• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN - Analisis Tingkat Pendapatan Petani Karet Rakyat Berdasarkan Skala Usaha Minimum (Studi Kasus : Desa Naman Jahe, Kec. Salapian, Kab. Langkat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN - Analisis Tingkat Pendapatan Petani Karet Rakyat Berdasarkan Skala Usaha Minimum (Studi Kasus : Desa Naman Jahe, Kec. Salapian, Kab. Langkat)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN

KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Tinjauan Aspek Agronomi Karet

Tanaman karet (Hevea brasiliensis) mulai dikenal di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda. Awalnya, tanaman karet ditanam di Kebun Raya Bogor sebagai tanaman yang baru dikoleksi. Selanjutnya, karet dikembangkan sebagai

tanaman perkebunan dan tersebar di beberapa daerah di Indonesia (Suwarto, 2010).

Tanaman karet, merupakan anggota famili phorbiaceae. Berbentuk pohon, tinggi 10-20 m, bercabang dan mengandung banyak getah susu. Tanaman karet mengalami gugur daun sekali setahun pada musim kemarau, di Sumatera Utara terjadi pada bulan Februari-Maret. Setelah gugur daun, terbentuk bunga bila tanaman karet telah berumur 5-7 tahun, tergantung pada tinggi tempat diatas permukaan laut. Masa produktif tanaman karet adalah 25-30 tahun (Sianturi, 2001).

(2)

rakyat, sebaiknya menggunakan klon AVROS 2037, BPM1, BPM 24, GT 1, PR 261, PR 300, dan PR 303 (Setiawan, 2000).

Sesuai dengan habitat aslinya di Amerika Selatan, karet merupakan tanaman yang cocok ditanam di daerah tropis. Daerah tropis yang baik ditanami tanaman karet mencakup luasan antara 15°LU-10° LS. Suhu harian yang sesuai untuk

pertumbuhan dan perkembangannya adalah 25-30°C. Tanaman karet dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 1-600 m dpl. Curah hujan yang cukup antara 2.000-2.500 mm/tahun adalah salah satu kondisi yang disukai oleh tanaman karet. Dalam sehari, tanaman karet membutuhkan sinar matahari dengan intensitas yang cukup yaitu antara 5-7 jam per hari (Suwarto, 2010).

(3)

Pemupukan pada TBM mempunyai tujuan untuk memperoleh tanaman yang subur dan sehat, sehingga lebih cepat tercapainya matang sadap dan agar tanaman cepat menutup sehingga dapat menekan pertumbuhan gulma. Pemberian pupuk secara berkala dan dengan frekuensi yang tinggi dapat mengurangi kehilangan hara disebabkan proses pencucian dan dosis pupuk tanaman dapat diserap akar tanaman lebih efesien (Setiawan, 2000).

Tanaman karet disebut tanaman menghasilkan yaitu memasuki tahun kelima dari siklus hidup karet. Pada tahun ini tanaman karet sudah mulai disadap. Namun adakalnya dari sejumlah pohon karet yang berumur empat tahun itu ada pohon yang belum bisa disadap. Menurut teori, tanaman karet yang bisa disadap pada usia empat tahun itu belum 100%. Biasanya dari 476 pohon, yang benar-benar matang sadap hanya sekitar 400 pohon (Tim Penulis, 2008).

(4)

Pemungutan hasil tanaman karet disebut penyadapan karet. Penyadapan karet (mendedes, menoreh, tapping) adalah mata rantai pertama dalam proses produksi karet. Pada tanaman muda, penyadapan umumnya telah dimulai pada umur 5-6 tahun, tergantung pada kesuburan pertumbuhannya (Setyamidjaja, 1993).

Penyadapan dilakukan dengan memotong kulit pohon karet sampai batas kambium dengan menggunakan pisau sadap. Bentuk irisan berupa saluran kecil, melingkar batang arah miring ke bawah. Melalui saluran irisan akan mengalir lateks selama 1-2 jam sesudah itu lateks akan mengental (Setiawan, 2000).

Dalam pelaksanaan penyadapan harus diperhatikan ketebalan irisan, kedalaman irisan, waktu pelaksanaan dan pemulihan kulit bidang sadap. Tebal irisan yang dianjurkan 1,5-2 mm, kedalaman irisan yang dianjurkan 1-5 mm dari lapisan kambium. Penyadapan hendaknya dilakukan pada pagi hari antara pukul 05.00-06.00 pagi. Sedang pengumpulan lateksnya dilakukan antara pukul 08.00-10.00 pagi. Kulit pulihan bisa disadap kembali setelah 9 tahun untuk kulit pulihan pertama dan dapat disadap kembali pada bidang yang sama setelah 8 tahun untuk kulit pulihan kedua (Tim Penulis, 1999).

2.1.2 Tinjauan Aspek Sosial-Ekonomi Karet

(5)

peningkatan produksi dan mutu hasil kebun menjadi tidak berarti, jika keadaan sosial ekonominya tidak berubah. Untuk itu usaha yang sering dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kondisi sosial ekonomi petani karet adalah melalui peningkatan pendapatan (Sadikin dan Irwan, 2005).

1. Faktor Sosial Petani

a. Umur

Pada petani yang lebih tua mempunyai kemampuan berusahatani yang lebih berpengalaman dan keterampilannya lebih baik, tetapi biasanya lebih konservatif dan lebih mudah lelah. Sedangkan petani muda mungkin lebih miskin dalam pengalaman dan keterampilan tetapi biasanya sifatnya lebih progresif terhadap inovasi baru dan relatif lebih kuat. Dalam hubungan dengan perilaku petani terhadap resiko, maka faktor sikap yang lebih progresi terhadap inovasi baru inilah yang lebih cenderung membentuk nilai perilaku petani usia muda untuk lebih berani menangung resiko.

b. Tingkat Pendidikan

(6)

optimis pada masa depan, lebih efetkif dan pada akhirnya membawa pada keadaan yang lebih produktif.

Rendahnya tingkat petani dan keterbatasan teknologi modern merupakan dua faktor penyebab utama yang menyebabkan kemiskinan di sektor pertanian di Indonesia. Keterbatasan dua faktor produksi tersebut yang sifatnya komplementer satu sama lain mengakibatkan rendahnya tingkat produktivitas yang pada akhirnya membuat rendahnya tingkat pendapatan riil petani sesuai mekanisme pasar yang sempurna.

c. Pengalaman Bertani

Belajar dengan mengamati pengalaman petani lain sangat penting, karena merupakan cara yang lebih baik untuk mengambil keputusan dari pada dengan cara mengolah sendiri informasi yang ada. Misalnya seorang petani dapat mengamati dengan seksama dari petani lain yang lebih mencoba sebuah inovasi baru dan ini menjadi proses belajar secara sadar. Mempelajari pola perilaku baru, bisa juga tanpa disadari (Soekartawi, 2005).

2. Faktor Ekonomi

a. Luas Lahan

(7)

Kebun kelapa sawit, Karet, Kopi misalnya juga bisa menggunakan acuan luas lahan untuk menentukan skala usahanya.

Ketersediaan lahan garapan yang dimiliki petani yang jauh dibawa skala usaha ekonomi menjadi salah satu penyebab yang membuat rendahnya pendapatan petani di Indonesia. Baik didaerah perkotaan maupun daerah pedesaan, jumlah petani miskin yang tidak memiliki lahan jauh lebih banyak dibandingkan dengan petani miskin yang memiliki lahan.

b. Jumlah Tanggungan Keluarga

Ada hubungan yang nyata yang dapat dilihat melalui keengganan petani terhadap resiko dengan jumlah anggota keluarga. Keadaan demikian sangat beralasan, karena tuntutan kebutuhan uang tunai rumah tangga yang besar, sehingga petani harus berhati-hati alam bertindak khususnya berkaitan dengan cara-cara baru yang riskan terhadap risiko. Kegagalan petani dalam berusaha tani akan sangat berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan keluarga. Jumlah anggota keluarga yang besar seharusnya memberikan dorongan yang kuat untuk berusaha tani secara intensif dengan menerapkan teknologi baru sehingga akan mendapatkan pendapatan (Soekartawi, 2002).

c. Curahan Tenaga Kerja

(8)

menjadi produktif. Jika produktivitas itu disertai dengan efesien, maka unit kegiatan tersebut akan memperoleh laba usaha yang sangat besar. (Rahardi, 2003).

Setiap usaha pertanian yang akan dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja, oleh karena itu dalam analisa ketenagakerjaan di bidang pertanian, penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja kerja yang dibutuhkan dan juga menentukan macam tenaga kerja yang bagaimana yang dipakai adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai seperti yang telah diketahui bahwa skala usaha akan mempengaruhi besar kecilnya berapa tenaga yang diperlukan (Soekartawi, 2005).

2.2.Landasan Teori

Teori Produksi

Produksi merupakan hasil dari suatu proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan (input). Dengan demikian, kegiatan produksi tersebut adalah dengan mengkombinasikan berbagai masukan berbagai masukan untuk menghasilkan keluaran (Agung dkk.,2008).

(9)

Faktor produksi mempunyai peranan penting dalam melaksanakan usahatani. Pemilikan lahan yang semakin luas memberikan potensi yang besar dalam mengembangkan usahatani. Modal juga mempunyai peranan penting, digunakan untuk membeli sarana produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan dan lain-lain. Faktor produksi ini sangat mempengaruhi besar-kecilnya biaya yang dikelurakan dan produksi yang diperoleh. Dalam berbagai pengalaman menunujukkan bahwa faktor produksi lahan, tenaga kerja dan modal adalah faktor penting diantara faktor produksi lainnya (Soekartawi, 1995).

Tanah/lahan menurut Fauzi 2008, dalam arti sesungguhnya bukan termasuk modal, karena tanah bukan buatan manusia atau hasil produksi. Orang awam menganggap tanah sebagai modal utama atau satu-satunya modal bagi petani. Hal ini karena tanah mempunyai fungsi sosial dan fungsi ekonomi. Fungsi ekonomi dari tanah adalah:

1) Dapat diperjual belikan 2) Dapat disewakan,

3) Dapat dijadikan jaminan kredit.

Teori Biaya Produksi

Produksi berlangsung dengan jalan mengolah atau mendayagunakan masukan (input) menjadi keluaran (output). Pemenuhan masukan (input) merupakan pengorbanan biaya yang tidak dapat dihindarkan untuk melakukan kegiatan produksi. Biaya produksi adalah sejumlah pengorbanan ekonomis yang harus dikorbankan untuk memproduksi suatu barang.

(10)

analisis fungsi biaya, yaitu: Pertama, aspek usahatani merupakan unit analisis biaya. Kedua, harga masukan (input) dan produksi (output) sebagai variabel faktor-faktor yang mempengaruhi biaya (Hartono, 2002).

Biaya rendah menurut teori ekonomi dapat diwujudkan melalui pencapaian skala usaha yang ekonomis (economies of scale) yang diilustrasikan/dicirikan dengan semakin menurunnya biaya per satuan produk (AC= long run average cost). Menurunnya AC disebabkan oleh jumlah biaya tetap (FC= fixed cost) yang dibebankan secara lebih menyebar terhadap jumlah produksi yang lebih banyak.

Menurut Setiawan, H.D. dan Andoko (2005) untuk mencapai tingkat efisiensi biaya yang optimal, diperlukan suatu skala ekonomi untuk luasan perkebunan karet yang akan dikelola. Dalam tingkat skala usaha yang optimal tersebut, seluruh komponen biaya tetap (fixed cost) akan berfungsi secara maksimal. Faktor-faktor yang mempengaruhi skala usaha adalah sebagai berikut:

- Jangka waktu tanaman karet mulai menghasilkan lateks - Jangka waktu produktif tanaman karet

- Biaya investasi kebun untuk mencapai skala ekonomi

Soekartawi (1995) biaya merupakan penjumlahan antara biaya tetap dan biaya variabel yang dikeluarkan selama satu tahun.

TC = FC + VC dimana:

(11)

Biaya tetap tidak berubah walaupun adanya perubahan tingkat keluaran. Biaya ini tetap harus dibayar meskipun tidak ada keluaran (produksi), dan hanya dapat dihapus dengan sama sekali menutupnya. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya bervariasi sesuai dengan variasi keluaran (produksi) yang dihasilkan. Semakin besar keluaran yang dihasilkan, maka biaya variabel juga semakin besar (Pindyck, R.S. dan Daniel, L.R.).

Biaya Rata-Rata dapat dihitung dengan membagikan biaya total (TC) dan produksi

selama satu tahun.

Menurut Soekartawi (2002) penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi

yang diperoleh dengan harga jual.

TR = Y . Py

Dimana :

TR = total penerimaan

Y = produksi yang diperoleh Py = harga Y

Pendapatan kotor usahatani (gross farm income) didefinisikan sebagai nilai produk

total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak

dijual. Pengeluaran total usahatani (total farm expense) didefenisikan sebagai nilai

(12)

antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani disebut pendapatan

bersih usahatani (Soekartawi, 1986).

Pendapatan merupakan selisih antara total penerimaan dengan total biaya.

Pd = TR-TC

dimana:

Pd = pendapatan

TR = Total Revenue (total penerimaan) TC = Total Cost (total biaya)

Besarnya pendapatan yang diterima merupakan balas jasa atas tenaga kerja, modal yang dipakai, dan pengelolaan yang dilakukan. Balas jasa yang diterima pemilik faktor produksi dihitung untuk jangka waktu tertentu misalnya satu musim tanam atau satu tahun. Pendapatan usaha yang diterima berbeda untuk setiap orang, perbedaan pendapatan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor ini ada yang masih dapat diubah dalam batas-batas kemampuan petani atau tidak dapat diubah sama sekali. Faktor yang tidak dapat diubah adalah iklim dan jenis tanah. Beberapa faktor yang mempengaruhi pendapatan dan dapat dilakukan perbaikan untuk meningkatkan pendapatan adalah luas lahan usaha, efisiensi kerja, dan efisiensi produksi.

Teori Skala Usaha Ekonomis

(13)

fungsi produksi usahatani. Output dari suatu kegiatan produksi dapat ditingkatkan melalui berbagai cara, antara lain dengan mengubah jumlah dan atau komposisi dari input-inputnya. Dalam jangka pendek, pencapaian skala usaha ekonomis pada masing-masing skala, dapat dijelaskan melalui gambar berikut:

Gambar 1. Proses Penurunan Biaya Rata-rata Melalui Peningkatan Jumlah Produk

(14)

Gambar 2. Penurunan Kurva Amplop dari Biaya Rata-Rata Jangka Panjang dan Jangka Pendek

Perhatikan bahwa dengan kurva LRAC yang berbentuk U, usahatani yang paling effisien untuk setiap tingkat output biasanya tidak akan beroperasi pada SRAC minimum, seperti yang bisa dilihat pada Gambar 2, kurva SRAC usahatani 3 lebih rendah. Secara umum, pada saat increasing returns to scale terjadi, usahatani yang mempunyai biaya terkecil untuk menghasilkan suatu output akan beroperasi lebih rendah dari kapasitas penuhnya.

Hanya untuk satu tingkat output dimana LRAC minimum, sebuah usahatani yang optimal akan beroperasi pada titik minimum dari kurva SRAC-nya. Pada semua tingkat output dalam kisaran dimana decreasing returns to scale terjadi, usahatani yang paling efisien akan beropersi pada suatu tingkat output yang sedikit lebih besar dari pada kapasitasnya.

(15)

biaya minimum efficient scale (MES) dari sebuah usahatani. MES ini didefinisikan sebagai tingkat output dimana LRAC adalah minimum. MES akan terdapat pada titik minimum kurva LRAC yang berbentuk U .

Skala ekonomis berbentuk kurva long run average cost (LRAC) memiliki ekstrim minimum. Pada titik inilah usahatani beroperasi pada ongkos produksi per-unit paling rendah atau minimum efficient of scale (MES) dan dari bawah kurva MC memotong kurva LRAC dititik minimum. Koefisien fungsi (function coefficient atau FC) yang digunakan dalam analisis ekonomi, merupakan perbandingan antara marginal cost dan average cost. Apabila FC = AC/MC > 1, berarti usahatani telah berproduksi pada skala economies of scale. Sementara jika FC=1, biaya yang paling minimum dikeluarkan untuk menghasilkan produk yang diproduksi, tetapi jika FC<1, maka usahatani beroperasi pada diseconomies of scale.

2.3 Kerangka Pemikiran

(16)

di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Untuk itu sebagian besar petani memilih karet sebagai sumber pendapatan bagi keluarganya.

Dalam meningkatkan produksi karet, petani memerlukan faktor-faktor produksi. Faktor produksi ini sangat mempengaruhi besar-kecilnya biaya yang dikelurakan dan produksi yang diperoleh. Dalam berbagai pengalaman menunujukkan bahwa faktor produksi lahan, tenaga kerja dan modal adalah faktor penting diantara faktor produksi lainnya.

Petani akan memperoleh penerimaan dari hasil penjualan produksi karet. Penerimaan merupakan hasil perkalian antara produksi dengan harga jual pada saat itu yang dinilai dengan rupiah setelah memperoleh penerimaan, untuk mengetahui pendapatan bersih maka perlu diketahui biaya produksi. Pendapatan bersih diperoleh setelah mengurangkan penerimaan dengan biaya produksi.

Harga jual dipengaruhi oleh harga jual produksi fisik. Produksi fisik dikali dengan harga jual disebut total penerimaan. Penerimaan maupun pendapatan akan mendorong petani untuk mengalokasikannya dalam berbagai kegunaan seperti biaya produksi selanjutnya, tabungan dan pengeluaran lain untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

(17)

Petani Karet

Biaya Produksi Penerimaa

Pendapatan Produksi

Biaya Rata-Rata

Perkebunan Karet Rakyat

Biaya Minimum Kerangka penelitian ini, digambarkan sebagai berikut:

n

Keterangan:

:Menyatakan Hubungan

Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran 2.4 Hipotesis Penelitian

Sesuai dengan landasan teori yang sudah disusun, maka diajukan hipotesis yang akan diuji sebagai berikut :

SRAC

LRAC

Skala Efisien

(18)

1. Pendapatan petani karet rakyat tergolong rendah

Gambar

Gambar 1. Proses Penurunan Biaya Rata-rata Melalui Peningkatan Jumlah
Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait