BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengamatan Selintas
Pengamatan selintas merupakan pengamatan terhadap kondisi
lingkungan selama penelitian berlangsung. Pengamatan ini meliputi pengamatan
terhadap suhu udara, kelembaban, intensitas cahaya, dan serangan hama
penyakit.
Selama penelitian berlangsung, rata-rata suhu udara harian berkisar antara 22,25˚C sampai dengan 24,50˚C, dengan kelembaban udara antara 81,29% sampai dengan 88,11%. Perbandingan intensitas cahaya matahari di
dalam dan di luar green house adalah 1:10. Intensitas cahaya matahari di dalam
green house pada siang hari berkisar antara 4000 sampai 6000 lux, sedangkan di
luar green house berkisar antara 40.000 sampai 60.000 lux. Suhu udara di dalam
greenhouse selama penelitian sudah sesuai dengan syarat tumbuh tanaman
krisan, namun kelembaban udara sedikit melebihi standar dan intensitas cahaya
di dalam green house kurang optimal.
Suhu udara yang paling baik untuk pertumbuhan tanaman krisan yaitu berkisar antara 20˚C-26˚C pada siang hari, sedangkan untuk kelembaban udara yang baik adalah 70-80% (Rukmana dan Mulyana, 1997). Kelembaban udara
yang terlalu tinggi dan disertai sirkukasi udara yang kurang baik dapat
menyebabkan perkembangan organisme penyebab penyakit, terutama cendawan
Tohari dan Sulistyaningsih, 2004 untuk pertumbuhan yang optimal, tanaman
krisan memerlukan intensitas cahaya pada siang hari sebesar 32.000 lux.
4.1.2 Serangan Hama dan Penyakit
Hama yang menyerang tanaman krisan pot selama penelitian
berlangsung adalah leaf miner atau pengorok daun (Liriomyza sp.). Liriomyza
sp. merupakan hama penting pada tanaman krisan, berukuran kecil dan
tubuhnya tertutup lapisan lilin. Serangga ini memakan jaringan daun bagian
dalam dan menyisakan lapisan epidermis, sehingga membentuk bekas seperti
terowongan berwarna putih abu-abu pada daun (gambar tercantum dalam
lampiran 1).
Perkembangbiakan Liriomyza sp. terjadi secara cepat pada temperatur
tinggi (Rukmana dan Muyana, 1997). Serangan yang berat menyebabkan daun
rusak dan dapat menjadi kering. Dalam penelitian ini, suhu udara di dalam
greenhouse sudah sesuai dengan syarat tumbuh tanaman krisan. Munculnya
hama Liriomyza sp. diduga terbawa dari bibit dan tidak sampai menimbulkan
kerugian yang berarti. Pengendalian hama Liriomyza sp. dilakukan dengan cara
menyemprot daun tanaman krisan dengan larutan insektisida dengan merek
dagang DuPont Lannate 25 WP (bahan aktif: metomil 25%) dengan dosis 1,5
gram/ liter air. Penyemprotan larutan insektisida dilakukan seminggu sekali
sejak terlihat ada gejala serangan.
Penyakit yang menyerang tanaman krisan pot selama penelitian adalah
karat daun yang disebabkan oleh cendawan Puccinia sp. Penyakit karat daun
merupakan penyakit yang penting pada tanaman krisan, serangan yang berat
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman dan perkembangan bunga.
Gejala yang muncul pada tanaman krisan yang terserang penyakit karat yaitu
pada sisi bawah daun terdapat bintil-bintil cokelat atau hitam, dan terjadi
lekukan-lekukan mendalam berwarna pucat pada permukaan daun sisi atas
(gambar tercantum dalam lampiran 1).
Kelembaban udara yang tinggi di sekitar tajuk memicu pertumbuhan
cendawan (Hasim, 1995). Dalam penelitian ini, kelembaban udara sedikit
melebihi syarat tumbuh tanaman krisan sehingga memicu pertumbuhan
menimbulkan kerugian yang berarti. Pengendalian penyakit karat daun
dilakukan dengan cara memetik dan membuang daun yang sudah terserang
parah, kemudian dilakukan penyemprotan larutan fungisida pada daun tanaman
krisan yang lain untuk mencegah penyebaran penyakit. Fungisida yang
digunakan dalam penelitian ini beremerek dagang Acrobat 50 WP (bahan aktif:
dimetomorf 50%) dengan dosis 1,5 gram/ liter air. Penyemprotan larutan
fungisida dilakukan seminggu sekali sejak terlihat ada gejala serangan.
4.2 Pengamatan Utama
4.2.1 Pengaruh Populasi dan Waktu Pemangkasan terhadap
Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Krisan Pot
Tabel 4.2 Pengaruh Populasi dan Waktu Pemangkasan terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Krisan Pot
Keterangan: 1) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%
2) Huruf besar untuk pengujian populasi, huruf kecil untuk pengujian waktu pemangkasan
3) mst (minggu setelah transplanting)
4.2.1.1Tinggi Tanaman
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (lampiran 2), perlakuan populasi
dan waktu pemangkasan tidak ada interaksi terhadap tinggi tanaman. Perlakuan
populasi 4, 5 dan 6 tanaman per pot menghasilkan tinggi tanaman yang tidak
berbeda nyata (tabel 4.2). Hal ini diduga pada ketiga perlakuan populasi
tersebut belum terjadi kompetisi yang cukup berat dalam memperoleh
sumberdaya lingkungan. Selain itu, juga diduga karena dalam penelitian ini
percobaan sehingga menghasilkan tinggi tanaman yang tidak berbeda nyata.
Menurut Salisbury dan Ross (1995) dalam Rochmatino (2010), paclobutrazol
merupakan senyawa penghambat biosintesis asam giberelat yang menyebabkan
pembelahan dan pemanjangan sel pada meristem sub apikal terhambat.
Penghambatan biosintesis giberelin berpengaruh terhadap aktivitas peroksidasi
dan IAA oksidasi sehingga kandungan auksin menurun yang menyebabkan
tanaman menjadi pendek (Cathey, 1964).
Pemangkasan dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan dominansi
apikal, sehingga tinggi tanaman bisa ditekan dan dihasilkan tanaman krisan pot
yang pendek. Perlakuan berbagai waktu pemangkasan menghasilkan tinggi
tanaman yang tidak berbeda nyata meskipun perlakuan waktu pemangkasan 1
minggu setelah transplanting berbeda nyata dengan perlakuan tanpa
pemangkasan. Hal ini diduga karena interval perlakuan waktu pemangkasan
terlalu dekat. Hasil penelitian Muhammad dan Naz (2006) dan Dorajeerao
(2012) menyatakan bahwa tanaman yang tidak dipangkas selalu lebih tinggi
daripada tanaman yang dipangkas karena tanaman yang tidak dipangkas tetap
melanjutkan pertumbuhan apikal. Selain itu, tinggi tanaman yang tidak berbeda
nyata dalam penelitian ini juga diduga karena pengaruh paclobutrazol yang
diaplikasikan pada tanaman.
4.2.1.2Jumlah Daun
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (lampiran 3), perlakuan populasi
dan waktu pemangkasan tidak ada interaksi terhadap jumlah daun. Perlakuan
populasi 4, 5 dan 6 tanaman per pot menghasilkan jumlah daun yang tidak
berbeda nyata, tetapi jumlah daun berkurang seiring pertambahan populasi
tanaman per pot (tabel 4.2). Hal ini diduga karena taraf perlakuan populasi dalam
penelitian ini tidak memiliki interval, sehingga menghasilkan jumlah daun yang
tidak berbeda nyata. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Khobragade
(2012) pada Aster Cina yang menunjukkan bahwa semakin lebar jarak tanam
semakin banyak jumlah daun yang dihasilkan karena kompetisi unsur hara dan
cahaya kecil. Jarak tanam 20 cm x 10 cm menghasilkan jumlah daun sebanyak
sebanyak 138,01, dan seterusnya semakin meningkat seiring pertambahan jarak
tanam.
Perlakuan berbagai waktu pemangkasan menghasilkan jumah daun yang
tidak berbeda nyata meskipun perlakuan waktu pemangkasan 2 minggu setelah
transplanting berbeda nyata dengan perlakuan tanpa pemangkasan. Hal ini diduga
karena pemangkasan memicu pertumbuhan cabang lateral, sehingga jumlah daun
meningkat. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Khobragade dkk (2012)
pada Aster Cina dan Habiba dkk (2012) pada tanaman krisan, yang menyatakan
bahwa perlakuan pemangkasan menghasilkan jumlah daun yang maksimum
sebagai akibat dari pertumbuhan dominansi lateral pada tanaman sehingga
menghasilkan jumlah cabang dan jumlah daun yang lebih banyak. Penelitian
Khobragade (2012) menunjukkan jumlah daun yang dihasilkan pada perlakuan
pemangkasan lebih tinggi (157,20) daripada perlakuan tanpa pemangkasan
(130,67). Hasil yang tidak berbeda nyata dalam penelitian ini diduga karena
interval perlakuan waktu pemangkasan terlalu dekat.
4.2.1.3Luas Daun
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (lampiran 4), perlakuan populasi
dan waktu pemangkasan tidak ada interaksi terhadap luas daun. Perlakuan
populasi 4, 5 dan 6 tanaman per pot menghasilkan luas daun yang tidak berbeda
nyata (tabel 4.2). Hal ini diduga pada ketiga perlakuan populasi tersebut belum
terjadi kompetisi. Selain itu, juga diduga karena perlakuan populasi tidak
memiliki interval sehingga menghasilkan luas daun yang tidak berbeda nyata.
Perlakuan berbagai waktu pemangkasan menghasilkan luas daun yang tidak
berbeda nyata. Hal ini diduga karena interval perlakuan waktu pemangkasan
4.2.1.4Diameter Batang
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (lampiran 5), perlakuan populasi
dan waktu pemangkasan tidak ada interaksi terhadap diameter batang.
Perlakuan populasi 4, 5 dan 6 tanaman per pot menghasilkan diameter batang
yang tidak berbeda nyata (tabel 4.2). Hal ini diduga diameter batang
dipengaruhi oleh tinggi tanaman yang tidak berbeda nyata. Selain itu, perlakuan
populasi dalam penelitian ini tidak memiliki interval sehingga diameter batang
pada ketiga populasi tersebut tidak berbeda nyata, meskipun pada tabel 4.2
menunjukkan data diameter batang yang menurun seiring bertambahnya jumlah
populasi. Perlakuan berbagai waktu pemangkasan menghasilkan diameter
batang yang tidak berbeda nyata. Hal ini diduga diameter batang dipengaruhi
oleh tinggi tanaman yang tidak berbeda nyata.
4.2.1.5Diameter Tajuk
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (lampiran 6), perlakuan populasi
dan waktu pemangkasan tidak ada interaksi terhadap diameter tajuk. Perlakuan
populasi 4, 5 dan 6 tanaman per pot menghasilkan diameter tajuk yang tidak
berbeda nyata (tabel 4.2). Hal ini diduga diameter tajuk dipengaruhi oleh jumlah
cabang produktif yang tidak berbeda nyata dalam penelitian ini. Perlakuan
berbagai waktu pemangkasan menghasilkan diameter tajuk yang tidak berbeda
nyata. Hal ini diduga diameter tajuk dipengaruhi oleh jumlah cabang produktif
yang tidak berbeda nyata. Penelitian Dorajeerao (2012) menunjukkan bahwa
dengan bertambahnya jumlah cabang akibat pemangkasan maka diameter tajuk
4.2.2 Pengaruh Populasi dan Waktu Pemangkasan terhadap
Pertumbuhan Generatif Tanaman Krisan Pot
Tabel 4.3 Pengaruh Populasi dan Waktu Pemangkasan terhadap Pertumbuhan Generatif Tanaman Krisan Pot
Keterangan: 1) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%
2) Huruf besar untuk pengujian populasi, huruf kecil untuk pengujian waktu pemangkasan
3) mst (minggu setelah transplanting)
4.2.2.1Jumlah Cabang Produktif
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (lampiran 7), perlakuan populasi
dan waktu pemangkasan tidak ada interaksi terhadap jumlah cabang produktif.
Perlakuan populasi 4, 5 dan 6 tanaman per pot menghasilkan jumlah cabang yang
tidak berbeda nyata (tabel 4.3). Hal ini diduga karena pada ketiga populasi
tersebut tidak terjadi kompetisi. Selain itu, ketiga populasi tersebut tidak memiliki
interval sehingga menghasilkan jumlah cabang yang tidak berebeda nyata.
Penelitian Khobragade (2012) pada aster Cina menunjukkan bahwa jarak tanam
tersempit (20 cm x 10 cm) menghasilkan jumlah cabang terendah (12.34)
sedangkan jarak tanam terlebar (30 cm x 30 cm) menghasilkan jumlah cabang
tertinggi (15.34).
Pemangkasan bertujuan untuk menekan pertumbuhan tinggi tanaman
(pertumbuhan apikal), sehingga pertumbuhan dialihkan ke pertumbuhan lateral
yaitu pembentukan cabang. Perlakuan waktu pemangkasan pada saat
transplanting dan 1 minggu setelah transplanting menghasilkan jumlah cabang
produktif yang berbeda nyata jika dibandingkan dengan kontrol, tetapi perlakuan
kontrol. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Habiba (2012) pada tanaman
krisan, yang menunjukkan bahwa perlakuan pemangkasan menghasilkan jumlah
cabang lebih banyak (4.4) dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemangkasan
(3.4). Hal ini disebabkan karena bagian ujung tanaman yang mengandung auksin
dipangkas sehingga menekan pertumbuhan apikal dan memungkinkan
pertumbuhan cabang (lateral).
4.2.2.2Jumlah Kuntum Bunga per Pot
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (lampiran 8), perlakuan populasi
dan waktu pemangkasan tidak ada interaksi terhadap jumlah kuntum bunga per
pot. Perlakuan populasi 5 dan 6 tanaman per pot menghasilkan jumlah kuntum
bunga per pot yang berbeda nyata dengan populasi 4 tanaman per pot (tabel
4.3). Hal ini membuktikan bahwa jumlah kuntum bunga per pot berbanding
lurus dengan populasi tanaman per pot, semakin banyak populasi semakin
banyak jumlah kuntum bunga yang dihasilkan. Hal ini diduga karena pada
ketiga populasi tersebut belum terjadi kompetisi yang cukup berat. Perlakuan
berbagai waktu pemangkasan menghasilkan jumlah bunga per pot yang tidak
berbeda nyata. Hal ini diduga karena interval antar perlakuan waktu
pemangkasan terlalu dekat sehingga menghasilkan jumlah bunga yang tidak
berbeda nyata.
4.2.2.3Diameter Bunga
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (lampiran 9), perlakuan populasi
dan waktu pemangkasan pucuk tidak ada interaksi terhadap diameter bunga.
Perlakuan populasi 4,5 dan 6 tanaman per pot menghasilkan diameter bunga yang
tidak berbeda nyata (tabel 4.3). Hal ini diduga karena pada ketiga populasi
tersebut belum terjadi kompetisi yang cukup berat. Perlakuan berbagai waktu
pemangkasan menghasilkan diameter bunga yang tidak berbeda nyata. Hal ini
diduga diameter bunga dipengaruhi oleh jumlah kuntum bunga per tanaman yang
4.2.2.4 Jumlah Kuntum Bunga per Tanaman
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (lampiran 10), terdapat interaksi
antara perlakuan populasi dan waktu pemangkasan terhadap jumlah bunga per
tanaman. Perlakuan berbagai waktu pemangkasan pada populasi 4 tanaman per
pot menghasilkan jumlah bunga per tanaman yang tidak berbeda nyata dengan
kontrol (tanpa pemangkasan) meskipun perlakuan waktu pemangkasan 1 minggu
setelah transplanting berbeda nyata dengan kontrol (tabel 4.4). Hal ini diduga
karena interval antar taraf perlakuan waktu pemangkasan terlalu dekat sehingga
menghasilkan jumlah bunga per tanaman yang tidak berbeda nyata.
Perlakuan berbagai waktu pemangkasan pada populasi 5 tanaman per pot
menghasilkan jumlah bunga per tanaman yang tidak berbeda nyata jika
dibandingkan dengan kontrol (tabel 4.4). Hal ini diduga karena interval antar taraf
perlakuan waktu pemangkasan terlalu dekat. Perlakuan berbagai waktu
pemangkasan pada populasi 6 tanaman per pot menghasilkan jumlah bunga per
tanaman yang tidak berbeda nyata dengan kontrol. Hal ini diduga karena interval
antar taraf perlakuan waktu pemangkasan terlalu dekat.
Peningkatan populasi tanaman menjadi 5 dan 6 tanaman per pot pada
perlakuan tanpa pemangkasan menghasilkan jumlah bunga yang berbeda nyata
jika dibandingkan dengan kontrol (tabel 4.4). Hal ini diduga karena terjadi
kompetisi pembagian asimilat dalam tanaman itu sendiri, antara bagian vegetatif
dan bagian reproduktif. Dorajeerao (2012) menyatakan bahwa pemangkasan
setelah muncul bunga dapat menurunkan jumlah bunga per tanaman karena
pembagian asimilat pada bagian vegetatif dan bagian reproduktif. Tanaman
yang tidak dipangkas akan terus melanjutkan pertumbuhan apikal karena
pengaruh auksin pada pucuk tanaman. Gardner dkk (1991) menyatakan bila
banyak terjadi pertumbuhan vegetatif sepanjang perkembangan reproduktif,
hasil reproduktif mungkin berkurang.
Peningkatan populasi tanaman menjadi 5 dan 6 tanaman per pot pada
berbagai perlakuan pemangkasan menghasilkan jumlah bunga per tanaman yang
tidak berbeda nyata dengan kontrol (tabel 4.4). Hal ini diduga karena aktivitas
auksin berkurang akibat pemangkasan, sehingga menekan pertumbuhan
Tabel 4.4 Pengaruh Populasi dan Waktu Pemangkasan terhadap Jumlah Bunga per Tanaman
Jumlah Bunga per Tanaman
Waktu Pemangkasan Populasi Rerata
Pemangkasan 4 T/pot 5 T/pot 6 T/pot
Tanpa Pemangkasan 7.75 a 5.78 b 6.28 b 6.60
A A A
Saat Transplanting 6.35 a 6.28 a 5.48 a 6.03
AB A A
1 Minggu setelah Transplanting 5.93 ab 6.85 a 5.13 b 5.97
B A A
2 Minggu setelah Transplanting 6.70 a 5.93 a 6.23 a 6.28
AB A A
Rerata Populasi 6.68 6.21 5.78
KV 13.17
Keterangan: 1) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%
2) T/Pot = jumlah tanaman per pot
3) Huruf kecil ke samping untuk pengujian populasi; huruf besar ke bawah untuk pengujian waktu pemangkasan
Untuk mengetahui kombinasi perlakuan yang menghasilkan jumlah
bunga paling banyak, dilanjutkan dengan pengujian kombinasi perlakuan
dengan BNJ 5%. Hasil uji lanjut (tabel 4.5) menunjukkan kombinasi perlakuan
yang menghasilkan jumlah bunga paling banyak adalah kombinasi perlakuan
J1P0 (populasi 4 tanaman per pot, tanpa pemangkasan), diikuti oleh kombinasi
perlakuan J2P2 (populasi 5 tanaman per pot, waktu pemangkasan 1 minggu
setelah transplanting) dan J1P3 (popukasi 4 tanaman per pot, waktu
Tabel 4.5 Pengaruh Kombinasi Perlakuan Populasi dan Waktu Pemangkasan
Keterangan: 1) J1 (4 tanaman/pot), J2 (5 tanaman/pot), J3 (6 tanaman/pot), P0 (tanpa pemangkasan), P1 (pemangkasan pada saat transplanting), P2 (pemangkasan 1 minggu setelah transplanting), P3 (pemangkasan 2 minggu setelah transplanting)
2) Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%
4.2.3 Pengaruh Populasi Tanaman Per Pot dan Waktu Pemangkasan
terhadap Estetika Krisan Pot
Estetika merupakan keindahan yang dinilai dari suatu benda atau karya
seni. Keindahan ini akan mempengaruhi pertimbangan seseorang dalam memilih
suatu objek. Dalam penelitian ini, krisan pot merupakan objek yang harus
diperhatikan keindahannya karena mempengaruhi harga jual dan minat konsumen.
Estetika krisan pot dapat dinilai dari beberapa aspek, yaitu antara lain
keserentakan pembungaan, kekompakan tanaman dalam pot, porporsi tinggi
tanaman dengan ukuran pot, serta lama waktu penampilan optimum. Dalam
penelitian ini, estetika krisan pot yang dinilai oleh panelis adalah aspek
kekompakan tanaman. Tanaman yang kompak yaitu tanaman yang memiliki
populasi tanaman, jumlah cabang, daun dan bunga yang banyak sehingga terlihat
rimbun. Hasil penilaian dinyatakan dengan persentase jumlah panelis yang
menyatakan tanaman kompak.
Menurut penilaian panelis (tabel 4.5), kombinasi perlakuan yang
menghasilkan estetika paling baik adalah perlakuan J3P3 (populasi 6 tanaman per
kompak. Berdasarkan data pertumbuhan dan pembungaan tanaman krisan pot,
kombinasi perlakuan J3P3 menghasilkan jumlah daun per tanaman yang tergolong
banyak (19.50 daun, lampiran 3), diameter tajuk paling lebar (23.15 cm, lampiran
6), jumlah cabang produktif banyak (2.08 cabang, lampiran 7), jumlah bunga per
pot paling banyak (31.25 bunga, lampiran 8), dan jumlah bunga per tanaman
banyak (6.23 bunga, lampiran 10). Sedangkan, penilaian panelis terendah yaitu
pada kombinasi perlakuan J1P1 (populasi 4 tanaman dengan pemangkasan pada
saat transplanting) karena dinilai paling tidak kompak. Berdasarkan data
pertumbuhan dan pembungaan tanaman krisan pot, kombinasi perlakuan J1P1
menghasilkan diameter tajuk paling sempit (20.13 cm, lampiran 6) dan jumlah
bunga per pot sedikit (24.35 bunga, lampiran 8).
Tabel 4.5 Persentase Jumlah Panelis yang Menyatakan Tanaman Kompak
Perlakuan Persentase Jumlah Panelis yang Menyatakan Tanaman Kompak (%) pemangkasan), P1 (pemangkasan pada saat transplanting), P2 (pemangkasan 1 minggu setelah transplanting), P3 (pemangkasan 2 minggu setelah transplanting)
Berdasarkan syarat mutu panen bunga krisan pot segar (tabel 2.1), mutu
digolongkan menjadi mutu A dan mutu B. Tinggi krisan pot mutu A berkisar
antara 35-40 cm, sedangkan mutu B <35, >40 cm dari dasar pot. Pada penelitian
ini, perhitungan dilakukan dengan cara menambah tinggi tanaman dan tinggi pot
(12 cm), kemudian dikurangi penyusutan permukaan media tanam (2 cm). Hasil
perhitungan menunjukkan, tinggi tanaman dalam penelitian ini berkisar dari 20.53
(tabel 2.1), tinggi krisan pot ini tergolong dalam mutu B. Hal ini diduga tinggi
tanaman dipengaruhi oleh aplikasi paklobutrazol yang konsentrasinya masih
terlalu tinggi, sehingga mengakibatkan tanaman terlalu pendek. Untuk penelitian
yang akan datang, disarankan untuk dilakukan penelitian mengenai pengaruh
berbagai konsentrasi paklobutrazol terhadap pertumbuhan, pembungaan dan