• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Islam dalam ruang lingkup S

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Implementasi Islam dalam ruang lingkup S"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Implementasi Islam dalam ruang lingkup Siyasah

Islam adalah agama yang paripurna (syamil) dan diridhai Allah untuk kita. Allah berfirman yang artinya: “Sesungguhnya agama yang diridhai Allah di sisiNya adalah Islam”.

“Barangsiapa yang mencari agama selain Islam maka tidak akan diterima darinya dan kelak hari kiamat dia termasuk orang-orang yang merugi“.

Adapun “As-Siayasah” (politik) dialah hakikat Islam, karena makna siyasah sendiri adalah mengatur kemaslahatan umat dengan hal-hal yang tidak bertentangan dengan kitabullah dan Sunnah RasulNya. Dalam merealisasikannya dibutuhkan suatu manhaj, ilmu ataupun orang-orang yang faham kemaslahatan umat.

Yang mampu memahami kemaslahatan suatu umat setelah para nabi adalah para ulul amri yakni al-hukkam (para pemimpin) dan ulama, merekalah yang berhak untuk masuk kedalam kancah perpolitikan ini untuk kemaslahatan umat. Para pemimpin bertugas menjalankan syariat Allah, sedangkan para ulama bertugas mengarahkan umat dan menunjuki para umara. Yang berkompeten dalam hal ini adalah orang yang berilmu dan paham dengan hukum syariat, karena kemaslahatan umat memerlukan pemahaman agama yang sempurna.

Pemahaman Politik Era Sekarang

Adapun kata “politik” yang dipahami pada zaman ini sebenarnya tidak pernah dikenal oleh Islam, karena pengertian berpolitik di era ini adalah sebatas kemampuan untuk berdebat,

menggerakkan massa, kemampuan berkelit, berubah-ubah warna, kemunafikan dan selalu mengikuti kemana arah angin bertiup. Islam berlepas diri dari “politik” yang seperti ini karena tidak akan mendatangkann kemaslahatan kepada umat.

Inilah perbedaan makna “politik” yang diinginkan Allah dengan makna yang dipahami oleh orang-orang sekarang, yang tidak lain target utamanya agar sampai ketampuk kekuasaan, karena itu seorang politikus rela untuk bekerja sama dengan segala macam kelompok dan segala macam mazhab. Demi ambisi ini dia rela untuk ganti-ganti warna, bersikap plin-plan dan berbuat kemunafikan dengan politikus lainnya, walaupun bertentangan dengan Allah Tuhan alam

semesta.

(2)

cara perlahan da’i mendidik umat hingga sampai kepada kesempurnaan dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Definisi Politik

Kata politik pada mulanya terambil dari bahasa Yunani dan atau Latin politicos atau politõcus yang berarti relating to citizen. Keduanya berasal dari kata polis yang berarti kota. Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kata politik sebagai “segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain.” Juga dalam arti “kebijakan, cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani satu masalah).”

Dalam kamus-kamus bahasa Arab modern, kata politik biasanya diterjemahkan dengan kata siyasah. Kata ini terambil dari akar kata sasa-yasusu yang biasa diartikan mengemudi, mengendalikan, mengatur, dan sebagainya. Dari akar kata yang sama ditemukan kata sus yang berarti penuh kuman, kutu, atau rusak.

Sedangkan, Pengertian politik (as-siyasah) dalam fikih Islam menurut ulama Hanbali adalah sikap, perilaku, dan kebijakan kemasyarakatan yang mendekatkan pada kemaslahatan sekaligus menjauhkan dari kemafsadahan, meskipun belum pernah ditentukan oleh Rasulullah Saw. Ulama Hanafiyah memberikan pengertian lain, yaitu mendorong kemaslahatan makhluk dengan memberikan petunjuk dan jalan yang menyelamatkan mereka fid Daroin. Sedangkan menurut ulama Syafi’iyyah, politik harus sesuai dengan syari’at Islam, yaitu setiap upaya, sikap, dan kebijakan untuk mencapai tujuan umum prinsip syariat.

Dari pengertian itu, Islam memahami politik bukan hanya soal yang berurusan dengan pemerintahan saja, terbatas pada politik struktural formal belaka, melainkan juga menyangkut kulturisasi politik secara luas. Jadi, politik bukan hanya perjuangan menduduki posisi eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Lebih dari itu, ia meliputi serangkaian kegiatan yang menyangkut kemaslahatan umat dalam kehidupan jasmani maupun rohani, dalam hubungan kemasyarakatan secara umum dan hubungan masyarakat sipil dengan lembaga kekuasaan. Bangunan politik semacam ini harus didasarkan pada kaidah fikih yang berbunyai, tasharruf al-imam manuthun bil mashlahah (kebijakan pemimpin harus berorientasi pada kemaslahatan rakyat atau masyarakat).

Relasi Politik dengan Islam di Nusantara

(3)

semua orang. Maka dari itu, Aristoteles pernah mengatakan, politik merupakan master of science; pengetahuan tentang politik merupakan kunci untuk memahami lingkungan.

Islam sebagai agama samawi yang komponen dasarnya akidah dan syari’at, punya korelasi erat dengan politik dalam arti yang luas. Sebagai sumber motivasi masyarakat, Islam berperan penting menumbuhkan sikap dan perilaku sosial politik. Implementasinya kemudian diatur dalam syari’at, sebagai katalog lengkap dari perintah dan larangan Allah, pembimbing manusia, dan pengatur lalu lintas aspek-aspek kehidupan manusia yang kompleks. Ikatan Islam dengan politik bisa dirasakan erat bila keduanya dipahami sebagai sarana menata kebutuhan hidup manusia secara kaffah; Islam tidak hanya dijadikan kedok untuk mencapai kepercayaan dan pengaruh dari masyarakat semata, dan politik juga tidak hanya dipahami sekadar sebagai sarana menduduki posisi dan otoritas formal dalam struktur kekuasaan sebagaimana keterangan di atas.

Dalam konteks Indonesia, relasi Islam dan politik juga menjadi jelas dalam penerimaan Pancasila sebagai satu-satunya asas. Ini bukan berarti menghapus cita-cita Islam dan melenyapkan unsur Islam dalam peraturan politik di tanah air. Sejauh mana unsur Islam mampu memberikan inspirasi dalam percaturan politik, bergantung pada sejauh mana kalangan muslimin mampu tampil dengan gaya baru yang dapat mengembangkan kekayaan pengetahuan sosial dan politik, untuk memetakkan dan menganalisis transformasi sosial.

Secara historis, Penyebaran Islam di Indonesia dapat disimak melalui pendekatan politik kultural dengan bantuan –atau sekurang-kurangnya toleransi- penguasa. Kemudian dengan proses islamisasi yang relatif cepat, terbentuklah pemerintahan yang murni berlandaskan Syariat Islam, yaitu kerajaan Demak (1401-1405 M) kemudian disusul kerajaan Cirbon dan Banten sampai pada tahun 1579 M. Namun yang mengherankan adalah kita tahu dengan pasti akan kapasitas ulama’ dan cendekiawan muslim yang ada pada awal kemerdekaan tetap tidak atau belum mampu melegitimasikan hukum Islam dengan mengegolkan sepenggal kalimat dalam satu poin diantara poin-poin Piagam Jakarta hanya kerena alasan mempertahankan nasionalisme dan menjaga persatuan padahal kalau hal tersebut berhasil mungkin kehidupan umat muslim di Indonesia bahkan bangsa Indonesia lebih terjamin dan menempatkannya pada posisi terhormat dan persatuan dan kesatuan bangsa tetap terjamin karena Islam sendiri melindungi hak-hak pemeluk agama lain. Akhirnya dalam sejarah kontemporer, perkembangan politik Islam melalui pemimpin-pemimpinnya menegaskan, negara atau kekuatan politik struktural hanya diperlukan sebagai instrumen untuk menjamin pelaksanaan ajaran-ajarannya dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat meski tanpa poin tersebut dan dicukupkan dengan pancasila.

(4)

terbesar di seluruh dunia. Tetapi negara ini juga bukan negara sekular, yang memisahkan antara urusan pemerintahan dan keagamaan.

Dalam keadaan demikian, setidaknya ada dua aliran Islam terkait aktualisasi ajaran formal Islam; mereka yang menolak –tidak mengharuskan- negara Islam atau integrasi resmi Islam ke dalam negara, dan mereka yang menuntut amalgasi Islam ke dalam negara dan kekuasaan politik struktural. Aliran pertama lebih memfungsikan ajaran formal Islam dalam kehidupan ini melalui jalur kultural (pendidikan, komunikasi massa, kesenian, dan seterusnya) dengan tanpa melalui politik struktural. Bagi mereka, Jalur ini memungkinkan, karena kekayaan Islam yang hendak ditampilkan dalam kehidupan bernegara tidak semata-mata ditawarkan sebagai sesuatu yang islami saja, tetapi juga berwatak nasional. Sedangkan aliran kedua lebih memilih terjun langsung ke kancah politik struktural. Bagi kelompok kedua, kondisi Indonesia yang demikian memungkinkan penerapan syariah dengan kekuatan negara. Menurut argumen mereka, tanpa kekuatan negara, maka penerapan syariah tidak akan efektif. Bagi mereka, penerapan syariah merupakan alternatif satu-satunya bagi pemecahan berbagai masalah yang dihadapi negara-negara Muslim, termasuk Indonesia. Andai saja kedua kelompok ini bisa bergandeng tangan meski terdapat perbedaan sudut pandang, lakana Ahsan. Misal saja, kelompok pertama terfokus ke seting kebudayaan Indonesia dengan mendukung gerakan kelompok kedua yang berusaha melakukan berbagai upaya agar negara dapat secara resmi mengadopsi syariah. Keduanya saling menghargai dan saling mendukung demi mencapai Indonesia yang berperadaban.

Sudah sewajarnya sebagai sumber budaya yang penting di Indonesia, nilai-nilai Islam menjadi faktor menentukan dalam membentuk budaya politik, tata nilai, keyakinan, persepsi, dan sikap mempengaruhi perilaku individu dan kelompok dalam suatu aktivitas dan sistem politik. Indikasi yang paling menonjol dalam hal ini adalah bahwa kelima sila dari pancasila yang telah disepakati menjadi ideologi politik, semuanya bernapaskan nilai-nilai islami. Bagaimana implementasi nilai Islam dalam budaya politik yang pancasilais, bergantung pada kekuatan nilai-nilai itu mempengaruhi proses politik itu sendiri. Bila terjadi kemerosotan pengaruh nilai-nilai-nilai-nilai keagamaan Islam budaya politik, sesungguhnya yang terjadi adalah sekularisasi kultur politik. Ini yang banyak dikhawatirkan. Sebab sekularisasi kultur politik apalagi sampai terbentuk Negara Sekular lebih membahayakan dan lebih ruwet masalahnya.

(5)

A. Pembagian Fiqih Siyasah Dauliyah dan Ruang Lingkupnya

Dauliyah bermakna tentang daulat, kerajaan, kekuasaan, wewenang. Sedangkan Siyasah Dauliyah bermakna sebagai kekuasaan Kepala Negara untuk mengatur negara dalam hal hubungan Internasional, masalah territorial, nasionalitas, ektradisi, tahanan, pengasingan tawanan politik, pengusiran warga negara asing. Selain itu, juga mengurusi masalah kaum dzimmi, perbedaan agama, akad timbal balik dan sepihak dengan kaum dzimmi, hudud dan qishash. Atau dapat dikatakan yang mengatur hubungan antar Negara tersebut (Politik Hukum Internasional).

Dasar-dasar Siyasah Dauliyah, diantaranya sebagai berikut: 1. Kesatuan Umat Manusia

Meskipun manusia ini berbeda suku berbangsa-bangsa, berbeda warna kulit, berbeda tanah air bahkan berbeda agama, akan tetapi merupakan satu kesatuan manusia karena sama-sama makhluk Allah, sama bertempat tinggal di muka bumi ini, sama-sama mengharapkan hidup bahagia dan damai dan sama-sama dari Adam. Dengan demikian, maka perbedaan-perbedaan diantara manusia harus disikapi dengan pikiran yang positif untuk saling memberikan kelebihan masing-masing dan saling menutupi kekurangan masing-masing.

2. Al-‘Adalah (Keadilan)

Ajaran islam mewajibkan penegakan keadilan baik terhadap diri sendiri, keluarga, tetangga, bahkan terhadap musuh sekalipun kita wajib bertindak adil. Banyak ayat-ayat yang berbicara tentang keadilan antara lain:

ننيببرنققأنلقاون نبيقدنلباونلقا وبأن مقككسبفكنقأن ىلنعن وقلنون هبللنلب ءنادنهنشك طبسققبلقابب ننيمباولنقن اونكوكك اونكمنآ ننيذبللنا اهنيلكأن اين

Artinya:Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu

3. Al-Musawah (Persamaan)

Manusia memiliki hal-hal kemanusiaan yang sama, untuk mewujudkan keadilan adalah mutlak mempersamakan manusia dihadapan hukum. Demikian pula setiap manusia adalah subyek hukum, penanggung hak dan kewajiban yang sama.

4. Karomah Insaniyah (Kehormatan Manusia)

Karena kehormatan manusia inilah, maka manusia tidak boleh merendahkan manusia lainnya. Kehormatan manusia berkembang menjadi kehormatan terhadap satu kaum atau komunitas dan bisa dikembangkan menjadi suatu kehormatan suatu bangsa atau negara.

5. Tasamuh (Toleransi)

(6)

6. Kerja Sama Kemanusiaan

Kerjasama kemanusiaan ini adalah realisasi dari dasar-dasar yang telah dikemukakan di atas, kerja sama di sini adalah kerja sama di setiap wilayah dan lingkungan kemanusiaan. Kerja sama ini diperlukan karena ada saling ketergantungan baik antara individu maupun antara negara di dunia ini.

7. Kebebasan, Kemerdekaan/Al-Huriyah

Kemerdekaan yang sesungguhnya dimulai dari pembebasan diri dari pengaruh hawa nafsu serta mengendalikan dibawah bimbingan keimanan dan akal sehat. Dengan demikian, kebebasan bukanlah kebebasan mutlak, akan tetapi kebebasan yang bertanggung jawab terhadap Allah, terhadap keselamatan hidup manusia di muka bumi, kebebasan bisa diperinci seperti kebebasan berfikir, kebebasan baragama, kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan menuntut ilmu, kebebasan memiliki harta.

8. Perilaku Moral yang Baik (Al-Akhlakul Karimah)

Prilaku yang baik merupakan dasar moral di dalam hubungan antara manusia, antara umat dan antara bangsa di dunia ini selain itu prinsip ini juga diterapkan terhadap seluruh makhluk Allah di muka bumi termasuk flora dan fauna.

1. Hubungan-hubungan Internasional Diwaktu Damai

Damai adalah asas hubungan Internasional. Selain kewajiban suatu negara terhadap negara lain, yakni tentang menghormati hak-hak negara lain yang bertetangga dengan negara yang ditempati dan mengadakan perjanjian-perjanjian Internasional.

Menurut Abdul Wahab Khalaf bahwa hukum asal hubungan Internasional ada dua pendapat, pendapat yang pertama mengacu pada ayat-ayat perang (Baqarah:216, an-Nisa`:74, al-Anfal:65, at-Taubah:29), dan sabda Nabi: saya diperintahkan untuk memeragi manusia sampai merreka mengucapkan syahadat, melaksanakan sholat, dan mengeluarkan zakat. Kesimpulan dari kelompok pertama adalah inti hukum asal dalam hubungan internasional adalah perang.

Pendapat yang ke dua adalah sebaliknya bahwa hukum asal dalam hubungan internasional adalah adalah damai. Alasannya perang itu diperkenankan karena ada sebabnya, yaitu menolak

kedzaliman, menghindari fitnah dalam rangka mempertahankan diri sebagaimana dijelaskan dalam al-Quran. Adapun hadits nabi di atas menurut kelompok ini, berlaku bagi orang atau kelompok yang merasuki atau memerangi islam untuk menolak kdzaliman mereka. Selain itu, pemaksaan di dalam memeluk agama pun tidak diperkanankan.

2. Hubungan-hubungan Internasional Diwaktu Perang Sebab terjadinya perang:

a. Mempertahankan Diri

Dari kitab-kitab sejarah tarikh, cara Nabi Mohammad saw menhimpun kekuatan dan

(7)

mekkah, seperti Abu Sofyan yang pada waktu itu masih kafir. b. Dalam Rangka Dakwah

Perang juga bisa terjadi di dalam rangka menjamin jalannya dakwah. Artinya, dakwah kepada kebenaran dan keadilan serta pada prinsip-prinsip yang mulia tidak boleh dihalangi dan ditindas oleh penguasa manapun. Telah dijelaskan bahwa Islam tidak menghendaki pemaksaan beragama. Apabila penguasa memaksakan agamanya dan menindas kepada orang-orang muslim, penguasa-penguasa itu dikualifikasikan kepada penguasa-penguasa yang dzalim. Prilaku seperti itulah yang

dipertontonkan oleh penguasa Persia dan Romawi pada waktu itu yaitu tidak memberikan kebebasan kapada rakyatnya untuk memeluk agama yang diyakininya.

c. Etika dan Aturan Perang di dalam Siyasah Dauliyah 1) Dilarang membunuh anak.

2) Dilarang membunuh wanita yang tidak berperang. 3) Dilarang membunuh orang tua yang tidak ikut perang. 4) Tidak memotong dan merusak tanaman, sawah dan ladang. 5) Tidak membunuh binatang ternak

6) Tidak menghancurkan tempat ibadah. 7) Dilarang mencincang mayat musuh. 8) Dilarang membunuh pendeta dan pekerja. 9) Bersikap sabar, berani dan ikhlas.

10) Tidak melampaui batas.

B. Pembagian Negara Islam

Jumhur ulama membagi negara kepada dua bagian, yaitu dar al-Islam/ dar al-waqf (Syiah Zaidiyah)/ dar al-tauhid (Khawarij sekte Ibadiyah ) dan dar al-harb/ dar al-fasiq (Syiah

Zaidiyah)/ dar al-syirk (Khawarij sekte Ibadiyah). Sementara ulama Syafi’iyah menambahkan kategori dar al-‘ahd atau dar al-aman disamping keduanya. Dar al-‘ahd adalah negara-negara yang berdamai dengan dar al-Islam, dengan peranjian tersebut, maka semua penduduk dar al-‘ahd tidak boleh diganggu jiwanya, hartanya, dan kehormatan kemanusiaannnya. Meskipun penduduknya tidak beragaa Islam, mereka diperlakukan seperti orang Islam dalam arti dilindungi hak-haknya.

Sedangkan menurut A. Djazuli, pembagian dunia pada masa sekarang adalah: 1. Al-Alam al-Islami (dunia Islam) yang terdiri dari:

a. Dawlah Islamiyah (negara Islam/Islamic States).

b. Baldah Islamiyah (negeri muslim/negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam/Muslim Countries).

2. Al-Alam al-‘Ahd: negara-negara yang berdamai dengan negara Islam.

1. Kriteria Dar al-Islam

(8)

pula yang memandang dari sisi keamanan warganya menjalankan syari’at Islam. Semantara ada juga yang melihat dari sisi pemegang kekuasaan tersebut.

a. Dari sudut hukum yang berlaku di negara tersebut

Imam Abu Yusuf, tokoh terbesar madzhab Hanafi berpendapat bahwa suatu negara disebut dar al-Islam bila berlaku hukum Islam di dalamnya, meskipun mayoritas warganya tidak muslim. Sementara dar al-harb, menurutnya adalah negara yang tidak meberlakukan hukum Islam, meskipun sebagian besar penduduknya beragama Islam.

Dalam pemikiran modern, pandangan demikian dianut oleh Sayyid Quthb. Ia memandang bahwa negara yang menerapkan hukum islam adalah dar al-Islam, tanpa mensyaratkan penduduknya harus muslim. Pendapat ini berbeda dengan Ibnu Qayyim al-Jauziyah yang mensyaratkan penduduknya harus mayoritas muslim.

b. Dari sisi keamanan warganya menjalankan syariat Islam

Imam Abu Hanifah membedakan dar al-Islam dan dar al-harb berdasarkan rasa aman yang dinikmati penduduknya. Bila umat Islam merasa aman dalam menjalankan aktivitas keagamaan mereka, maka negara tersebut termasuk dar al-Islam. Sebaliknya, bila tidak ada rasa aman, maka negara tersebut termasuk dar al-harb.

c. Dari sisi pemegang kekuasaan negara tersebut

Menurut Rafi’i (salah seorang tokoh madzhab Syafi’i), suatu negara dipandang sebagai dar al-Islam apabila dipimpin oleh seorang muslim.

Menurut Javid Iqbal, dar al-Islam adalah negara yang pemerintahannya dipegang umat Islam, mayoritas penduduknya beragama Islam dan menggunakan hukum Islam sebagai undang-undangnya. Karena kekuasaan mutlak berada pada Allah, maka dar al-Islam harus menjunjung tinggi supremasi hukum Islam; selanjutnya, karena masyarakat muslim harus diperintah menurut hukum Islam, maka pemimpin pemerintahannya juga harus muslim agar mereka dapat

melaksanakan hukum Islam.

Dalam perkembangan dunia modern, kriteria ini telah bergeser. Suatu negara disebut dar al-Islam bila penduduknya mayoritas beragama Islam, meskipun negara tersebut tidak sepenuhnya menjalankan hukum Islam contohnya Indonesia dan Mesir. Di samping itu, kriteria penerapan hukum Islam dalam suatu negara tentu merupakan hal terpenting dalam menentukan suatu negara disebut dar al-Islam, meskipun tidak sepenuhnya penduduknya beragama Islam, contohnya Iran, Malaysia, dan Pakistan. Kedua kriteria inilah yang digunakan oleh Organisasi Konperensi Islam (OKI) dalam menetapkan hukum Islam.

2. Pembagian Dar al-Islam

Berdasarkan tingkat kesucian wilayah dan hak non-muslim untuk menetap di wilayah Dar al-Islam, maka dar al-Islam terbagi dalam 3 bagian, yaitu: tanah suci, Hijaz, dan selain keduanya. a. Tanah suci (Kota Mekah dan wilayah sekitarnya).

Menurut jumhur ulama kota Madinah termasuk dalam wilayah ini. Di kedua wilayah ini muslim tidak boleh menetap. Bahkan untuk kota Mekah, di sekitar al-Masjid al-Haram, non-muslim sama sekali tidak boleh memasukinya. Sedangkan menurut Abu Hanifah, kafir dzimmi dan kafir mu’ahid boleh memasuki Makkah tidak untuk menetap di dalamnya.

(9)

Wilayah ini boleh dimasuki non-muslim dengan mendapat jaminan keamanan dari pemerintahan Islam. Tetapi mereka tidak boleh menetap di wilayah ini melebihi 3 hari. Ketentuan ini

berdasarkan keputusan Khalifah ‘Umar bin Khaththab yang mengijinkan orang-orang Yahudi tinggal di Hijaz selama 3 hari untuk urusan dagang. Dalam al-Ahkam al-Shulthaniyah dijelaskan bahwa jika mereka bertempat tinggal di salah satu tempat di Hijaz lebih dari 3 hari, maka mereka dikenakan ta’zir jika mereka tidak diberi izin sebelumnya.

c. Wilayah dan negara-negara Islam lainnya

Di wilayah ini, pemerintah Islam boleh melakukan akad dzimmah dengan non-muslim. Mereka boleh masuk dan menetap di wilayah ini untuk sementara waktu berdasarkan perjanjian yang disetujui kedua belah pihak.

3. Pembagian Dar al-Harb

Muhammad Iqbal dalam bukunya menjelaskan bahwa dar al-harb dibedakan menjadi 3 kategori: a. Negara yang di dalamnya tidak terpenuhi unsur pokok dar al-Islam, yaitu pemberlakuan hukum Islam dan kekuasaan politik yang berada di tangan non-muslim.

b. Negara yang hanya memenuhi salah satu unsur pokok dar al-Islam, meskipun tidak utuh. Wilayahnya dikuasai non-muslim dan hukum yang berlaku bukan hukum Islam, namun umat Islam yang menetap dinegara tersebut diberi kelonggaran untuk melaksanakan sebagian hukum Islam.

c. Negara yang dikategorikan sebagai dar al-harb. Wilayah ini dikuasai oleh pemerintahan non-muslim dan tidak memberlakukan hukum Islam. Penduduk Muslim yang menetap di sini tidak mendapat kesempatan untuk menjalankan ajaran agamanya. Dar al-harb dalam bentuk ini terbagi menjadi dua, yaitu Dar al-harb yang menjadi tempat harbiyyun dan tidak terikat perjanjian atau hubungan diplomatik dengan negara Islam; dan Dar al-Muwada’ah atau dar al-Muhadanah

C. Pembagian Penduduk

Dengan berlandaskan pada agama yang diyakini seseorang, mempertimbangkan Negara yang menjadi tempat tinggalnya dan ada atau tidaknya ikatan perjanjian dengan pemerintahan Islam, para ulama fiqih membagi kewarganegaraan seseorang menjadi muslim dan non-muslim. Orang non-muslim terdiri dari ahl al-zimmi, musta’min, dan harbiyun. Penduduk Dar al-islam terdiri dari muslim, ahl al-zimmi dan musta’min, sedangkan penduduk dar al-harb terdiri dari muslim dan harbiyun.

1. Muslim

Berdasarkan tempat menetapnya, muslim dapat dibedakan antara satu dengan yang lainnya. Pertama mereka yang menetap di dar al-Islam dan mempunyai komitmen yang kuat untuk mempertahankan dar al-Islam. Termasuk kedalam kelompok ini adalah orang Islam yang menetap sementara waktu di dar al-Islam sebagai musta’min dan tetap komitmen kepada Islam serta mengakui pemerintahan Islam.

(10)

mereka berstatus sebagai penduduk harbiyun, karena berada di negara yang tidak dikuasai Islam. Konsekuensinya, harta benda dan jiwa mereka tidak terjamin.

2. Ahl al-Zimmi

Kata dzimmah berarti perjanjian, atau jaminan dan keamanan. Disebut demikian karena mereka mempunyai jaminan perjanjian (‘ahd) Allah dan Rasul-Nya, serta jamaah kaum Muslim untuk hidup dengan rasa aman di bawah perlindungan Islam dan dalam lingkungan masyarakat Islam. Mereka (orang-orang kafir ini) berada dalam jaminan keamanan kaum Muslim berdasarkan akad dzimmah.

Implikasinya adalah, mereka termasuk ke dalam warga negara Darul Islam. Akad dzimmah mengandung ketentuan untuk membiarkan orang-orang non muslim tetap berada dalam

keyakinan/agama mereka, disamping menikmati hak untuk memperoleh jaminan keamanan dan perhatian kaum Muslim. Syaratnya adalah mereka membayar jizyah serta tetap berpegang teguh terhadap hukum-hukum Islam di dalam persoalan-persoalan publik. Landasan adanya penarikan jizyah dari ahl al-zimmi yaitu dalam Surat At Taubah ayat 29.

Unsur-unsur seseorang dikatakan ahl al-zimmi yaitu: Non-muslim, baligh, berakal, laki-laki, bukan budak, tinggal di dar al-Islam dan mampu membayar jizyah.

Yang dikatakan non-muslim adalah ahl al-Kitab, murtad, dan orang musyrik.

a. Sebagaimana pendapat Abu Bakar ibnu Ali al-Jashshash yang dikutip oleh Dr. Muhammad Iqbal dalam bukunya Fiqih Siyasah, ahl al-Kitab yang tergolong ahl al-zimmi yaitu Yahudi dan Nasrani, serta Majusi.

b. Mayoritas ulama sepakat mengenai ketidakbolehan orang-orang murtad melakukan akad zimmah dengan pemerintahan Islam, berdasarkan firman Allah QS. Al-Fath, 48:16, yang artinya: Kamu perangi mereka, atau mereka sendiri menyerah masuk Islam.

c. Ulama berbeda pendapat mengenai kebolehan menerima orang musyrik sebagai ahl al-zimmi. Mazhab Syafi’i, Hambali, Zahiri, dan Syi’ah Imamiyah berpendapat bahwa pemerintahan Islam tidak boleh menerima orang musyrik yang bukan ahl al-Kitab sebagai ahl al-zimmi dan

memungut jizyah mereka. Mereka berlandaskan pada QS. Al-Taubah, 9:5: Perangilah orang-orang musyrik dimana pun kamu bertemu dengan mereka. Sedangkan Imam Malik, al-Auza’i dan Ibn Qayyim al-Jauziyah berpendapat bahwa jizyah boleh diambil dari orang non-muslim mana pun, tanpa memandang mereka sebagai ahl al-Kitab atau bukan.

3. Musta’min

Menurut Ahli Fiqih, musta’min adalah orang yang memasuki wilayah lain dengan mendapat jaminan keamanan dari pemerintah setempat, baik ia muslim maupun harbiyun. Menurut al-Dasuki yang dikutip oleh Muhammad Iqbal dalam bukunya Fiqih Siyasah, antara musta’min dan mu’ahid mempunyai pengertian sama. Mu’ahid adalah orang non muslim yang memasuki wilayah Dar al-Islam dengan memperoleh jaminan keamanan dari pemerintah Islam untuk tujuan tertentu, kemudian ia kembali ke wilayah Dar al-Harb.

(11)

kesepakatan. Menurut Mazhab Hanafi dan Syi’ah Zaidiyah, maksimal selama satu tahun. Sedangkan menurut Imam Ahmad bin Hanbal menentukan paling lama, yaitu empat tahun. 4. Harbiyun

Kafir Harbi adalah setiap orang kafir yang tidak tercakup di dalam perjanjian (dzimmah) kaum Muslim, baik orang itu kafir mu’ahid atau musta’min, atau pun bukan kafir mu’ahid dan kafir musta’min.

Referensi

Dokumen terkait

Secara menyeluruh Inflasi dan PDRB bersama-sama mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah di Kota Manado dengan ditunjukkan oleh nilai F hitung sebesar 33,743 yang lebih besar

Dari hasil penelitian perancangan komposisi bahan dalam campuran mortar untuk pembuatan paving block dapat dilakukan mengunakan persamaan Dreux dengan menambah

Pemberian urine sapi yaitu pada tanaman bibit kelapa sawit setelah berumur 4 minggu selah tanam dan pemberian urine sapi dengan menggunakan gelas ukur dan

Sebagian besar dari plastik merupakan bahan sitentik, dalam perdagangan tersedia dalam berbagai bentuk dan macam yang disesuaikan dengan kebutuhan.. Pada setiap masa

menunjukkan, bahwa rataan denyut nadi domba yang diberi ransum K1 memiliki hasil pengukuran yang lebih tinggi dari K2, serta pemberian pakan dua kali memiliki pengukuran denyut

Bantuan diberikan dengan tujuan mendorong peningkatan peran Bunda PAUD Tingkat Provinsi untuk melakukan advokasi ke berbagai pemangku kepentingan di daerah dalam

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah dapat mengidentifikasi tingkat risiko pekerjaan mengangkat dan menurunkan beban pada pekerja Usaha Bubuk Kopi Cap Matahari

Sebuah pusat perbelanjaan bertema industri kreatif dengan konsep city walk dapat menjadi wadah yang pas selaras dengan perkembangan sektor komersil dan pariwasata