I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Leukemia Limfoblastik Akut adalah kanker darah, dan merupakan tiga puluh lima persen dari kanker yang sering terjadi pada anak-anak. Delapan puluh persen merupakan Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) dan dua puluh persen Leukemia Mieloblastik Akut (LMA). Leukemia limfoblastik akut adalah penyakit keganasan (kanker) yang berciri khas infiltrasi progresif dari sel limfoid imatur dari sumsum tulang dan organ limfatik yang dikenal sebagai limfoblas. Di Indonesia saat ini terdapat sekitar 80 juta anak dibawah usia 15 tahun terkena dan diperkirakan ada sekitar 3000 kasus LLA baru pada anak setiap tahunnya (Mostert dkk, 2006).
Terdapat empat pengobatan standar pada LLA yaitu kemoterapi, radiasi, kemoterapi dengan transplantasi stem sel dan targated therapy. Namun kemotarapi masih sering menjadi pilihan pengobatan pertama pada LLA. Ada tiga fase pada pengobatan LLA yaitu remission induction (fase induksi), consolidation and intensification (fase konsolidasi), dan fase maintenance (National Cancer Institute). Pada fase induksi remisi, merupakan fase awal kemoterapi yang bertujuan merusak sebanyak mungkin sel leukemia dan mengembalikan system hematopoesis yang
ini. Remisi adalah kemampuan untuk mengendalikan sel leukemia sehingga tanda
dan gejala penyakit leukemia hilang (Manne, 2004)
Pasien yang menjalani kemoterapi fase induksi seringkali mengalami masalah pada rongga mulutnya. Hal ini bisa disebabkan karena agen kemoterapi pada umumnya menyebabkan efek destruktif langsung pada jaringan sekitar rongga mulut dan juga secara tidak langsung dengan menginduksi myelosupresi (menekan produksi darah) dan imunosupresi (menekan fungsi imun) serta terjadinya kontak pertama agen kemoterapi dengan sel kanker (Pandelaki, 2013). Selanjutnya dapat menyebabkan kerusakan pada sel basal epithelium sel, jaringan dan pembuluh darah, mengaktifkan reactive oxygen spesies (ROS) yang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan (Lalla dkk, 2008 cit. Tarigan 2010). Salah satu masalah yang sering ditemui pada rongga mulut pasien LLA yang dirawat dengan kemoterapi adalah mukositis oral, yaitu suatu eritema dan ulserasi di mukosa oral. Lesi mukositis oral seringkali terasa sangat sakit dan mengganggu asupan nutrisi, kebersihan mulut sehingga meningkatkan resiko terjadinya infeksi lokal dan sistemik. Oleh karena itu, mukositis oral merupakan komplikasi perawatan kanker yang sangat berpengaruh pada terapi kanker dan seringkali terkait dengan komplikasi yang berhubungan dengan dosis terapi (Vera, 2007).
mukosa mulut. Penggunaan sediaan dengan barrier-forming seperti Aloclair®Plus
telah banyak digunakan dalam mengurangi gejala yang ditimbulkan oleh mukositis. Aloclair® Plus Gel terdiridari Aqua, polyvinylpyrrolidone (PVP), maltodextrin, propylene glycol, PEG-40 hydrogenated castor oil, xanthan gum, potassium sorbate, sodium benzoate, sodium hyaluronate, aroma, benzalkonium chloride, disodium EDTA, sodium saccharin, dipotassium glycyrrhizate, aloe barbadensis. Dengan pengaplikasian pada permukaan mukosa oral untuk membentuk lapisan pelindung di atas permukaan mukosa dalam bentuk viscous bioadherent gel (Vokurka, 2011).
Petunjuk pemakaian Aloclair® Plus berbentuk gel dengan kemasan tube 8 ml, dengan mengaplikasikan 1 atau 2 tetes gel untuk menutupi seluruh lesi. Hindari kontak langsung dari aplikator dengan lesi. Hindari menyentuh lesi dengan lidah selama minimal 2 menit sehingga memungkinkan untuk terbentuknya protective film. Gunakan 3-4 kali hari, atau sesuai kebutuhan dan hindari makan atau minum selama minimal 1 jam setelah aplikasi. Aloclair bekerja dengan membentuk lapisan pelindung di rongga mulut sehingga menutupi ujung saraf yang terkena lesi (aphthous) dan dapat mencegah terjadinya iritasi lebih lanjut serta mengurangi rasa sakit. Formulasi hyaluronic acid dan aloe vera dapat membantu penyembuhan alami pada jaringanyang rusak (aloclairplus.co.uk).
B. Pertanyaan Penelitian
Berapakah perbedaan kadar sIgA pada pasien LLA dengan mukositis ringan dan mukositis berat yang menjalani kemoterapi pada fase induksi sebelum dan setelah aplikasi Aloclair® Plus?
C. Keaslian Penelitian
1. Penelitian mengenai Study demonstrated the efficacy of Aloclair® Plus in patients undergoing different chemotherapy treatments oleh De Cordi dkk, 2001, menunjukkan lebih dari 80 persen pasien dilaporkan merasakan manfaat dalam pengelolaan rasa nyeri dan fungsi menelan makanan dan minuman. Dan 57 persen pasien menunjukkan berkurangnya tingkat keparahan mukositis setelah 3 hari aplikasi Aloclair® Plus
2. Penelitain mengenai Efficacy of Aloclair® Plus for mouth pain in patients undergoing radiotherapy or chemotherapy oleh Mc Lean, 2009, menunjukkan berkurangnya skor nyeri pada 63 persen pasien setelah 7 hari pengaplikasian Aloclair® Plus, berkurangnya konsumsi analgetik untuk mengurangi rasa nyeri, serta
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbedaan kadar sIgA pada pasien LLA dengan mukositis ringan dan berat yang menjalani protokol kemoterapi pada fase induksi sebelum dan setelah aplikasi Aloclair® Plus.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan agar hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk :
1. Ilmu Pengetahuan :
a. Memberi informasi mengenai kadar sIgA pada pasien LLA dengan mukositis ringan dan mukositis berat yang menjalani kemoterapi pada fase induksi setelah aplikasi Aloclair® Plus
b. Memberi informasi mengenai perbedaan kadar sIgA pada pasien LLA dengan mukositis ringan dan mukositis berat yang menjalani kemoterapi pada fase induksi sebelum dan setelah aplikasi Aloclair® Plus
2. Klinisi
Sebagai dasar memberikan perawatan profilaksis pada pasien anak LLA dengan mukositis yang akan menjalani kemoterapi fase induksi.
3. Masyarakat.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Patogenesis Mukositis Oral
Patogenesis dari mukositis oral dimulai dengan menurunnya kemampuan regenerasi sel pada lapisan basal epitelium sebagai akibat dari radiasi dan kemoterapi. Terdapat 5 fase terjadinya mukositis oral akibat kemoterapi yaitu fase initiation, upregulation of inflammation, messaging-signaling–amplification, ulceration dan healing.
1. Inisiasi merupakan tahap dimana radiasi atau kemoterapi menyebabkan kerusakan DNA pada sel basal epithelium sel, jaringan dan pembuluh darah, mengaktifkan reactive oxygen spesies (ROS) yang akhirnya bertanggungjawab terhadap terjadinya kerusakan sel dan pembuluh darah
2. Peningkatan reaksi radang terjadi lewat adanya signal-signal yang secara langsung menyebabkan kematian sel maupun mengaktifasi reseptor kematian sel yang berada di sel membran untuk aktif ke dalam sel. Hal ini menginduksi peningkatan produksi sitokin radang, kerusakan dan kematian sel
4. Selanjutnya yang merupakan penanda fase ulceration dan inflammation. Hal ini terlihat adanya infiltrasi sel-sel radang pada ulserasi mukosa. Diperberat oleh adanya kolonisasi mikroba oral yang akan lebih meningkatkan produksi sitokin radang akibat infeksi sekunder. Jika fase ulserasi dan inflamasi dapat dilalui dengan baik, maka mukositis akan memasuki fase healing (penyembuhan)
5. Fase healing ini ditandai oleh adanya proliferasi sel epitel disertai diferensiasi sel dan jaringan yang mengembalikan integritas jaringan epitel seperti sedia kala (Lalla dkk, 2008 cit. Tarigan 2010).
B. Epidemiologi dan Gambaran Klinis Mukositis
Mukositis oral yang terjadi akibat kemoterapi biasanya terjadi pada mukosa berkeratin tipis seperti pada lateral lidah, mukosa bukal dan palatum lunak. Ulserasi biasanya muncul dalam dua minggu awal dimulainya kemoterapi. Dilaporkan bahwa jenis agen kemoterapi dapat membedakan keparahan mukositis oral yang terjadi. Kemoterapi yang menggunakan agen antimetabolit dan alkylating lebih sering menyebabkan mukositis dan mukositis yang terjadi biasanya lebih parah daripada jenis agen kemoterapi yang lain (Barasch, 2003).
Prevalensi terjadinya mukositis pada pasien leukemia adalah 30%-39% dengan tingkat keparahannya tergantung dari tipe terapi dan kondisi kebersihan mulut anak (Ilgenli, 2001cit. Mulatsih, 2008). Mukositis oral dapat menyebabkan rasa sakit yang parah dan dapat mempengaruhi asupan nutrisi, kebersihan mulut dan kualitas hidup.Terjadinya infeksi yang merupakan komplikasi lanjutan dari mukositis oral dapat menjadi suatu keadaan yang mengancam keselamatan hidup pasien, akibat adanya septikemia pada pasien yang saat itu sedang dalam keadaan supresi imun (Trotti, 2003 cit. Tarigan, 2010).
Consortium for Cancer Nursing Research) dan NCI (National Cancer Institute). Stadium mukositis terdiri dari stadium 0 sampai 4 (Sonis dkk, 2004).
Menurut WHO (2004) stadium mukositis dinilai dari stadium 1 sampai 4, yaitu:
1. Terjadi ulser tapi tidak ada rasa sakit, eritema dan ada rasa sensitive ringan 2. Terdapat ulser, eritema dan ada rasa nyeri namun tidak terjadi kesulitan makan
3. Ulserasi, mengalami kesulitan memakan makanan padat
4. Timbul gejala yang berat sehingga perlu nutrisi enteral atau parenteral
Penilaian stadium mukositis menurut RTOG sama dengan menurut WHO yaitu dinilai dari stadium 1 sampai 4, dengan karakteristik:
1. Terdapat ulserasi pada mukosa,
2. Luas lesi < 1,5 cm dan tidak berdekatan 3. Luas lesi > 1,5 cm dengan jarak berdekatan
4. Telah terjadi nekrosis jaringan, ulserasi yang dalam dan terdapat pendaragan (Troti dkk, 2000)
Sedangkan stadium mukositis menurut WCCNR dinilai dari stadium 1 sampai 3 yaitu :
1. Terdapat lesi berjumlah 1-4 berwarna kemerahan dapat disertai perdarahan atau tidak
2. Jumlah lesi >4 berwarna merah disertai perdarahan spontan
3. Lesi melebar dan warna sangat merah disertai perdarahan spontan (WCCNR, 1998 cit. Sonis dkk, 2004)
Derajat mukositis berdasarkan National Cancer Institute dinilai dari stadium 1 sampai 4 yaitu:
1. Terdapat ulkus, eritema dan ada nyeri ringan
2. Terdapat eritema, edema dan ulkus yang menimbulkan rasa nyeri tapi masih mampu untuk makan
4. Terdapat eritema, edema dan ulkus yang menimbulkan rasa nyeri tapi tidak mampu untuk makan serta memerlukan nutrisi enteral dan parenteral (Scardina dkk, 2010).
C. Aloclair® Plus
Perawatan yang dilakukan pada mukositis oral dapat membantu mengatur rasa sakit. Tujuannya adalah untuk melindungi area ulserasi, mengurangi rasa nyeri dan mengurangi peradangan. Kebersihan rongga mulut adalah syarat utama dari perawatan; dimana pasien-pasien dimotivasi untuk membersihkan mulut mereka setiap empat jam terutama saat mau tidur. Karena jika dibiarkan kondisi ini akan membuat mukositis menjadi lebih buruk. Pasien-pasien juga didorong untuk banyak minum air putih dan menghindari alkohol. Buah-buahan yang asam, alkohol, dan makanan-makanan yang panas, semuanya dapat mempeparah terjadinya mukositis oral.
Sediaan yang selalu menjadi pilihan salahsatunya adalah Aloclair® Plus Gel yang merupakan polyvinylpyrrolidone-sodium hyaluronate gel, dengan pengaplikasian pada permukaan mukosa oral untuk membentuk lapisan pelindung barrier-forming di atas permukaan mukosa dalam bentuk viscous bioadherent gel (Vokurka, 2011).
Aloclair® Plus Gel efektif mengurangi rasa sakit dengan menciptakan lapisan film pelindung yang melawan overstimulasi saraf, meningkatkan kemampuan untuk makan dan minum dengan mengurangi rasa sakit. Mengurangi kebutuhan analgesik, termasuk opioid karena menciptakan lapisan pelindung yang meredakan iritasi dan sensai ke saraf. Tidak seperti beberapa sediaan gel lain yang mengandung alkohol, yang dapat dikaitkan dengan pengeringan atau menyebabkan sensasi terbakar.
secara normal ditemukan di dalam tubuh. Dalam penyembuhan luka, sodium hyaluronat bekerja membawa peptide untuk faktor pertumbuhan dan protein struktur lainnya ke bagian tubuh yang memerlukan. Sodium hyaluronat kemudian secara enzimatik didegradasi dan protein aktifnya dilepaskan untuk mempercepat penyembuhan jaringan. Struktur istimewa dari sodium hyaluronat membuatnya memiliki sifat pelembab yang kuat, pada permukaan mukosa dapat membentuk lapisan permeabel dan menjaga kelembaban struktur di bawahnya. Berat molekul yang kecil dapat menembus dan memperbaiki mikrosirkulasi perdarahan permukaan mukosa dan penyerapan zat gizi dan menjaga metabolisme nya tetap normal. Aloe barbadensis atau ekstrak aloe vera mengandung kompleks polisakarida dan gliberellin. Polisakarida berikatan dengan reseptor permukaan sel fibroblast untuk memperbaiki jaringan yang rusak, menstimulasi dan mengaktivasi pertumbuhan fibroblast, sedangkan gliberellin mempercepat penyembuhan ulkus dengan cara menstimulasi replikasi sel (Plasket, 2008).
Penelitian De Cordi dkk (2001) menunjukkan keampuhan Aloclair® Plus Gel pada pasien yang menjalani perawatan kemoterapi. Lebih dari 80% pasien dilaporkan merasakan manfaat dalam manajemen nyeri dan fungsi (kemampuan untuk menelan makanan dan cairan). Dan 57% dari pasien terlihat menurun grade mukositisnya setelah 3 hari dari aplikasi Aloclair® Plus. Selanjutnya studi oleh Innocenti dkk
Studi yang dilakukan oleh Lindsay dkk (2009) menunjukkan kemanjuran Aloclair® Plus Gel dalam mengurangi skor nyeri di 33 kanker kepala dan leher pasien dengan mucositis yang menerima radioterapi. Skor nyeri berkurang 57% setelah pengobatan dengan Aloclair® Plus Gel (rata durasi 2,29 hari), membantu menghilangkan rasa nyeri pada 85% pasien dan ditoleransi dengan baik dan efektif dalam mengurangi rasa sakit yang terkait dengan mucositis oral.
Studi McLean dkk (2009) menunjukkan kemanjuran Aloclair® Plus Gel yang secara signifikan mengurangi rasa sakit di rongga mulut terkait dengan mukositis oral pada pasien kanker yang menjalani radioterapi atau kemoterapi. Skor nyeri berkurang 63% setelah perawatan tujuh hari dengan Aloclair® Plus. Pengobatan Aloclair® Plus
III. LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori
Leukemia limfoblastik akut (LLA) adalah kanker darah dan sumsum tulang, dimana pada kanker ini sumsum tulang menghasilkan banyak sel limfosit yang belum matang. Merupakan jenis kanker yang paling umum pada anak-anak dan semakin memburuk dengan cepat jika tidak diobati. Leukemia dapat mempengaruhi sel-sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit. Pada anak yang sehat, sumsum tulang membuat sel-sel induk darah (sel belum matang) yang menjadi sel-sel darah matang dari waktu ke waktu. Sebuah sel induk darah dapat menjadi sel induk myeloid atau sel induk limfoid.
Pengobatan utama leukemia yang digunakan adalah kemoterapi karena sel leukemik dari penderita leukemia biasanya cukup sensitif terhadap kemoterapi pada saat diagnosis. Kemoterapi adalah perawatan berulang dan teratur yang diberikan secara kombinasi. Kerja obat-obat kemoterapi tidak bersifat selektif, maka selain sel kanker yang dibunuh, sel normal yang bersifat aktif membelah seperti sel sumsum
tulang, saluran pencernaan, folikel rambut dan sistem reproduksi juga ikut terkena
pengaruhnya. Efek samping akut dapat terjadi beberapa jam sampai beberapa minggu
setelah pemberian kemoterapi, berupa mielosupresi, mual, muntah, alopesia,
Mukositis merupakan iritasi dan inflamasi pada membran mukosa, yang
terjadi sebagai akibat kerusakan sistem proliferasi sel lapisan basal epithel skuamosa.
Mukositis bisa timbul pada kemoterapi dan radioterapi yang sitotoksik. Mukositis
eritematous dapat terjadi 3 hari setelah pemaparan kemoterapi, tapi secara umum
berkisar 3-7 hari. Perkembangan menuju mukositis ulseratif umumnya berlangsung 7
hari setelah kemoterapi.
dari sodium hyaluronat membuatnya memiliki sifat pelembab yang kuat, pada permukaan mukosa dapat membentuk lapisan permeabel dan menjaga kelembaban struktur di bawahnya. Berat molekul yang kecil dapat menembus dan memperbaiki mikrosirkulasi perdarahan permukaan mukosa dan penyerapan zat gizi dan menjaga metabolisme nya tetap normal. Aloe barbadensis atau ekstrak aloe vera mengandung kompleks polisakarida dan gliberellin. Polisakarida berikatan dengan reseptor permukaan sel fibroblast untuk memperbaiki jaringan yang rusak, menstimulasi dan mengaktivasi pertumbuhan fibroblast, sedangkan gliberellin mempercepat penyembuhan ulkus dengan cara menstimulasi replikasi sel. Selanjutnya kebersihan rongga mulut adalah syarat utama dari perawatan, dimana pasien dimotivasi untuk membersihkan mulut mereka setiap empat jam terutama saat mau tidur. Karena jika dibiarkan kondisi ini akan membuat mukositis menjadi lebih buruk.
B. Hipotesis
C. Kerangka Konsep
Gambar 5. Diagram kerangka konsep
Keterangan :
= mempengaruhi
= aplikasi sediaan
Aloclair® Plus
Anak LLA dengan kemoterapi fase induksi
Kadar sekretori IgA? Mukositis stadium
IV. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional-analitik klinis dengan metode pre-post design.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilakukan di RSUP Sardjito Yogyakarta pada bagian rawat inap anak dan rumah singgah leukemia Yogyakarta untuk pengambilan sampel saliva pada subyek penelitian setelah 7 hari aplikasi sediaan Aloclair® Plus Gel dan penelitian kadar sekretori IgA akan dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler Fakultas Kedokteran Umum Universitas Gadjah Mada.
C. Identifikasi Variabel
1. Variabel pengaruh
Tingkat keparahan Mukositis : Mukositis stadium ringan dan stadium berat dengan kemoterapi fase induksi sebelum aplikasi sediaan Aloclair® Plus Gel dan mukositis stadium ringan dan stadium berat dengan kemoterapi fase induksi setelah aplikasi sediaan Aloclair® Plus
3. Variabel terkendali - Pengobatan kemoterapi - Dosis dan lama mengobatan
- Pemberian aplikasi sediaan Aloclair® Plus
- Operator
- Suhu penyimpanan saliva 4. Variabel tidak terkendali - Pola makan
- Oral hygiene - Karies gigi - Jenis kelamin
- Penyakit sistemik lainya - Sistem imunitas
- Trauma karena tergigit atau sikat gigi
D. Subyek Penelitian
Subyek penelitian diambil dengan teknik consecutive sampling. Semua subjek yang ada dari bulan Maret 2016 sampai dengan bulan April 2016 dan memenuhi kriteria inklusi dimasukkan dalam penelitian.
a. Anak-anak yang menderita Leukemia Limfoblastik Akut
b. Bersedia berpartisipasi dalam penelitian dan menandatangani Informed Consent c. Menjalani protokol kemoterapi fase induksi
d. Telah diaplikasikan sediaan Aloclair® Plus Gel pada mukositis stadium ringan dan berat Akut yang sedang menjalani kemoterapi berdasarkan Protokol Kemoterapi Resiko Standar dan Resiko Tinggi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
2. Kemoterapi adalah pengobatan kanker dengan memberikan obat pembunuh sel kanker (sitostatika), pada penelitian ini diamati pada fase induksi
3. Mukositis adalah suatu proses reaktif yang menyerupai peradangan pada membran mukosa akibat efek samping kemoterapi pada perawatan Leukemia Limfoblastik Akut, pada penelitian ini diamati mukositis pada stadium ringan dan stadium berat dengan penilaian tingkat keparahan diklasifikasikan menurut WHO 4. SIgA adalah sistem pertahanan imun spesifik yang dominan pada saliva di rongga
menggunakan spektrofotometri panjang gelombang 450 nm. Hasilnya dinyatakan dalam satuan µg/mL dengan skala numerik
5. Aloclair® Plus dalam penelitian ini adalahan sediaan berbentuk gel yang dapat melindungi area ulserasi dengan membentuk lapisan pelindung berupa viscous bioadherent gel, dengan cara pengaplikasian 1 atau 2 tetes gel untuk menutupi seluruh lesi, biarkan selama minimal 2 menit sehingga memungkinkan untuk terbentuknya protective film. Di gunakan 3-4 kali hari
F. Bahan dan Alat Penelitian
d. Nierbekken e. Gelas ukur f. Tabung reaksi g. Kamera h. Alat tulis
i. Lembar penilaian mukositis j. Sentrifugator
k. Lemari pendingin -20°C l. Plate Reader 450nm m. ELISA kit ElabScience
G. Jalannya Penelitian
1. Tahap Persiapan
a. Ethical clearance
Permohonan untuk persetujuan penelitian dari Komisi Etik Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
b. Permohonan ijin untuk penelitian yang akan dilakukan di RSUP Sardjito Yogyakarta, rumah singgah leukemia Yogyakarta dan laboratorium biologi molekuler Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
d. Pemilihan subjek berdasarkan kriteria inklusi, selanjutnya subyek tidak diperkenankan untuk makan atau minum 2 jam sebelum pengambilan saliva
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
a. Pengambilan Sampel Saliva dan Tes
Pada pasien dilakukan pengumpulan saliva menggunakan metode spitting, yaitu subjek penelitian dalam posisi duduk dengan tenang dan diam sambil menundukkan kepala dan tangan kanan memegang gelas ukur penampung saliva. Pengumpulan saliva dilakukan selama 10 menit, kemudian setiap interval 1 menit subyek diminta untuk mengeluarkan saliva yang terkumpul dalam mulut ke dalam tabung pengukur melalui corong gelas ukur.
b. Pengukuran sIgA dengan ELISA kit (ELEBSCIENCE)
Mempersiapkan microplate, sampel dan seluruh reagen yang terdiri dari: sIgA Antibodi-Enzime Conjugate, sIgA standard, sIgA Diluent, wash buffer, Tetramethylbenzidine (TMB) dan stop solution. Selanjutnya menentukan desain microplate. Membuat konsentrasi 600 μg/mL, 200 μg/mL, 66,7 μg/mL, 22,2 μg/ mL, 7,4 μg/mL, dan 2,5 μg/mL. Teteskan 3 mL SIgA diluent 1X ke dalam satu tabung.
Melakukan pengenceran sampel saliva dengan memasukan 100 100 μL SIgA diluent 1X ke dalam eppis steril. Kemudian memasukan 25 μL saliva dari masing-masing sampel. Beri label satu tabung dengan tutup berukuran 12 x 75 mm untuk masing-masing standard, control, dan sampel yang tidak diketahui, serta satu tabung untuk nilai nol. Tambahkan 4 mL SIgA diluent 1X ke dalam setiap tabung. Tambahkan 10 μL standard (dari langkah 3), kontrol atau sampel saliva yang tidak diketahui (dari langkah 4) ke dalam tabung yang sesuai. Tambahkan 10 μL SIgA diluent 1X ke dalam tabung nol.
Melakukan inversi dan menambahkan 50 μL larutan dari langkah 6 ke microtitre plate. Menutup plat adesif dan inkubasi pada suhu ruang dengan pencampuran yang terus-menerus pada 100 rpm selama 90 menit. Mencuci plate dengan wash buffer. Mencuci masing-masing well pada plate dengan 250 μL wash buffer. Setelah masing-masing well dicuci kemudian dibersihkan di atas kertas tissue sebelum meletakan plate dibalikan pada posisi tegak. Menambahkan 50 μL larutan TMB ke dalam setiap well dengan menggunakan multichannel pipette.
Melakukan pencampuran pada plate rotator selama 5 menit pada 100 rpm dan inkubasi plate di dalam ruang gelap pada suhu ruang selama 40 menit. Hindari paparan cahaya karena sangat sensitif terhadap cahaya. Tambahkan 50 μL stop solution dengan menggunakan multichannel pipette. Kemudian diletakan pada plate rotator selama 3 menit pada 500 rpm. Pastikan seluruh well telah berubah menjadi kuning. Jika warna masih hijau, teruskan pencampuran. Seka bagian dasar dari plat dengan kain yang telah dibasahi dengan air dan keringkan. Baca dengan plate reader pada 450 nm. Baca plat dalam waktu 10 menit dari penambahan stop solution.
H. Analisis Data
kemoterapi resiko standar dan resiko tinggi pada fase induksi, uji Pair T-Test dengan nilai batas kemaknaan α = 0,05.
J. Alur Penelitian
Gambar 6. Diagram Alur Penelitian Etical Clearance
Pengukuran Kadar sIgA dengan metode ELISA Pengumpulan Sampel Saliva
Informed Consent Pemilihan Subjek Penelitian Izin direktur RSUP Sardjito
Tabulasi, Pengolahan dan Analisa Statistik Data