasi tingkah lau). Namun tidak urung wawasan ini merupakan konsep yang secara prinsipil ditentang oleh penganut aliran neo-behaviorisme. Menurut Gestatlt teori wawasan merupakan proses mereorganisasikan pola-pola tingkah laku yang telah terbentuk menjadi satu persoalan. Sedangkan bagi kaum neo-behaviorisme (antara lain C.E. Osgood) menganggap wawasan sebagai salah satu bentuk atau wujud dari asosiasi stimulus-respons (S-R). jadi maslaah bagi penganut neo-behavorisme ini justru bagaimana menerangkan reorganisasi pola-pola tingkah laku yang telah terbentuk tadi menjadi satu tingkah laku yang erat hubungannya dengan penyelesaian suatu persoalan. Dalam pertentangan ini barangkali jawaban yang memuaskan adalah jawaban yang dikemukakan oleh G.A.Miller, yang menganjurkan behavoriesme subjektif. Menurut pendapatnya wawasan barangkali meruapakan kreasi dari “rencana penyelesaian” (meta program) yang mengontrol rencana-rencan subordinasi lain (pola tingkah laku) yang telah terbentu.

3. Belajar diskriminatif (discriminative learning)

Belajar diskriminatif diartikan sebagai suatu usaha untuk memilih beberasapa sifat situasi/stimulus dan kemudian menjadikannya sebagai pedoman dalam bertingkah laku. Dengan pengertian ini maka dalam eksperimen, subyek diminta untuk berespon secara berbeda-beda tehadap stimulus yang berlainan.

4. Belajar global/keseluruhan (global whole learning)

Disini bahan belajar dipelajari secara keseluruhan berulang sampai pelajar menguasainya, lawan dari belajar bagian. Metode belajar ini sering disebut juga metode Gestalt.

5. Belajar incidental (incidential learning)

(8)

akan diujikan kelak. Dalam kehidupan sehari-hari, belajar incidental ini merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena itu di antara para ahli belajar incidental ini merupakan bahan pembicaraan yang sangat menarik, khususnya sebagai bentuk belajar yang bertentangan dengan belajar intensional. Dari salah satu penelitian ditemukan bahwa dalam belajar incidental (dibandingkan dengan belajar intensional), jumlah frekuensi materi belajar yang diperlihatkan tidak memegang peranan penting, prestasi individu menurun dengan meningkatnya motivasi. 6. Belajar instrumental (instrumental learning)

Pada belajar instrumental, reaksi-reaksi seseorang siswa yang diperlihatkan diikuti oleh tanda-tanda yang mengarah pada apakah siswa tersebut akan mendapat hadiah, hukuman, berhasil atau gagal. Oleh karena itu cepat atau lambatnya seseorang belajar dapat diatur dengan jalan memberikan penguat (reinforcement) atas dasar tingkat-tingkat kebutuhan. Dalam hal ini maka salah satu bentuk belajar instrumental yang khusus adalah “epembentukan tingkah laku”. Disini individu diberi hadiah bila ia bertingkah laku sesuai dengan tingkah laku yang dikehendaki, dan sebaliknya ia dihukum bila memperlihatkan tingkah laku yang tidak sesuai dengan yang dikehendaki. Sehingga akhirnya akan terbentuk tingkah laku tertentu.

7. Belajar intensional (intensional learning)

Belajar dalam arah tujuan, merupakan lawan dari belajar incidental, yang akan dibahas lebih luas pada bagian berikut.

8. Belajar laten (latent learning)

Dalam hal belajar laten, perubahan-perubahan tingkah laku yang terlihat tidak terjadi secara segera, dan oleh karena itu disebut laten. Selanjutnya eksperimen yang dilakukan terhadap binatang mengenai belajar laten, menimbulkan pembicaraan yang hangat dikalangan penganut behaviorisme, khususnya mengenai peranan faktor penguat (reinforcement) dalam belajar.

9. Belajar mentaql (mental learning)

Perubahan kemungkinan tingkah laku yang terjadi disini tidak nyata terlihat, melainkan hanya berupa perubahan proses kognitif karena ada bahan yang dipelajari. Ada tidaknya belajar mental ini sangat jelas terlihat pada tugas-tugas yang sifatnya motoritas. Sehingga perumusan operasional juga menjadi sangat berbeda ada yang mengartikan belajar mental sebagai belajar dengan cara melakukan observasi dari tingkah laku orang lain, membayangkan gerakan-gerakan orang lain dan lain-lain.

10. Belajar produktif (productive learning)

(9)

mampu menstransfer prinsip menyelesaikan satu persoalan dalam satu situasi ke situasi lain.

11. Belajar verbal (verbal learning)

Belajar verbal adalah belajar mengenai materi verbal dengan melalui latihan dan ingatan. Dasar dari belajar verbal diperlihatkan dalam eksperimen klasik dari Ebbinghaus. Sifat eksperimen ini meluas dari belajar asosiatif mengenai hubungan dua kata yang tidak bermakna sampai pada belajar dengan wawasan mengenai penyelesaian persoalan yang kompleks yang harus diungkapkan secara verbal

3. Teori-teori belajar

Sebetulnya terdapat berbagai teori belajar misalnya yangmendasarkan pada ilmu jiwa, daya tanggapan, asosiasi, trial & error, Medan, Gestatlt, Behaviorist dan lain-lain. Namun dalam uraian berikut ini dibatasi hanya yang sekiranya relecan dengan kebutuhan kita.

1. Teori Gestalt

Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman, yang sekarang menjadi tenar di seluruh dunia. Hukum yang berlaku pada pengamatan adalah sama dengan hukum dalam belajar yaitu :

a) Gestalt mempunyai sesuatu yang melebihi jumlah unsure-unsurnya.

b) Gestalt timbul lebih dahulu daripada bagian-bagiannya.

Jadi dalam belajar yang penting adanya penyesuaian pertama yaitu memperoleh response yang tepat untuk memecahkan problem yang dihadapi. Belajar yang penting bukan mengulangi hal-hal yang harus dipelajari, tetapi mengerti atau memperoleh insight. Sifat-sifat belajar dengan insight ialah :

a) Insight tergantung dari kemampuan dasar.

b) Insight tergantung dari pengalaman masa lampau yang relevan. c) Insight hanya timbul apabila situasi belajar diatur sedemikian rupa,

sehingga segala aspek yang perlu dapat diamati.

d) Insight adalah hal yang harus dicari, tidak dapat jatuh dari langit. e) Belajar dengan insight dapat diulangi

f) Insight sekali didapat dapat digunakan untuk menghadapi situasi-situasi yang baru.

Prinsip menurut teori Gestalt.

a) Belajar berdasarkan keseluruhan

Orang berusaha menghubungkan suatu pelajaran dengan pelajaran yang lain sebanyak mungkin. Mata pelajaran yang bulat lebih mudah dimengerti daripada bagian-bagiannya.

b) Belajar adalah suatu proses perkembangan

Anak-anak baru dapat mempelajari dan merencanakan bila ia telah matang untuk menerima bahan pelajaran itu. Manusia sebagai suatu organism yang berkembang, kesediaan mempelajari sesuatu tidak hanya ditentukan oleh kematangan jiwa batiniah, tetapi juga perkembangan karena lingkungan dan pengalaman.

c) Siswa sebagai organism keseluruhan

(10)

d) Terjadi transfer

Belajar pada pokoknya yang terpenting pada penyesuaian pertama ialah memperoleh response yang tepat. Mudah atau sukarnya problem itu terutama adalah masalah pengamatan, bila dalam suatu kemampuan telah dikuasai betul-betul maka dapat dipindahkan untuk kemampuan yang lain.

e) Belajar adalah reorganisasi pengalaman

Pengalaman adalah suatu interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Anak kena api- kejadian ini menjadi pengalaman baik bagi anak. Belajar itu baru timbul bila seseorang menemani suatu situasi/soal baru. Dalam menghadapi itu ia akan menggunakan segala pengalaman yang telah dimiliki. Siswa mengadakan analisis reorganisasipengalamannya.

f) Belajar harus dengan insight

Insight adalah suatu saat dalam proses belajar dimana seseorang melihat pengertian tentang sangkut-paut dan hubungan-hubungan tertentu dalam unsur yang mengandung suatu problem.

g) Belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat keinginan dan tujuan siswa.

Hal itu terjadi bila banyak berhubungan dengan apa yang diperlukan siswa dalam kehidupan sehari-hari. Di sekolah progresif, siswa diajak membicarakan tentang proyek/unit agar tahu tujuan yang akan dicapai dan yakin akan manfaatnya.

h) Belajar berlangsung terus menerus.

Siswa memperoleh pengetahuan tak hanya di sekolah tetapi juga di luar sekolah, dalam pergaulan; memperoleh pengalaman sendiri-sendiri, karena itu sekolah harus bekerja sama dengan orang tua di rumah dan masyarakat, agar semua turut serta membantu perkembangan siswa secara harmonis.

2. Teori Belajar Menurut J. Bruner

Kata Bruner belajar tidak untuk mengubah tinkah laku seseorang tetapi untuk mengubah kurikulum sekolah menjadi sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar lebih banyak dan mudah.

Sebab itu Bruner mempunyai pendapat, alangkah baiknya bila sekolah dapat menyediakan kesempatan bagi siswa untuk maju dengan cepat sesuai dengan kemampuan siswa dalam mata pelajaran tertentu. Di dalam proses belajar Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk meningkatkan proses belajar perlu lingkungan yang dinamakan “discovery learning environtment”, ialah lingkungan di mana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Dalam tiap lingkungan selalu ada bermacam-macam masalah, hubungan-hubungan dan hambatan yang dihayati oleh siswa secara berbeda-beda pada usia yang berbeda pula. Dalam lingkungan banyak hak yang dapat dipelajari siswa, dapat digolongkan menjadi : a) Enactive

(11)

b) Iconic

Seperti mengenal jalan yang menuju ke pasar, mengingat di mana bukunya yang penting diletakkan,

c) Symbolic

Seperti menggunakan kata-kata, emnggunakan formula. Dalam belajar guru perlu memperhatikan 4 hal berikut ini :

1) Mengusahakan agar setiap siswa berpartisipasi aktif, minatnya perlu ditingkatkan, kemudian perlu dibimbing untuk mencapai tujuan tertentu.

2) Menganalisis struktur materi yang akan diajarkan, dan juga perlu disajikan secara sederhana sehingga mudah dimengerti oleh siswa. 3) Menganalisis sequence. Guru mengajar,berarti membimbing siswa melalui urutan pernyataan-pernytaan dari suatu masalah, sehingga siswa memperoleh pengertian dan dapat men-transfer apa yang sedang dipelajari.

4) Memberi reinforcement dan umpan balik (feed-back).

Penguatan yang optimal terjadi pad awaktu siswa mengetahui bahwa “ia menemukan jawabannya”.

3. Teori Belajar dari Piaget

Pendapat Piaget mengenai perkembangan proses belajar pada anak-anak adalah sebagai berikut :

1) Anak mempunyai struktur mempunyai struktur mental yang berbeda dengan orang dewas. Mereka bukan merupakan orang dewasa dalam bentuk kecil, mereka mempunyai cara yang khas untuk menyatakan kenyataan dan untuk menghayati dunia sekitarnya. Maka memerlukan pelayanan tersendiri dalam belajar. 2) Perkembangan mental pada anak melalui tahap-tahap tertentu,

menurut suatu urutan yang sama bagi semua anak.

3) Walaupun berlangsungnya tahap-tahap perkembangan itu melalui suatu urutan tertentu, tetapi jangka waktu untuk berlatih dari satu tahap ke tahap yang lain tidaklah selalu sama pada setiap anak. 4) Perkembangan mental anak dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu :

a. Kemasakan b. Pengalaman c. Interaksi sosial

d. Equilibration (proses dari ketiga faktor di atas bersama-sama untuk membangun dan memperbaiki struktur mental)

5) Ada 3 tahap perkembangan, yaitu : a. Berpikir secara intuitif ±4 tahun b. Beroperasi secara konkret ± 7 tahun c. Beroperasi secara formal ± 11 tahun

Perlu diketahui pula bahwa dalam perkembangan intelektual terjadi proses yang sederhana seprti melihat, menyentuh, menyebut nama benda dan sebagainya, dan adaptasi yaitu suatu rangkaian perubahan yang terjadi pada tiap individu sebagai hasil interaksi dengan dunia sekitarnya.

4. Teori dari R. Gagne

Terhadap masalah belajar, Gagne memberikan dua definisi, yaitu : 1) Belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam

(12)

2) Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari isntruksi.

Mulai masa bayi manusia mengadakan interaksi dengan lingkungan, tetapi baru dalam bentuk “sensori-motor coordination”. Kemudian ia mulai belajar berbicara dan menggunakan bahasa. Kesanggupan untuk menggunakan bahasa ini penting artinya untuk belajar.

Tugas pertama yang dilakukan anak ialah meneruskan “sosialisasi” dengan anak lain, atau orang dewasa, tanpa pertentangan bahkan untuk membantu memenuhi kebutuhan-kebutuhan keramahan dan konsiderasi pada anak itu.

Tugas kedua ialah belajar menggunakan symbol-simbol yang menyatakan keadaan sekelilingnya, seperti : gambar, huruf, angka, diagram dan sebagainya. Ini adalah tugas intelektual (membaca, menulis, berhitung dan sebagainya). Bila anak sekolah sudah dapat melakukan tugas ini, berarti dia sudah mampu belajar banyak hal dari yang mudah sampai yang amat kompleks.

Gagne mengatakan pula bahwa segala sesuatu yang dipelajari oleh manusia dapat dibagi menjadi 5 kategori, yang disebut “The domains of learning” yaitu :

1) Keterampilan motoris (motor skill)

Dalam hal ini perlu koordinasi dari berbagai gerakan badan, misalnya melempar bola, main tenis, emgemudi mobil, mengetik huruf dan lain sebagainya.

2) Infomasi verbal

Orang dapat menjelaskan sesuatu dengan berbicara, menulis, menggambar, dalam hal ini dapat dimengerti bahwa untuk mengatakan sesuatu itu perlu intelegensi.

3) Kemampuan intelektual

Manusia mengadakan interaksi dengan dunia luar dengan menggunakan symbol-simbol. Kemampuan belajar cara inilah yang disebut “kemampuan intelektual”, misalnya membedakan huruf m dan n, menyebut tanaman yang sejenis.

4) Strategi kognitif

Ini merupakan organisasi keterampilan yang internal (internal organized skill) yang perlu untuk belajar mengingat dan berpikir. Kemampuan ini berbeda dengan kemampuan intelektual, karena ditujukan ke dunia luar, dan tidak dapat dipelajari hanya dengan berbuat satu kali serta memerlukan perbaikan-perbaikan secara terus menerus.

5) Sikap

Kemampuan ini tak dapat dipelajari dengan ulangan-ulangan, tidak tergantung atau dipengaruhi oleh hubungan verbal seperti halnya domain yang lain. Sikap ini penting dalam proses belajar, tanpa kemampuan ini belajar tak akan berhasil dengan baik.

5. Purposeful Learning

Purposeful learning adalah belajar yang dilakukan dengan sadar untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Adapaun hal yang perlu diperhatikan dalam purposeful learning adalah :

(13)

Skema berikut ini menunjukkan purposeful learning tanpa bimbingan. Urutan ini menggambarkan bagaimana seseorang memperoleh banyak kecakapan intelektual dan psikomotor.

Dalam menganalisis urutan itu pembaca dapat memikirkan tingkah laku siswa yang anda dapatkan sebagai hasil belajar dan cobalah tentukan apakah urutan itu dapat diterapkan pada tingkah laku siswa tersebut.

Urutan purposeful learning tanpa bimbingan : 1) Memperoleh situasi belajar.

2) Menetapkan tujuan, mengarahkan perhatian dan kegiatan kepada pencapaian tujuan.

3) Mengadakan usaha-usaha pendahuluan yang mencakup berpikir produktif dalam hubungan dengan tugas-tugas di

6) Mencapai tujuan atau tidak mencapai tujuan

7) Mengalami kepuasan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang lebih tinggi tingkatnya (dari pada sebelum

1 Memperhatikan situasi belajar Memanipulasi materi, kegaitan dan unsure-unsur. Aspek-aspek yang lain dalam situasi untuk menjamin dan menguasai perhatian siswa. 2 Menetapkan tujuan :

mengarahkan perhatian dan kegiatan kepada tercapainya tujuan.

Membantu siswa dalam menetapkan tujuan dengan jalan mendiskusikan tujuan pengajaran, tugas-tugas yang memperoleh kecakapan dan

(14)

untuk mencapai tujuan kegiatan-kegiatan lain. Member semangat siswa agar tekun dalam usaha mencapai tujuan.

Member bimbingan kepada siswa dalam memperoleh pengetahuan dan dalam mengembangkan kecakapan yang lebih tinggi tingkatnya dan tingkah laku pro-sosial dan memperhatikan perbedaan individu siswa. 5 Menilai tingkah laku sendiri Menilai kemajuan siswa,

membetulkan kesalahan-kesalahan, memperkuat apa yang telah baik (reinforce) misalnya dengan memuji, memberikan persetujuan. Memberi kesempatan untuk mengadakan review dan latihan-latihan tambahan di mana perlu.

6 Mencapai tujuan Mengadakan evaluasi sumatif

untuk memperoleh

pengetahuan tentang seberapa jauh tujuan telah tercapai

7 Memperoleh kepuasan Mencipatakan kondisi yang memungkinkan penggunaan pengetahuan, keterampilan dan kecakapan sekarang dalam belajar lebih lanjut dalam kegiatan-kegiatan lain, dalam situasi di luar sekolah. (Drs Slameto; Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhi ;17-19; 2010) [2]

Penjelasan tiap langkah :

1) Memperhatikan tugas yang akan dipelajari adalah penting dalam memulai tahap (urutan) kegiatan belajar. Pada waktu mengintroduksi pelajaran (atau unit), guru menarik perhatian siswa. Guru menuntut siswa menggunakan lebih dari satu indera, misalnya pendengaran dan penglihatan. Materi pengajaran, komponen-komponen fisik kelas, kegiatan-kegiatan guru dan aspek-aspek sosial dari situasi kelas diatur untuk membantu timbulnya perhatian.

(15)

bagaimana mereka akan dapat belajar dengan baik, kapan bahan tersebut akan dipelajari. Diskusi dalam keseluruhan kelas, diskusi dalam kelompok kecil, dan pertemuan-pertemuan individual digunakan untuk membantu siswa secara individual menetapkan tujuan.

3) a. Berusaha mencapai tujuan mencakup interaksi dengan orang-orang dan materi yang cocok untuk mencapai tujuan tersebut dan cocok dengan sifat-sifat siswa.

Mula-mula siswa mengamati dan meniru, kemudian makin dikembangkan dengan belajar sendiri secara berdiri sendiri. b. Mengenal dan mengorganisasi komponen secara berurutan

adalah untuk mencapai tujuan. Siswa perlu ditolong agar mengenal hubungan yang bermakna antara komponen-komponen tersebut.

4) a. Latihan (praktek) yang dilakukan dalam kondisi-kondisi tertentu adalah penting untuk meningkatkan pekerjaan (performance) dalam kebanyakan bidang studi. Agar latihan/praktek tersebut berlangsung dengan efektif, guru dapat memberikan hubungan keseluruhan bagian, lamanya waktu latihan, pengetahuan tentang kemajuan, dan kondisi-kondisi lain yang membantu.

b. Belajar yang sesuai dengan kecakapan sendiri, cara sendiri, dan sifat-sifat sendiri yang lain bermanfaat untuk mencapai tujuan belajar/untuk belajar yang lain pada umumnya.

Ada 2 cara untuk membantu siswa agar belajar sesuai dengan keadaan individual tiap siswa.

a) Siswa dikelompokkan sesuai dengan tujuan yang mau dicapai dan berdasar sifat-sifat siswa tersebut. Cara ini banyak dilakukan dalam kegiatan di bidang musik dan atletik.

b) Materi, perlengkapan, ruang diatur secara fleksibel untuk memungkinkan belajar secara independen agar siswa dapat belajar sesuai dengan tempo dan caranya sendiri.

5) Menilai pekerjaan (performance) sendiri adalah penting dalam mengembangkan keberdiri sendirian dalam belajar dan dalam mencapai tujuan. Juga kalau penilaian itu dilakukan guru. Guru memberitahukan kemajuan siswa dan menolong mengatasi kesalahan-kesalahannya. Dengan demikian siswa mendapat semangat/dorongan belajar dan mencapai tujuannya.

6) Pengembangan kecakapan yang mantap dan pengetahuan yang komperhensif menuntut pengalaman belajar yang produktif selama waktu yang cukup lama. Review yang sistematis dan latihan yang berjarak waktu yang teratur diperlukan untuk mencapai tujuan berjangka panjang (kebalikan cramming learning).

(16)

3.6. Belajar dengan jalan mengamati dan meniru (Observational Learning and Imitation)

Menurut Bandura dan Walters, tingkah laku baru dikuasai atau dipelajari mula-mula dengan mengamati dan meniru suatu model/contoh/teladan.

1) Model yang Ditiru

Model yang diamati dan ditiru siswa dapat digolongkan menjadi : a) Kehidupan yang nyata

Misalnya : orang tua di rumah, guru di sekolah, dan orang lain dalam masyarakat.

b) Simbolik

Termasuk dalam golongan ini adalah model yang dipresentasikan secara lisan, tertulis atau dalam bentuk gambar. c) Representasional

Termasuk dalam golongan ini adalah model yang dipresentasikan dengan menggunakan alat-alt audiovisual, terutama televise dan video.

2) Pengaruh Meniru

Menurut Badura dan Walters, penguasaan tingkah laku atau response baru, pertama-tama adalah hasil dari peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam waktu yang bersamaan (kontiguitas) yang diamati. Kuat lemahnya response itu bergantung pada penguatan (reinforcement). Menurut teori ini, yang penting adalah bagaimana response itu mula-mula dipelajari. Proses tersebut akan lebih jelas dengan memperhatikan 3 macam pengaruh yang berbeda dari pengamatan (observasi) dan peniruan.

3.7. Belajar yang Bermakna (Meaningful Learning) 1) Tipe-tipe belajar

Ada 2 dimensi dalam tipe-tipe belajar, yaitu :

a) Dimensi menerima (reception learning) dan menemukan (discovery learning)

b) Dimensi menghafal (rote learning) dan belajar bermakna (meaningful learning).

Kalau dua dimensi itu digabung, akan kita peroleh empat macam belajar (Ausebel & Robinson) dalam Slameto [2] yaitu :

1. Meaningful reception 2. Rote reception

3. Meaningdul discovery 4. Rote discovery

Didalam reception learning semua bahan yang harus dipelajari diberikan dalam bentuknya yang final (bentuk yang sudah jadi) dalam bahan yang disajikan (expository material).

Contoh : Bahan yang dikemukakan dalam paragraph di atas mengenai dua dimensi dan empat macam belajar dari Ausebel & Robinson.

2) Struktur dan proses internal

(17)

bagian dasar yang paling luas berisi informasi-informasi khusus (konkret).

Proses mengintegrasikan informasi atau ide baru ke dalam struktur kognitif yang tleah ada disebut subsumsi.

Ada dua macam subsumsi yaitu : 1) Subsumsi derivatif

Bila informasi atau ide baru adalah kasus khusus yang membantu atau menerangkan ide yang telah dipunyai, maka proses menghubungkan keduanya sehingga terjadi belajar, disebut subsumsi derivatif

2) Subsumsi korelatif

Bila ide (informasi, konsep dan sebagainya) yang baru mengubah ide (informasi, konsep dan sebagainya) yang telah dipunyai, maka proses menghubungkan keduanya disebut subsumsi korelatif.subsumsi itu bermanfaat untuk memperkuat belajar atau mencegah lupa.

3) Variable-variabel didalam belajar bermakna

Struktur kognitif, seperti telah disebutkan di depan adalah perangkat fakta-fakta, konesp-konsep, generalisasi-generalisasi yang terorganisasi, yang telah dipelajari dan dikuasai seseorang. Macam-macam variable struktur kognitif adalah :

1) Pengetahuan yang telah dimiliki

Bila informasi atau ide baru adalah kasus khusus yang membantu atau menerangkan ide yang telah dipunyai, maka proses menghubungkan keduanya sehingga terjadi belajar, disebut subsumsi derivatif.

2) Diskriminabilitas

Konsep-konsep baru yang dapat dibedakan dengan jelas dengan apa yang telah dipelajri, mudah dipelajari dan dikuasai. 3) Kemantapan dan kejelasan

Konsep-konsep yang mantap dan jelas yang telah ada di dalam struktur kognitif memudahkan belajar dan retensi. Untuk menambah kemantapan dan kejelasan konsep itu perlu latihan. Ada dua macam latihan : distributed practice dan massed practice (ingat belajar bagian dan belajar global)

4) Motivasi dan belajar bermakna

Motif kebrhasilan (achievement motivation) terdiri dari 3 komponen :

1) Dorongan kognitif

Termasuk dalam dorongan kognitif adalah kebutuhan untuk mengetahui, untuk mengerti, dan untuk memecahkan masalah. Dorongan kognitif timbul di dalam proses interaksi antara siswa dengan tugas/masalah.

2) Harga diri

Ada siswa tertentu yang tekun belajar melaksanakan tugas-tugas bukan terutama untuk memperoleh pengetahuan atau kecakapan, melainkan untuk memperoleh status dan harga diri. 3) Kebutuhan berafiliasi

(18)

giat untuk memperoleh pembenaran/penerimaan dari teman-temannya atau orang lain (atasan) yang dapat memberikan status kepadanya. Siswa senang bila orang lain menunjukkan pembenaran (approval) terhadap dirinya, dan oleh karena itu ia giat belajar, melakukan tugas-tugas dengan baik, agar dapat memperoleh pembenaran tersebut.

5) Penerapannya disekolah

Teori Ausebel (dalam slameto) [2], teori tersebut berlaku terutama pada siswa yang sudah dapat membaca dengan baik dan yang sudah mempunyai konsep-konsep dasar di dalam bidang-bidang pelajaran tertentu. Hal ini disebabkan oleh karena teori itu pertama-tama menekankan penguasaan belajar mula, retensi, transfer, dan variable-variabel yang berhubungan dengan belajar semacam itu.

Itulah teori-teori belajar yang dapat kita pelajari. Bagi seorang guru dan pembimbing perlu sekali mendalami teori-teori belajar itu, agar dapat menerapkan dalam tugasnya waktu mengadakan interaksi belajar mengajar/membimbing.

Juga guru diharapkan harus dapat menciptakan kondisi-kondisi di mana memungkinkan siswa dapat belajar dengan efektif, dan dapat mengembangkan daya eksplorasinya.

Sistem instruksional dewasa ini banyak dipengaruhi oleh teori Bruner, Piaget, Gagne, Bandura dan Ausebel,sehingga guru diharapkan dapat mengembangkan kemampuannya dalam melaksanakan komponen-komponen dari sistem instruksional itu. 4. Prinsip-prinsip belajar

Dengan mempelajari uraian-uraian yang terdahulu, maka guru/pembimbing seharusnya dapat menyusun sendiri prinsip-prinsip belajar, yaitu prinsip belajar yang dapat dilaksanakan dalam situasi dan kondisi yang berbeda, dan oleh setiap siswa secara individual. Namun demikian marilah kita susun prinsip-prinsip belajar itu, sebagai berikut : a) Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar

1. Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional.

2. Belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapai tujuan instruksional.

3. Belajar perlu lingkungan yang menantang di mana anak dapat mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan efektif.

4. Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya. b) Sesuai hakikat belajar

1. Belajar itu proses kontinyu, maka harus tahap demi tahap menurut perkembangannya.

(19)

pengertian yang diharapkan. Stimulus yang diberikan menimbulkan response yang diharapkan.

c) Sesuai materi/bahan yang harus dipelajari

1. Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur, penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap pengertiannya.

2. Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan instruksional yang harus dicapainya.

d) Syarat keberhasilan belajar

1. Belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat belajar dengan tenang.

2. Repetisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar pengertian/keterampilan/sikap itu mendalam pada siswa.

B. Geometri

Kata geometri berasal dari bahasa Yunani (greek) yang berarti ukuran bumi. Maksudnya mencakup mengukur segala sesuatu yang ada di bumi. Geometri kuno sebagian dimulai dari pengukuran praktis yang diperlukan untuk pertanian orang – orang Babylonia dan Mesir. Kemudian geometri orang Mesir dan Babyloni ini diperluas untuk perhitungan panjang ruas garis, luas dan volume. Menurut kamus Bahasa Indonesia, “Geometri” merupakan cabang matematika yang menerangkan sifat-sifat garis, sudut, bidang, dan ruang; atau geometri juga berarti ilmu ukur.

Geometri merupakan salah satu aspek matematika di samping aljabar, statistika dan peluang, logika, trigonometri, dan kalkulus. Dalam pembelajaran matematika di sekolah, geometri lebih berkenaan dengan bangun-bangun geometri, garis dan sudut, kesebangunan, kekongruenan, transformasi, dan geometri analitis. Geometri merupakan bagian dari matematika yang mempelajari pola-pola visual, yang akan menghubungkan matematika dengan dunia nyata. Geometri juga dapat dipandang sebagai sistem matematika yang menyajikan fenomena yang bersifat abstrak (tidak nyata), akan tetapi dalam pembelajarannya bertahap didahului dengan benda-benda kongkret sebagai media sesuai dengan tahap perkembangan anak.

(20)

matematika yang sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari dan juga dalam pengembangan ilmu dan teknologi.

Peranan geometri tidak diragukan lagi dari masa perkembangannya di Mesir dan Basilonia untuk kepentingan praktis mereka seperti membuat bangunan dan menghitung luas tanah hingga sekarang telah memberikan sumbangan yang besar dalam perkembangan ilmu dan teknologi modern. Piramida-piramida bangsa Mesir kuno yang dibangun 4000 tahun yang lalu, masih merupakan contoh yang paling kuat dari struktur yang menggunakan bentuk-bentuk segitiga. Bangunan batu yang sangat besar ini terdiri dari dinding segitiga miring yang diatur di atas dasar persegi.

Kalaupun obyek geometri itu abstrak, akan tetapi mereka “ada”. Adalah sebuah kenyataan bahwa geometri sebagai suatu aspek matematika yang sangat penting dan berperan dalam kehidupan. Geometri menjadi materi yang ingin diketahui secara mendasar dan fundamental untuk pengembangan matematika itu sendiri dan pengembangan kemampuan berpikir manusia secara logis. Oleh karena itu perlu adanya tinjauan tentang ”geometri” tersebut berdasarkan filasafat matematika. Perlu ada tinjauan tentang geometri terhadap aspek-aspek ontologi, epistimologi dan aksiologi matematika. Dengan demikian diharapkan geometri menjadi lebih bermakna, lebih bermanfaat dan pengembangannya tidak perlu diragukan lagi.

Travers dkk [6] menyatakan bahwa :”Geometry is the study of the relationships among points, lines, angels, surfaces, and solids. Hal ini menuntukkan bahwa geometri adalah ilmu yang membahas tentang hubungan antara titik, garis, sudut, bidang dan bangun-bangun ruang.

Geometri merupakan salah satu aspek mata pelajaran Matematika di sekolah, di samping aspek bilangan, aljabar, statistika dan peluang, logika, trigonometri, dan kalkulus.

Salah satu tujuan diajarkannya geometri di sekolah, menurut Suydan dalam Kusni adalah mengembangkan kemampuan berpikir logis. Berkaitan dengan tujuan ini, pengenalan geometri mempunyai tujuan dasar untuk memberikan kesempatan siswa menganalisis lebih jauh dunia tempat hidupnya serta memberikan sejak dini landasan berupa konsep-konsep dan peristilahan yang diperlukan pada pendidikan jenjang berikutnya. Menurut Kusni, dengan mempelajari geometri sekaligus dapat menumbuhkembangkan kesenangan intelektual yang sesungguhnya terhadap matematika.

(21)

Idealnya, pembelajaran geometri tidak hanya mencakup aspek-aspek formal yang diperlukan untuk sekolah menengah, melainkan juga memfokuskan pada lingkungan fisik siswa. Siswa diberi kesempatan menyelidiki, mencoba, menemukan, menduga berbagai ide, dan didorong untuk merumuskan pernyataan yang tepat, logis, serta memeriksa kebenaran kesimpulan.

Permasalahan yang kemudian muncul dalam pembelajaran geometri diantaranya adalah berkaitan dengan objek geometri adalah benda-benda pikir yang abstrak, sedangkan tingkat perkembangan berpikir siswa berpikir secara kongkret.

Menurut Piaget dalam Ruseffendi [3], tahap pertama anak belajar geometri adalah topologis. Mereka belum mengenal jarak, belum mengenal kelurusan, dan semacamnya. Mereka baru mengenal apakah sesuatu itu ada di dalam atau ada di luar. Demikian pula pada tahap berpikir kongkrit ke bawah anak-anak masih memerlukan bantuan benda-benda kongkret. Menurut Van Hiele dalam Ruseffendi [3], berdasarkan hasil penemuannya mengemukakan bahwa siswa belajar geometri melalui 5 tahap : pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi, dan keakuratan. Agar siswa belajar geometri dengan mengerti, mereka harus memahami tahap-tahap yang lebih rendah terlebih dahulu.

Memperhatikan tingkat perkembangan berpikir siswa dari berpikir secara kongkret menuju tingkat berpikir abstrak, maka teknik pembelajaran pada masing-masing jenjang pendidikan menjadi berbeda. Sedangkan ruang lingkup materi geometri tersebut mungkin bisa sama. Misalnya materi bangun datar, telah dipelajari dari jenjang SD, SMP, SMA, dan hingga perguruan tinggi terus berkembang menjadi geometri analit datar. Ruang lingkup materi tentang bangun datar, akan tetapi cara penyampaian dan tingkat kedetailannya berbeda dari satu jenjang ke jenjang berikutnya.

Secara umum ruang lingkup geometri adalah mengenai garis dan sudut, bangun-bangun datar, bangun-bangun ruang, kesimetrian, kesebangunan, kekongruenan, dan geometri analitis. Dalam perkembangannya, geometri seperti lebih merujuk ke bentuk-bentuk yang sudah pasti seperti segitiga, segiempat, lingkaran, bangun ruang seperti kubus, balok, prisma, bola dan sebaginya. Di dalam bentuk-bentuk ini terdapat rumus-rumus yang mendasarinya. Termasuk juga penerapannya dalam sistem koordinat Cartesius baik untuk dimensi dua ataupun dimensi tiga.

(22)

gambar-gambar, diagram, sistem koordinat, vektor, dan transformasi. Geometri juga merupakan lingkungan untuk mempelajari struktur matematika.

Usiskin mengemukakan bahwa:

1. geometri adalah cabang matematika yang mempelajari pola-pola visual,

2. geometri adalah cabang matematika yang menghubungkan matematika dengan dunia fisik atau dunia nyata,

3. geometri adalah suatu cara penyajian fenomena yang tidak tampak atau tidak bersifat fisik, dan

4. geometri adalah suatu contoh sistem matematika.

Tujuan pembelajaran geometri adalah agar siswa memperoleh rasa percaya diri mengenai kemampuan matematikanya, menjadi pemecah masalah yang baik, dapat berkomunikasi secara matematik, dan dapat bernalar secara matematik. Sedangkan Budiarto menyatakan bahwa tujuan pembelajaran geometri adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis, mengembangkan intuisi keruangan, menanamkan pengetahuan untuk menunjang materi yang lain, dan dapat membaca serta menginterpretasikan argumen-argumen matematik.

C. Masalah Matematika

Reitman dalam Wilson [8] mendefinisikan masalah sebagai suatu situasi/gambaran yang dihadapkan pada seseorang tetapi belum diketahui cara untuk menyelesaikannya. Suatu masalah biasanya memuat suatu yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya.

Siswono [4] mendefinisikan masalah sebagai suatu situasi atau pertanyaan yang dihadapi seorang individu atau kelompok ketika mereka tidak mempunyai aturan, algoritma/ prosedur tertentu atau hukum yang segera dapat digunakan untuk adapat menentukan jawabannya.

(23)

Syarat suatu masalah bagi seorang siswa menurut Hudojo [7] adalah (1) pertanyaan yang dihadapkan kepada seorang siswa haruslah dapat dimengerti oleh siswa tersebut, namun pertanyaan itu harus merupakan tantangan baginya untuk menjawabnya. (2) pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan prosedur yang rutin yang telah diketahui siswa. Sedangkan Siswono [9] menyatakan ciri suatu masalah adalah: (1) individu menyadari/ mengenali suatu situasi (pertanyaan-pertanyaan) yand dihadapi. (2) individu menyadari bahwa situasi tersebut membutuhkan tindakan. (3) langkah pemecahan suatu masalah tidak harus jelas atau mudah ditangkap orang lain.

Dalam proses pembelajaran matematika, pertanyaan yang dihadapkan kepada siswa biasanya disebut soal. Guru memberikan soal kepada siswa untuk mengukur tingkat pemahaman siswa tersebut terhadap materi yang telah dipelajari. Ini bukan berarti semua soal yang diberikan merupakan masalah matematika.

Jadi, masalah matematika adalah soal matematika tidak rutin yang tidak dapat diselesaikan dengan prosedur rutin yang telah diketahui oleh siswa.

D. PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

Pemecahan masalah adalah suatu proses menemukan suatu respon yang tepat terhadap suatu situasi yang benar-benar unik dan baru lagi. Polya [1] mengartikan pemecahan masalah sebagai usaha untuk mencari jalan keluar dari kesulitan guna mencapai tujuan yang tidak begitu mudah untuk dicapai. Sementara Dahar [6] mengatakan bahwa kegiatan pemecahan masalah itu sendiri merupakan keinginan manusia dalam menerapkan konsep-konsep dan aturan-aturan yang diperoleh sebelumnya.

National council of teacher of mathematics (dalam Branca) [5] mengatakan bahwa pembelajaran untuk memecahkan masalah adalah alasan prinsip untuk pengajaran matematika. Pemecahan masalah adalah proses untuk mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya kepada situasi yang baru atau tidak biasa. Ruseffendi [3] mengatakan bahwa pemecahan masalah adalah pendekatan yang bersifat umum yang lebih mengutamakan kepada proses dari pada hasilnya (output). Jadi aspek proses merupakan aspek yang utama dalam pembelajaran pemecahan masalah, bukan aspek produk.

Siswono [4] menyatakan bahwa pemecahan masalah adalah suatu proses atau upaya individu untuk merespon aatau mengatasi halangan atau kendala ketika suatu jawaban atau metode jawaban belum tampak jelas. Ini berarti bahwa dalam pemecahan masalah diperlukan upaya seseorang untuk mengatasi halangan atau kendala agar mendapatkan jawaban yang jelas.

Berdasarkan uraian di atas, yang di maksud dengan pemecahan masalah dalam makalah ini adalah proses memperoleh jawaban dari kesulitan dengan menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya.

Dalam tugas pemecahan masalah, Polya [1] menyediakan empat langkah dalam pemecahan masalah, yakni:

a. Memahami masalah (understanding the problem)

(24)

1) Identifikasi apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan (dibuktikan). 2) Memperkenalkan notasi yang cocok.

3) Memodelkan masalah dalam bentuk diagram atau gambar. 4) Memberikan ilustrasi atau contoh pada data berupa definisi. b. Merencanakan penyelesaian (devising a plan)

Hal-hal yang dilakukan ketika menyusun strategi penyelesaian diantaranya:

1) Menyatakan kembali masalah itu ke dalam bentuk yang lebih operasional.

2) Mengingat kembali apakah masalah yang di hadapi telah dikenal dengan baik sebelumnya, baik masalah yang sama maupun dalam bentuk yang berbeda.

3) Menentukan definisi atau aturan yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.

4) Perhatikan apa yang harus dicari (dibuktikan), dapatkah kita mengkondisikan sesuatu yang lebih sederhana sehingga kita dapat memperoleh apa yang dicari (dibuktikan).

5) Menyelesaikan masalah dalam bentuk atau formulasi yang lebih sederhana.

6) Mengembangkan data yang diberikan berdasarkan aturan yang sudah diketahui.

c. Melaksanakan Rencana (carrying out the plan)

Hal-hal yang dilakukan ketika menjalankan srategi diantaranya:

1) Lakukan rencana strategi itu untuk memperoleh penyelesaian dari masalah.

2) Perhatikan apakah setiap langkah yang dilakukan sudah benar d. Memeriksa kembali proses dan hasil (looking back)

Hal-hal yang dilakukan dalam memeriksa penyelesaian yang dihasilkan diantaranya:

1) Memeriksa validitas argumen pada setiap langkah yang dilakukan 2) Menggunakan hasil yang diperoleh pada kasus khusus atau masalah

lainnya.

3) Menyelesaikan masalah dengan cara yang berbeda.

E. Intelegensi

Dalam kehidupan sehari-hari, kita seringkali mendengar orang berbicara mengenai intelegensi sebagai faktor yang menentukan berhasil tidaknya siswa di sekolah. Wlater B. Kolsenik (dalam Slameto) mengatakan [2] “In most cases there is a fairly high correlation between one’s IQ, anf his

scholastic success. Usually, the higher a person’s IQ, the higher the grades he receives”.

(25)

motivasi, sikap, kesehatan fisik dan mental, kepribadian dan ketekunan, dan lain-lain perlu dipertimbangkan sebagai faktor-faktor lain yang turut

mempengaruhi prestasi. 1. Pengertian Intelegensi

Terdapat banyak pengertian mengenai intelegensi yang dapat kita temui dalam berbagai kepustakaan. Beberapa ahli menekankan fungsi

intelegensi untuk membantu penyesuaian diri seseorang terhadap

lingkungan. Bebrapa ahli lainnya menekankan struktur inteligensi dengan menggambarkan sebagai suatu kecakapan.

Vernon (dalam Slameto) [2]berusaha membuat kompromi pandangan yang berbeda-beda mengenai intelegensi, dan merumuskannya sebagai kemampuan untuk melihat hubungan yang relevan diantara obyek-obyek atau gagasan-gagasan, serta kemampuan untuk menerapkan hubungan-hubungan ini ke dalam situasi-situasi baru yang serupa. Selanjutnya. Vernon membagi kemampuan intelektual individu ke dalam suatu hierarki, seperti yang dapat kita lihat pada skema berikut ini :

(26)

Kemampuan-a. kemapuan intelektual umum yang dimaksud disini dapat disamakan dengan faktor “g” yang diuraikan oleh Spearman di dalam teorinya mengenai struktur intelegensi. Spearman mengatakan bahwa elemen intelegensi yang terpenting adalah faktor “g”, yaitu kemampuan untuk menghasilkan hubungan-hubungan abstrak. Setiap individu berbeda dalam kuantitas “g” yang dimiliki.

b. Kemampuan-kemampuan kelompok mayor merupakan tahap kekhususan berikutnya, mencakup kemampuan-kemampuan memanfaatkan pendidikan verbal dan teknik. Thurstone (dalam Slamteo) [2] mengajukan lima macam kemampuan umum yaitu : 1. Kemampuan untuk mengerti gagasan-gagasan yang dinyatakan

melalui kata-kata.

2. Kemampuan menangani persoalan-persoalan kuantitatif 3. Kemampuan memecahkan masalah secara logis

4. Kemampuan mengenal persamaan dan perbedaan diantara objek-objek atau simbol-simbol secara cepat dan tepat

5. Kemampuan membayangkan pemutaran objek dan bantuk di dalam ruang, serta hubungan yang terjadi antara semuanya itu.

c. Kemampuan-kemampuan kelompok minor yang diuraikan di sini dapat disamakan dengan faktor-faktor kelompok yang di dalam struktur intelegensi yang diuraikan oleh Spearmen adalah kemampuan verbal dan kemampuan untuk bekerja dengan angka.

d. Kemampuan-kemampuan spesifik di sini dapat disamakan dengan sel-sel struktur intelek yang dikemukakan oleh Guilford. Guilfor d mencoba memberikan gambaran yang sistematismengenai

kemampuan-kemapuan intelektual yang spesifik. Dia berpendapat bahwa kemampuan intelektual merupakan perpaduan dari apa yang

(27)

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan Intelektual

Bayley (dalam Slameto) [2]didalam studinya menemukan beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan intelektual individu, yaitu :

a. Keturunan

Studi korelasi nilai-nilai tes intelegensi di antara anak dan orang tua, atau dengan kakek-neneknya, menunjukkan adanya pengaruh faktor keturunan terhadap tingkat kemampuan mental seseorang sampai pada tingkat tertentu.

b. Latar belakang sosial ekonomi

Pendapatan keluarga, pekerjaan orang tua dan faktor-faktor sosial ekonomi lainnya, berkolerasi positif dan cukup tinggi dengan taraf kecerdasan individu mulai usia 3 tahun sampai dengan remaja. c. Lingkungan Hidup

Lingkungan yang kurang baik akan menghasilkan kemampuan

intelektual yang kurang baik pula. Lingkungan yang dinilai paling buruk bagi perkembangan intelegensi adalah panti-panti asuhan serta

institusi lainnya, terutama bila anak ditempatkan disana sejak awal kehidupan.

d. Kondisi fisik

Keadaan gizi yang kurang baik, kesehatan yang buruk, perkembangan fisik yang lambat, menyebabkan tingkat kemampuan mental yang rendah.

e. Iklim emosi

Iklim emosi di mana individu dibesarkan mempengaruhi perkembangan mental individu yang bersangkutan.

3. Tahapan perkembangan intelektual

Perkembangan kognitif/perkembangan mental anak selalu mengikuti tahapan-tahapan mulai dari sensori-motor (0 – 2 tahun), praoperasional (2 – 7 tahun), operasional konkret (7 – 11 tahun), dan selanjutnya operasional formal (11 tahun ke atas). Irama perkembangan pada setiap tahap berbeda-beda dari anak yang satu dengan anak yang lain. Interval yang diacu oleh Jean Piaget hanyalah acuan umum. Menurut hasil penelitian Piaget, ada 4 faktor yang mempengaruhi tingkat perkembangan intelektual (mental) anak, yaitu [3]:

1) Kematangan (maturation).

Perkembangan sistem saraf sentral, otak, koordinasi motorik, dan proses perubahan fisiologis dan anatomis akan mempengaruhi perkembangan kognitif. Faktor kedewasaan atau kematangan ini berpengaruh pada perkembangan intelektual tapi belum cukup menerangkan perkembangan intelektual.

2) Pengalaman Fisik (Physical Experience).

Pengalaman fisik terjadi karena anak berinteraksi dengan lingkungannya. Tindakan fisik ini memungkinkan anak dapat mengembangkan aktivitas dan gaya otak sehingga mampu mentransfernya dalam bentuk gagasan atau ide. Dari pengalaman fisik yang diperoleh anak dapat dikembangkan menjadi matematika logika. Dari kegiatan meraba, memegang, melihat, berkembang menjadi kegiatan berbicara, membaca dan menghitung.

(28)

Pengalaman sosial diperoleh anak melalui interaksi sosial dalam bentuk pertukaran pendapat dengan orang lain, percakapan dengan teman, perintah yang diberikan, membaca, atau bentuk lainnya. Dengan cara berinteraksi dengan orang lain, lambat laun sifat egosentris berkurang. Ia sadar bahwa gejala dapat didekati atau dimengerti dengan berbagai cara. Melalui kegiatan diskusi anak akan dapat memperoleh pengalaman mental. Dengan pengalaman mental inilah memungkinkan otak bekerja dan mengembangkan cara-cara baru untuk memecahkan persoalan. Di samping itu pengalaman sosial dijadikan landasan untuk mengembangkan konsep-konsep mental seperti kerendahan hati, kejujuran, etika, moral, dan sebagainya.

4) Keseimbangan (Equilibration).

Keseimbangan merupakan suatu proses untuk mencapai tingkat fungsi kognitif yang semakin tinggi. Keseimbangan dapat dicapai melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi menyangkut pemasukan informasi dari luar (lingkungan) dan menggabungkannya dalam bagan konsep yang sudah ada pada otak anak. Akomodasi menyangkut modifikasi bagan konsep untuk menerima bahan dan informasi baru.

Tabel. Distribusi IQ untuk Kelompok Standarisasi Tes Baylley

4. Cara mempengaruhi kemampuan Intelektual Siswa

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya terrdapat banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan intelektual seseorang, meliputi aspek-aspek fisik, emosional latar belakang sosial, ekonomi, keturunan dan lingkungan. Berikut ini akan diuraikan beberapa pedoman pengamatan bagi pengajar untuk mengetahui faktor-faktor yang merintangi belajar, yang

mempengaruhi kemampuan intelektual berfungsi secara optimal. 1) Faktor fisik

- Kesehatan umum

Para siswa yang tampak kurang responsive, kurang memperlihatkan atau tampak tidak memiliki motivasi untuk belajar, kemungkinan besar disebabkan karena kondisi mereka yang kurang baik.

Kelas Interval Skor IQ Klasifikasi

140 – ke atas Genius (luar biasa)

110 – 139 Very superior (amat cerdas) 110 – 119 Superior (cerdas)

90 – 109 Normal (overage)

80 – 89 Dull (bodoh)

70 – 79 Border line (bataspotensi)

50 – 69 Morrons (debiel)

30 – 49 Embicile (embisil)

(29)

Pengajar hendaknya memperhatikan gejala-gejala seperti ini yang mungkin membutuhkan pengobatan.

- Kelemahan-kelemahan sensorik

Siswa yang sering dinilai sebagai “slow learner”, atau menunjukkan masalah-masalah tingkah laku, seringkali disebabkan karena

kerusakan, cacat visual atau pendengaran yang tidak diketahui. Mereka tidak mampu melihat atau mendengar sebaik siswa-siswalainnya. Gejala-gejala yang biasanya terlihat antara lain

membaca buku terlalu dekat dengan mata, bersandar ke muka atau memiringkan kepala untuk melihat papan tulis atau mata selalu merah dan berair. Juga bila siswa secara menetap gagal

memberikan respons bila diminta, selalu meminta pengulangan informasi, menunjukkan sedikit atau tidak ada minat di dalam kelompok-kelompok diskusi dan jarang berpartisipasi di dalam kelompok diskusi.

- Hiperkinetik dan Hipokinetik

Hiperkinetik merupakan pengertian yang menyangkut tingkah laku individu yang sulit diam di tempat. Ia selalu meninggalkan bangku, memegang-megang sesuatu berputar-putar. Hipokinetik merupakan pengertian yang berhubungan dengan tingkah laku yang lambat, apatis, malu, takut, menjemukan.

2) Faktor emosional

Secara fisik, kebanyakan siswa umumnya berada pada kondisi sehat, mereka bebas dari gangguan-gangguan atau kerusakan sensorik yang serius. Tetapi bagaimana dengan kesehatan mental mereka?

Masalah kesehatan mental seringkali dianggap salah satu faktor utama yang tidak hanya merintangi belajar, tetapi juga motivasi untuk

mencapai prestasi sebaik mungkin. Istilah kesehatan mental seringkali disalah-interpretasikan. Bila kata mental menunjuk pada proses-proses kognitif atau intelektual. Kesehatan mental lebih menunjuk pada aspek penyesuaian diri serta aspek kehidupan sosial dari orang yang

bersangkutan.

Seseorang yang secara mental sehat biasanya adalah yang memiliki konsep diri positif dan yang merasa bahwa dirinya berharga. Ia merasa kebutuhan-kebutuhan dirinya cukup terpenuhi, seperti kebutuhan akan rasa aman, cinta, harga diri. Ia merasa bebas dari perasaan-perasaan frustasi, cemas, tegang, konflik, rendah diri, salah dan lain-lain.

Sebaliknya, seorang siswa yang merasa kebutuhan-kebutuhan dirinya tidak terpenuhi, ia merasa dirinya tidak berharga, tidak dibutuhkan, tidak dicintai, tidak sebaik teman lainnya, sehingga penyesuaian diri siswa yang bersangkutan akan terganggu. Kemungkinan timbul pada diri siswa yang bersangkutan perasaan-perasaaan seperti rasa benci, bermusuhan atau takut terhadap teman lain. Ia merasa tidak aman akan masa depannya. Dari siswa dalam kondisi seperti ini sulit dapat diharapkan untuk berkonsentrasi terhadap materi belajar yang

diberikan. Perhatiannya cenderung diarahkan pada cara-cara bagaimana ia dapat memenuhi kebutuhan dirinya, mengurangi

(30)

tidak menyenangkan. Siswa, yang secara mental kurang atau tidak sehat, perlu mendapat perhatian khusus, mengingat kondisi demikian sangat mengganggu, merintangi belajar serta motivasi untuk mencapai prestasi sebaik mungkin.

Terdapat banyak bentuk tingkah laku yang dapat dianggap sebagai gejala-gejala terjadinya masalah emosional yang serius :

a. Kemunduran kualitas kerja siswa secara tiba-tiba b. Sensitivas terhadap kritik

c. Perasaan tidak suka, iri hati akan keberhasilan siswa-siswa lain d. Variasi perasaan yang ekstrim dari hari ke hari, atau dari waktu ke

waktu

e. Derajat toleransi terhadap frustasi yang rendah, mengharapkan pemuasan-pemuasan diri dengan segera

f. Membuka rahasia atau berbohong, agar siswa lain mengalami kesulitan atau untuk memperlihatkan bahwa dirinya lebih baik dari siswa-siswa lain

g. Mengeluh sakit ketika hasil pemeriksaan kesehatan menyatakan dirinya tidak menderita sakit

h. Menunjukkan hubungan sosial yang buruk dengan kelompoknya i. Tidak ada usaha untuk melakukan atau mencoba sesuatu yang baru

dan berbeda

j. Tidak mampu mengontrol tingkah laku diri. 3) Faktor motivasi

Seringkali siswa yang tergolong cerdas tampak bodoh karena tidak memiliki motivasi untuk mencapai prestasi sebaik mungkin.

Misalnya, karena keadaan lingkungan yang mengancam, perasaan takut diasingkan oleh kelompok bila siswa berhasil, atau karena kebutuhan untuk berprestasi pada diri siswa sendiri kurang atau mungkin tidak ada. Ada tidaknya motivasi untuk berprestasi pada diri siswa cukup mempengaruhi kemampuan intelektual siswa agar dapat berfungsi secara optimal.

Saran-saran untuk membantu mengurangi hambatan-hambatan intelektual :

a. Hendaknya pengajar turut memperhatikan kondisi kesehatan fisik siswa.

b. Membantu pengembangan sifat-sifat positif pada diri siswa seperti rasa percaya diri, perasaan diri dihargai. Dengan menaruh respek terhadap pertanyaan serta gagasan-gagasan yang ditinjau siswa, guru membantu meningkatkan keyakinan diri siswa serta perasaaan bahwa dirinya dihargai. Usaha-usaha khusus juga perlu dilakukan agar perasaan-perasaan cemas, rendah diri, tegang, konflik, atau salah dapat dihindari. Misalnya :

- Hindari kecenderungan guru untuk membanding-bandingkan siswa yang dapat menyinggung perasaan.

- Tekankan kelebihan-kelebihan siswa, bukan kelemahan-kelemahannya.

- Pemberian tes harus dimaksudkan untuk diagnose, bukan untuk menghukum siswa-siswa yang gagal mencapai harapan-harapan guru dan orang tua.

(31)

c. Memperbaiki kondisi motivasi siswa

Melalui pemberian insentif atas keberhasilan yang diraih siswa (dapat berupa pujian, angka yang baik), guru membantu meningkatkan motivasi siswa sehingga siswa terdorong untuk melakukan usaha pencapaian tujuan pengajaran lebih lanjut. Suasana kelas yang monoton dan membosankan perlu dihindari. Berikan alasan yang cukup kepada siswa agar ia percaya bahwa ia mampu, mau, atau harus mengembangkan suatu motif. Kepada siswa hendaknya juga diberikan pengertian bahwa perkembangan suatu motif tertentu merupakan tuntutan yang realistis dan cukup beralasan. Umpan balik mengenai kemajuan yang telah dicapai siswa dalam rangka mencapai tujuan pengajaran sebaiknya pengajaran.

d. Menciptakan kesempatan belajar yang lebih baik bagi siswa Melalui pemberian kesempatan melaksanakan tugas-tugas yang relevan, misalnya di dalam kelompok diskusi, di muka kelas, pembuatan karya tulis, penyajian material perpustakaan yang lengkap, dan lain-lain, memungkinkan kesempatan yang baik bagi siswa untuk belajar.

e. Memberikan rangsangan belajar sebanyak mungkin

Misalnya, melalui penyajian sejumlah masalah yang bervariasi, pengajuan pertanyaan-pertanyaan yang merangsang suatu pemikiran.

III. Penutup

A. Kesimpulan

Dalam proses kegiatan belajar mengjar di Sekolah siswa terkadang sering mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah matematika

terutamata dalam memecahkan masalah dalam materi geometri. Ternyata ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi intelegensi siswa

sebagaimana Bayley (dalam Slameto) [2] didalam studinya menemukan beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan intelektual individu, yaitu:

a. Keturunan

Studi korelasi nilai-nilai tes intelegensi di antara anak dan orang tua, atau dengan kakek-neneknya, menunjukkan adanya pengaruh faktor keturunan terhadap tingkat kemampuan mental seseorang sampai pada tingkat tertentu.

b. Latar belakang sosial ekonomi

Pendapatan keluarga, pekerjaan orang tua dan faktor-faktor sosial ekonomi lainnya, berkolerasi positif dan cukup tinggi dengan taraf kecerdasan individu mulai usia 3 tahun sampai dengan remaja. c. Lingkungan Hidup

Lingkungan yang kurang baik akan menghasilkan kemampuan

(32)

institusi lainnya, terutama bila anak ditempatkan disana sejak awal kehidupan.

d. Kondisi fisik

Keadaan gizi yang kurang baik, kesehatan yang buruk, perkembangan fisik yang lambat, menyebabkan tingkat kemampuan mental yang rendah.

e. Iklim emosi

Iklim ekonomi di mana individu dibesarkan mempengaruhi perkembangan mental individu yang bersangkutan.

(33)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Polya, G. (1973). How to solve it A New Aspect of Mathemathic Method. Second Edition Princeton, New Jersey: Princeton University Press.

[2] Slameto, Evaluasi Pendidikan. FKIP-UKSW Salatiga. 1986.

----, membangkitkan Kreativitas Melalui Pendidikan, Suara Merdeka. Semarang 6 Juli 1984.

----, Mendobrak Kultur Bisu dan Nyontek dengan Motivasi Belajar, Suara Merdeka. Semarang, 11 Maret 1985

---, Meningkatkan Intlegensi Anak, Suara Merdeka, Semarang, 13 Februari 1985

---, Penelitian Tentang Kebiasaan Belajar . . . ., Skripsi SM. BP. DIP-FKIP UKSW, Salatiga, 1981.

[3]Russefendi, E.T. 1991. Penilaian Pendidikaan dan Hasil Belajar Khususny dalam Pembelajaran Matematika untuk Guru dan Calon Guru. Bandung: Tarsito

[4] Siswono, Tatag Yuli Eko. 2008. Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan Masalah dan Pemecahan Masalah Untuk meningkatkan Kemampuan Berfikir Kreatif. Surabaya: Unesa University Press

[5]National Council of Teachers of Mathematics (2000). Principles and standards for schoolmathematics. Reston, VA: Author.

[6]Dahar, R. W. 1988. Teori-teori belajar. Jakarta: Depdikbud Dikti PPLPTK [7]Hudojo, Herman. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran

Matematika. Malang: Malang University Press

[8] Wilson, J. W., Fernandez, M. L. & Hadaway, N. 1993. Mathematical Problem Solving. In Wilson, P. S. Research Ideas For The Classroom High School Mathematics. New York: Macmillan publishing Company

Gambar

Tabel. Distribusi IQ untuk Kelompok Standarisasi Tes Baylley

Referensi

Dokumen terkait

Bukti di lapangan bahwa mineral zirkon terdapat sebagai mineral primer dalam batuan metamorfik genes, mika sekis atau pada amfibolit, seperti terlihat dari hasil analisis

Gelombang carrier ini merupakan gelombang kotak (digital). Secara teori, gelombang carrier akan menjadi clock yang melakukan sampling pada gelombang informasi. Level tegangan saat bit

Cekaman naungan yang diberikan selama 3 minggu perlakuan pada tanaman jarak memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman, berat kering tajuk dan akar serta luas

cenderung menguat pada tahun 2016, sejak tahun akhir tahun 2013 sektor keuangan masih berada dalam trend positif walau sempat mengalami koreksi pada bulan April tahun 2015

aunque existen similitudes destacables entre la clasificación de Mas- lama y la de los Ijw a n, hay también numerosas e importantes diferen- cias entre los dos sistemas. Así

The study on the students’ perception of remedial learning program in vocational school is to investigate feelings, thoughts, opinions and beliefs about remedial teaching according

Dalam kaitannya dengan bidang studi Desain Komunikasi Visual, maka lingkup tugas akhir terbatas pada masalah-masalah perancangan dan pembuatan profil buku fotografi untuk

Hal ini menegaskan pentingnya akuntabilitas publik dalam peningkatan kinerja manejerial, karena dengan adanya akuntabilitas kepada masyarakat, masyarakat tidak hanya