• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - Analisis Tingkat Pendapatan Petani Karet Rakyat Berdasarkan Skala Usaha Minimum (Studi Kasus : Desa Naman Jahe, Kec. Salapian, Kab. Langkat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - Analisis Tingkat Pendapatan Petani Karet Rakyat Berdasarkan Skala Usaha Minimum (Studi Kasus : Desa Naman Jahe, Kec. Salapian, Kab. Langkat)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting peranannya di dalam

perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. Hal

tersebut dapat dilihat dengan jelas dari peranan sektor pertanian di dalam

menampung penduduk serta memberikan kesempatan kerja kepada penduduk,

menciptakan pendapatan nasional dan menyumbangkan pada keseluruhan produk.

Berbagai data menunjukkan bahwa di beberapa negara yang sedang berkembang

lebih 75% dari penduduknya berada di sektor pertanian dan lebih 50% dari

pendapatan nasionalnya dihasilkan dari sektor pertanian serta hampir seluruh

ekspornya merupakan bahan pertanian (Todaro, 2000).

Karet merupakan salah satu komoditas perkebunan dengan nilai ekonomis tinggi.

Oleh karena itu, tidak salah jika banyak yang beranggapan bahwa tanaman karet

adalah salah satu kekayaan Indonesia. Karet yang diperoleh dari proses

penggumpalan getah tanaman karet (lateks) dapat diolah lebih lanjut untuk

menghasilkan lembaran karet (sheet), bongkahan (kotak), atau karet remah (crumb

(2)

Tabel 1. Produksi Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanamannya di Sumatera Utara

No. Jenis Tanaman Produksi (Ton)

1. Karet 280.445,65

2. Kelapa Sawit 5.428.535,14

3. Kopi

Sumber: Dinas Perkebunan 2011

Dari Tabel 1 dapat dilihat jumlah produksi perkebunan karet rakyat sebesar

280.445,65 Ton dan merupakan hasil perkebunan rakyat kedua terbanyak setelah

kelapa sawit.

Untuk melihat produksi dan sentra perkebunan karet rakyat di Sumatera Utara

(3)

Tabel 2. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Rakyat Komoditi Karet per Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara

No Kabupaten/Kota Skala Usaha (Ha) Produksi (Ton)

1 Deli Serdang 6.925,20 5.441,52

2 Langkat 42.340,00 33.183,30

3 Simalungun 13.380,14 11.263,37

4 Karo 56,20 29,65

5 Dairi 249,70 117,49

6 Tapanuli Utara 8.551,09 4.710,41

7 Tapanuli Tengah 32.180,50 19.815,00

8 Tapanuli Selatan 25.101,50 7.791,90

9 Labuhan Batu 21.817,23 20.582,51

10 Labuhan Batu Utara 22.341,00 23.931,37

11 Labuhan Batu Selatan 26.229,00 26.226,26

12 Asahan 7.548,86 7.635,74

13 Mandailing Natal 71.880,28 61.292,02

14 Toba Samosir 433,00 315,00

15 Humbang Hasunduntan 4.063,20 2.079,90

16 Pak-pak Bharat 1.783,00 577,46

17 Samosir - -

18 Serdang Bedagai 11.552,20 9.461,65

19 Padang Lawas Utara 38.099,00 21.593,00

20 Batu Bara 386,00 190,54

Jumlah 378.309,95 280.445,65

Sumber: Dinas Perkebunan 2011

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa luas areal perkebunan karet rakyat di Kabupaten

Langkat pada tahun 2011 mencapai 42.430 Ha, dengan produksi 33.183,30 ton.

Data tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Langkat menempati posisi kedua

setelah Kabupaten Mandailing Natal dalam hal luas areal dan produksi karet

(4)

Tabel 3. Luas Areal dan Produksi Karet Rakyat di Kabupaten Langkat Tahun 201

No. Kecamatan Luas Areal (Ha) Produksi (Ton)

1. Bahorok 6.260,00 7.956,60

11. Batang Serangan 4.731,00 5.913,42

12. Sawit Seberang 1.212,00 1.631,70

13. Padang tualang 1.265,00 1.696,47

Sumber: Kabupaten Langkat Dalam Angka 2012

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa di Kabupaten Langkat, karet terdapat di semua

kecamatan. Kecamatan Salapian merupakan kecamatan dengan luas lahan dan

produksi terbesar di Kabupaten Langkat yaitu 8.587,00 Ha dengan hasil produksi

11.394,62 ton.

Pengelolaan yang kurang baik atau seadanya juga turut membuat produktivitas

(5)

diremajakan dengan klon baru. Bahkan, klon baru yang mampu menghasilkan

produksi lebih baik dari klon sebelumnya jarang dikenal oleh petani karet rakyat

tersebut. Pengetahuan tentang peralatan dan teknologi pengolahan yang masih

sangat sederhana juga berimbas pada mutu karet olahan yang dihasilkan. Mutu

yang tidak memenuhi standar menyebabkan harga jual karet olahan menjadi

rendah dan hanya dapat memasuki sebagian pasar saja (Anonimus, 2011).

Harga jual yang rendah menyebabkan penerimaan yang diterima petani

berkurang. Dimuat dalam situs http://www.bisnis-sumatra.com tanggal 25 Maret

2013 disebutkan bahwa sejak bulan Agustus 2012, harga jual karet terus melemah.

Bahkan di provinsi Sumatera Utara yang memiliki hasil komoditi perkebunan

yang melimpah, hal ini cukup mencemaskan petani yang mengusahakan komoditi

perkebunan mengingat harga kelapa sawit yang juga dalam beberapa waktu

terakhir mengalami penurunan dari sekitar Rp 1.000 per kilogram menjadi Rp 600

per kilogram. Harga karet pada akhir bulan Juli 2012 masih berada di kisaran Rp

18.000 per kilogram, namun pada bulan Maret 2013 masih tertahan pada harga

sekitar Rp 8.000-10.000 per kilogram. Bahkan, beberapa bulan sebelumnya di

beberapa daerah sempat tertahan pada harga Rp 5.000-6.000 per kilogram.

Fluktuasi harga jual karet ini disebabkan oleh faktor cuaca yang tidak stabil

(ekstrem), krisis luar negeri, harga ekspor yang menurun, lemahnya harga minyak

dunia, dan faktor lainnya.

Sementara itu, data dari Dinas Perkebunan menunjukkan bahwa harga lump

mangkok (cup lump), yang juga merupakan bahan olahan karet (bokar) juga

(6)

secara alami di dalam mangkok pengumpul lateks setelah kurang lebih 3 jam

disadap. Perkembangan harga rata-rata lump mangkok dapat dilihat di Tabel 3

berikut.

Tabel 4. Perkembangan Harga Rata-Rata Lump Mangkok

No. Tahun Harga Rata-rata (Rp/kg)

Tingkat Kabupaten Tingkat Provinsi

1. 2008 13.218,80 21.135,42

2. 2009 7.136,42 14.878,08

3. 2010 19.331,00 26.240,00

4. 2011 18.765,00 33.644,00

Sumber: Dinas Perkebunan, 2012

Menurut Tohir (1991), tingkat kesejahteraan petani sering dikaitkan dengan

keadaan usahatani yang dicerminkan oleh tingkat pendapatan petani. Penerimaan

yang berkurang akan diikuti dengan semakin rendahnya pendapatan yang diterima

petani. Pendapatan yang rendah tentunya dapat menyurutkan semangat kerja

petani dalam mengusahakan usahatani karetnya, salah satunya misal petani eng

gan melakukan penyadapan. Jika karet tidak disadap, maka produksi ataupanen

akan menurun. Produksi yang menurun tentunya akan berimbas pula dengan

semakin menurunnya pendapatan yang diterima petani.

Total pendapatan petani dapat bersumber dari pendapatan petani dari usahataninya

dan pendapatan petani dari luar usahataninya. Menjelaskan bahwa pendapatan

petani dari usahataninya adalah sebagian dari pendapatan kotor yang karena

tenaga keluarga dan kecakapannya memimpin usahanya dan sebagaian bunga dari

(7)

dari keluarganya. Pendapatan petani dari usahataninya juga dapat diperhitungkan

(8)

Tabel 5. Pendapatan Usahatani Karet Rakyat Per Ha di Kabupaten Langkat

Sampel Luas Lahan

(Ha)

Pendapatan Per Ha (Rp)

21. 1,00 18.481.000,00

22 2,00 18.346.000,00

Total 37,50 420.581.229,17

Rata-rata 1,25 14.019.374,31

Sumber: Affandi,Ulpan.2011

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa rata-rata pendapatan petani karet rakyat di

kabupaten Langkat Rp 14.019.374,31/ha/tahun dan dengan rata-rata luas lahan

1,25 Ha, sedangkan pendapatan pada suatu perusahaan perkebunan swasta yang

(9)

perkebunan rakyat ini dapat dikatakan masih dibawah dari pendapatan perkebunan

swasta. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian di daerah langkat untuk

meningkatan pendapatan petani tersebut.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa tujuan

penelitian, yaitu:

1) Berapa produksi perkebunan karet rakyat per hektar di daerah penelitian?

2) Berapa pendapatan petani perkebunan karet rakyat per hektar di daerah penelitian?

3) Berapa skala usaha minimum untuk memenuhi skala efisien dan kebutuhan hidup

petani perkebunan karet rakyat?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Untuk mengetahui berapa produksi perkebunan karet rakyat per hektar di

daerah penelitian

2) Untuk menganalisis berapa pendapatan petani perkebunan karet rakyat per hektar

di daerah penelitian

3) Untuk menganalis berapa skala usaha minimum untuk memenuhi skala efisien dan

(10)

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Sebagai bahan informasi bagi petani dalam mengelola dan mengembangakan

usaha taninya.

2) Sebagai informasi bagi pemda setempat dalam membuat kebijakan

3) Sebagai bahan informasi atau referensi untuk pengembangan ilmu bagi

Gambar

Tabel 1.  Produksi Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanamannya di Sumatera Utara
Tabel 2. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Rakyat  Komoditi Karet per     Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara
Tabel 3. Luas Areal dan Produksi Karet Rakyat di Kabupaten Langkat Tahun 201
Tabel 5. Pendapatan Usahatani Karet Rakyat Per Ha di  Kabupaten Langkat

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional dan pendidikan kewirausahaan terhadap minat berwirausaha dengan efikasi diri sebagai variabel

Namun, pasca Perang Dingin, meskipun dikenal sebagai seorang ilmuwan terkenal, kedekatannya dengan penguasa Gedung Putih menyebabkan pandangan-pandangan Lewis kemudian memiliki

Hakim menyatakan bahwa: “memandang urgen pula untuk menegaskan dalam disenting ini bahwa perbuatan kawin lari, sebagaimana telah dilakukan oleh Penggugat dan

Oleh karena itu, penelitian ini fokus terhadap metode pelisanan dan metode penafsiran Kiai Sya‟roni atas surat al-Fāti ḥ ah dalam pengajian tafsir Jumat fajar di

Dengan adanya penelitian penulis, akan menambah bahasan mengenai sejarah ’65 dalam representasi kekuasaan pada wacana dominan narasi resmi buatan pemerintah

“Sabun yang mengandungi unsur tanah liat boleh digunakan untuk melakukan samak najis mughallazah dengan syarat tanah tersebut suci dan peratusan kandungan tanah dalam sabun

Penelitian Mandariska dalam Nugraheny (2009), banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya anemia pada ibu hamil, sehingga jika ibu hamil tidak patuh dalam mengkonsumsi

Arus jenuh dasar ditentukan sebagai fungsi dari lebar efektif pendekat (We) dan arus lalu lintas belok kanan pada pendekat tersebut dan juga pada pendekat yang berlawanan,