• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Prestasi Belajar

2.1.1 Pengertian Belajar

Belajar secara tradisional diartikan sebagai upaya menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Pengertian belajar yang lebih modern diungkapkan Morgan dkk dalam Sunarto (2009) sebagai perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan dan pengalaman. Definisi yang kedua ini memuat dua unsur penting dalam belajar yaitu, pertama belajar adalah perubahan tingkah laku, dan kedua perubahan yang terjadi adalah terjadi karena latihan atau pengalaman (Mulyani Sumantri dalam Sunarto, 2009).

Menurut Slameto (2003) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sardiman A.M dalam Sunarto (2009) mengemukakan belajar dalam pengertian luas adalah kegiatan psiko-fisik menuju perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian dalam arti sempit, belajar dimaksudkan sebagai

(2)

usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya. Menurut Syaiful B.Djamarah (2002) mengungkapkan bahwa belajar adalah rangkaian kegiatan jiwa raga yang menuju perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang menyangkut unsur cipta, rasa, dan karsa, ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Belajar harus menghasilkan perubahan tingkah laku. Hasil tersebut, dapat berupa pengetahuan, keterampilan (dari tidak dapat melakukan sesuatu menjadi dapat melakukan), serta nilai dan sikap (dari tidak dapat berlaku sopan sampai mengetahui, memahami, menguasai dan dapat bertingkahlaku sopan). Belajar akan berlangsung (dengan baik) apabila perubahan-perubahan berikut terjadi; “1. penambahan informasi, 2. mengembangkan atau meningkatkan pengertian, 3. penerimaan sikap-sikap baru, 4. Memperoleh penghargaan baru, 5. mengerjakan sesuatu dengan apa yang telah dipelajari."(Surjadi dalam Aryanti 2004).

Suatu perubahan tingkah laku disebut belajar apabila perubahan tersebut merupakan hasil upaya yang dilakukan individu secara sadar dan disengaja. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang menghasilkan perubahan tingkah laku, yang pada

(3)

prinsipnya individu yang belajar memperoleh peningkatan prestasi belajar sesuatu yang baru.

2.1.2 Prinsip-Pinsip Belajar

Prinsip-prinsip atau asas-asas belajar. Hal ini perlu kita ketahui agar kita memiliki pedoman dan tekhnik belajar yang baik. Prinsip-prinsip belajar menurut Zainal Aqib (2002) adalah :

a. Belajar harus bertujuan dan terarah. Tujuan akan menuntutnya dalam belajar untuk mencapai harapan-harapan.

b. Belajar memerlukan bimbingan, baik dari bimbingan guru maupun buku pelajaran itu sendiri.

c. Belajar memerlukan pemahaman atas hal-hal yang dipelajari sehingga diperoleh pengertian-pengertian. d. Belajar memerlukan latihan dan ulangan agar apa-apa

yang telah dipelajari dapat dikuasainya.

e. Belajar adalah suatu proses aktif dimana terjadi saling pengaruh secara dinamis antara murid dengan lingkungannya.

f. Belajar harus disertai keinginan dan kemauan yang kuat untuk mencapai tujuan.

i. Belajar dikatakan berhasil apabila telah sanggup menerapkan kedalam bidang praktek sehari-hari.

(4)

Jadi belajar adalah suatu proses perubahan dari diri seseorang dimana terdapat peningkatan atau perubahan tingkah laku, pengetahuan yang signifikan dari diri seseorang.

2.1.3 Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai oleh individu setelaha mengalamai sutau proses belajar mengajar. Winkel (1996) mengemukakan bahwa prestasi belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Maka prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang yang telah melaksanakan usaha-usaha belajar. Sedangkan Suryabrata (2002) mengemukakan prestasi belajar merupakan penilaian hasil usaha kegiatan hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf, maupun kalimat yang mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak atau prestasi belajar diartikan sebagai tingkat pengusaan yang dicapai oleh pelajar dalam mengikuti program belajar mengajar dengan tujuan pendidikan yang diterapkan. Seseorang anak didik dikatakan berprestasi tinggi disekolah apabila ia memperoleh angka-angka yang baik dan menduduki peringkat atas dikelas (Withman, 2000). Sedangkan menurut J.S Purwadarminto dalam Sunarto (2009) prestasi belajar adalah hasil yang dicapai sebaik-baiknya

(5)

menurut kemampuan anak pada waktu tertentu terhadap hal-hal yang dikerjakan atau dilakukan baik ranah kognitif, afektif maupun psikomotor.

a. Ranah Penilaian Kognitif

Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi.

1. Ingatan, yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat. Ditandai dengan kemampuan menyebutkan simbol, istilah, definisi, fakta, aturan, urutan, metode.

2. Pemahaman, yaitu kemampuan seseorang untuk memahami tentang sesuatu hal. Ditandai dengan kemampuan menerjemahkan, menafsirkan, memperkirakan, menentukan, menginterprestasikan. 3. Penerapan , yaitu kemampuan berpikir untuk menjaring

& menerapkan dengan tepat tentang teori, prinsip, simbol pada situasi baru/nyata. Ditandai dengan kemampuan menghubungkan, memilih,

(6)

mengorganisasikan, memindahkan, menyusun, menggunakan, menerapkan, mengklasifikasikan, mengubah struktur.

4. Analisis, kemampuan berfikir secara logis dalam meninjau suatu fakta/ objek menjadi lebih rinci. Ditandai dengan kemampuan membandingkan, menganalisis, menemukan, mengalokasikan, membedakan, mengkategorikan.

5. Sintesis, kemampuan berpikir untuk memadukan konsep-konsep secara logis sehingga menjadi suatu pola yang baru. Ditandai dengan kemampuan mensintesiskan, menyimpulkan, menghasilkan, mengembangkan, menghubungkan, mengkhususkan. 6. Evaluasi, kemampuan berpikir untuk dapat memberikan

pertimbangan terhadap sustu situasi, sistem nilai, metoda, persoalan dan pemecahannya dengan menggunakan tolak ukur tertentu sebagai patokan. Ditandai dengan kemampuan menilai, menafsirkan, mempertimbangkan dan menentukan.

b. Ranah Penilaian Afektif

Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti

(7)

perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah:

1. Menerima (memperhatikan), meliputi kepekaan terhadap kondisi, gejala, kesadaran, kerelaan, mengarahkan perhatian

2. Merespon, meliputi merespon secara diam-diam, bersedia merespon, merasa puas dalam merespon, mematuhi peraturan

3. Menghargai, meliputi menerima suatu nilai, mengutamakan suatu nilai, komitmen terhadap nilai 4. Mengorganisasi, meliputi mengkonseptualisasikan nilai,

memahami hubungan abstrak, mengorganisasi sistem suatu nilai.

c. Ranah Penilaian Psikomotor

Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) tau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Penilaian ranah psikomotorik dengan cara:

(8)

Penilaian psikomotorik dapat dilakukan dengan menggunakan observasi atau pengamatan. Observasi sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Dengan kata lain, observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses belajar atau psikomotorik. Misalnya tingkah laku peserta didik ketika praktik, kegiatan diskusi peserta didik, partisipasi peserta didik dalam simulasi, dan penggunaan alins ketika belajar.

Dari pendapat ahli diatas prestasi belajar adalah hasil dari pengukuran terhadap peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan mengunakan instrumen test atau instrument yang relevan.

Menurut Saifudin Anwar (2005) test prestasi belajar bila dilihat dari tujuannya yaitu mengungkapkan keberhasilan seseorang dalam belajar.Testing pada hakikatnya menggali informasi yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Tes prestasi belajar berupa tes yang disusun secara terencana untuk mengungkapkan performa maksimal subyek dalam menguasai bahan-bahan atau materi yang telah diajarkan. Dalam kegiatan pedidikan formal tes prestasi belajar

(9)

dapat berbentuk ulangan harian, test formatif, test sumatif bahkan ebtanas, merupakan hasil dari pengukuran terhadap prestasi peserta didik.

2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa menurut Nana Sudjana(1989):

1) Faktor intern, yaitu faktor yang terdapat dalam diri individu itu sendiri, antara lain ialah kemampuan yang dimilikinya, minat, motivasi serta faktor-faktor lainnya. 2) Faktor ekstern, yaitu faktor yang berada di luar individu

diantaranya lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.

Bloom dalam Arif Setiawan (2007) mengemukakan tiga faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu kemampuan kognitif, motivasi belajar, dan kualitas pembelajaran. Robinson dan Tanner (dalam Slameto, 2003) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa yaitu perilaku sosial, konsep diri akademik, strategi belajar siswa, motivasi, pola asuh dan status ekonomi.

Menurut Slameto (2003) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat

(10)

digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu faktor intern dan faktor ekstern.

1. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor intern tersebut meliputi beberapa hal anatara lain :

a. Faktor jasmainah

Proses belajar siswa akan terganggu apabila kesehatan siswa terganggu. Selain itu siswa akan cepat leleh, kurang kosentrasi, mudah pusing ataupun gangguan indra lainnya, cacat tubuh juga mempengaruhi belajarnya.

b. Faktor psikologis

Terdapat tujuh faktor psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktor-aktor tersebut adalah intelegensi, minat, bakat, motif, kematangan dan kelelahan.

c. Faktor kelelahan

Kelelahan dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani, kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh, sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan sehingga minat dan dorongan untuk memperhatikan sesuatu hilang.

(11)

2. Faktor ektern adalah faktor yang ada di luar individu yang sedang belajar. Faktor ekstern meliputi beberapa hal antara lain :

a. Faktor keluarga

Cara orang tua mendidik atau pola asuh orang tua yang diterapkan terhadap anak berpengaruh terhadap prestasi belajar anak relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga, dan keadaan ekonomi keluarga.

b. Faktor sekolah

Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relsi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajran dn waktu sekolah, standar pelajaran, keaaan gedung, metode belajar an tugas rumah.

c. Faktor masyarakat

Kegiatan siswa dalam masyarakat seperti teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat. Karena pendidikan dimasyarakat adalah penerapan dari apa yang diperoleh dari pendidikan formal di sekolah. Terdapat proses belajar dari penerapan tersebut.

(12)

2.2 Pola Asuh

2.2.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999) kata pola berarti cara kerja, bentuk (struktur yang tetap), sistem. Selanjutnya kata asuh atau mengasuh artinya menjaga (merawat dan membimbing anak). Mengasuh juga mengandung pengertian membimbing yang meliputi membantu dan melatih supaya dapat berdiri.

Muclish Hamidi dan Dasiemi S (1991) menyatakan bahwa “ pola asuh orang tua adalah cara yang digunakan orang tua dalam mendidik anak-anaknya yang dianggap paling sesuai dengan cita-citanya dalam mengantarkan anak-anaknya menjadi anak yang berguna bagi keluarga, masyarakat, dan Negara”. Menurut Sears dalam bukunya Rohan Aliah (1990) mengatakan bahwa „ pola asuh orang tua merupakan cerminan orang tua dengan anak. Komunikasi ini meliputi sikap, nilai, dan kepercayaan orang tua untuk memelihara anaknya”. Pola asuh dalam hal ini merupakan cara yang digunakan orang tua dalam menjaga, merawat dan membimbing anak terutama sikap , proses pengendalian, pemberian dorongan dan interaksi.

Sikun Pribadi (1981) menjelaskan “pola asuh orang tua adalah prilaku orang tua dalam memenuhi kebutuhan, memberikan perlindungan dan mendidik anak dalam

(13)

kehidupan sehari-hari”. Perlakuan orang tua tersebut akan mendatangkan hasil yang baik apabila dilakukan dengan benar dan sebaliknya. Perlakuan orang tua yang bersikap negatif atau bertentangan dengan keinginan anak, maka dapat digolongkan sebagai bimbingan.

Menurut Singgih (2000) menyatakan bahwa “ pola asuh orang tua merupakan perlakuan orang tua dalam interaksi yang meliputi orang tua menunjukkan kekuasaan dan cara orang tua memperhatikan keinginannya”. Kekuasaan atau cara yang digunakan orang tua cenderung mengarah pada pola asuh yang ditetapkan. Hadi (2003) “ orang tua adalah ayah dan ibu yang menjadi pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya”.

Ihromi (1999) mengatakan bahwa “ segala kesalahan anak-anak itu adalah akibat dari perbuatan pendidik-pendidiknya, terutama orang tua”. Hal ini karena pendidikan dalam dalam lingkungan keluaraga sangat penting sekali, segala sikap dan tingkah laku ayah dan ibu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Peranan orang tua sangat besar dalam menciptakan situasi belajar anak di rumah. Selain itu juga sangat berpengaruh dalam keberhasilan belajar anak.

Pola asuh orang tua merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap orang tua ini

(14)

meliputi cara orang tua memberikan aturan, hadiah, maupun hukuman, cara orang tua memberikan perhatian (fisik dan psikis) maupun tanggapan terhadap anak-anaknya. Orang tua dalam suatu keluarga mempunyai berbagai macam fungsi yang salah satunya adalah mengasuh anak-anaknya. Dalam mengasuh anak-anaknya, orang tua dipengaruhi oleh budaya yang ada di lingkungannya. Di samping itu juga diwarnai oleh sikap-sikap tertentu dalam memelihara, membimbing dan mengarahkan anak-anaknya, sehingga pola asuh setiap orang tua berbeda-beda.

Cara orang tua mendidik anak nya disebut sebagai pola pengasuhan. Interaksi anak dengan orang tua, orang tua cenderung menggunakan cara-cara tertentu yang dianggap paling baik bagi anak. Di sinilah letaknya terjadi beberapa perbedaan dalam pola asuh. Di satu sisi orang tua harus bisa menentukan pola asuh yang tepat dalam mempertimbangkan kebutuhan dan situasi anak, di sisi lain sebagai orang tua juga mempunyai keinginan dan harapan untuk membentuk anak menjadi seseorang yang dicita-citakan yang tentunya lebih baik dari orang tuanya (Jas dan Rachmadiana,2004).

Setiap upaya yang dilakukan dalam mendidik anak, mutlak didahului oleh tampilnya sikap orang tua dalam mengasuh anak meliputi:

(15)

a. Perilaku yang patut dicontoh

Artinya setiap perilaku tidak sekedar perilaku yang bersifat mekanik, tetapi harus didasarkan pada kesadaran bahwa perilakunya akan dijadikan contoh dan di identifikasi bagi anak-anaknya.

b. Kesadaran diri

Kesadaran diri juga harus ditularkan pada anak-anak dengan mendororng mereka agar perilaku kesehariannya taat kepada nilai-nilai moral. Oleh sebab itu orang tua senantiasa membantu mereka agar mampu melakukan observasi diri melalui komunikasi dialogis, baik secara verbal maupun non verbal tentang perilaku.

c. Komunikasi

Komunikasi dialogis yang terjadi antara orang tua dan anak-anaknya, terutama yang berhubungan dengan upaya membantu mereka untuk memecahkan permasalahanya.

Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa orang tua sebagai pengasuh dan pembimbing dalam keluarga sangat berperan penting dalam meletakkan dasar-dasar prilaku bagi anak-anaknya. Sikap, prilaku, dan kebiasaan orang tua sehari-hari akan dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anak-anaknya yang kemudian semua itu secara sadar atau tidak sadar akan diresapi

(16)

dan menjadi kebiasaan pula bagi anak-anaknya. Hal demikaian disebabkan karena anak mengidentifikasikan diri dengan orang lain. Walaupun tidak dapat disangkal bahwa faktor lingkungan juga berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan tingkah laku individu khususnya masa anak-anak sampai remaja, sebab pada masa itu mereka memulai berpikir kritis.

2.2.2 Macam-Macam Pola Asuh Orang Tua

Peran orang tua yang utama adalah mengasuh putra-putrinya. Dalam mengasuh anak, orang tua dipengaruhi oleh budaya masing-masih daerah yang ada dilingkungannya. Disamping itu, orang tua diwarnai oleh sikap-sikap tertentu dalam memelihara, membimbing, dan mengarahkan putra-putrinya. Sikap tersebut tercermin dalam pola pengasuhan kepada anaknya yang berbeda-beda, karena orangtua mempunyai pola pengasuhan tertentu.(Tarmuji, 1991).

Menurut Bernhard (1964) sebagai pengasuh dan pembimbing dalam keluarga, orang tua sangat berperan dalam meletakkan dasar-dasar perilaku bagi anaknya. Orang tua juga dapat merealisasikan dan menciptakan situasi dan kondisi yang dihayati anak-anaknya agar memiliki dasar-dasar dalam pengembangan diri.

(17)

Hurlock mengklasifikasikan pola asuh menjadi tiga yaitu: a. Pola asuh otoriter

Pola asuh ini secara umum dapat diartikan kepatuhan yang mutlak, hal ini berarti seseorang akan dapat dan tunduk terhadap kehendak dan keingianan orang tuanya. Powell dan Hospon ( Lala Herawati (2002), “ orang tua yang otoriter selalu mengontrol dan biasanya percaya pada pepatah tidak menghukum berarti memanjakan anak”.

Ihromi (1999) berpendapat bahwa “ dalam pola asuh otoriter orang tua memiliki kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan yang kaku dalam mengasuh anak”. Hal ini dapat dijelaskan bahwa sejumlah peraturan yang ditetapkan oleh orang tua tersebut harus dipatuhi oleh anak. Apabila peraturan-peraturan dilanggar, maka akan dikenakan sanksi yang besar kecilnya tergantung dari tingkat kesalahan

Gerungan (2004) berpendapat bahwa “ pemimpin menentukan segala kegiatan kelompok secara otoriter. Dialah yang memastikan apa yang akan dilakukan oleh kelompok…” dalam hal ini dijelaskan pola asuh otoriter selalu memaksakan kehendak sesuai dengan kehendaknya.

Ciri-ciri orang tua yang berpola asuh otoriter menurut Yatim dan Irwanto (1991) adalah sebagai berikut: 1)Suka menghukum

(18)

2)Kurang kasih sayang 3)Amat berkuasa

4)Semua perintahnya harus ditaati 5)Tak ada toleransi / kaku

6)Kontrol terhadap perilaku anak sangat ketat 7)Suka mendikte

8)Anak tidak boleh berpendapat 9)Pelit pujian

10) Banyak larangan

Dapat disimpiulkan bahwa polo asuh otoriter cenderung tindakan orang tua selalu memaksakan kehendaknya dan anak harus selalu menuruti kehendak dari orang tua.

b. Pola asuh demokratis

Hurlock (2006) menyatakan bahwa “ metode demokrasi menggunakan penjelasan, diskusi, dan penalaran untuk membentu anak mengerti mengapa prilaku tertentu diharapkan”.

Suherman (2000) menyatakan bahwa “..orang tua yang mempunyai karakteristik sikap demokratis memerlukan pendapat anak dan memperlihatkan serta mempertimbangkan keinginan-keinginan anak”. Orang tua selalu memperhatikan kepentingan anaknya.

(19)

Ciri-ciri orang tua berpola asuh demokratis menurut Yatim dan Irwanto (1991) adalah sebagai berikut:

1) Suka berdiskusi dengan anak 2) Mendengarkan keluhan anak 3) Memberi tanggapan

4) Menghargai pandangan / pendapat anak

5) Keputusan dipertimbangkan dengan anak-anak 6) Tidak kaku / luwes

Dapat disimpulkan bahwa pola asuh demokratis seslalu mengedepankan rasa saling menghargai pendatat orang tua dan anak.

c. Pola asuh liberal ( Laissez Faire)

Pola asuh liberal terlihat pada sikap orag tua yang memberikan kesempatan yang seluasnya kepada anak untuk menentukan tingkah laku yang dianggap benar oleh anak tanpa adanya kendali dari orang tua. Seorang anak yang telah melakukan suatu perbuatan kadang-kadang tidak dituntut pertanggung jawabannya atau orang tua seakan acuh tak acuh melepaskan tanggung jawab terhadap hal-hal yang telah dilakukan oleh anak.

Gerungan (2004) berpendapat bahwa “ Pada cara pola asuh liberal pemimpin menjalankan peranan yang pasif sebagai seorang yang hanya menonton”. Hal ini

(20)

dapat ditarik satu pengertian bahwa seorang pemimpin bersikap acuh tak acuh atau tidak mau tahu dan menyerahkan segala keputusan kepada anggota kelompok tanpa memberikan pengarahan yang jelas. Dalam hal ini seorang pemimpin hamper tidak memberikan nasehat kepada anggota baik mengenai tujuan diadakannya suatu kegiatan maupun dalam hal pelaksanannya.

Ciri-ciri orang tua berpola asuh permisif menurut Yatim dan Irwanto (1991) adalah sebagai berikut:

1) Memberi kebebasan penuh

2) Bersikap longgar ( berbuat serba boleh )

3) Tidak pernah menghukum ataupun memberi ganjaran pada anak

4) Kurang kontrol terhadap anak 5) Kurang membimbing

6) Anak lebih berperan dari pada orang tua 7) Kurang tegas

8) Hanya berperan sebagai pemberi fasilitas 9) Kurang komunikasi

10) Tidak perduli terhadap kelakuan anak.

Sedangkan Baumrind (dalam Yusuf, 2002) mengemukakan pola asuh orang tua sebagai berikut :

(21)

1) Authoritarian

Pola asuh authoritarian, yaitu pola asuh yang penuh pembatasan dan hukuman (kekerasan) dengan cara orang tua memaksakan kehendaknya, sehingga orang tua dengan pola asuh authoritarian memegang kendali penuh dalam mengontrol anak-anaknya. Ciri-ciri pola asuh orang tua adalah:

a. Sikap „acceptance” rendah, namun kontrolnya tinggi b.Suka menghukum secara fisik.

c. Bersikap mengomando (mengharuskan/memerintah anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi). d. Bersikap kaku (keras).

e. Cenderung emosional dan bersikap menolak. 2) Permissive

Pola asuh permissive , yaitu bila orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak (tidak peduli). Pola asuh ini menghasilkan anak-anak yang kurang memiliki kom petensi sosial terutama karena adanya kecenderungan ko ntrol diri yang kurang. Ciri-ciri pola asuh orang tua:

a. Sikap “acceptance” tinggi, namun kontrolnya rendah. b. Memberikan kebebasan kepada anak untuk

(22)

Orang tua tidak pernah menghukum. c. Kurangnya komunikasi.

d. Memberikn kebebasan penuh pada anak 3) Authoritative

Pola asuh authoritative, yaitu pola asuh yang memberikan dorongan pada anak untuk mandiri namun tetap

menerapkan berbagai batasan yang akan mengontrol perilaku mereka. Adanya saling memberi dan saling menerima, mendengarkan dan didengarkan. Ciri-ciri dari pola asuh authoritative yaitu:

a. Sikap “acceptance‟ dan kontrolnya tinggi. b. Bersikap responsive terhadap kebutuhan anak. c. Mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau

pertanyaan.

d. Memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik dan yang buruk.

(23)

2.4 Penelitian Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah.

1. Penelitian yang di lakukan oleh Oktavianti Lukmansari dengan judul “ Perbedaan antara pola asuh ayah ibu dan kedisiplinan belajar berdasar prestasi belajar sosiolagi”. Dengan hasil perhitungan dan analisis data, menunjukkan bahwa ada perbedaan positif signifikan antara pola asuh ayah (X1), pola asuh ibu (X2) dan kedisiplinan belajar (X3) berdasar prestasi belajar sosiologi (Y). hal ini yang menunjukkan bahwa semakin baik pola asuh ayah, ibu dan kedisiplinan belajar yang dimiliki anak maka prestasi belajar yang akan semakin meningkat, begitu pula sebaliknya semakin buruk pola asuh ayah, ibu dan kedisiplinan belajar yang dimiliki anak maka prestasi belajar yang dicapai anak juga akan semakin menurun.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Carolina Ertanti 2008 dengan judul “Perbedaan prestasi akademik pada siswa ditinjau dari jenis pola asuh”. Berdasarkan hasil tersebut terdapat perbedaan prestasi akademik yang signifikan antara prestasi dengan pola asuh Authoritative, Authoritarian dan Permissive. Dimana pola asuh Authoritative menghasilkan prestasi akademik yang paling tinggi, disusul dengan pola asuh Authoritarian. Sedangkan pola asuh Permissive menghasilkan prestasi akademik yang paling rendah. Dengan demikian hipotesis pada penelitian ini diterima.

(24)

2.5 Kerangka Berfikir

Belajar merupakan kegiatan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang dihasilkan dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungan yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik. Proses interaksi siswa dengan lingkungan belajar akan menghasilkan sebuah prestasi balajar.

Prestasi belajar adalah tolok ukur dalam proses belajar mengajar. Belajar dapat dikatakan berhasil jika siswa mampu mencapai prestasi belajar yang tinggi sehingga dapat dikatakan bahwa proses belajar tersebut berhasil dan sebaliknya bila prestasi balajar siswa rendah berarti proses belajar mengalami kegagalan.

Untuk mencapai prestasi tersebut maka perlu adanya dukungan dari keluarga, disini pola asuh orang tua sangat berperan penting dalam peningkatan prestasi belajar siswa.Terdapat tiga jenis pola asuh orang tua yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa di sekolah yaitu pola asuh Authoritarian, Authoritative dan Permissive. Dari kerangka pemikiran di atas, maka perbedaan antar variabel dapat digambarkan sebagai berikut :

(25)

Pola Asuh Orang Tua

Authoritarian Authoritative Permissive

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan menurut Aunurrahman (2009), belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

Slameto (2010: 2) mengungkapkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

Slameto (2010: 2) mengungkapkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

Sedangkan pendapat Slameto (2010: 2) belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman

Sedangkan tujuan dari proses belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai

Sementara menurut Slameto, (2011:2) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai

Menurut Slameto (2010:2) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan