• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESESUAIAN LAHAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN WISATA PANTAI BOTUTONUO KECAMATAN KABILA BONE KABUPATEN BONE BOLANGO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KESESUAIAN LAHAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN WISATA PANTAI BOTUTONUO KECAMATAN KABILA BONE KABUPATEN BONE BOLANGO"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

LEMBAR PENGESAHAN

KESESUAIAN LAHAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN WISATA PANTAI BOTUTONUO KECAMATAN KABILA BONE

KABUPATEN BONE BOLANGO

JURNAL

Oleh

DEYSANDI WUNANI NIM. 633 409 013

Mengetahui

Pembimbing I Pembimbing II

Hj. Sitti Nursinar, S.Pi, M.Si Faisal Kasim, S.IK, M.Si

NIP. 197405312003122001 NIP. 19730716200121001

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO FAKULTAS ILMU- ILMU PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERIKANAN

(2)

KESESUAIAN LAHAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN WISATA PANTAI BOTUTONUO KECAMATAN KABILA BONE

KABUPATEN BONE BOLANGO 1,2

Deysandi Wunani, 2Sitti Nursinar, 2Faizal Kasim

1

dheysandi@yahoo.com

Jurusan Teknologi Perikanan, Fakultas Ilmu-Ilmu Pertanian, Universitas Negeri Gorontalo

Abstrak

Kawasan wisata Pantai Botutonuo memiliki potensi wisata pantai yang baik untuk dikembangkan khususnya dalam kategori berenang. Kawasan wisata Pantai Botutonuo berada dibawah naungan Pemerintah Desa Botutonuo dan dikelola langsung oleh masyarakat Desa Botutonuo sendiri. Keberadaan wisata Pantai Botutonuo yang dekat dengan pusat Kota Gorontalo menjadi salah satu alternatif wisata alam yang sering dikunjungi wisatawan, baik wisatawan lokal maupun wisatawan asing.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kesesuaian lahan dan daya dukung kawasan wisata Pantai Botutonuo Kecamatan Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2013. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif dan kualitatif. Pengambilan data dilakukan dengan membagi 3 stasiun lokasi penelitian, yaitu stasiun 1 bagian utara, stasiun 2 bagian tengah, dan stasiun 3 bagian selatan. Setelah data dikumpulkan maka dilakukan analisis kesesuaian lahan dan daya dukung kawasan menurut Yulianda (2007).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks kesesuaian lahan wisata Pantai Botutonuo kategori berenang dapat dikategorikan sangat sesuai dengan nilai 81%. Kawasan wisata Pantai Botutonuo dapat menampung pengunjung dengan jumlah maksimal sebanyak 16.260 pengunjung/hari. Hal ini menunjukkan bahwa apabila pengujung yang berada dikawasan wisata Pantai Botutonuo melebihi dari batas maksimal maka dapat berdampak negatif terhadap ekosistem yang berada di kawasan wisata Pantai Botutonuo. Oleh karena itu pemanfaatan kawasan wisata Pantai Botutonuo harus memperhatikan jumlah pengunjung agar pemanfaatan kawasan wisata Pantai Botutonuo dapat berjalan secara terus-menerus dan tetap dalam keadaan lestari.

(3)

I. PENDAHULUAN

Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memiliki konsentrasi penduduk yang besar dengan ekosistem yang unik, vital, terdapat banyak industri, dan menghubungkan kegiatan ekonomi di darat dan laut (Masalu, 2008). Salah satu ekosistem yang berada di wilayah pesisir yaitu pantai. Pantai merupakan salah satu wilayah pesisir yang paling banyak terjadi aktivitas manusia seperti digunakan untuk kegiatan wisata. Wisata merupakan suatu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang mengandalkan jasa alam untuk kepuasan manusia (Yulianda, 2007).

Kegiatan wisata dapat dikembangkan dengan konsep ekowisata bahari yang dikelompokkan menjadi wisata pantai dan wisata bahari. Wisata pantai merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumberdaya pantai dan budaya masyarakat pantai seperti rekreasi, olahraga, menikmati pemandangan dan iklim. Sedangkan wisata bahari merupakan kegiatan yang mengutamakan sumberdaya bawah laut dan dinamika air laut (Yulianda, 2007). Kegiatan wisata pantai merupakan salah satu jenis wisata yang paling banyak diminati oleh pengunjung, hal ini sejalan dengan kegiatan wisata pantai yang berada di Provinsi Gorontalo. Provinsi Gorontalo merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi wisata pantai yang sangat baik untuk dikembangkan.

Menurut Tunreg (2010), Provinsi Gorontalo memiliki panjang pantai sebesar 694 km2 dengan masing-masing panjang pantai yang dimiliki oleh kota/ kabupaten yaitu, Kota Gorontalo 15 km2, Kabupaten Gorontalo 79 km2, Kabupaten Bualemo 62 km2, Kabupaten Bone Bolango 52 km2, Kabupaten Pohuwato 165 km2, dan Kabupaten Gorontalo Utara 320 km2. Berdasarkan keenam kota/ kabupaten yang berada di Provinsi Gorontalo, Kabupaten Bone Bolango memiliki potensi kawasan wisata pantai yang sangat baik untuk dikembangkan salah satunya wisata Pantai Botutonuo. Pantai Botutonuo terdapat di Desa Botutonuo, Kecamatan Kabila Bone, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Pada kawasan ini telah dimanfaatkan sebagai tempat wisata pantai. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Kepala Desa Botutonuo, wisata Pantai Botutonuo terbentuk dengan adanya dana yang diberikan oleh pemerintah pusat yang dikelola langsung oleh pemerintah Desa Botutonuo.

Pemanfaatan kawasan wisata Pantai Botutonuo telah banyak memberikan manfaat terhadap masyarakat setempat. Namun, secara tidak langsung kegiatan tersebut berdampak pada tekanan ekologis yang berada di kawasan wisata Pantai Botutonuo. Oleh karena itu pemanfaatan wisata pantai harus mengacu pada konsep daya dukung kawasan wisata pantai yaitu memperhatikan kemampuan alam dalam mentolelir gangguan yang timbul dan standar keaslian sumberdaya alam (Yulianda, 2007). Sehubungan dengan hal ini bahwa belum adanya penelitian tentang kesesuaian lahan dan daya dukung kawasan di wilayah Pantai Botutonuo, maka penulis bermaksud ingin meneliti sejauh mana kesesuaian lahan wisata pantai kategori rekreasi untuk aktivitas berenang dan daya dukung kawasan untuk kategori rekreasi wisata Pantai Botutonuo dengan judul penelitian “Kesesuaian Lahan dan Daya Dukung Kawasan Wisata Pantai Botutonuo Kecamatan Kabila Bone Kabupaten Bone

Bolango”.

II.METODOLOGI PENELITIAN

(4)

Sumber : ArcGIS. Imagery - ERSI, Desember 2013. Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Pantai Botutonuo

Lokasi penelitian dibagi atas tiga (3) stasiun, dengan penentuan stasiun yaitu menentukan titik koordinat pada masing-masing stasiun yang dilakukan dengan cara menarik panjang 10 m dari bibir pantai kearah laut sehingga diperoleh titik koordinat pada masing-masing stasiun yaitu sebagai berikut:

1. Stasiun 1, yaitu berada pada bagian utara yang berbatasan dengan Desa Modelomo,

dengan titik koordinat 0°26,994’ N dan 123°07,469’ E.

2. Stasiun 2, yaitu berada dibagian tengah antara stasiun 1 dan stasiun 3 yang berada dekat

dengan muara sungai yang aktif bila saat musim hujan, dengan titik koordinat 0°26,865’ N dan 123°07,555’ E.

3. Stasiun 3, yaitu berada pada bagian selatan yang berbatasan dengan Desa Molotabu,

dengan titik koordinat 0°26,736’ N dan 123°07,183’ E.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu berupa data sekunder dan data primer. Data sekunder yang diperlukan yaitu berupa keadaan umum Pantai Botutonuo yang diperoleh melalui studi literatur. Sedangakan data primer diperoleh melalui 3 tahap, yaitu :

1. Tahap I yaitu, membuat perencanaan dan menentukan metode analisis data,

2. Tahap II yaitu, mengumpulkan informasi tentang wisata Pantai Botutonuo dari masyarakat, pengelola, dan pengunjung,

3. Tahap III yaitu, melakukan pengukuran parameter yang terkait dengan matriks kesesuaian lahan wisata pantai kategori rekreasi untuk aktivitas berenang dan daya dukung kawasan untuk kategori rekreasi,

4. Tahap IV yaitu, melakukan pengolahan data dengan analisis data yang telah ditentukan.

Analisis Kesesuaian Lahan

(5)

1. Rumus kesesuaian lahan untuk wisata pantai menurut Yulianda (2007), yaitu sebagai beerikut :

Keterangan :

IK W : Indeks Kesesuaian Wisata

Ni : Nilai parameter ke-i (Bobot × Skor)

Nmaks : Nilai maksimum dari suatu kategori wisata.

2. Matriks Kesesuaian Lahan untuk Wisata Pantai Kategori Rekreasi menurut Yulianda (2007), yaitu sebagai berikut :

Tabel 1. Matriks Kesesuaian Lahan Wisata Pantai untuk Kategori Rekreasi

(6)

Nilai maksimum = 156

S1 = Sangat sesuai, dengan nilai 80 - 100 % S2 = Cukup sesuai, dengan nilai 60 - <80 % S3 = Sesuai bersyarat, dengan nilai 35 - <60 % N = Tidak sesuai, dengan nilai < 35

B = Bobot S = Skor

Analisis Daya Dukung Kawasan

Analisis daya dukung kawasan yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada rumus daya dukung kawasan dan potensi ekologis pengunjung menurut Yulianda (2007), yaitu sebagai berikut :

1. Rumus daya dukung kawasan menurut Yulianda (2007), yaitu sebagai berikut :

Keterangan :

DDK : Daya dukung kawasan K : Potensi ekologis pengunjung

atau kapal per satuan unit area Lp : Luas area atau panjang area

yang dapat dimanfaatkan Lt : Luas unit area untuk kebutuhan

tertentu

Wt : Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata

dalam satu hari

Wp : Waktu yang dihabiskan pengunjung atau kapal untuk tiap kegiatan tertentu.

2. Potensi ekologis pengunjung berdasarkan luas area menurut Yulianda (2007), yaitu sebagai berikut :

Tabel 2. Potensi Ekologis Pengunjung (K) dan Luas Area Kegiatan (Lt) Jenis Kegiatan K

(∑ Pengunjung) Unit Area (Lt) Keterangan

Rekreasi pantai 1 50 m 1 org setiap 50 m

panjang pantai Sumber : Yulianda (2007)

III. HASIL

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Desa Botutonuo berawal dari nama satu dusun yang berasal dari desa induk Molotabu. Dinamakan Botutonuo karena pada zaman dahulu ada kerajaan Tobelo yang kabarnya Tobelo itu manusia pemakan manusia. Mereka diusir dari Desa Bune dan selanjutnya mereka lari ke pesisir pantai, dikabarkan dalam pelarian itu mereka singga dan tinggal sementara disebuah batu besar yang berada dikampung ini untuk melepaskan penak dan lelah sebelum melanjutkan perjalanan menuju bagian Timur Pantai, yang dalam bahasa Gorontalo singgah

dan tinggal sementara itu dinamakan “Loti Tonuo” dan oleh orang-orang terdahulu yang membuka kampung ini batu yang menjadi tempat singgah dan tinggal sementara oleh

orang-DDK = K × Lp Lt ×

(7)

orang Tobelo itu dinamakan Botutonuo yang selanjutnya dijadikan nama kampung ini yaitu

“Kampung Botutonuo” (Profil Desa Botutonuo, 2012).

Pantai Botutonuo terbentuk dengan adanya inisiatif pembuatan proposal pengembangan wisata melalui padat karya sehingga mendapatkan bantuan berupa pembuatan pondok-pondok (gajebo) sebanyak 12 buah dan difasilitasi oleh Dinas Snakers Trans Kabupaten Bone Bolango. Pantai Botutonuo masih dikelola oleh masyarakat setempat. Seiring dengan berjalannya waktu dan usaha pemerintah Desa Botutonuo untuk mengembangkan wisata Pantai Botutonuo, maka Pantai Botutonuo semakin dikenal baik oleh wisatawan lokal maupun wisatawan asing yang kini dikenal dengan nama Sunset Botutonuo, seperti yang tampak pada Gambar 2 berikut ini.

Sumber : Dokumentasi Pribadi.

Gambar 2. Sunset Botutonuo

Kesesuaian Lahan

Pengukuran parameter kesesuaian lahan wisata pantai kategori rekreasi untuk aktivitas berenang mengacu pada matriks kesesuaian lahan untuk wisata panatai kategori rekreasi menurut Yulianda (2007) yang terdiri dari 10 parameter yaitu, parameter kedalaman perairan, tipe pantai, lebar pantai, material dasar, kecepatan arus, kecerahan perairan, kemiringan pantai, penutupan lahan pantai, biota berbahaya, dan ketersediaan air tawar. Hasil pengukuran parameter kesesuaian lahan untuk wisata pantai kategori rekreasi untuk aktivitas berenang yaitu :

Tabel 3. Hasil Pengukuran Paramter Kesesuaian Lahan

No. Parameter

Hasil

B S Nilai

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

1. Kedalaman perairan (m) 1,8 1,64 1,25 5 4 20

2.

Tipe pantai Berbatu Berbatu Berpasir 5 1 5

3.

Lebar pantai (m) 21,45 25, 44 22 5 4 20

4. Material dasar

Pasir berlumpur Pasir berlumpur Karang berpasir

4 2 8

5. Kecepatan arus (m/dt) 0,03 0,04 0,02 4 4 16

6. Kemiringan pantai (°) 13,2 11,3 9,9 3 4 12

7. Kecerahan perairan (m) 10,48 11,3 9,76 4 3 12

8. Penututpan lahan pantai Pohon kelapa Pohon kelapa Pohon kelapa 3 4 12

9. Biota berbahaya Tidak ada Tidak ada Bulu babi 3 3 9

10. Ketersediaan air tawar (km) 0,07 0,03 0,05 3 4 12

Ni 126

(8)

Pengukuran kedalaman perairan

Berdasarkan hasil pengukuran parameter kedalaman perairan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa kedalaman perairan Pantai Botutonuo berbeda-beda. Hasil pengukuran parameter kedalaman perairan yaitu pada stasiun 1 memiliki kedalaman perairan 1,8 m, stasiun 2 memilki kedalaman perairan 1,64 m, dan stasiun 3 memiliki kedalaman perairan 1,25 m. Dari ketiga hasil pengukuran kedalam perairan, stasiun 3 merupakan peraian yang memiliki kedalaman terendah dibandingkan dua stasiun lainnya. Meskipun demikian ketiga stasiun tersebut memiliki kategori kedalaman perairan yang sangat sesuai untuk aktivitas berenang. Kegiatan wisata pantai khususnya berenang seharusnya memperhatikan kedalaman perairan dari suatu tempat wisata pantai, sebagaimana yang dikemukakan oleh Yulianda (2007) pada matriks kesesuaian lahan untuk wisata pantai kategori rekreasi bahwa suatu kawasan wisata pantai dapat dikatakan sangat sesuai jika memiliki kedalaman antara 0 - 3 m.

Pengukuran tipe pantai

Berdasarkan hasil pengukuran tipe pantai yang diperoleh menunjukkan bahwa Pantai Botutonuo memiliki tipe pantai yang bervariasi yaitu terdapat dua jenis tipe pantai. Pada stasiun 1 dan stasiun 2 memiliki tipe pantai berbatu dan stasiun 3 memiliki tipe pantai yang berpasir, sehingga hal ini merupakan salah satu keunikan yang dimiliki Pantai Botutonou. Namun, jika dilihat pada aktivitas berenang hal ini merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan agar keamanan dan kenyamanan wisatawan tetap terjaga. Sebagaimana menurut Widiatmaka (2007) dalam Armos (2013) bahwa tipe pantai yang sangat sesuai untuk kegiatan wisata pantai berdasarkan jenis substrat/sedimen adalah pantai berpasir. Disisi lain komunitas biota didaerah berbatu jauh lebih kompleks dari daerah lain, karena bervariasinya relung ekologis yang disediakan oleh genangan air, celah-celah batu permukaan batu dan hubungan mereka yang bervariasi terhadap cahaya, gerakan air, perubahan suhu dan faktor lainnya (Dahuri, et al., 2001).

Lebar pantai

Berdasarkan hasil pengukuran parameter lebar pantai diperoleh pada stasiun 1 memiliki lebar pantai 21,45 m, stasiun 2 memiliki lebar pantai 25,44 m, dan stasiun 3 memiliki lebar pantai 22 m. Dari hasil pengukuran lebar pantai menunjukkan bahwa Pantai Botutonuo memiliki lebar pantai lebih dari 20 m, hal ini berarti lebar pantai yang dimiliki Pantai Botutonuo termasuk dalam kategori sangat sesuai karena telah melebihi dari batas yang telah ditentukan sebagai suatu tempat wisata pantai yaitu lebih dari 15 m.

Menurut Rahmawati (2009) bahwa lebar pantai berkaitan dengan luasnya lahan pantai yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas wisata pantai. Lebar pantai yang sangat sesuai untuk wisata pantai adalah lebih dari 15 meter, sedangkan lebar pantai kurang dari 3 meter dianggap tidak sesuai untuk wisata pantai. Lebar pantai sangat mempengaruhi aktivitas yang dilakukan para wisatawan, semakin lebar suatu pantai maka semakin baik untuk wisatawan dalam melakukan aktivitasnya, namun semakin kecil lebar pantai yang dimiliki oleh suatu tempat wisata maka pengunjung merasa tidak nyaman untuk melakukan aktivitas.

Material dasar

(9)

untuk wisata pantai kategori rekreasi menurut Yulianda (2007) bahwa material dasar yang dimiliki oleh suatu kawasan wisata pantai yaitu dapat dikategorikan menjadi pasir, karang berpasir, pasir berlumpur, dan lumpur.

Kecepatan arus

Menurut Sudarto, 1993 terdapat beberapa jenis arus yang umum dikenal adalah arus pasang surut, arus akibat gelombang (arus sejajar pantai), arus akibat tiupan angin, dan arus yang disebabkan perbedaan densitas air laut. Pengukuran arus yang dilakukan selama berada dilokasi penelitian yaitu arus yang dipengaruhi oleh gelombang. Pengukuran kecepatan arus dilakukan 3 kali ulangan saat air pasang pada pukul 14.00 WITA dan saat kondisi cuaca dalam keadaan panas, sehingga diperoleh hasil pengukuran pada stasiun 1 yaitu 0,03 m/dt, stasiun 2 yaitu 0,04 m/dt, dan stasiun 3 yaitu 0,02 m/dt. Jika dilihat pada matriks kesesuaian lahan untuk wisata pantai kategori rekreasi menurut Yulianda (2007) dapat dikatakan bahwa hasil pengukuran arus tersebut sangat sesuai untuk aktivitas berenang karena memiliki kecepatan arus kategori S1 dengan kecepatan antara 0 – 0,17.

Kemiringan pantai

Pengukuran kemiringan pantai menggunakan kayu berukuran 2 m, kemudian hasil pengkuran pada masing-masing stasiun dimasukkan dalam rumus yang mengacu pada jurnal perikanan dan kelautan menurut Penjaitan et all., 2012 kemudian sudut dikonversi dalam tangen yang menggunakan tabel menurut Karno, 1978. Sehingga diperoleh hasil pengukuran kemiringan pantai yang menunjukkan bahwa Pantai Botutonuo memiliki dua jenis topografi pantai, yaitu pada stasiun 1 dan stasiun 2 memiliki topografi pantai yang landai yaitu 13,2° dan 11,3°, sedangkan stasiun 3 yaitu memiliki topografi pantai yang datar dengan hasil pengukuran yaitu 9,9°. Perhitungan kemiringan pantai seperti yang terdapat pada Lampiran 6. Dari hasil pengukuran menunjukkan bahwa kemiringan Pantai Botutonuo cukup sesuai untuk aktivitas berenang. Pengukuran kemiringan pantai dilihat berdasarkan topografi pantai menurut Yulianda (2007) dalam Armos (2013) bahwa bentuk pantai dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu pantai datar yang memiliki kemiringan pantai < 10°, pantai landai yang memiliki kemiringan pantai 10 - 25°, pantai curam yang memiliki kemiringan pantai > 25 - 45° dan pantai terjal > 45°.

Kecerahan perairan

Menurut Effendi, 2003 dalam Armos, 2013 bahwa kecerahan air merupakan ukuran kejernihan suatu perairan, semakin tinggi suatu kecerahan perairan semakin dalam cahaya menembus ke dalam air. Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk yang dikembangkan oleh Profesor Secchi pada abad ke-19. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter.

Berdasarkan hasil pengukuran yang diperoleh stasiun 1 memiliki kecerahan peraian 10,48 m, stasiun 2 memiliki kecerahan perairan 11,30 m, dan stasiun 3 memiliki kecerahan perairan 9,76 m. Dari hasil pengukuran parameter kecerahan perairan menunjukkan bahwa Pantai Botutonuo memiliki nilai kecerahan yang sangat sesuai untuk kategori rekreasi khususnya aktivitas berenang. Sebagaimana yang dikemukan oleh Yulianda (2007) bahwa suatu parameter kecerahan perairan untuk kategori wisata pantai seharusnya memiliki kecerahan perairan yaitu > 10 m.

Penutupan lahan pantai

(10)

2, dan 3 menunjukkan bahwa penutupan lahan Pantai Botutonuo lebih banyak ditumbuhi pohon kelapa. Berdasarkan matriks kesesuaian lahan untuk wisata pantai kategori rekreasi menurut Yulianda (2007) bahwa suatu parameter penutupan lahan pantai dapat dikatakan sangat sesuai jika memiliki penutupan lahan pantai berupa kelapa dan lahan terbuka. Hal ini menunjukkan bahwa Pantai Botutonuo memiliki penutupan lahan pantai yang sangat sesuai untuk wisata pantai kategori rekreasi untuk aktivitas berenang.

Biota berbahaya

Biota berbahaya dapat mengganggu keamanan dan kenyamana wisatawan saat melakukan kegiatan berenang. Biota berbahaya yang dikemukakan oleh Yulianda (2007) pada matriks kesesuaian lahan yaitu berupa bulu babi, ikan pari, lepu dan hiu. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang diperoleh maka Pantai Botutonuo termasuk cukup sesuai untuk dijadikan sebagai tempat wisata pantai kategori rekreasi untuk aktivitas berenang, karena pada stasiun 1 dan 2 tidak ditemukan adanya biota berbahaya namun, pada stasiun 3 telah ditemukan adanya biota berbahaya yaitu bulu babi. Menurut Dahuri (2003) bulu babi (Echinus esculentus) termasuk spesies Echinodermata. Salah satu penyebab adanya biota berbahaya pada stasiun 3 yaitu terdapat ekosistem terumbu karang yang merupakan habitat bulu babi (Echinus esculentus). Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada stasiun 3 bahwa ekosistem terumbu karang berada pada jarak ± 25 m dari bibir pantai.

Ketersediaan air tawar

Berdasarkan hasil pengukuran parameter ketersediaan air tawar Pantai Botutonuo diperoleh pada stasiun 1 yaitu ± 0,07 km, stasiun 2 yaitu ± 0,03 km, dan stasiun 3 yaitu ± 0,05 km. Dari hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa Pantai Botutonuo dapat dikatakan sangat sesuai untuk aktivitas berenang, karena memiliki ketersediaan air tawar < 0,5 km. Menurut Dahuri, 2003 bahwa sumber air tawar mutlak diperlukan, terutama untuk kelangsungan hidup penduduk (manusia) dan menunjang pengembangan potensi kepariwisataan diwilayah pulau-pulau kecil. Jika dihubungkan dengan kegiatan wisata pantai maka hal ini erat kaitannya karena sebagai penunjang bagi wisatawan dalam melakukan kegiatan berenang. Sebagaiamana menurut Yulianda (2007) pada matriks kesesuaian lahan kategori wisata pantai bahwa suatu wisata pantai dapat dikatakan sangat sesuai jika memiliki jarak ketersediaan air tawar < 0,5 km.

Berdasarkan hasil pengukuran 10 parameter kesesuaian lahan wisata pantai kategori rekreasi untuk aktivitas berenang menunjukkan bahwa Pantai Botutonuo sangat sesuai untuk aktivitas berenang, karena tergolong dalam kategori S1 dan memiliki nilai 81%. Hasil pengukuran paramter kesesuaian lahan kategori rekreasi untuk aktivitas berenang di kawasan wisata Pantai Botutonuo seperti yang terdapat pada Lampiran 1. Menurut Yulianda (2007) suatu kawasan wisata pantai dapat dikatakan sangat sesuai jika memiliki nilai 80 – 100% (kategori S1), cukup sesuai dengan nilai 60 - < 80% (kategori S2), sesuai bersyarat dengan nilai 35 - < 60% (kategori S3), tidak sesuai dengan nilai < 35% (kategori N).

Daya Dukung Kawasan

(11)

Tabel 4. Hasil Pengukuran Daya Dukung Kawasan untuk Kategori Rekreasi

Parameter Hasil

K 1

Lp 17.421 m²

Lt 5 m²

Wt 14 Jam

Wp 3 Jam

Sumber : Data primer diolah bulan November 2013.

Keterangan :

K : Potensi ekologis pengunjung atau kapal per satuan unit area Lp : Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan Lt : Luas unit area untuk kebutuhan tertentu

Wt : Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari Wp : Waktu yang dihabiskan pengunjung atau kapal untuk tiap kegiatan tertentu.

Penilaian suatu daya dukung kawasan dianggap penting karena untuk mengetahui jumlah maksimum pengunjung yang dapat ditampung dalam 1 hari kegiatan wisata agar tidak dapat menimbulkan gangguan baik pada manusia maupun lingkungan, sehingga pemanfaatan wisata pantai berkelanjutan dan dalam keadaan lestari. Menurut Prasita, 2007 bahwa pemanfaatan wilayah pesisir secara optimal hanya dapat dilakukan apabila pemanfaatan tidak melebihi daya dukungnya. Daya dukung kawasan untuk kategori rekreasi Pantai Botutonuo dengan menerapkan sistem wisata pantai maka dapat menampung pengunjung sebanyak 16.260 pengunjung/hari dengan luas pantai yang dapat dimanfaatkan yaitu 17.421 m² dari total panjang pantai yang dimiliki oleh Pantai Botutonuo yaitu 1.142,4 m. Setiap pengujung yang melakukan kegiatan berenang memerlukan waktu 3 jam dari total waktu yang disediakan selama 14 jam dengan luas lahan yang dibutuhkan untuk kegiatan berenang yaitu 5 m².

Berdasarkan Tabel 4 diatas menunjukkan jumlah maksimum pengunjung yang dapat ditampung dalam 1 hari kegiatan berenang yaitu 16.260 pengunjung/hari. Apabila batas tersebut dilampaui maka dapat berakibat fatal terhadap ekositem (terumbu karang dan beberapa jenis ikan lainnya yang berada disekitar terumbu karang). Adapun fasilitas yang telah tersedia untuk wisatawan/ pengunjung yang melakukan kegiatan rekreasi pantai telah difasilitasi dengan adanya ban air, gajebo, tempat makan, dan MCK.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Pantai Botutonuo memiliki kriteria kesesuaian lahan wisata pantai yang tergolong dalam kategori S1 (sangat sesuai) dengan nilai 81% untuk dijadikan sebagai suatu kawasan wisata pantai untuk aktivitas berenang, karena Pantai Botutonuo memiliki kedalaman perairan, lebar pantai, kecerahan perairan, kecepatan arus, penutupan lahan pantai, dan ketersediaan air tawar yang memperoleh skor tinggi. Namun, jika dilihat dari tipe pantai yang dimiliki Pantai Botutonuo memperoleh skor rendah karena memiliki tipe pantai yang berbatu.

(12)

mendukung untuk aktivitas berenang dengan fasilitas yang tersedia berupa ban air, pondok (gajebo), tempat makan, dan MCK.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Hj. Sitti Nursinar, S.Pi, M.Si, Bapak Faizal Kasim, S.IK, M.Si, Bapak Dr. Alfi S.R. Baruwadi, S.Pi, M.Si, Ibu Citra Panigoro, S.T, M.Si, dan Bapak Moh. Sayuti Djau, S.IK, M.Si, atas bantuan dan arahan yang diberikan selama penelitian berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA

Armos, N.H. 2013. Studi Kesesuaian Lahan Pantai Wisata Boe Desa Mappakalompo Kecamatan Galesong Ditinjau Berdasarkan Biogeofisik. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Dahuri, R., J. Rais., S.P. Ginting dan M.J. Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta.

Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut : Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Karno. 1990. Tabel : untuk Matematika SMP. Tiga Serangkai. Solo.

Panjaitan, R.A. Iskandar. Alisyahbana, S. 2012. Hubungan Perubahan Garis Pantai Terhadap Habitat Bertelur Penyu Hijau (Chelonia mydas) di Pantai Pangumbahan Ujung Genteng Kabupaten Suka Bumi. Jurnal (Perikanan dan Kelautan Volume 3 No. 3. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Padjadjaran.

Prasita, V.D. 2007. Analisis Daya Dukung Lingkungan dan Optimasi Pemanfaatan Wilayah Pesisir untuk Pertambakan di Kabupaten Gresik. Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Profil Desa Botutonuo. 2012. Sejarah Asal Usul Desa Botutonuo. Kabila Bone. Gorontalo. Rahmawati, A. 2009. Studi Pengelolaan Kawasan Pesisir untuk Kegiatan Wisata Pantai

(Kasus Pantai Teleng Ria Kabupaten Pacitan, Jawa Timur). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sudarto. 1993. Pembuatan Alat Pengukur Arus Secara Sederhana. Jurnal (Oseana, Volume XVIII, Nomor 1 : 35 – 44). Balai Penelitian dan Pengembangan Biologi Laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi – LIPI. Jakarta. Tunreg, B. 2010. Profil Wilayah Pesisir Provinsi Gorontalo. Balai Pengelolaan Sumberdaya

Pesisir dan Laut Makassar (BPSPL-Makassar). Makassar.

Gambar

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Pantai Botutonuo
Tabel 1. Matriks Kesesuaian Lahan Wisata Pantai untuk Kategori Rekreasi
Gambar 2. Sunset Botutonuo

Referensi

Dokumen terkait

SK TAMAN DESA JAYA, JOHOR SK TMN RINTING 3, JOHOR BAHRU SK TMN PUTERI WANGSA, JOHOR SK TMN PELANGI INDAH JOHOR SK TMN PASIR PUTIH JOHOR SK TMN MOLEK, JOHOR BAHRU SK TAMAN

KEPALA KPPM OEMBAR PRAMADI, S.Sos., M.Mkes. KEPALA KLH Drs. KIKI WAHYU REZEKI KEPALA BAGIAN HUKUM ANIK SUWARNI, SH.M.Si.. Trenggalek Tahun 2014 Nomor 5 Seri E, Tambahan Lembaran

Kepala ruangan bertanggung jawab dalampembagian tugas dan menerima semua laporan tentang pelayanan keperawatan klien.Dalam metode ini staf perawat ditugaskan oleh kepala ruangan

Jenis pompa perpindahan positif ( positive displacement pump ) dipilih dengan pertimbangan pompa dapat mengalirkan larutan asam fosfat secara konstan pada flow rate 55m 3 /h

Melakukan koordinasi dan konsultasi dengan instansi terkait sesuai tugas.

Bebas Tanggungan Sumbangan Pengembangan Fasilitas Pendidikan (SPFP) dan Sumbangan Pembanguna Institusi Pendidikan (SPIP) mahasiswa Angkatan 2012

Hasil penelitian menunjukkan: (1) Terdapat perbedaan penggunaan fasilitas pembelajaran dan metode pembelajaran terhadap minat belajar dengan perolehan selisih

[r]