• Tidak ada hasil yang ditemukan

jiptummpp gdl shofirofay 51745 3 babii

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "jiptummpp gdl shofirofay 51745 3 babii"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

8 2.1.Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang berkenaan dengan pemenuhan wajib pajak dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

(2)
(3)

Gubeng

Sumber: Penelitian terdahulu diolah

2.2.Landasan Teori

2.2.1. Pengertian, Fungsi dan Peran Pajak

Pajak merupakan sumber pendapatan kas negara yang digunakan untuk pembelanjaan dan pembangunan negara dengan tujuan akhir kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Definisi menurut pasal 1 nomor 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjelaskan: “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

(4)

tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”

Berikut ini adalah definisi pajak dari beberapa ahli: 1. Definisi pajak yang dikemukakan oleh Mardiasmo (2011:1):

“Pajak adalah iuran rakyat iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan

undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum“

2. Definisi pajak yang dikemukakan oleh Waluyo (2011:2):

“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”

Dari berbagai definisi yang telah dikemukakan di atas dapat ditarik kesimpulan tentang ciri- ciri atau unsur pokok yang terdapat pada pengertian pajak, yaitu:

a. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang b. Pajak dapat dipaksakan

(5)

Pajak memiliki peranan penting dalam tata kelola negara, khususnya membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi seperti yang terdapat dalam buku Waluyo (2011:6), yaitu:

a. Fungsi Anggaran (budgetary)

Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya guna pembiayaan pembangunan.

b. Fungsi Mengatur (Regulerend)

Suatu fungsi dimana pajak dipergunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Misalnya dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.

c. Fungsi Stabilitas

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.

d. Fungsi Redistribusi Pendapatan

(6)

2.2.2. Kepatuhan Pajak

Kondisi perpajakan yang menuntut keikutsertaan aktif Wajib Pajak dalam menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan Wajib Pajak yang tinggi, yaitu kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan kebenarannya. Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela (voluntary of complience) merupakan tulang punggung dari self

assesment system, dimana Wajib Pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri

kewajiban perpajakan kemudian secara akurat dan tepat waktu dalam membayar dan melaporkan pajaknya.

Pengertian kepatuhan Wajib Pajak menurut Nurmantu (2011), didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.

Pengertian kepatuhan Wajib Pajak menurut Devano dan Rahayu (2006): 1. Kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri.

2. Kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat pemberitahuan. 3. Kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang. 4. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.

(7)

Adapun jenis-jenis kepatuhan Wajib Pajak menurut Devano dan Rahayu (2006) adalah:

1. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang perpajakan.

2. Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantif/hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan yaitu sesuai isi dan jiwa Undang-undang pajak kepatuhan material juga dapat meliputi kepatuhan formal. Misalnya ketentuan batas waktu pelaporan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh) Tahunan tanggal 31 Maret. Apabila Wajib Pajak telah melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Tahunan sebelum atau pada tanggal 31 Maret maka Wajib Pajak telah memenuhi ketentuan formal, akan tetapi isinya belum tentu memenuhi ketentuan material, yaitu suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara subtantive memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan material dapat meliputi kepatuhan formal. Wajib Pajak yang memenuhi kepatuhan material adalah Wajib Pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap dan benar Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai ketentuan dan melaporkannya ke KPP sebelum batas waktu berakhir.

Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dilakukan dalam hal:

(8)

2. SPT tahunan pajak penghasilan menunjukkan rugi

3. SPT tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu yang stelah ditetapkan

4. SPT yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan Direktur Jendral Pajak 5. Ada indikasi kewajiban pajak yang tidak dipatuhi.

2.2.3. Teori Pajak Penghasilan Pasal 21 Orang Pribadi

Menurut Republik Indonesia (2015), Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21) adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subyek pajak dalam negeri. Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut:

1. Penghasilan kena pajak yang berlaku bagi: a. Pegawai tetap.

b. Penerima pensiun berkala.

c. Pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi Rp 3.000.000,00 (tiga rupiah).

(9)

3. Sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto yang berlaku bagi bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2015 Pasal 3 huruf c yang menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan.

4. Jumlah penghasilan bruto yang berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima penghasilan di atas.

Penghasilan Kena Pajak Penghasilan Pasal 21 menurut Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2015 adalah sebagai berikut:

1. Pegawai tetap dan penerima pensiun berkala dikenakan PKP sebesar penghasilan neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

2. Pegawai tidak tetap dikenakan PKP sebesar penghasilan bruto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

3. Pegawai yang disebutkan dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2015 Pasal 3 huruf c, PKP yang dikenakan sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan.

Besarnya penghasilan neto bagi pegawai tetap yang dipotong PPh Pasal 21 adalah jumlah seluruh penghasilan bruto dikurangi dengan:

1. Biaya jabatan, sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) sebulan atau Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) setahun;

(10)

Besarnya penghasilan neto bagi penerima pensiun berkala yang dipotong PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut:

1. Seluruh jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun. 2. Sebesar 5,7% (lima koma tujuh persen) dari penghasilan bruto.

3. Setinggi-tingginya Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) sebulan atau Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) setahun.

Bila bukan pegawai seperti yang dimaksud dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2015 Pasal 3 huruf c namun ia memberikan jasa kepada pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26, maka:

1. Bila pemotong PPh Pasal 21 mempekerjakan orang lain sebagai pegawainya, maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jumlah pembayaran setelah dikurangi dengan bagian gaji atau upah dari pegawai yang dipekerjakan tersebut, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan dengan bagian gaji atau upah pegawai tersebut maka besar penghasilan bruto adalah sebesar jumlah yang dibayarkan;

2. Bila ia hanya melakukan penyerahan material atau barang, maka besarnya jumlah penghasilan bruto hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa dengan material atau barang maka besarnya penghasilan bruto tersebut termasuk pemberian jasa dan material atau barang.

(11)

jasa dokter yang dibayar oleh pasien sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit dan/atau klinik.

Besarnya PTKP berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 122/PMK010/2015 ditentukan berdasarkan keadaan pada awal tahun kalender, kecuali PTKP untuk pegawai baru dan menetap di Indonesia ditentukan berdasarkan keadaan awal bulan dari bagian tahun kalender yang bersangkutan.

Besarnya PTKP per tahun adalah sebagai berikut:

1. Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;

2. Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin; 3. Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga

sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

Besarnya PTKP bagi karyawati berlaku ketentuan sebagai berikut:

1. Bagi karyawati kawin, besarnya PTKP adalah sebesar PTKP untuk dirinya sendiri;

2. Bagi karyawati tidak kawin, besarnya PTKP adalah sebesar PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.

(12)

ditambah PTKP untuk status kawin dan PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.

Bagi pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang penghasilannya tidak dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatifnya dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah), maka berlaku ketentuan berikut ini:

1. Tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, jika penghasilan sehari belum melebihi Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah);

2. Dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, jika penghasilan sehari sebesar atau melebihi Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) tersebut merupakan jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto;

3. Bila pegawai tidak tetap memperoleh penghasilan kumulatif dalam 1 (satu) bulan kalender melebihi Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) maka jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar PTKP yang sebenarnya;

4. Bila pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas tersebut mengikuti program jaminan atau tunjangan hari tua, maka iuran yang dibayar sendiri dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

Tarif pemotongan pajak atas penghasilan dijelaskan pada Pasal 17 ayat (1) huruf a. Tarif berikut berlaku pada Wajib Pajak yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP):

(13)

2. Tarif Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp250.000.000,- adalah 15%

3. Tarif Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp500.000.000,- adalah 25%

4. Tarif Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp 500.000.000,- adalah 30%

5. Untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP, dikenai tarif 20% lebih tinggi dari mereka yang memiliki NPWP.

2.2.4. Pengertian, Fungsi dan Jenis Surat Pemberitahuan (SPT)

Menurut UU No. 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dikutip dari buku Perpajakan Indonesia karangan Waluyo (2011:31), menyatakan bahwa:

“Surat Pemberitahuan/SPT adalah: surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan.”

Menurut Mardiasmo (2011: 31), Fungsi Surat Pemberitahuan bagi Wajib Pajak Pajak Penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terhutang dan untuk melaporkan tentang:

1. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) tahun pajak atau bagian tahun pajak.

(14)

3. Harta dan Kewajiban.

4. Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak, yang ditentukan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Bagi PKP adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung-jawabkan perhitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang. Bagi pemotong atau pemungut pajak adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.

Dilihat dari pelaporannya, SPT dapat dibedakan menjadi SPT Masa dan SPT Tahunan dikutip dari buku Perpajakan karangan Thomas (2010:35), menyatakan bahwa:

Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu masa pajak, seperti :

a. SPT masa PPh Pasal 4(2) b. SPT masa PPh Pasal 15 c. SPT masa PPh Pasal 21/26 d. SPT masa PPh Pasal 23/26 e. SPT masa PPh Pasal 25 f. SPT masa PPN dan PPnBM

g. SPT masa PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah bagi Pemungut. 5. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun

(15)

a. SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas atau kegiatan usaha (1770)

b. SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang memberitahukan perpanjangan jangka waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi (1770 Y)

c. SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Karyawan yang tidak melakukan pekerjaan bebas atau kegiatan usaha tetapi menerima penghasilan dari satu pemberi kerja; menerima penghasilan dalam negeri lainnya dan menerima penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan bersifat Final (1770S) d. SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Karyawan yang tidak melakukan

pekerjaan bebas atau kegiatan usaha yang penghasilan brutonya tidak melebihi Rp. 60 juta per tahun (1770SS) sesuai dengan SE-21/PJ./2009 dan PP 07/PJ./2009

e. SPT Tahunan PPh Wajib pajak(1771)

f. SPT Tahunan PPh Wajib pajakyang diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang dolar Amerika Serikat (1771$)

g. SPT Tahunan PPh Wajib pajak yang mengajukan pemberitahuan perpanjangan jangka waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak (1771Y)

(16)

a. Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak. Khusus untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.

b. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak atau c. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak

Badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak. 2.2.5. Sanksi Terlambat/Lapor Surat Pemberitahuan (SPT)

1. Apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau batas waktu perpanjangan pelaporan SPT Tahunan maka akan dikenai sanksi administrative berupa denda sebesar Rp. 1.000.000 untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan.

2. Wajib Pajak karena kealpaan tidak melaporkan SPT Tahunan atau melaporkan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara tidak dikenakan sanksi pidana apabila dilakukan pertama kali oleh Wajib Pajak dan Wajib Pajak tersebut wajib melunas kenaikan 200% dari jumlah yang kurang dibayar.

(17)

(empat) kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang bayar. Perundang-undangan yang berhubungan dengan perpajakan terus disempurnakan agar pajak dapat lebih diterima oleh masyarakat. Kepatuhan membayar pajak pada Wajib Pajak PPh Pasal 25 didasarkan pada kepatuhan pelaporan SPT Tahunan. Berdasarkan Undang-undang Perpajakan No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan, Pajak Penghasilan Pasal 25 merupakan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak Badan. Penanganan angsuran pembayaran pajak dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Departemen Keuangan dan Pelaksanaannya ditingkat daerah dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Aparat Pajak (DJP atau KPP) bertugas memonitor dan mengendalikan pembayaran pajak dengan sistem administasi perpajakan yang diharapkan dapat dilaksanakan dengan sistematis, terkendali, sederhana dan mudah dimengerti oleh anggota masyarakat Wajib Pajak Badan. Selain itu memberikan informasi kepada masyarakat maupun Wajib Pajak mengenai kemudahan pelaporan pajak.

2.2.6. Pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT)

Terhadap SPT yang telah diisi selanjutnya Wajib Pajak melaporkan SPT tersebut ke Kantor Pajak atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jendral Pajak, dapat dilakukan:

1. Secara langsung

(18)

Pelaporan SPT cara lain ini dilakukan:

a. Melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir (perusahaan yang berbentuk badan hukum yang memberikan jasa pengiriman surat jenis tertentu termasuk pengiriman SPT ke Direktorat Jendral Pajak) dengan bukti pengiriman surat; atau

b. E-Filling melalui ASP (Application Service Provider)

ASP atau penyedia jasa aplikasi ini sebagai perusahaan penyedia jasa aplikasi yang telah ditunjuk dengan Keputusan Direktur Jendral Pajak sebagai perusahaan yang dapat menyalurkan pelaporan SPT atau pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan secara elektronik ke Direktorat Jendral Pajak.

Setiap SPT yang disampaikan oleh Wajib Pajak diperlukan tanda penerimaan surat (tanda terima) atau bukti penerimaan SPT, tetapi juga mengikuti cara pelaporan SPT. Terhadap SPT yang disampaikan:

1. Secara langsung, akan diberikan tanda penerimaan surat melalui Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) Kantor Pelayanan Pajak

2. Melalui pos dengan bukti pengiriman surat itulah 2.2.7. Perlawanan Terhadap Pajak

(19)

Perlawanan terhadap pajak dapat dibedakan menjadi perlawanan pasif dan perlawanan aktif. Thomas (2010:8) membagi bahasan sebagai berikut:

1. Perlawanan pasif

Perlawanan pasif berupa hambatan yang mempersulit pemungutan pajak dan mempunyai hubungan erat dengan struktur ekonomi. Contoh: Wajib Pajak dituntut untuk menghitung sendiri pendapatan nettonya. Untuk itu diperlukan adanya pembukuan. Namun, menghitung pendapatan netto akan sangat sulit dilakukan oleh masyarakat agraris. Selain karena pencatatan pendapatan yang akurat sulit dilakukan, mereka juga tidak mampu melakukan pembukuan, sehingga pembayaran pajaknya lebih kecil daripada seharusnya.

2. Perlawanan Aktif

Perlawanan aktif adalah semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada pemerintah (fiskus) dengan tujuan untuk menghindari pajak. Ada 3 cara perlawanan aktif terhadap pajak, yaitu: Penghindaran Pajak (Tax Avoidance), Pengelakan Pajak (Tax Evasion), Melalaikan Pajak.

a. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)

(20)

1) Menahan Diri

Yang dimaksud dengan menahan diri yaitu Wajib Pajak tidak melakukan sesuatu yang bisa dikenai pajak. Contoh: tidak menggunakan mobil mewah, untuk menghindari pengenaan Pajak Penjualan Barang Mewah, tidak mengkonsumsi minuman keras (alkohol) untuk menghindari cukai alkohol.

2) Lokasi Terpencil

Memindahkan lokasi usaha atau domisili dari lokasi yang tarif pajaknya tinggi ke lokasi yang tarif pajaknya rendah. Contoh: Di Indonesia diberikan keringanan bagi investor yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia bagian Timur. Oleh karena itu, pengusaha yang baru membuka usaha, atau perusahaan yang akan membuka cabang baru. Mereka membuka cabang baru di tempat yang tarif pajaknya lebih rendah.

b. Pengelakan Pajak (Tax Evasion)

(21)

c. Melalaikan Pajak

Melalaikan pajak adalah tidak melakukan kewajiban perpajakan yang seharusnya dilakukan. Contoh: Menolak membayar pajak yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi formalitas- formalitas yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak. Pengusaha yang telah memotong pajak karyawannya tetapi pajak tersebut tidak disetorkan dan dilaporkan ke Kantor Pajak.

2.2.8 Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak yang dianut oleh Indonesia berdasarkan Undang-undang :

1. Official Assessment System

Official assessement system adalah suatu sistem pengenaan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (kantor pajak) untuk menentukan besarnya pajak terutang oleh wajib pajak.

Sistem ini umumnya diterapkan terhadap jenis pajak yang melibatkan masyarakat luas di mana masyarakat selaku subjek/wajib pajak dipandang belum mampu untuk diserahi tanggung jawab untuk menghitung dan menetapkan pajak.

(22)

2. Self Assessement System

Self assessement system adalah suatu sistem pengenaan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk memnentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

Sistem ini umumny diterapkan pada jenis pajak di mana wajib pajak dipandang cukup mampu untuk diserahi tanggung jawab untuk menghitung dan menetapkan utang pajak sendiri.

Salah satu contoh pajak yang masih menggunakan sistem ini adalah Pajak penghasilan (PPn), pajak pertambahan nilai atas barang dan jasa (PPN), dan pajak penjualan atas barang mewah (PPn.BM).

3. With Holding System

With Holding System adalah sistem pengenaan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan pemerintah dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024)

Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kalimat-kalimat yang mengandung deiksis yang terdapat dalam karangan cerpen siswa sekolah menengah atas yang

Sesuai dengan tujuan dan sasaran yang akan dicapai program Diklat Fungsional Penjenjangan Pranata Komputer, maka metode diklat yang paling sesuai dalam proses belajar mengajar

Pemilu Partai Golkar Di Karesidenan Banten Pada Tahun 1971-1999 adalah benar-benar karya sendiri, bukan plagiat dan tidak dibuat oleh orang lain.. Hal-hal yang bukan karya

Diklat Fungsional Penjenjangan Pranata Komputer adalah diklat yang diwajibkan bagi PNS yang akan memangku Jabatan Fungsional Pranata Komputer pada jenjang tertentu, kecuali

Account yang sudah diapatkan bisa digunakan untuk login ke Akses Point, sehingga proses autentifikasi bisa dilakukan dengan memasukkan username dan password. Selamat, customer

Orientation atau pengenalan yaitu memberikan informasi tentang siapa, dimana, dan kapan peristiwa atau kegiatan itu terjadi di masa lampau.

/*Perintah ini berfungsi untuk memblok paket protocol ICMP (ping) yang datang dari client yang memiliki alamat jaringan 172.172.0.0 dengan disertai pesan error*/.. Perintah –