• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Tugas Akhir Semester 6 Penyelesa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Tugas Akhir Semester 6 Penyelesa"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah Tugas Akhir Semester 6

Penyelesaian Perselisihan Perburuhan dan Pemutusan

Hubungan Kerja (P3PHK)

Analisis Kasus Pemutusan Hubangan Kerja Sepihak

(Kasus Buruh Sepatu Adidas + Putusan Mahkamah Agung Nomor 554 K/Pdt.Sus-PHI/2013)

Oleh :

Adelina Iman Sari

1206220283

Paralel

Fakultas Hukum Universitas Indonesia

(2)

Empat Serikat Buruh Gelar Pengadilan

Rakyat Kasus PHK Sepihak 1.300

Buruh Sepatu Adidas

Selasa, 24 Juni 2014 17:47 WIB

http://www.tribunnews.com/nasional/2014/06/24/empat-

serikat-buruh-gelar-pengadilan-rakyat-kasus-phk-sepihak-1300-buruh-sepatu-adidas

, diunduh 11/05/2015/ 15:48.

Tribunnews.com/Istimewa

Sebanyak empat serikat buruh menggelar pengadilan rakyat (people s tribunal) tentang kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak terhadap 1.300 buruh PT Panarub Dwi Karya (PDK).

Laporan Wartawan Tribunnews.com Reza Gunadha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak empat serikat buruh menggelar pengadilan rakyat (people's tribunal) tentang kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak terhadap 1.300 buruh PT Panarub Dwi Karya (PDK).

(3)

lantaran memperjuangkan perbaikan upah dan sejumlah hak lainnya.

Acara itu sendiri, digelar di Hotel Bunga-Bunga, Jalan Antara No 13-15, Pasar Baru, Jakarta sejak Sabtu (21/6) pekan lalu dan berakhir Selasa (24/6/2014) hari ini.

Haris Azhar, Panelis Hakim People's Tribunal, mengatakan terdapat sembilan kejahatan yang dilakukan PT PDK maupun Adidas Indonesia terhadap 1.300 buruh tersebut.

"Pertama, terjadi pemiskinan masal karena upah buruh tidak berbasis kelayakan hidup. Ini berimbas pada gagalnya pemenuhan hak-hak dasar terhadap anak para buruh," kata Haris yang juga Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) ini, Selasa (24/6).

Kedua, adanya pelanggaran atas hak kesehatan buruh. Itu lantaran para buruh tidak mendapat izin istirahat. Selanjutnya, buruh perempuan tak mendapat hak uang penjagaan anak atau tempat penitipan buah hatinya.

"Dari pengakuan buruh yang di PHK, mereka juga ada yang dihukum tidak manusiawi, yakni disuruh berdiri kalau melakukan kesalahan. Ini tentu bertentangan dengan hukum internasional," tuturnya.

Seterusnya, adanya manipulasi status kontrak kerja; mengekang kebebasan berkumpul dan berserikat buruh. Bahkan, terdapat kejahatan intergritas perempuan, berupa tidak memberikan cuti haid, menikah, dan hamil.

"terakhir, ada kejahatan berupa niat jahat dari negara untuk sengaja menjagal hak buruh, menyediakan aturan yang longgar, tidak melakukan

penngawasan," tuturnya.

(4)

tersebut bakal diberikan kepada sejumlah pihak terkait.

"Kesembilan butir hasil People's Tribunal itu akan kami serahkan kepada PT PDK, Komnas HAM, Kemenakertrans, Perserikatan Bangsa Bangsa, dan Adidas Indonesia," tuturnya.

Area Manager Group's Social & Environmental Department Adidas, Adelina Simanjuntak, sempat menghadiri acara tersebut, Minggu (22/6/2014).

Kala itu, Adelina mengatakan Adidas sudah melakukan upaya terbaik untuk membela 1.300 buruh PT Panarub Dwi Karya (PT PDK; produsen sepatu Adidas di Indonesia) yang di-PHK 12 Juni 2012.

"Kami memfasilitasi mediasi di Pusat Mediasi Nasional (PMN) dengan

menyediakan pengacara yang menghabiskan uang ratusan juta rupiah. Jadi, kenapa hanya Adidas yang dituntut, padahal kami hanya mengorder 20 persen sepatu dari produksi PT PDK. Sedangkan 60 persen lainnya pesanan brand Mizuno," tutur Adelina.

Selain itu, Adelina juga sempat mempertanyakan kredibilitas Perngadilan Rakyat yang digelar Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI); Federasi Serikat Buruh Indonesia (FSBI); Serikat Pekerja Nasional (SPN); dan, Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI 1992).

"Pihak penyelenggara seharusnya memberikan undangan disertai penjelasan detail tentang kasus apa yang akan dituntut di pengadilan ini, sehingga pihak brands juga dapat mempersiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan oleh

pengadilan," tukasnya.

Terkait#Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI) #Haris Azhar

Baca Juga

(5)

BAB 1

PENDHAULUAN

A. Latar Belakang

Terjadinya perselisihan di antara manusia merupakan masalah yang wajar karena telah menjadi kodrat manusia itu sendiri. Hal yang penting sekarang adalah bagaimana mencegah atau memperkecil perselisihan tersebut atau mendamaikan kembali mereka yang berselisih. Perselisihan atau perkara dimungkinkan terjadi dalam setiap hubungan antar manusia, bahkan mengingat subjek hukumpun telah lama mengenal badan hukum, maka para pihak yang terlibat di dalamnya pun semakin banyak.1Dengan semakin kompleksnya corak kehidupan

masyarakat, maka ruang lingkup kejadian atau peristiwa perselisihanpun meliputi ruang lingkup semakin luas, diantarnya yang sering mendapat sorotan adalah perselisihan hubungan industrial.

Perselisihan hubungan industrial biasanya terjadi antara pekerja/buruh dan perusahaan atau antara organisasi buruh dengan organisasi perusahaan. Dari sekian banyak kejadian atau peristiwa konflik atau perselisihan yang penting adalah solusi untuk penyelesaiannya yang harus betul-betul objektif dan adil. Hubungan Industrial tidak dapat dipisahkan dengan hukum ketenagakerjaan yang melibatkan tiga koomponen utama dalam pelaksanaanya yaitu pemerintah, pengusaha dan pekerja.

Dalam bidang ketenagakerjaan timbulnya perselisihan antara pengusaha dengan para pekerja/buruhnya biasanya berpokok pangkal karena adanya perasaan-perasaan kurang puas. Pengusaha memberikan kebijakan-kebijakan yang menurut pertimbangannya sudah baik dan bakal diterima oleh para pekerja/buiruh namun pekerja/buruh yang bersangkutan mempunyai pertimbangan dan pandangan yang berbeda-beda, akibatnya kebijakan yang diberikan oleh pengusaha itu menjadi tidak sama. Pekerja/buruh yang merasa puas akan tetap bekerja semakin bergairah, sedangkan pekerja/buruh yang tidak puas akan menunjukkan semangat kerja yang menurun hingga terjadi perselisihan-perselisihan. Dalam bukunya, Gunawi Kartasapoetra (1988:246) pernah menulis bahwa yang menjadi pokok pangkal ketidakpuasaan itu umumnya berkisar apa masalah-masalah :

a. Pengupahan;

(6)

b. Jaminan sosial;

c. Periilaku penugasan yang kadangkala dirasakan kurang sesuai dengan kepribadian;

d. Daya kerja dan kemampuan kerja yang dirasakan kurang sesuai dengan pekerjaan yang harus diemban; dan

e. Adanya masalah pribadi.2

Penyelesaian perselisihan pada dasarnya dapat diselesaikan oleh para pihak sendiri, dan dapat juga diselesaikan dengan hadirnya pihak ketiga, baik yang disediakan oleh negara atau para pihaksendiri. Dalam masyarakat modern yang diwadahi organisasi kekuatan publik berbentuk negara, forum resmi yang disediakan oleh negara untuk penyelesaian perkara atau perselisihan biasanya adalah lembaga peradilan. Dari berbagai macam konflik yang terjadi di Indonesia dalam berbagai sektor, adanya relasi hukum dan sosial berpeluang pula menjadi dasar timbulnya konflik, misalnya dalam kasus perselisihan hubungan industrial. Payaman Simanjuntak mengemukakan bahwa hubungan industrial adalah hubungan antara semua pihak yang terkait atau berkepentingan atas proses produksi barang atau pelayanga jasa di suatu perusahaan. Tujuannya adalah untuk menciptakan hubungan yang aman dan harmonis antara para pihak-pihak tersebut sehingga dapat meningkatkan produktivitas usaha.3

Pada saat ini kebutuhan masyarakat Indonesia, dalam penyelesaian hubungan industrial secara normatif telah mengalami banyak perubahan, yang terakhir dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI). Berdasarkan Undang-Undang ini telah ada peradilan khusus yang menangani penyelesaian perselisihan hubungan industrial, yaitu Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Mengacu pada Pasal 57 UU No.2 Tahun 2004 diatur bahwa hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan Industrial adalah hukum acara perdata sehingga setiap asas, prinsip, maupun tahap-tahap rangkaian sidang peradilan perdata dapat diterapkan dalam persidangan di Pengadilan Hubungan Industrial.

Yang dimaksud oleh UU PPHI ini, bahwa Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.4

2 Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja (Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja), , Cet.2,PT RajaGrafindo, 2004, hlm. 127 – 128.

3 Payaman Simanjuntak, Peranan Serikat Pekerja dan Paradigma Baru Hubungan Industrial di Indonesia, (Jakarta: HIPSMI, 2000), hlm. 81.

(7)

Sejak diberlakukannya UU PPHI ini dalam pelaksanaannya timbul permasalahan hukum yang mengakibatkan proses penyelesaian perselisihan industrial yang berlangsung lama dan ini berarti mahal. Hal ini dapat disebabkan antara lain:

1. UU PPHI ini berparadigma konflik karena hanya memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang ingin memenangkan perkara, sedangkan pihak yang ingin menyelesaikan persoalan tidak diberi keleluasaan dalam menggunakan mekanisme yang ditawarkan oleh UU ini. Hal ini tercermin dari perbedaan kewenangan Pengadilan Hubungan Industrial dibandingkan dengan kewenangan Arbitrase. Menurut UU PPHI ini, PHI diberi kewenangan untuk menyelesaikan semua jenis perselisihan hubungan industrial (yaitu perselisihan hak, perselisihan kepentinga, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja. Pihak-pihak yang ingin memenangkan perkara jalurnya melalui pengadilan, sedangkan pihak-pihak yang ingin menyelesaikan persoalan tidak melalui pengadilan melainkan ke arbitasi sebagai alternative dispute solution. 2. Menumpuknya perkara PPHI di PHI dan di Mahkamah Agung. Hal ini disebabkan

antara lain kurang berfungsinya lembaga bipartit dan lembaga mediasi dalam PPHI. Ketentua beracara yang berlaku pada PHI adalah Hukum Acara Perdata sebagaimana yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkup peradilan umum. 3. Adanya penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang mencakup lintas

kabupaten/kota maupun provinsi, sehingga mediator hubungan industrial yang berkedudukan di provinsi dan pusat tidak memiliki kewenangan.

4. Banyaknya putusan P4P (Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat) yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap tidak dapat di eksekusi, hal ini terjadi karena tidak diatur secara tegas dalam UU PPHI.5

Berdasarkan uraian penjelasan di atas, maka sehubungan dengan Tugas Makalah Terakhir Ujian Akhir Semester Perselisihan dan Penyelesaisan Pemutusah Hubungan Kerja saya menganalisis kasus mengenai Pemutusan Hubungan Kerja secara Sepihak oleh PT Adidas yang dikuatkan dengan argument Putusan Nomor 554K/Pdt.Sus-PHI/2013.

5 Artikel http://www.bphn.go.id/data/documents/AE%20UU%20NO%202%20Tahun

(8)

BAB II

ISI

(9)

Dalam bentuk Pemutusan Hubungan Kerja di Indonesia maka termasuk dalam lingkup dari hukum acara perdata yang bersifat khusus dengan prosedur beracara terbagi atas penyelesaian melalui alternatif penyelesaian sengketa (APS) atau melalui jalur litigasi ke Pengadilan Negeri (PN), dimana ketentuannya tercantum dalam Undang-Undnag Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. PHK yang dilakukan oleh perusahaan terhadap pekerjanya karena alasan-alasan tertentu diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sehingga dalam prkatek jika PHK yang dilakukan oleh perusahaan bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan, maka hal tersebut dapat dijadikan dasar bagi pekerja bersangkutan mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.6

Salah satu sasaran pokok yang akan dicapai dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 adalah sebagaimana yang terdapat dalam penjelasan Undang-Undang tersebut, yaitu untuk menciptakan hubungan industrial yang harmonis antara pekerja dan pemberi kerja dalam memperjuangkan hak-haknya serta untuk mewujudkan penyelesaian perselisihan hubungan industrial secara cepat, tepat, adil dan murah.

Sebagaimana dikatakan di atas bahwa proses beracara di Pengadilan Hubungan Industrial adalah menggunakan Hukum Acara Perdata.7

Pengadilan Hubungan Industrial merupakan pengadilan khusus yang berada pada lingkungan peradilan umum, berdasarkan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara, salah satunya di tingkat pertama mengenai perselisihan PHK. Yang memiliki prinsip Ultimum remedium, upaya hukum melalui pengadilan ini merupakan upaya terakhir oleh para pihak apabila upaya di luar pengadilan mengalami kegagalan.8

Kasus yang di analisis oleh Penulis adalah mengenai “Pemutus Hubungan Kerja Sepihak 1.300 Buruh Sepatu Adidas”. Dalam kasus tersebut berisikan bahwa, pada intinya telah terjadi pemiskinan masal karena upah buruh tidak berbasis kelayakan hidup. Ini berimbas pada gagalnya pemenuhan hak-hak dasar terhadap anak para buruh. Kedua, adanya pelanggaran atas hak kesehatan buruh. Hal ini, dikarenakan lantaran para buruh tidak mendapa izin istirahat. Selanjutnya, buruh perempuan tidak mendapatkan uang penjagaan anak atau tempat penitipan buah hatinya. Dan dari salah satu pengakuan buruh yang di PHK, mereka juga ada yang

6 Indonesia (b), Undnag-Undang Ketenagakerjaan, UU No.13 Tahun 2003, LN No.39 Tahun 2003, TLN No.4279, Ps. 159.

7 Lihat, Pasal 57 UUPPHI

(10)

dihukum tidak menusiawi, yakni disuruh berdiri kalau melakukan kesalahan. Hal ini tentu bertentangan dengan hukum internasional.9

Ibaratnya dalam kasus tersebut adalah sudah jatuh ditimpa tangga juga. Perlakukan yang tidak sewajarnya dalam proses pemutusan hubungan kerja di Perusahaan tersebut terhadap buruh . Dalam pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa pemutus hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.10 Pemutusan

hubungan kerja ialah pemberhentian waktu kerja secara sepihak yang dilakukan oleh perusahaan atau pun tempat kerja. Berdasarkan UU RI No.13 pasal 150 Tahun 2003 yang berkaitan dengan pemutusan hubungan kerja, bahwa perusahaan dilarang pemutusan kerja dengan alasan (pasal 153):

 Sakit tidak melebihi 12 bulan dengan keterangan dokter.

 menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara.  menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;

 pekerja/buruh menikah.

 pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya.

 pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama;  mendirikan, menjadi anggota,pengurus serikat pekerja berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;

 pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;

 karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan.

Hak yang diperoleh pekerja dari perusahaan diatur dalam pasal 156, yang berisikan perhitungan pesangon atau uang. Jaminan yang berhak diterima. Pekerja berhak meminta hak–hak nya yang ada pada perusahaan. Apabila Perusahaan menyelewengkan maka pekerja berhak mengadukan kepada pihak berwajib.

Pemutusan Hubungan Kerja hanya boleh dilakukan sesuai dengan Pasal 160 – Pasal 168 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

9 http://www.tribunnews.com/nasional/2014/06/24/empat-serikat-buruh-gelar-pengadilan-rakyat-kasus-phk-sepihak-1300-buruh-sepatu-adidas , diunduh 11/05/2015/ 15:48.

(11)

Ketenagakerjaan yaitu mengenai Pengusaha yang dibelohkan memberhentikan buruh dengan alasan sebagai berikut;

a. Pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana bukan atas pengauduan pengusaha;11

b. Pekera/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja;12

c. Pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri;13

d. Pekerja/buruh dalam hal terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja;14

e. Karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 tahun;15

f. Karena keadaan pailit;16

g. Pekerja/buruh meninggal dunia;17

h. Pekerja/buruh memasuki usia pensiun;18

i. Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil 2 kali secara patut dan tertulis.19

Pemutusan hubungan kerja atau PHK dapat dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu:

1. PHK demi hukum, hal tersebut terjadi tanpa perlu adanya suatu tindakan, terjadi dengan sendirinya misalnya karena berakhirnya waktu atau karena meninggalnya pekerja.

2. PHK oleh pihak pekerja, hal tersebut terjadi karena keinginan dari pihak pekerja dengan alasan dan prosedur tertentu.

3. PHK oleh pihak pengusaha, hal tersebut terjadi karena keinginan dari pihak pengusaha dengan alasan, persyaratan dan prosedur tertentu.

(12)

4. PHK oleh putusan pengadilan, hal tersebut terjadi karena alasan-alasan tertentu yang mendesak dan penting, misalnya terjadi peralihan kepemilikan, peralihan asset atau pailit

Dalam hal ini sesuai dengan kasus diatas adalah telah terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja secara sepihak yang mengakibatkan ketidak sesuaian dengan peraturan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Karena pengusaha hanya dapat melakukan pemutus hubungan kerja karena:

a. Pekerja/buruh melakukan kesalahan berat.20

b. Pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib.21

c. Pekerja/buruh melakukan tindakan Indisipliner. Dengan melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.22

d. Perubahan status, penggabungan dan peleburan perusahaan.23

e. Perusahaan tutup karena mengalami kerugian, yang telat diaudit dan dinyatakan mengalai kerugian oleh akuntan publik.24

f. Pekerja/buruh meninggal dunia.25

g. Pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturn perusahaan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama atau peraturan perundang-undangan.26

h. Pekerja/buruh mangkir.27

i. Pekerja/buruh telah mengadukan dan melaporkan bahwa pengusaha telah melakukan kesalahan namun tidak terbukti.28

(13)

dihindari, maka pemutusan hubungan kerja tersebut haruslah dirundingkan terlebih dahulu oleh pengusaha/majikan dengan pekerja/buruh melalui serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh secara langsung dengan dilakukan proses-proses perundingan terlebih dahulu yang dilakukan dengan cara musyawarah mufakat dengan mempertimbangkan tingkat loyalitas pekerja/buruh kepada perusahaan, masa kerja pekerja/buruh di perusahaan tersebut, dan tanggungan pekerja/buruh. Jika perundingan menghasilkan persetujuan, maka pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekera/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga perselisihan hubungan industrial.

Namun, pada kenyataanya dalam kasus Pemutusan Hubungan Kerja secara Sepihak oleh Perusahaan Sepatu Adidas, maka tidak sesuai dengan ketentuan yang ada didalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003. Hal ini dapat menyebabkan para pekerja/buruh mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum di Pengadilan Negeri daerah Perusahaan itu didirikan. Dan dari sininlah timbul adanya suatu perselisihan hubungan industrial. Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusn hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.29

Dalam kasus ini Pemutusan Hubungan Kerja sepihak masuk dalam kategori atau jenis “Perselisihan pemutusan hubungan kerja”. Perselisihan pemutusan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidk adanya kesusaiaan pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak. 30 Jadi perselisihan ini terjadi hanya dalam satu

perusahaan saja tidak boleh dari luar perusahaan.

Biasanya para pihak yang memiliki kepentingan dapat mengajukan gugatan, dalam hal ini dapat dikatakan pekerja. Pekerja dapat mengajukannya ke Pengadilan baik secara langsung ataupun dengan cara

29 Lihat, Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Nomor 2 Tahun 2004.

(14)

memberikan surat kuasa31 yang sah kepada pengacara yang telah

ditunjuknya.32 Sebelum mengajukan perkara dalam PHI maka para pihak

wajib melakukan penyelesaian terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah dan mufakat.33 Kalaupun perundingan secara bipatrit tidak

ada penyelesaianya maka lanjut ke tahap mediasi ataupun konsiliasi. Setelah itu apabila tidak ada hasil damai maka dapat diajukan ke PHI.

Selain kasus mengenai pemutusan hubungan kerja sepihak yang dilakukan oleh Perusahaan Adidas, Penulis menemukan kasus yang serupa dalam Putusan Nomor 554 K/Pdt.Sus-PHI/2013. Didalam Putusan tersebut Pengugat bernama Yessy Kristine Simagunsong sebagai Perawat di RS. BELLA dan melawan Tergugat yaitu PT.BELLA MEDIKA. Penggugat mengajukan gugatan dikarenakan RS MEDIKA melakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak. Hal ini dikuatkan dengan tidak adanya suatu penetapan dari lembaga setempat. Seharusnya, kalaupun belum ada penetapan maka antara pengusaha maupun penggugat melakukan musyawarah terlebih dahulu untuk mencapai mufakat. Namun, pada kenyataannya gugatan tersebut ditolak di tingkat kasasi dengan alasan gugatan tersebut tidak jelas ditujukan ke siapa karena alasan alamat yang kurang jelas dan ditujukannya kabur.

Dalam hal ini seharusnya pemutusan hubungan kerja tersebut batal demi hukum. Artinya, penggugat masih berhak mendapatkan uang kerja pesangon dan lain-lain. Dan ataupun pengusaha harus bisa memperkejakan dia kembali buruh tersebut.

31 Lihat Pasal 123 RIB / HIR

32 Pasal 1792 KUHPerdata menyatakan bahwa kuasa adalah persetujuan dimana seseorang bertindak sebagai pemberi kuasa dna pihak lain bertindak sebagai penerima kuasa untuk dan atas nama pemberi kuasa melakukan suatu perbuatan atau tindakan.

(15)

BAB III

PENUTUP

C. KESIMPULAN

1. Perbedaan strata antara buruh dan pengusaha menyebabkan suatu ketidak adilan semata dimata buruh. Yang menyebabkan tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh Pengusaha tanpa memikirkan kesejahteraan buruh untuk kemudian.

(16)

tercapai suatu kesepakatan maka wajib didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri diwilayah sengketa.

D. SARAN

1. Seharusnya, Pengusaha dalam hal ini harus diawasi oleh Pemerintah yang terkait dengan ketenagakerjaan. Supaya, tidak banyak lagi para buruh yang diputus hubungan kerjanya secara sepihak.

(17)

DAFTAR REFERENSI

A. BUKU :

Asyhadie, Zaeni. Hukum Kerja (Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja), Cet.2. Jakarta: PT RajaGrafindo, 2004. Muazd,Farid. Pengadilan Hubungan Industrial dan Alternatif

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di luar Pengadilan, (Jakarta: Ind Hill Co, 2006).

Simanjuntak, Payaman .Peranan Serikat Pekerja dan Paradigma Baru Hubungan Industrial di Indonesia, (Jakarta: HIPSMI, 2000).

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN :

Indonesia. Undang-Undang Tentang Ketenagakerjaan. UU No.13, LN No.39 Tahun 2003, TLN No.4279.

_______________. Undang-Undang Tentang Penyelesaian Perselisihan hubungan Industrial. UU No.2 Tahun 2004, TLN No.4356

C. ARTIKEL :

(18)

Referensi

Dokumen terkait

Pekerja dalam satu perusahaan adalah perselisihan antara serikat buruh atau.. serikat Pekerja dengan serikat buruh atau serikat Pekerja lainya dalam

Kemudian, pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari

a) Salah satu pihak (serikat pekerja/serikat buruh atau pengusaha) menagajukan pembuatan perjanjian kerja bersama (PKB) secara tertulis, disertai konsep perjanjian

I 3 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bai' 'va perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau

perselisihan perburuhan, ialah pertentangan antara ma­ jikan atau perkumpulan majikan dengan serikat buruh) atau gabungan serikat buruh berhubung dengan* tidak ada­

Perselisihan hubungan industrial menurut Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2004 adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan

Sedangkan putusan hubungan industrial pada pengadilan negeri yang menyangkut perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja atau serikat buruh dalam satu perusahaan

Perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselishan hubungan industrial.32 Jangka waktu