• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Karakteristik Organisasi Terhadap Kinerja Perawat Dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan Untuk Membantu Promosi Kesehatan Di Rumah Sakit Umum Sigli Tahun 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Karakteristik Organisasi Terhadap Kinerja Perawat Dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan Untuk Membantu Promosi Kesehatan Di Rumah Sakit Umum Sigli Tahun 2009"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KARAKTERISTIK ORGANISASI TERHADAP KINERJA PERAWAT DALAM MELAKSANAKAN ASUHAN KEPERAWATAN

UNTUK MEMBANTU PROMOSI KESEHATAN DI RUMAH SAKIT UMUM SIGLI

TAHUN 2009

TESIS

Oleh

M. FIRMANSYAH NIM : 057013016/IKM

PROGRAM STUDI S-2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2009

(2)

PERNYATAAN

PENGARUH KARAKTERISTIK ORGANISASI TERHADAP KINERJA PERAWAT DALAM MELAKSANAKAN ASUHAN KEPERAWATAN UNTUK MEMBANTU PROMOSI KESEHATAN

DI RUMAH SAKIT UMUM SIGLI TAHUN 2009

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam usulan penelitian tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Agustus 2009

(3)

Telah diuji pada Tanggal :

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD.Sp JP Anggota : 1. Drs. A. Ridwan Siregar, M. Lib

(4)

Judul Tesis : PENGARUH KARAKTERISTIK ORGANISASI TERHADAP KINERJA PERAWAT DALAM MELAKSANAKAN ASUHAN KEPERAWATAN UNTUK

MEMBANTU PROMOSI KESEHATAN DI RUMAH SAKIT UMUM SIGLI TAHUN 2009 Nama Mahasiswa : M. Firmansyah

NIM : 057013016

Program Studi : S-2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing:

(Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp,PD.Sp JP)

Ketua

(Drs.A.Ridwan Siregar, M.Lib) Anggota

Ketua Program Studi,

(Dr.Drs Surya Utama, MS)

Dekan,

(dr. Ria Masniari Lubis, MSi)

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia Nya sehingga penulis telah dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul ”Pengaruh Karakteristik Organisasi terhadap Kinerja Perawat dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan untuk Membantu

Promosi Kesehatan di Rumah Sakit Umum Sigli Tahun 2009”

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S-2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumetera Utara.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp. A(K).

(6)

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD.Sp JP, selaku ketua komisi Pembimbing dan Drs. A. Ridwan Siregar , M. Lib selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk memimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada dr. Fauzi, SKM dan Drs. Tukiman, MKM selaku penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk memimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

Selanjutnya terima kasih juga kepada dr. Abdul Hamid, MSi selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus memberikan izin untuk melakukan penelitian ini dan dr. H. Zulfrinur, SPM selaku Kepala Rumah Sakit Umum Daerah Sigli Kabupaten Pidie yang telah memberikan motivasi kepada penulis utuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus menyelesaikan penelitian ini.

Tak terhingga terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada keluarga tercinta Istri dr. Julia Tevi Yanti dan putra saya Athaallah Putra Yamansyah serta seluruh keluarga yang telah banyak memberikan sumbangan moril dan materil dan secara khusus kepada orang tua tercinta Ayahanda H. M. Thamrin Abbas, SH dan Ibunda Hj. Oribi Gusmia, SH dan keluarga besar Alm. H. Ponirin.

(7)

Akhirnya penulis menyadari atas segala keteratasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Agustus 2009

Penulis

(8)

RIWAYAT HIDUP

M. Firmansyah lahir pada tanggal 2 Oktober 1966 di Medan, anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan Ayahanda H. M. Thamrin Abbas, SH dan Ibunda Hj. Oribi Gusmia, SH.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar Taman Asuhan Pematang Siantar selesai tahun 1980, Sekolah Menengah Pertama di Taman Asuhan di Pematang Siantar tamat tahun 1982, Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Harapan di Medan tamat tahun 1985, Fakultas Kedokteran UMI Medan tamat tahun 1997.

Mulai bekerja tahun 2003 sebagai staf Rumah Sakit Umum daerah Sigli sampai dengan sekarang.

Tahun 1996 penulis menikah dengan dr. Julia Tevi Yanti anak Alm. H. Ponirin dan Ibu Alm. Hj. Amnah dan penulis dikaruniai satu orang putra.

(9)

Lampiran 1.

KUESIONER PENELITIAN

PENGARUH KARAKTERISTIK ORGANISASI TERHADAP KINERJA PERAWAT DALAM MELAKSANAKAN ASUHAN KEPERAWATAN UNTUK MEMBANTU PROMOSI KESEHATAN

DI RUMAH SAKIT UMUM SIGLI TAHUN 2009

Oleh

M. FIRMANSYAH NIM : 057013016/IKM

PROGRAM STUDI S-2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(10)

ABSTRAK

Promosi kesehatan ditetapkan sebagai salah satu dasar pelayanan kesehatan yang wajib diselenggarakan oleh rumah sakit dan Puskesmas di seluruh Indonesia. Upaya promosi kesehatan pada Badan Pelayanan Kesehatan (BPK) RSU Sigli belum berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dari sumber daya yang tersedia dan proses penyelenggaraan yang belum seluruhnya terlaksana dengan baik.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh sumber daya manusia, kepemimpinan, struktur organisasi, imbalan, desain pekerjaan terhadap kinerja perawat dalam melakukan promosi kesehatan. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan jumlah populasi 159 perawat di BPK RSU Sigli yang seluruhnya dijadikan sampel. Metode penggunaan data dipakai data primer yang dikumpulkan langsung oleh peneliti dengan menggunakan instrument kuesioner dan cek list. Data sekunder yang dipakai diperoleh dari arsip perawat. Uji statistik yang digunakan adalah chi-square dan regresi logistik.

Dari lima variabel independen yang diteliti, terdapat 4 variabel yang memiliki pengaruh signifikan secara statistik terhadap kinerja perawat, yaitu variabel sumber daya, kepemimpinan, struktur organisasi dan desain pekerjaan, sedangkan variabel imbalan tidak berpengaruh dengan kinerja perawat. Variabel desain pekerjaan lebih dominan pengaruhnya terhadap kinerja perawat dalam melakukan promosi kesehatan.

Disarankan kepada pimpinan BPK RSU Sigli untuk melakukan evaluasi terhadap sumber daya, kepemimpinan, struktur organisasi, desain pekerjaan yang ada dan secara aktif dan berkesinambungan memberikan pelatihan kepada perawat mengenai promosi kesehatan dan siap menerima masukan dari perawat guna meningkatkan kinerja perawat.

(11)

ABSTRACT

The health promotion is established as one of basic health service which must be implemented in hospital and Puskesmas (Health Center) in Indonesia. The health promotion efforts on Health Service Body (BPK) of Sigli General Hospital had not implemented well totally yet. It was seen from the available sources and the implementation process that had not performed well yet.

The objective of this research is to analyze the influence of human resources, leadership, organization structure, incentives, and work design on nurse performance in implementing health promotion. This research was use cross sectional design with total population of 59 nurses in Health Service Body (BPK) of Sigli General Hospital which all of them selected as samples. The collecting data method was used primary data that collected by the researcher directly by using questionnaire and check-list instrument. The utilized secondary data wass obtained from nurse archives. The statistical test was using chi-square and logistic regress.

There were 4 variables that had significant influence statistically on the nurse performance. They were source, leadership, organization structure and work design variables, while incentive variable, did not influence on nurse performance. The work design had dominant influence on the nurse performance in carrying out the health promotion.

It is recommended to the leader of BPK of Sigli General Hospital to perform the evaluation of existence of the source, leadership, organization structure, work design actively and continually, also preparing the training for all nurses about the health promotion and ready to receive the input from the nurses to improve the nurse performance.

(12)

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang………... BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Kinerja…..………... 2.2. Penilaian Kinerja... 2.3. Tujuan Penilaian Kinerja... 2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja……….

(13)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian………... 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian………...……... 3.3. Populasi dan Sampel………... 3.3.1. Populasi ... 3.3.2. Sampel ... 3.4. Metode Pengumpulan Data………... 3.4.1. Cara Pngumpulan Data ... 3.4.2. Jenis dan Sumber Data ... 3.5. Variabel dan Definisi Operasional………... 3.5.1. Variabel Penelitian ... 3.5.2. Defenisi Operasional Variabel Penelitian ... 3.6. Metode Pengukuran………... 3.7. Metode Analisis Data...

3.7.1. Analisis Univariat ... 3.7.2. Analisis Bivariat ... 3.7.3. Analisis Multivariat...

48 BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1. Diskripsi Lokasi Penelitian…..………... 4.2. Diskripsi Responden………...

4.2.1. Diskripsi Persepsi Perawat Tentang Sumber Daya Manusia di BPK RSU Sigli ... 4.2.2. Diskripsi Persepsi Perawat Tentang Kepemimpinan di BPK RSU Sigli ... 4.2.3. Diskripsi Persepsi Perawat Tentang Imbalan di BPK RSU Sigli ... 4.2.4. Diskripsi Persepsi Perawat Tentang Struktur Organisasi di BPK

RSU Sigli ... 4.2.5. Diskripsi Persepsi Perawat Tentang Desain Pekerjaan di BPK

RSU Sigli ... 4.3. Analisis Bivariat………...

4.3.1. Hubungan Sumber Daya Manusia dengan Kinerja Perawat Dalam Promosi Kesehatan di BPK RSU Sigli ………... 4.3.2. Hubungan Kepemimpinan Dengan Kinerja Perawat Dalam

Promosi Kesehatan di BPK RSU Sigli ………... 4.3.3. Hubungan Imbalan dengan Kinerja Perawat Dalam Promosi Kesehatan di BPK RSU Sigli ………... 4.3.4. Hubungan Struktur Kerja dengan Kinerja Perawat Dalam

Promosi Kesehatan di BPK RSU Sigli ……….. 4.3.5. Hubungan Disain Pekerjaan dengan Kinerja Perawat Dalam

Promosi Kesehatan di BPK RSU Sigli ………...……... 4.4. Analisis Multivariat………... 4.4.1. Pembuatan Faktor Penentu Kinerja Perawat terhadap Promosi

(14)

Kesehatan di rumah sakit ... 4.4.2. Faktor Penentu yang Berhubungan dan Dominan dengan Kinerja Perawat ...

64 65

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Kinerja Perawat………... 5.2. Hubungan Sumber Daya Manusia dengan Kinerja Perawat ……….. 5.3. Hubungan Kepemimpinan dengan Kinerja Perawat ... 5.4. Hubungan Imbalan dengan Kinerja Perawat ... 5.5. Hubungan Struktur Kerja dengan Kinerja Perawat ... 5.6. Hubungan Desain Kerja dengan Kinerja Perawat...

67 68 70 72 73 73 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ………... 6.2. Saran ………...

(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Rumah sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Hal ini disebabkan rumah sakit merupakan fasilitas kesehatan yang padat teknologi dan padat pakar. Peran tersebut semakin menonjol mengingat timbulnya perubahan epidemiologi penyakit, perubahan struktur demografis, perkembangan ilmu dan teknologi, perubahan sosio-ekonomi masyarakat dan pelayanan yang lebih bermutu serta sanggup memenuhi kebutuhan mereka yang menuntut perubahan pola pelayanan kesehatan.

Pembangunan kesehatan sebagai bagian integral pembangunan nasional, bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Salah satu institusi yang berperan dalam mencapai tujuan tersebut adalah rumah sakit (Departemen Kesehatan R.I., 1999).

(16)

keterampilan para pelaksananya, juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan, sikap dan pola hidup pasien dan keluarganya. Selain itu tergantung juga pada kerja sama yang positif antara petugas kesehatan dan keluarganya.

Bila pasien dan keluarganya mempunyai pengetahuan yang cukup tentang penyakit dan cara pencegahan penyakit yang disertainya maka akan mempercepat proses penyembuhannya dan akan membantu pula meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat pada umumnya. Hal ini dapat dicapai dengan intervensi penyuluhan pendidikan kesehatan (PKM) yang intensif di institusi rumah sakit (Departemen Kesehatan R.I., 1999).

Rumah sakit sebagai tempat rujukan medis dan rujukan kesehatan merupakan institusi yang padat ilmu dan padat teknologi, tempat berbagai profesi bekerjasama, seyogyanya menjadi pusat informasi bagi pasien dan masyarakat pada umumnya, sekaligus bagi pusat kesehatan sendiri. Salah satu hak pasien yang harus diperhatikan oleh para pemberi pelayanan di rumah sakit adalah informasi tentang segala tindakan atau pengobatan yang akan diberikan kepada pasien, misalnya Informed Consent. Baik buruknya komunikasi dan pemberian informasi ini pada gilirannya akan menentukan kepuasan pasien. (Alkatiri, 1997)

Dengan dicanangkannya “paradigma sehat” yang menetapkan bahwa pembangunan kesehatan lebih berorientasi pada upaya promotif dan preventif dengan tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif, maka upaya promosi kesehatan menjadi lebih penting lagi untuk dilaksanakan di semua rumah sakit (Departemen Kesehatan R.I., 1999).

(17)

hara, meningkatkan, dan melindungi kesehatannya (WHO, 1996). Promosi Kesehatan merupakan upaya perubahan/perbaikan perilaku di bidang kesehatan disertai dengan upaya mempengaruhi lingkungan atau hal-hal lain yang sangat berpengaruh terhadap perbaikan perilaku dan kualitas kesehatan (Departemen Kesehatan RI., 1999).

Promosi Kesehatan ditetapkan sebagai salah satu dasar pelayanan kesehatan yang wajib diselenggarakan oleh rumah sakit dan Puskesmas di seluruh Indonesia. Sementara itu berdasarkan UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pada pasal 3 disebutkan bahwa tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan pengetahuan, kemauan, dan kemampuan setiap orang untuk hidup sehat agar tercapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, yang berarti menegaskan peran strategis promosi kesehatan dalam pembangunan kesehatan.

Promosi kesehatan di rumah sakit mempunyai tujuan untuk mengembangkan pengetahuan, sikap dan perilaku tentang kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan masalah atau penyakit yang diderita oleh pasien yang bersangkutan, mencakup: jenis penyakit, tanda-tanda atau gejala penyakit, penyebab penyakit, cara penularannya dan bagaimana cara pencegahannya.

Berdasarkan pedoman uraian tugas tenaga perawatan di rumah sakit, salah satu tugas perawat pelaksana adalah memberikan penyuluhan kesehatan kepada pasien dan keluarganya sesuai dengan keadaan dan kebutuhan pasien, mengenai diet, cara pengobatan, pentingnya pemeriksaan ulang, dan cara hidup sehat seperti pengaturan istirahat dan makan yang bergizi (Departemen Kesehatan R.I., 1991).

(18)

pelayanan kesehatan, dan merupakan salah satu dari fungsi rumah sakit yang juga menyediakan dan melaksanakan fungsi yang lain seperti pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, pencegahan dan peningkatan kesehatan, tempat pendidikan atau latihan serta tempat penelitian dan pengembangan ilmu dan teknologi kesehatan (Peraturan Menteri Kesehatan R.I. No. 159b/ MEN. KES/ PER/ II/ 1988), harus mampu memberikan pelayanan keperawatan bermutu dan profesional yang sesuai dengan tuntutan pemakai jasa pelayanan serta yang diselenggarakan melalui penerapan kemajuan ilmu, teknologi, sesuai dengan standar, nilai-nilai moral dan etika profesi keperawatan. ( Departemen Kesehatan R.I. 1991 )

Tuntutan dan kebutuhan pelayanan keperawatan yang bermutu dimasa depan dalam menghadapi era globalisasi merupakan tantangan yang harus dipersiapkan secara benar dan ditangani secara mendasar, terarah dan sungguh-sungguh oleh rumah sakit. Tanggung jawab ini memang berat mengingat bahwa keperawatan di Indonesia masih dalam tahap awal proses profesionalisasi Agar perawat dapat memberikan pelayanan yang bermutu kepada individu, keluarga, dan masyarakat diperlukan suatu manajemen pelayanan keperawatan dan manajemen asuhan keperawatan yang dikelola secara profesional.

Manajemen asuhan keperawatan adalah pengaturan sumber daya dalam menjalankan kegiatan keperawatan dengan menggunakan metode berpikir yang ilmiah, logis dan sistematis yaitu proses keperawatan untuk memenuhi kebutuhan klien dan atau menyelesaikan masalah klien.

(19)

tan merupakan bentuk aktivitas sehari-sehari yang dilakukan oleh perawat dalam memberikan asuhan keperawatan, sehingga setiap tahapan proses keperawatan dapat dilakukan evaluasi untuk mengetahui pencapaian tujuan yang diharapkan, yang akhirnya dapat memberikan gambaran secara menyeluruh apakah kinerja tenaga keperawatan telah menunjukkan hasil yang optimal atau sebaliknya sehingga dapat membantu promosi kesehatan di rumnah sakit.

Selain itu rumah sakit juga mempunyai peran yang besar untuk menyebarkan informasi kesehatan, pengembangan sikap dan perubahan prilaku kepada pasien, keluarga pasien, masyarakat di lingkungan rumah sakit, dan juga kepada petugasnya. Rumah sakit juga merupakan institusi yang dapat memberikan keteladanan dalam budaya hidup bersih dan sehat serta kebersihan lingkungan. (Departemen Kesehatan R.I., 1999).

Rumah Sakit Umum Sigli (RSU) adalah rumah sakit milik Pemerintah Daerah Pidie. Keluarnya qanun Kabupaten Pidie No. 35 tahun 2002 tanggal 20 Agustus 2002 tentang organisasi dan tata kerja yang diberi nama Badan Pelayanan Kesehatan RSU (BPK RSU) Sigli Kabupaten Pidie yang merupakan sarana pelayanan kesehatan yang harus lengkap di Kabupaten Pidie dan berperan lebih aktif dalam sistim rujukan medik dalam wilayah kerjanya.

(20)

Profesi Keperawatan, dan Pengendalian Mutu dan Logistik Keperawatan. Sedangkan untuk bidang penyuluhan kesehatan di BPK Rumah Sakit Umum Sigli tidak termasuk pada struktural BPK RSU Sigli tetapi berdiri sendiri dan tunduk langsung ke direktur rumah sakit. Hal ini disebabkan bahwa promosi kesehatan tidak saja dilakukan oleh medis dan paramedis tetapi juga oleh masyarakat yang bekerja di rumah sakit.

Adapun fasilitas pelayanan di BPK RSU Sigli antara lain adalah kapasitas 134 tempat tidur, ruang kelas III ( pelayanan penyakit dalam, bedah, anak, kebidanan, mata, Saraf), Intesif Care Unit (ICU), ruang kelas II, kelas I dan kelas utama, 6 poli klinik ahli (poliklinik dalam, poliklinik bedah, poliklinik anak, poliklinik kebidanan, poliklinik mata, dan poliklinik saraf), 1 poli umum, 1 poli gigi, dan 1 Unit Gawat Darurat (UGD). Sedangkan pelayanan penunjang medis meliputi pelayanan laboratorium, radiologi, gizi, rehabilitasi medis/fisioterapi serta apotik.

(21)

Tabel 1.1 Jumlah Perawat dan Jumah Tempat Tidur BPK RSU Sigli Tahun 2007.

No. Ruang Rawat Inap Jumlah Perawat Jumlah tempat tidur 1.

Poliklinik dan UGD

30

Sumber: Laporan Tahunan BPK RSU Sigli 2007

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 262/Menkes/Per/VII/79 ( Departemen Kesehatan R.I. ( 1999 ) tentang Metode Rasio Tempat Tidur dan

Perhitungan Kebutuhan Personil Rumah Sakit, untuk rumah sakit type C dengan jumlah tempat tidur 134 buah maka dibutuhkan jumlah tenaga perawat 134 orang (Ilyas, 2004). Bila mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan No. 262/Menkes/Per/VII/79, maka BPK RSU Sigli kekurangan jumlah tenaga perawat sebanyak 17 orang. Metode rasio dikembang kan dengan asumsi tingkat BOR rumah sakit yang optimum sekitar 70%

(22)

Rate/BOR) sebesar 62,16%, rata-rata lama rawatan (Average Lenght of Stay/LOS) sebesar 3,9 hari, rata-rata tempat tidur tidak ditempati dari saat terisi berikutnya (Turn Over Interval/TOI) sebesar 1,60 hari, BTO 63,54 kali GDR 41,68 orang/1000 pasien keluar, dan NDR 14,96 orang/1000 pasien keluar. Indikator mutu pelayanan kesehatan rumah sakit ditunjukkan dengan BOR minimal Kesehatan 75% dan TOI lebih dari 1 hari tetapi kurang dari 3 hari, sedangkan LOS 4,7 hari dan indikator yang dipakai untuk menilai suatu rumah sakit adalah BOR dengan nilai parameternya 60%-85%, LOS antara 6-7 hari dan TOI idealnya dalam waktu 1-3 hari (Departemen Kesehatan RI, 1999).

Rendahnya tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan di BPK RSU Sigli disebabkan oleh beberapa faktor antara lain belum optimalnya pelaksanaan asuhan keperawatan dan belum berjalannya program promosi kesehatan di rumah sakit, faktor pelayanan medis dan keperawatan, masih rendahnya sarana dan prasarana penunjang pelayanan kesehatan, dan kurangnya sumber daya manusia. Sementara itu, adanya anggapan bahwa promosi kesehatan di rumah sakit dapat merugikan rumah sakit itu sendiri. Alasanya karena, promosi kesehatan di rumah sakit merepotkan, menambah tenaga, waktu dan biaya. Di samping itu, apabila pasien di rumah sakit cepat sembuh karena promosi kesehatan , maka pendapatan rumah sakit akan menurun.

(23)

di BPK RSU Sigli masih dinilai rendah. Jumlah kunjungan pasien rawat inap selama tahun 2006 dapat dilihat pada Gambar 1.1.

702 714 683 686

Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sept Okt Nov Des

Bulan

Gambar 1.1: Perkembangan Jumlah Kunjungan Rawat Inap Di BPK RSU Sigli Tahun 2006

Sumber: Laporan Tahunan BPK RSU Sigli Tahun 2007

(24)

yang memberikan pelayanan penyuluhan dan pendidikan baik bagi pasien secara individu maupun keluarganya yang berkunjung di BPK RSU Sigli.

Hal ini akan berdampak pada menurunnya kinerja petugas sehingga masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan tidak dapat membentuk perilaku positif dari pasien dan keluarganya dalam mengatasi masalah kesehatannya. Untuk itu upaya promosi kesehatan perlu dikelola secara profesional dan terarah

Untuk menurunkan angka kematian dan angka kesakitan di rumah sakit salah satu upaya yang dilakukan oleh pihak manajemen rumah sakit adalah melakukan tindakan promotif dan pencegahan. Untuk menyelenggarakan program promotif, diperlukan sumber daya manusia tenaga promosi kesehatan yang handal dan bermutu dalam jumlah yang cukup dan merata, serta didukung oleh adanya komitmen dari pimpinan organisasi.

Efektifitas suatu pengobatan, selain dipengaruhi oleh kualitas pelayanan kesehatan, sikap serta keterampilan petugasnya, juga dipengaruhi oleh lingkungan, sikap dan pola hidup pasien dan keluarganya. Selain itu juga dipengaruhi kerjasama yang positif antara petugas kesehatan dengan pasien dan keluarganya. Apabila pasien dan keluarga mempunyai pengetahuan tentang cara-cara penyembuhan dan pencegahan penyakit, serta mau dan mampu berpartisipasi secara positif, maka hal ini sangat membantu penyembuhan pasien yang bersangkutan. (Departemen Kesehatan, R.I., 1999)

(25)

promosi kesehatan di BPK RSU Sigli perlu dikembangkan. Selanjutnya agar perkembangan tersebut lebih terarah, maka diperlu diketahui apakah ada pengaruh karakteristik organisasi yang ada pada BPK RSU Sigli terhadap kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan untuk membantu upaya program promosi kesehatan, sehingga penyelenggaraan promosi kesehatan dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan standar dan ketentuan yang berlaku.

1.2 Permasalahan

Apakah ada pengaruh karakteristik organisasi (sumber daya manusia, kepemimpinan, imbalan, struktur organisasi, dan desain pekerjaan) terhadap kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan untuk membantu promosi kesehatan di Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Sigli Tahun 2008.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh karakteristik organisasi (sumber daya manusia, kepemimpinan, imbalan, struktur organisasi, dan desain pekerjaan) terhadap kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan untuk membantu promosi kesehatan di Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Sigli Tahun 2008.

1.4 Hipotesis

(26)

(2) Adanya pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan untuk membantu promosi kesehatan di Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Sigli Tahun 2009

(3) Adanya pengaruh imbalan terhadap kinerja perawat dalam melaksanakan - asuhan keperawatan untuk membantu promosi kesehatan di Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Sigli Tahun 2009

(4) Adanya pengaruh struktur organisasi terhadap kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan untuk membantu promosi kesehatan di - Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Sigli Tahun 2009

(5) Adanya pengaruh desain pekerjaan terhadap kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan untuk membantu promosi kesehatan di Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Sigli Tahun 2009

1.5Manfaat Penelitian

(1) Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan dan informasi yang berguna bagi manajemen rumah sakit, khususnya yang terkait dengan penyelenggaraan program promosi kesehatan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat

(2) Bagi peneliti menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang penelitian, khususnya kinerja perawat dalam program promosi kesehatan

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kinerja

Kinerja adalah penampilan karya personil baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personil. Penampilan hasil karya tidak terbatas pada personil yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga pada keseluruhan jajaran personil dalam organisasi. Kinerja adalah apa yang dapat dikerjakan oleh seseorang sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya. Kinerja ini ditentukan oleh sikap, pengetahuan dan keterampilan (Guilbert, 1977). Menurut Simamora (1999) kinerja adalah tingkat kemampuan para karyawan dalam mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan.

Kinerja secara umum dipahami sebagai suatu catatan keluaran hasil suatu fungsi jabatan kerja atau seluruh aktivitas kerjanya, dalam periode tertentu. Secara lebih singkat kinerja disebutkan sebagai suatu kesuksesan di dalam melaksanakan suatu pekerjan. Kinerja sendiri dalam pekerjaaan yang sesungguhnya, tergantung pada kombinasi antara kemampuan, usaha, dan kesempatan. Kinerja dapat diukur melalui keluaran atau hasilnya (As’ad, 2000). Stoner (1993) berpendapat bahwa kinerja merupakan fungsi komponen sumber daya manusia, seleksi, motivasi, latihan, dan pengembangan. Sedangkan menurut Steer and Porter (1991, menyatakan bahwa kinerja adalah hasil pekerjaan yang merupakan gabungan dari karakteristik pribadi dan pengorganisasian seseorang.

Menurut Ilyas (1999), kinerja adalah penampilan hasil karya personil dalam -

(28)

suatu organisasi. Sedangkan menurut Soeprihanto (1996), kinerja (performance) adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi secara legal, tidak melangggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika.

2.2Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja adalah proses yang mengukur kinerja pegawai, pada umumnya mencakup baik aspek kualitatif maupun kuantitatif (Simamora, 1999). Tujuan pokok penilaian kinerja adalah menghasilkan informasi yang akurat dan valid berkenaan dengan perilaku dan kinerja anggota organisasi. Tujuan khusus tersebut secara mendasar dapat digolongkan kepada dua golongan besar yaitu evaluasi dan pengembangan.

Menurut Soeprihanto (1996), Penilaian Kinerja adalah suatu sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah seseorang karyawan telah melaksanakan pekerjaannya masing-masing secara keseluruhan. Sedangkan Dale Furtwengler (2002), mengatakan bahwa kinerja dapat diukur melalui empat aspek kinerja yaitu kecepatan, kualitas, layanan dan nilai.

(29)

(1) Mengetahui keadaan ketrampilan dan kemampuan setiap karyawan secara rutin.

(2) Untuk digunakan sebagai dasar perencanaan bidang kepegawaian khususnya penyempurnaan kondisi kerja.

(3) Dapat digunakan sebagai dasar pengembangan dan pendayagunaan pegawai seoptimal mungkin.

(4) Mendorong terciptanya hubungan timbal balik yang sehat antara atasan dan bawahan.

(5) Mengetahui kondisi organisasi secara keseluruhan dari bidang kepegawaian, khususnya prestasi pegawai dalam bekerja.

(6) Secara pribadi, pegawai dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan masing masing sehingga dapat memacu perkembangannya. Sebaliknya bagi atasan yang menilai akan lebih memperhatikan dan mengenal bawahannya, sehingga dapat membantu untuk memotivasinya dalam bekerja.

(7) Hasil penilaian dapat bermanfaat bagi penelitian dan pengembangan di bidang kepegawaian secara keseluruhan.

(30)

Menurut Ilyas (1999), penilaian kinerja adalah suatu proses menilai hasil karya personil dalam suatu organisasi melalui instrumen kinerja dan pada hakikatnya merupakan suatu evaluasi terhadap penampilan kerja personil dengan membandingkannya dengan standar baku penampilan. Azwar (1996) menyatakan bahwa penilaian adalah suatu proses teratur dan sistematis dalam membandingkan hasil yang dicapai dengan tolak ukur atau kriteria yang telah ditetapkan, dilanjutkan dengan pengambilan keputusan serta penyusunan saran-saran, yang dapat dilakukan pada setiap tahap dari pelaksanaan program.

Penilaian kinerja dapat diukur dengan menggunakan beberapa metode pengukuran. Metode penilaian tersebut dapat dikelompokkan menjadi 8 kelompok ( Ilyas,1999) yaitu :

(1) Penilaian teknik essai

Penilai menuliskan deskripsi tentang kelebihan dan kekurangan seseorang personil yang meliputi prestasi, kerja sama dan pengetahuan personil tentang pekerjaannya. Dalam penilaian ini atasan melakukan penilaian secara menyeluruh atas hasil kerja bawahan. Keuntungan cara ini adalah dapat dilakukan analisis secara mendalam, tetapi tehnik ini memakan waktu banyak dan sangat tergantung kepada kemampuan penilai.

(2) Penilaian komparasi

Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan hasil pelaksanaan pekerjaan seorang personil dengan personil lain yang melakukan pekerjaan sejenis.

(31)

dan “tidak selesai”, atau bobot persentase penyelesaian pekerjaan yang bersangkutan.

(4) Penilaian langsung ke lapangan

Penilaian dilakukan dengan cara pengamatan langsung terhadap personil yang bekerja. Hasil penilaian diserahkan kepada pejabat yang berwenang yang akan menentukan penampilan kerja bawahannya. Selama penilaian dilakukan, penilai berhak memberitahukan kepada personil mengenai kelemahan dan kekurangan personil tersebut.

(5) Penilaian didasarkan perilaku

Penilaian kinerja didasarkan pada uraian pekerjaan yang sudah disusun sebelumnya. Biasanya uraian pekerjaan tersebut menentukan perilaku apa saja yang diperlukan oleh seorang personil untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Metode ini memberikan kesempatan kepada personil untuk melakukan umpan balik dari hasil penilaian. Dengan umpan balik ini personil tersebut akan dapat memperbaiki kekurangannya.

(6) Penilaian didasarkan insiden kritikal

Penerapan penilaian didasarkan atas insiden kritis yang dilaksanakan oleh atasan melalui pencatatan atau perekaman peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan perilaku personil yang dinilai dalam melaksanakan pekerjaan. Metode ini mengharuskan atasan sebagai penilai untuk aktif dan rajin mencatat peristiwa perilaku yang terjadi baik perilaku positif maupun perilaku negatif. (7) Penilaian didasarkan keefektifan

(32)

menggunakan sasaran perusahan sebagai indikasi penampilan kerja. Dalam metode ini para personil tidak dinilai bagaimana menggunakan waktunya dalam bekerja, tetapi yang dinilai adalah apa yang personil tersebut hasilkan selama bekerja.

(8) Penilaian berdasarkan peringkat

Metode penilaian ini didasarkan pada peringkat pembawaan atau trait based evaluation yang ditampilkan oleh personil. Unsur yang dinilai adalah: kesetiaan, tanggung jawab, ketaatan, prakarsa, kerja sama, kepemimpinan dan lainnya. Salah satu contoh penerapan metode ini adalah Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang ditetapkan dengan PP No.10 Tahun 1979 yang biasa digunakan untuk mengukur penampilan kerja pns di lingkungan pemerintahan Republik Indonesia. Acuan DP3 ini terdiri dari: informasi yang diperoleh dari pemantauan, pengawasan dan pengendalian yang dilaksanakan oleh atasan, buku absensi pegawai, dan buku catatan penilaian personil.

2.3Tujuan Penilaian Kinerja

Tujuan dari penilaian kinerja adalah : (1) Penilaian kemampuan personil

Merupakan tujuan yang mendasar dalam rangka

penilaian personil secara individu, yang dapat digunakan sebagai informasi untuk penilaian efektivitas manajemen sumber daya manusia.

(33)

Sebagai informasi dalam pengambilan keputusan untuk pengembangan personil seperti: promosi, mutasi, rotasi, dan penyesuaian kompensasi.

2.4Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Gibson (1987), ada tiga variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja seseorang yaitu: variabel individu, variabel organisasi, dan variabel psikologi. Ketiga variabel tersebut mempengaruhi perilaku kerja yang akhirnya akan berpengaruh pada kinerja personil. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas yang harus diselesaikan untuk mencapai tujuan pekerjaan.

Variabel individu dikelompokkan pada sub-variabel kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan demografi. Sub-variabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu. Sedangkan variabel demografi mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu.

Variabel psikologi terdiri dari sub-variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi. Variabel ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya, dan variabel demografis. Variabel psikologis seperti persepsi, sikap, kepribadian, dan belajar merupakan hal yang komplet dan sulit diukur, karena seorang individu masuk dan bergabung dalam organisasi kerja pada usia, etnis, latar belakang budaya, dan keterampilan berbeda-beda satu dengan lainnya.

(34)

perilaku dan kinerja individu. Variabel organisasi digolongkan dalam sub-variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur, desain pekerjaan. Faktor yang mempengaruhi kinerja ini dijelaskan sebagai berikut :

2.4.1 Karakteristik Individu

Karakteristik individu meliputi: umur, jenis kelamin, status pernikahan, masa kerja dan tingkat pendidikan.

(1) Umur

Umur berkaitan erat dengan tingkat kedewasaan atau maturitas karyawan. Kedewasaan adalah tingkat kedewasaan teknis dalam melaksanakan tugas-tugas maupun kedewasaan psikologis. Umumnya kinerja personil meningkat sejalan dengan peningkatan usia pekerja.

Menurut Siagian (1995), semakin lanjut usia seseorang semakin meningkat pula kedewasaan teknisnya, demikian pula psikologis serta menunjukkan kematangan jiwa. Usia yang semakin meningkat akan meningkat pula kebijaksanaan kemampuan seseorang dalam mengambil keputusan, berpikir rasional, mengendalikan emosi, dan bertoleransi terhadap pandangan orang lain, sehingga berpengaruh terhadap peningkatan motivasinya.

(2) Jenis Kelamin

(35)

produktivitas kerja antara perawat wanita dan perawat pria. Walupun demikian jenis kelamin perlu diperhatikan karena sebahagian besar tenaga kesehatan berjenis kelamin wanita dan sebagian kecil berjenis kelamin pria. Pada pria dengan beban keluarga tinggi akan meningkatkan jam kerja perminggu, sebaliknya wanita dengan beban keluarga tinggi akan mengurangi jam kerja perminggu.

(3) Tingkat Pendidikan

Latar belakang pendidikan dan masa kerja seseorang akan mempengaruhi kemampuan pemenuhan kebutuhannya. Sesuai dengan tingkat pemenuhan kebutuhan yang berbeda-beda akhirnya mempengaruhi motivasi kerja seseorang (Maslow, 1984).).

(36)

(4) Status Perkawinan

Dapat dipastikan status perkawinan berpengaruh terhadap perilaku seseorang dalam kehidupan organisasi, baik secara positip maupun negatip (Siagian, 1995). Hal tersebut menunjukkan bahwa, status perkawinan seseorang turut pula memberikan gambaran tentang cara, dan tehnik yang sesuai untuk digunakan bagi dokter yang telah berkeluarga untuk melakukan pekerjaan diluar rumah dibandingkan dengan dokter yang tidak atau belum berkeluarga. Hal tersebut mengindikasikan bahwa karyawan yang telah berkeluarga memiliki potensi untuk memperlihatkan kinerja yang berbeda daripada yang belum berkeluarga.

(5) Masa Kerja

Masa kerja adalah lamanya seseorang bekerja pada suatu organisasi. Setiap organisasi pelayanan kesehatan menginginkan turn over yang rendah dalam arti tenaga/ karyawan aktif yang lebih lama bekerja di kantor tersebut tidak pindah ke unit kerja lain, sebab dengan turn over yang tinggi menggambarkan kinerja unit kerja tersebut. Siagian (1995), mengatakan bahwa semakin banyak tenaga aktif yang meninggalkan organisasi dan pindah keorganisasi lain mencerminkan ketidak beresan organisasi tersebut. Lebih lanjut Siagian (1995) mengatakan bahwa semakin lama seseorang bekerja dalam suatu organisasi maka semakin tinggi motivasi kerjanya.

2.4.2 Karakteristik Organisasi

(37)

(1) Sumber Daya

Bila dipandang melalui pendekatan sistem, organisasi memiliki beberapa unsur yaitu masukan (input), proses (process), keluaran (output), dampak (outcome), unpan balik (feedback), dan lingkungan (environment). Semua unsur dalam sistem ini saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Sumber daya merupakan bagian dari unsur masukan yang keberadaannya dalam suatu organisasi merupakan hal yang paling pokok karena merupakan modal dasar untuk dapat berfungsinya suatu organisasi.

(2) Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi orang lain. Dalam organisasi, kepemimpinan terletak pada usaha mempengaruhi aktivitas orang lain atau kelompok melalui komunikasi untuk mencapai tujuan organisasi dan prestasi (Siagian, 1997).

(38)

jaan bawahan, dan melakukan supervisi pekerjaan bawahan. (3) Imbalan atau Insentif

Siagian (1995) berpendapat bahwa imbalan erat kaitannya dengan prestasi kerja seorang karyawan. Imbalan merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi motivasi seseorang, disamping faktor eksternal lainnya, seperti jenis dan sifat pekerjaan, kelompok kerja dimana seseorang bergabung dalam organisasi tempat bekerja dan situsi lingkungan pada umumnya.

Stoner (1986), menyatakan bahwa imbalan merupakan faktor eksternal yang dapat meningkatkan motivasi kerja. Siagian (1995) berpendapat bahwa imbalan erat kaitannya dengan prestasi kerja seseorang. Imbalam merupakan salah satu faktor ekternal yang mempengaruhi motivasi seseorang. Menurut McCelland (1974, dalam As’ad, 2000) menyatakan bahwa selain imbalan mempengaruhi motivasi kerja, motif ini juga merupakan ketakutan individu akan kegagalan. Notoadmodjo (1992) melalui achieve dimana incentive baik material maupun non material akan mempengaruhi motivasi kerja seseorang.

(39)

Menurut Bandura (1986) imbalan adalah insentif kerja yang dapat diperoleh dengan segera atau insentif yang diperoleh dalam jangka panjang. Bandura membagi insentif dalam tujuh jenis, yaitu :

a) Insentif primer

Yaitu imbalan yang berhubungan dengan kebutuhan fasilitas (makan, minum, kontak fisik, dan sebagainya).

b) Insentif sensoris

Yaitu umpan balik sensoris dari lingkungan (misalnya, main musik untuk memperoleh umpan balik sensoris berupa bunyi musik yang dimainkannya) c) Insentif sosial

Manusia akan melakukan sesuatu untuk mendapatkan penghargaan atau diterima di lingkungannya. Penerimaan atau penolakan tersebut akan lebih berfungsi secara efektif sebagai imbalan atau hukuman daripada reaksi yang berasal dari individu.

d) Insentif yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi (upah, kenaikan pangkat, penambahan tunjangan, dan sebagainya).

e) Insentif berupa aktifitas.

Beberapa aktifitas / kegiatan fisik dapat memberikan nilai insentif tersendiri pada individu.

f) Insentif status dan pengasuh.

Dengan kedudukan tinggi di masyarakat, dapat menikmati imbalan materi, penghargaan sosial , kepatuhan, dan sebagainya.

(40)

Insentif ini berasal dari tingkat kepuasan dari dalam diri seseorang yang diperolehnya dari pekerjaan.

(4) Struktur Organisasi

Struktur organisasi menunjukkan garis kewenangan dan rentang kendali dari suatu organisasi yang akan menentukan kegiatan dan hubungan serta ruang lingkup tanggung jawab dan peran masing-masing individu (Robbins, 1989).

(5) Desain Pekerjaan.

Desain pekerjaan menguraikan cakupan, kedalaman, dan tujuan dari setiap pekerjaan yang membedakan antara pekerjaan yang satu dengan pekerjaan lainnya. Tujuan pekerjaan dilaksanakan melalui analisis kerja, dimana para manejer menguraikan pekerjaan sesuai dengan aktifitas yang dituntut agar membuahkan hasil (Gibson, 1987).

2.4.3 Karakteristik Psikologis

Variabel psikologis yang berhubungan dengan kinerja, antara lain : (1) Motivasi

(41)

Maslow (1984), dengan teorinya yang terkenal adalah hiarkhi kebutuhan, mengatakan bahwa individu mempunyai lima kebutuhan yang tersusun dalam suatu hiarkhi dan berawal dari yang paling dasar. Kelima kebutuhan individu tersebut adalah:

a) Kebutuhan fisiologis (physiological needs)

Manifestasi kebutuhan ini yaitu sandang, pangan, papan, dan kesehatan Kebutuhan ini merupakan kebutuhan primer untuk memenuhi kebutuhan psikologis dan biologis.

b) Kebutuhan rasa aman (safety needs)

Manifestasi kebutuhan ini diantaranya kebutuhan akan keamanan jiwa, keamanan harta, perlakuan yang adil dan jaminan hari tua.

c) Kebutuhan sosial (social needs)

Manifestasi kebutuhan ini adalah kebutuhan perasaan diterima orang lain (Sense of belonging), kebutuhan untuk maju dan tidak gagal (sense of achievement), dan kebutuhan untuk ikut serta (sense of partipation)

d) Kebutuhan penghargaan atau prestasi (esteem needs)

Semakin tinggi status semakin tinggi pula prestasi. Prestasi dan status ini dapat dimanifestasikan dalam jabatan , kedudukan dan sebagainya.

e) Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization).

Kebutuhan ini manifestasinya tampak pada keinginan mengembangkan potensi secara maksimal.

(42)

tergantung pada situasi yang sedang berjalan dan pengalaman individu. Mulai dari kebutuhan fisik, yang paling mendasar, setiap kebutuhan sekurang-kurangnya harus dipenuhi sebagian sebelum keinginan individu untuk memuaskan suatu kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi. Apabila dikatakan bahwa timbulnya perilaku seseorang pada saat tertentu ditentukan oleh kebutuhan yang memiliki kekuatan yang tinggi maka penting bagi setiap manager untuk memiliki pengertian tentang kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan penting bagi bawahan. (2) Persepsi Terhadap Pekerjaan

Persepsi adalah hasil pengamatan langsung dari individu terhadap obyek melalui alat indra. Stoner (1993) mengatakan bahwa persepsi peran adalah kejelasan peran dalam arti bahwa seorang pegawai memahami dan menyetujui apa yang diharapkan dari padanya di dalam melaksanakan pekerjaan.

Makin banyak kita merubah peran dalam arti menanggapi harapan dari berbagai orang terutama mengambil inisiatif dalam mencanangkan peran itu secara kreatif, maka peran trsebut semakin efektif. Efektifitas peran ini oleh Pareek (1985) disebut sebagai daya guna peran. Daya guna peran mempunyai 10 dimensi (Pareek,1985) makin banyak dimensi ini terdapat di dalam suatu peran, maka daya guna peran itu semakin tinggi. Sepuluh dimensi itu meliputi:

a) Integrasi diri dan peran yaitu: integrasi antar pengalaman, pendidikan dan ketrampilan yang ada pada diri seseorang dengan perannya dalam organisasi. b) Produktifitas yaitu: mengambil inisiatif untuk memulai suatu kegiatan.

(43)

d) Konfrontasi yaitu: mau menghadapi persoalan dan memperoleh pemecahan yang sesuai, jadi tidak menghindari suatu persoalan dalam menghadapi tugas. e) Pertumbuhan pribadi yaitu: suatu faktor efektif yang menyumbang kepada

kemajuan peranan atau persepsi bahwa peran itu memberikan peluang untuk tumbuh dan berkembang.

f) Hubungan antara peran yaitu: terdapatnya usaha bersama untuk memahami masalah dan menemukan penyelesaian.

g) Hubungan saling bantu yaitu: orang-orang yang menjalankan suatu peran tertentu merasa memperoleh bantuan dari suatu sumber dalam organisasi sesuai dengan kebutuhan.

h) Kesentralan yaitu: jika orang-orang yang memegang peranan tertentu dalam organisasi menganggap peran mereka merupakan pusat dari organisasi itu. i) Pengaruh yaitu: perasaan seseorang pemegang peran dapat menggunakan

pengaruh dalam perannya.

j) Superordinasi yaitu: seseorang yang menjalankan peran yang tertentu merasakan pekerjaannya merupakan sebagian dari peran organisasinya.

2.5Promosi Kesehatan

2.5.1 Pengertian Promosi Kesehatan

(44)

lingkungan atau hal-hal lain yang sangat berpengaruh terhadap perbaikan perilaku dan kualitas kesehatan.

Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit atau PKMRS (dikenal juga dengan Promosi Kesehatan), adalah upaya memperdayakan individu, kelompok dan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan, melalui peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan, serta mengembangkan iklim yang mendukung, yang dilakukan dari, oleh dan untuk masyarakat, sesuai dengan sosial budaya dan kondisi setempat. Dalam pengertian tersebut terkandung beberapa prinsip sebagai berikut :

(1) Fokus penyuluhan kesehatan adalah individu, kelompok dan masyarakat (2) Memberdayakan adalah membangun daya, atau mengembangkan kemandirian,

sehingga mampu memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya sendiri dan lingkungannya

(3) Upaya tersebut dilakukan dengan menimbulkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat serta mengembangkan iklim yang medukung (4) Masyarakat aktif berbuat, karena upaya pemberdayaan tersebut adalah upaya

dari, oleh dan untuk masyarakat, (Departemen Kesehatan R.I, 1999).

(45)

gaskan peran strategis promosi kesehatan dalam pembangunan kesehatan.

2.5.2 Pengertian PKMRS

Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) adalah upaya penyuluhan kesehatan yang dilaksanakan dirumah sakit, yang bertujuan agar individu, kelompok dan masyarakat dilingkungan rumah sakit tahu akan hidup sehat, mau dan mampu mempraktekkannya, serta mau dan mampu berpartisipasi dalam upaya kesehatan yang ada, (Departemen Kesehatan R.I, 1999).

(1) Kaitan PKMRS dengan Paradigma Sehat

Paradigma sehat adalah model atau pola pikir pembangunan kesehatan yang komprehensif, dinamis dan melibatkan semua sektor yang terkait, dan berorientasi kepada peningkatan, pemeliharaan dan perlindungan penduduk sehat, bukan hanya upaya penyembuhan pada orang sakit.

Dalam pengertian paradigma sehat tersebut terkandung beberapa butir makna : a) Pembangunan semua sektor perlu memperhatikan dampak dibidang kesehatan,

paling tidak harus memberikan konstribusi positif pada peningkatan perilaku dan lingkungan sehat.

b) Pembangunan kesehatan lebih berorientasi pada pemeliharaan, peningkatan, dan perlindungan kesehatan.

(46)

haraan, peningkatan dan perlindungan bagi masyarakat sehat, bukan hanya penyembuhan orang sakit

b) Rumah sakit mengembangkan kawasan atau lingkungan rumah sakit yang bersih dan sehat.

Jika dilihat tentang pengertian paradigma sehat di rumah sakit diatas, maka kedua upaya yang terkandung dalam pengertian tersebut sudah jelas merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari bagian PKMRS. Maka boleh dikatakan, bahwa PKMRS merupakan bentuk operasional paradigma sehat, (Departemen Kesehatan R.I, 1999).

(2) Kaitan PKMRS dengan Rumah Sakit Proaktif

Dalam konsep Rumah sakit pro aktif dikemukakan input utama rumah sakit adalah orang sehat, sehingga rumah sakit pro aktif harus berfungsi sebagai promotor kesehatan (Health Promoting Hospital). Kegiatan promotif tersebut meliputi bagi pasien, staf rumah sakit dan masyarakat diwilayah cakupannya. Selain itu organisasi rumah sakit juga dikembangkan menjadi organisasi yang sehat serta tidak pasif. Penerapan sebagai rumah sakit promotor kesehatan memerlukan pendekatan terpadu dalam pengembangan organisasi dan tenaga kesehatan. Gerakan rumah sakit promotor kesehatan akan menghasilkan reorientasi atau penajaman pelayanan rumah sakit dalam menunjang gerakan kesehatan bagi semua, dan pemberdayaan pasien serta staf rumah sakit.

(47)

Aspek sumber daya berupa fasilitas (sarana dan prasarana) dan dana merupakan komponen utama dalam penyelenggaraan PKMRS, dimana gedung sekretaria dan ruang rapat harus tersedia untuk kegiatan penyuluhan kelompok. Pelatihan/ lokakarya harus menyediakan ruangan yang dapat digunakan secara tetap dengan fasilitas AVA yang cukup memadai.

Di beberapa unit kerja terutama yang berhubungan langsung dengan penderita tersedia sarana AVA (Radio, TV, slide, dll) untuk menyiarkan dan memutar video penyuluhan.

Dana untuk operasional kegiatan dan pengembangan PKMRS harus disediakan oleh institusi rumah sakit sesuai dengan jumlah dan volume kegiatan yang direncanakan melalui anggaran operasional rumah sakit. (Departemen Kesehatan RI, 1999).

2.6. Peran dan Fungsi Perawat

(48)

2.6.1 Pemberi Perawatan

Sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat membantu klien mendapatkan kembali kesehatannya melalui proses penyembuhan. Proses penyembuhan lebih sekedar sembuh dari penyakit tertentu, sekalipun ketrampilan tindakan yang meningkatkan kesehatan fisik merupakan hal yang penting bagi pemberi asuhan. Perawat memfokuskan asuhan pada kebutuhan kesehatan klien secara holistik, meliputi upaya mengembalikan kesehatan emosi, spiritual, dan sosial. Pemberi asuhan memberikan bantuan bagi klien dan keluarga dalam menetapkan tujuan dan mencapai tersebut dengan menggunakan energi dan waktu yang minimal.

2.6.2 Pembuat Keputusan Klinis

Untuk memberikan perawatan yang efektif, perawat menggunakan keahliannya berfikir kritis melalui proses keperawatan. Sebelum mengambil tindakan keperawatan, baik dalam pengkajian kondisi klien, pemberian perawatan, dan mengevaluasi hasil, perawat menyusun rencana tindakan dengan menetapkan pendekatan terbaik bagi tiap klien. Perawat membuat keputusan ini sendiri atau berkolaborasi dengan klien dan keluarga. Dalam setiap situasi seperti ini, perawat bekerja sama, dan berkonsultasi dengan pemberi perawatan kesehatan profesional lainnya.

2.6.3 Pelindung dan Advokasi Klien

(49)

tindakan diagnostik atau pengobatan. Memastikan bahwa klien tidak memiliki alergi terhadap obat dan memberikan imunisasi melawan penyakit di komunitas merupakan contoh dari peran perawat sebagai pelindung.

Dalam menjalankan perannya sebagai advokad, perawat melindungi hak klien sebagai manusia dan secara hukum, serta membantu klien dalam menyatakan hak-haknya bila dibutuhkan. Sebagai contoh perawat memberikan informasi tambahan bagi klien yang sedang berusaha untuk memutuskan tindakan yang terbaik baginya. Perawat juga melindungi hak-hak klien melalui cara-cara yang umum dengan menolak aturan atau tindakan yang mungkin membahayakan kesehatan klien atau menentang hak-hak klien.

2.6.4 Manajer Kasus

Sebagai manajer kasus, perawat mengoordinasikan aktivitas anggota tim kesehatan lain, misal ahli gizi dan ahli terapi fisik, ketika mengatur kelompok yang memberikan perawatan pada klien. Selain itu perawat juga mengatur waktu kerja dan sumber yang tersedia di tempat kerjanya. Berkembangnya model praktik memberikan perawat kesempatan untuk membuat pilihan jalur karir yang ingin ditempuhnya. Adanya berbagai tempat kerja, perawat dapat memilih antara peran sebagai manajer asuhan keperawatan atau sebagai perawat asosiat yang melaksanakan keputusan manajer. Sebagai manajer, perawat mengoordinasikan dan mendelegasikan tanggung jawab asuhan dan mengawasi tenaga kesehatan lainnya.

2.6.5 Rehabilitator

(50)

maksimal setelah sakit, kecelakaan, atau kejadian yang menimbulkan ketidakberdayaan lainnya. Seringkali klien mengalami gangguan fisik dan emosi yang mengubah kehidupan mereka dan perawat membantu klien beradaptasi semaksimal mungkin dengan keadan tersebut. Rentang aktivitas rehabilitatif dan restoratif mulai dari mengajar klien berjalan dengan menggunakan kruk sampai membantu klien mengatasi perubahan gaya hidup yang berkaitan dengan penyakit kronis.

2.6.6 Pemberi Kenyamanan

Peran sebagai pemberi kenyamanan, merawat klien sebagai seorang manusia, merupakan peran tradisional dan historis dalam keperawatan dan telah berkembang sebagai sesuatu peran yang penting dimana perawat melakukan peran baru. Karena asuhan keperawatan harus ditujukan pada manusia secara utuh bukan sekedar fisiknya saja, maka memberikan kenyamanan dan dukungan emosi seringkali memberikan kekuatan bagi klien untuk mencapai kesembuhannya. Selama melakukan tindakan keperawatan, perawat dapat memberikan kenyamanan dengan mendemonstrasikan perawatan kepada klien sebagi individu yang memiliki perasaan dan kebutuhan yang unik. Sebagai pemberi kenyamanan, perawat sebaiknya membantu klien untuk mencapai tujuan yang terapeutik bukan memenuhi ketergantungan emosi dan fisik.

2.6.7 Komunikator

(51)

Memberikan perawatan yang efektif, pembuatan keputusan dengan klien dan keluarga, memberikan perlindungan bagi klien dari ancaman terhadap kesehatannya, mengoordinasi dan mengatur asuhan keperawatan, membantu klien dalam rehabilitasi, memberikan kenyamanan atau mengajarkan sesuatu pada klien tidak mungkin dilakukan tanpa komunikasi yang jelas. Kualitas komunikasi merupakan faktor yang menentukan dalam memenuhi kebutuhan individu, keluarga dan komunitas.

2.6.8 Penyuluh

Sebagai penyuluh, perawat menjelaskan kepada klien konsep dan data-data tentang kesehatan, mendemonstrasikan prosedur seperti aktivitas perawatan diri, menilai apakah klien memahami hal-hal yang dijelaskan dan mengevaluasi kemajuan dalam pembelajaran. Beberapa topik mungkin dapat diajarkan tanpa direncanakan terlebih dahulu dan dilakukan secara informal, misalnya pada saat perawat merespon terhadap pertanyaan yang mengacu pada isu-isu kesehatan dalam pembicaraan sehari-hari. Aktivitas pendidikan yang lain mungkin perlu direncanakan dan disusun secara formal, misalnya ketika perawat mengajarkan cara menyuntikkan insulin secara mandiri pada klien dengan diabetes. Perawat menggunakan metode pengajaran yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan klien serta melibatkan sumber-sumber yang lain misalnya keluarga dalam pengajaran yang direncanakannya.

2.6.9 Peran Karier

(52)

ditempatkan di posisi jabatan tertentu. Karena kesempatan bekerja bagi perawt meningkat, perkembangan perawat sebagai profesi dan meningkatnya perhatian pada keahlian dalam pekerjaan, maka profesi perawat menawarkan peran tambahan dan kesempatan berkarier yang lebih luas. Contoh dari peran berkarier meliputi peran mendidik dan perawt ahli, seperti perawat spesialis klinis, perawat pelaksana, perawat maternitas, anastesi, pengelola dan peneliti. Peran tambahan non-klinik meliputi manajer, perawat penanggujawab pengembangan kualitas dan konsultan produksi.

2.7. Proses Keperawatan

Proses keperawatan adalah sesuatu yang disengaja, dengan pendekatan pemecahan masalah untuk menemukan kebutuhan keperawatan pasien dalam pelayanan kesehatan. Meliputi pengkajian (pengumpulan data), diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi, serta menggunakan modifikasi mekanisme umpan balik untuk meningkatkan upaya pemecahan masalah.

Proses merupakan serangkaian kegiatan yang direncanakan atau serangkaian operasional untuk mencapai hasil yang diharapkan. Proses keparawatan adalah metode yang sistematik dan rasional dalam merencanakan dan memberikan pelayanan keperawatan kepada individu. Tujuannya untuk mengidentifikasi status kesehatan klien, kebutuhan atau masalah kesehatan aktual atau risiko, membuat perencanaan sesuai dengan kebutuhan yang telah diidentifikasi dan melaksanakan intervensi keperawatan spesifik sesuai dengan kebutuhan (Kozier et al. 1995).

(53)

tu metode/ proses berpikir yang terorganisir untuk membuat suatu keputusan klinis dan pemecahan masalah. Demikian juga dengan Yura dan Walsh (1988), menyatakan bahwa proses keperawatan adalah tindakan yang berurutan, dilakukan secara sistematik untuk menentukan masalah klien, membuat perencanaan untuk mengatasinya, melaksanakan rencana tersebut atau menugaskan orang lain untuk melaksanakannya dan mengevaluasi keberhasilan secara efektif terhadap masalah yang diatasi.

2.7.1 Tahap-Tahap Proses Keperawatan (1) Pengkajian.

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang respon klien agar dapat mengidentifikasi dan mengenali masalah atau kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien. Area yang termasuk respon klien antara lain kegiatan sehari-hari, emosional, sosio-ekonomi, kultural dan spiritual (Yura dan Wals, 1988). Menurut Kozier et al. (1995) proses pengkajian terdiri atas empat kegiatan, yaitu: pengumpulan data, organisasi data, validasi data, dan pencatatan data.

(2) Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah struktur dan proses. Struktur diagnosa keperawatan tergantung pada tipenya, antara lain:

(54)

ini mempunyai empat komponen yaitu label, definisi, batasan karakteristik, dan faktor-faktor yang berhubungan (Craven & Hirnle, 2000).

b) Diagnosa keperawatan risiko dan risiko tinggi (risk and high-risk nursing diagnoses), adalah keputusan klinis bahwa individu, keluarga dan masyarakat sangat rentan untuk mengalami masalah, dibanding yang lain pada situasi yang sama (Craven & Hirnle, 2000).

c) Diagnosa keperawatan kemungkinan (possible nursing diagnoses), adalah pernyataan tentang masalah-masalah yang diduga masih memerlukan data tambahan. Namun banyak perawat-perawat telah diperkenalkan untuk menghindari sesuatu yang bersifat sementara dan NANDA ( North American Nursing Diagnostic Asociation ) tidak mengeluarkan diagnosa keperawatan untuk jenis ini (Craven & Hirnle, 2000).

d) Diagnosa keperawatan sejahtera (wellness nursing diagnoses), adalah ketentuan klinis mengenai individu, keluarga dan masyarakat dalam transisi dari tingkat kesehatan khusus ketingkat kesehatan yang lebih baik. Pernyataan diagnostik untuk diagnosa keperawatan sejahtera merupakan bagian dari pernyataan yang berisikan hanya sebuah label. Label ini dimulai dengan “Potensial terhadap peningkatan….”, diikuti tingkat sejahtera yang lebih tinggi yang dikehendaki oleh individu atau keluarga, misal “Potensial terhadap peningkatan proses keluarga” (Craven & Hirnle, 2000).

(55)

dua diagnosa keperawatan sindrom yaitu “Sindrom trauma perkosaan” dan “Risiko terhadap sindrom disuse” (Carpenito, 1997). Secara umum diagnosa keperawatan yang lazim dipergunakan oleh perawat di Indonesia adalah diagnosa keperawatan aktual dan diagnosa keperawatan risiko atau risiko tinggi.

(3) Perencanaan

Langkah ketiga dari proses keperawatan adalah perencanaan. Menurut Kozier et al. (1995) perencanaan adalah sesuatu yang telah dipertimbangkan secara mendalam, tahap yang sistematis dari proses keperawatan meliputi kegiatan pembuatan keputusan dan pemecahan masalah. Dalam perencanaan keperawatan, perawat menetapkannya berdasarkan hasil pengumpulan data dan rumusan diagnosa keperawatan yang merupakan petunjuk dalam membuat tujuan dan asuhan keperawatan untuk mencegah, menurunkan, atau mengiliminasi masalah kesehatan klien.

(56)

dapat diatasi dalam waktu yang bersamaan. Salah satu metode dalam menetapkan prioritas dengan mempergunakan hirarki kebutuhan menurut Maslow. Prioritas dapat diklasifikasi menjadi tiga tingkatan, antara lain high priority, intermediate priority, dan low priority. Dalam menetapkan prioritas perawat juga harus memperhatikan nilai dan kepercayaan klien terhadap kesehatan, prioritas klien, sumber yang tersedia untuk klien dan perawat, pentingnya masalah kesehatan yang dihadapi, dan rencana pengobatan medis.

(4) Implementasi.

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter & Perry, 2005). Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari.

Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan rencana keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif (intelektual), kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan tindakan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi. (Kozier et al., 1995).

(57)

a) Harus berdasarkan ilmu pengetahuan, hasil penelitian keperawatan, dan standar pelayanan profesional.

b) Perawat mengerti dengan jelas pesanan-pesanan yang ada dalam rencana implementasi.

c) Harus dapat menciptakan adaptasi dengan klien sebagai individu. d) Dapat menjaga rasa aman/ melindungi klien.

e) Memberikan pendidikan, dukungan dan bantuan. f) Bersifat holistik.

g) Menjaga martabat dan harga diri klien.

h) Mengikutsertakan partisipasi aktif klien dalam implementasi keperawatan. (5) Evaluasi.

Meskipun proses keperawatan mempunyai tahap-tahap, namun evaluasi berlangsung terus menerus sepanjang pelaksanaan proses keperawatan (Alfaro-LeFevre, 1998). Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan. Menurut Craven dan Hirnle (2000) evaluasi didefenisikan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon prilaku klien yang tampil.

(58)

tidaknya pelayanan keperawatan yang diberikan. Untuk memutuskan hal tersebut dalam melakukan evaluasi seorang perawat harus mempunyai pengetahuan tentang standar pelayanan, respon klien yang normal, dan konsep model teori keperawatan.

Dalam melakukan proses evaluasi, ada beberapa kegiatan yang harus diikuti oleh perawat, antara lain mengkaji ulang tujuan klien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan, mengumpulkan data yang berhubungan dengan hasil yang diharapkan, mengukur pencapaian tujuan, mencatat keputusan atau hasil pengukuran pencapaian tujuan, melakukan revisi atau modifikasi terhadap rencana keperawatan.

2.8. Landasan Teori

Promosi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik, dan organisasi, yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan. (Green, 1984)

Kinerja adalah penampilan hasil karya personil dalam suatu organisasi (Ilyas, 1999). Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personil. Penampilan hasil kerja tidak terbatas kepada personil yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personil di dalam organiasi.

(59)

psikologi. Ketiga variabel tersebut mempengaruhi perilaku kerja yang akhirnya akan berpengaruh pada kinerja personil.

Diagram skematis variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja digambarkan pada gambar 2.1.

Perilaku

(Apa yang akan diupayakan)

Kinerja

Gambar 2.1: Diagram skematis variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja menurut James L.Gibson (1987)

Variabel individu dikelompokkan pada sub-variabel kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan demografi. Sub-variabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu. Sedangkan variabel demografi mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu.

(60)

sosial, pengalaman kerja sebelumnya, dan variabel demografis. Variabel psikologis seperti persepsi, sikap, kepribadian, dan belajar merupakan hal yang komplet dan sulit diukur, karena seorang individu masuk dan bergabung dalam organisasi kerja pada usia, etnis, latar belakang budaya, dan keterampilan berbeda-beda satu dengan lainnya.

Sedangkan Variabel organisasi, menurut Gibson (1987) berefek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu. Variabel organisasi digolongkan dalam sub-variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur, desain pekerjaan.

2.9. Kerangka Konsep.

Kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan dari teori Gibson (1987), ada tiga variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja seseorang yaitu: variabel individu, variabel organisasi, dan variabel psikologi. Ketiga variabel tersebut mempengaruhi perilaku kerja yang akhirnya akan berpengaruh pada kinerja personil.

(61)

Variabel Variabel Independen Dependen

Karakteristik Organisasi

Sumber Daya Manusia

Kepemimpinan

Imbalan

Struktur

Desain Pekerjaan

Kinerja Perawat dalam

melaksanakan asuhan

keperawatan untuk

membantu promosi

kesehatan di BPK RSU

Sigli

(62)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Untuk menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian maka jenis penelitian yang digunakan adalah non-eksperimental dengan penyajian data dilakukan secara deskriptif-analitis. Penelitian ini menggunakan pendekatan Cross sectional study, yaitu suatu pendekatan yang sifatnya sesaat pada suatu waktu dan tidak diikuti terus menerus dalam kurun waktu tertentu (Notoatmojo, 2002). Pemilihan pendekatan ini didasarkan karena mudahnya dilaksanakan dan ekonomis dari segi biaya dan waktu.

3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Badan Pelayanan Kesehatan RSU Sigli yang dimulai tanggal 1 Desember 2008 s.d. 3 Januari 2009

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian adalah keseluruhan perawat yang bertugas di ruang rawat inap dan Poliklinik Badan Pelayanan Kesehatan RSU Sigli yang berjumlah 159 orang

3.3.2 Sampel

Seluruh populasi dijadikan responden penelitian sehingga tidak dibutuhkan penarikan sampel penelitian

(63)

Tabel 3.1 Distribusi Jumlah Perawat Berdasarkan Ruang Perawatan Di BPK RSU Sigli Tahun 2007 No. Ruang Rawat Inap Jumlah Perawat 1

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian dilakukan dengan cara: (1) Daftar Pertanyaan

Alat pengumpulan data yang terdiri atas beberapa item pertanyaan dalam bentuk daftar pertanyaan yang akan digunakan sebagai alat pengumpulan data dan untuk mengontrol karakteristik sampel agar sesuai dengan kriteria yang diinginkan

(2) Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Sebelum dilakukan penelitian kepada responden, terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner kepada 20 responden.

(64)

Df = n-2 = 20-2 = 18 r tabel = 0,44

Nilai r hasil dari masing-masing pertanyaan dibandingkan dengan r tabel, bila r hasil > r tabel, maka pertanyaan tersebut valid dan bila r alpha > r tabel maka pertanyaan tersebut reliabilitas. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.2. Hasil Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Kuesionar

Variabel r tabel r hasil Alpha Keterangan

Pertanyaan 1 0,44 0,6942 Valid dan Realibel

Pertanyaan 2 0,44 0,4786 Valid dan Realibel

Desain Pekerjaan

Gambar

Tabel 1.1 Jumlah Perawat dan Jumah Tempat Tidur  BPK RSU Sigli Tahun 2007.
Gambar 1.1: Perkembangan Jumlah Kunjungan Rawat Inap
Gambar 2.1: Diagram skematis variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja menurut James L.Gibson (1987)
Gambar  2.2: Kerangka Konsep Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

While the melon fruit with minimal processed without coating edible and stored at room temperature (control) had weight loss of high value so that the process

[r]

Tabel 4.15 Output Kedua dari Uji Regresi Linear Sederhana (Pengaruh Kecerdasan Logis Matematis terhadap Hasil Belajar Matematika) dengan. SPSS 16.0

Pola hubungan suami-istri yang mempengaruhi pola komunikasi diadik bergerak dari ujung yang satu komunikasi satu arah; otoriter pada satu pihak, penyingkapan diri yang tidak

Ukuran partikel abu vulkanik yang dibuat dalam dua jenis yaitu abu vulkanik yang lolos ayakan 100 mesh (< 0,15 mm) dan abu vulkanik mikro ( ± 5,6 µ m) cukup mempengaruhi

KPU Kabupaten Bangka Tengah telah menetapkan Sasaran Strategis Meningkatnya Kapasitas Lembaga Penyelenggara Pemilu/Pemilihan yang diukur melalui Persentase

b. Dengan menggunakan jangka, lukislah dua buah lingkaran kongruen dengan titik pusat A dan B serta berjari-jari sama dengan tali busur AB.. Tentukan titik potong dari kedua

Perbandingan kenaikan lingkar kepala bayi sebelum dan sesudah perlakuan pijat bayi dilakukan dengan uji paired t-test yang menunjukkan bahwa terdapat rata-rata