• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENGINTEGRASIKAN KEANEKARAGAMAN HAYATI D pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MENGINTEGRASIKAN KEANEKARAGAMAN HAYATI D pdf"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

  MENGINTEGRASIKAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DALAM AMDAL SEBAGAI

MITIGASI DAMPAK KEPUNAHAN SPESIES1* Oleh :

Dr. Hendra Gunawan2

ABSTRAK

Sejak Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati (CBD) ditandatangani oleh 157 negara tahun 1992, keanekaragaman hayati selalu menjadi isu strategis dalam setiap kegiatan pembangunan yang cenderung menimbulkan dampak negatif terhadap sumberdaya alam hayati. AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) yang telah diimplementasikan hampir tiga dekade dipandang bisa menjadi instrumen dalam mengkonservasi keanekaragaman hayati sebagai aset pembangunan sehingga dapat dihindarkan dari kepunahan dan dimanfaatkan secara berkelanjutan lintas generasi secara berkeadilan. Oleh karena itu dalam dekade terakhir telah dilakukan upaya-upaya mendorong negara-negara penanda tangan CBD untuk mengintegrasikan keanekaragaman hayati dalam AMDAL Indonesia belum mengadopsi konsep pengintegrasian keanekaragaman hayati dalam AMDAL tersebut. Oleh karena itu ke depan, perlu ada perubahan dalam cara pandang parsial aspek biologi dalam AMDAL menjadi cara pandang yang holistik, komprehensif dan terintegrasi aspek keanekaragaman hayati dalam AMDAL. Tulisan ini merupakan hasil kompilasi dan sintesis berbagai tulisan yang berkaitan dengan integrasi keanekaragaman hayati dalam AMDAL dari berbagai sumber.

Kata Kunci: AMDAL, CBD, keanekaragaman hayati, integrasi.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keanekaragaman hayati menjadi issue yang membumi dalam dua dekade terakhir. Hal ini antara lain didorong oleh spirit pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan berwawasan lingkungan yang dideklarasikan secara internasional dalam KTT Bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro, Brazil tanggal 3-14 Juni 1992. Pada KTT Bumi tersebut juga dihasilkan komitmen internasional yaitu Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati (United Nation Convention on Biological Diversity) atau sering disingkat CBD. Konvensi tersebut langsung disepakati dan ditandatangani oleh 157 negara di dunia, termasuk Indonesi yang menjadi negara ke delepan yang menandatangani konvensi tersebut pada tanggal 5 Juni 1992.

Pada tahun 1994, Pemerintah Indonesia meratifikasi CBD tersebut melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1994 tanggal 1 Agustus 1994. Meskipun demikian, Indonesia sebenarnya sudah memberikan perhatian yang besar pada keanekaragaman hayati dua tahun sebelum konvensi tersebut, yaitu dengan dikeluarkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Titik balik Indonesia untuk menaruh perhatian serius sekaligus menjadi tonggak kebangkitan dalam pembangunan konservasi keanekaragaman hayati adalah ketika diselenggarakan kongres ketiga tentang taman nasional dan kawasan yang dilindungi se Dunia di Bali pada bulan Oktober 1982. Kongres ini merupakan kongres pertama di negara tropika untuk kepentingan pelestarian (Mackinnon et al., 1993). Pada konggres tersebut juga disampaikan Strategi Konservasi Dunia yang berisi tiga tujuan utama yaitu : (1) memelihara proses ekologi yang esensial sistem penyangga kehidupan, (2) mempertahankan keanekaragaman gen dan (3) menjamin pemanfaatan jenis dan ekosistem secara

      

1 Makalah disampaikan pada acara Seminar Nasional Meningkatkan Kemampuan Mitigasi dan Adaptasi Bencana Melalui

Penelitian Lingkungan, Kongres II Forum Komunikasi Pascasarjana Ilmu Lingkungan, di Bogor, 18-20 Oktober 2011.

* Merupakan bagian dari buku yang sedang diselesaikan oleh penulis.

2 Peneliti pada Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi; Pemegang Sertfikat Kompetensi Ketua Tim Penyusun Amdal

(3)

  berkelanjutan. Tiga strategi konservasi dunia tersebut selanjutnya menjadi pilar utama Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990.

Bersamaan dengan konggres di Bali, Pemerintah Indonesia juga mendeklarasikan 11 taman nasional (Soemarwoto, 2004). Sampai akhir tahun 2005 Indonesia telah menetapkan 50 taman nasional, baik darat maupun laut yang tersebar di seluruh Indonesia yang mewakili tujuh wilayah biogeografi yang ada di Indonesia.

Meskipun banyak kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam telah dicadangkan, serta undang-undang dan peraturan pemerintah yang telah ditetapkan untuk melindungi keanekaragaman hayati, namun keanekaragaman hayati terus mengalami kerusakan dan kepunahan akibat berbagai kegiatan manusia dan pembangunan yang pesat di berbagai daerah. Berbagai instrumen kebijakan telah diaplikasikan guna mencegah kerusakan dan kepunahan keanekaragaman hayati terus berlanjut. Salah satu instrumen tersebut adalah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang telah diberlakukan di Indonesia sejak tahun 1986.

Hingga kini kebijakan pemerintah mengenai AMDAL terus diperbaiki dan disempurnakan agar bisa menjadi instrumen yang handal dalam mengawal pembangunan berkelanjutan. Kemajuan teknologi dan kesadaran masyarakat di satu sisi dan pembangunan yang begitu pesat di sisi yang lain, menuntut pemerintah untuk semakin memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan serta kesehatan masyarakat. Sebagai konsekuensinya, peraturan pemerintah tentang AMDAL telah mengalami dua kali perbaikan sejak pertama ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Perbaikan pertama dilakukan tujuh tahun kemudian yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 1993 tentang AMDAL. Perbaikan kedua dilakukan pada tahun 1999 dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 tahun 1999 tentang AMDAL.

Walaupun semua kegiatan usaha yang wajib AMDAL telah melaksanakan studi AMDAL dan memiliki dokumen AMDAL yang disahkan, namun kekhawatiran masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat dan pemerintah akan semakin terancamnya keanekaragaman hayati semakin meningkat. Hal ini antara lain disebabkan ketidak percayaan terhadap efektifitas implementasi AMDAL. AMDAL seringkali dianggap hanya merupakan dokumen pelengkap perijinan, bukan merupakan alat penilaian kelayakan lingkungan untuk suatu kegiatan atau usaha. Oleh karena itu banyak AMDAL yang ditengarai disusun secara kurang profesional sehingga tidak cermat dan mendalam, akibatnya tidak mampu menjadi alat mitigasi dampak yang merugikan lingkungan hidup.

Salah satu aspek penting dalam kajian AMDAL, yang sebenarnya merupakan fokus dari analisis dampak adalah aspek biologi dari komponen lingkungan yang terkena dampak. Aspek biologi ini biasanya dibagi atau dikelompokkan secara parsial menjadi (1) vegetasi; (2) fauna; dan (3) mikroorganisme. Padahal, dalam konsepsi konservasi keanekaragaman hayati, tidak boleh memandang komponen atau unsur penyusun keanekaragaman hayati ekosistem secara parsial.

Kegagalan AMDAL dalam melindungi dan mencegah keanekaragaman hayati dari kerusakan, degradasi atau kepunahan adalah akibat cara pandang tim AMDAL dan pemrakarsa terhadap komponen biologi secara parsial dan bersifat antroposentris (mengedepankan kepentingan manusia). Sifat antroposentris inilah yang menyebabkan keanekaragaman hayati tidak dipandang sebagai hal yang penting atau dengan perkataan lain sering diabaikan.

B. Tujuan

Tujuan dari mempertimbangkan keanekaragaman hayati dalam AMDAL adalah sejalan dengan tujuan dari konvensi PBB untuk keanekaragaman hayati (CBD) yaitu untuk (1) pelestarian (Conservation) keanekaragaman hayati, (2) pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan (Sustainable), dan (3) pembagian manfaat keanekaragaman hayati yang berkeadilan (Equitabiltiy). Hal ini juga merupakan tujuan dari implementasi AMDAL itu sendiri.

(4)

  II. KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERMASALAHANNYA

A. Pengertian Keanekaragaman Hayati

Konvensi Keanekaragaman hayati (The Convention on Biological Diversity) mendefinisikan keanekaragaman hayati sebagai keanekaagaman antar organisme hidup dari semua sumber, meliputi daratan (land), laut (sea), dan ekosistem perairan lain serta kompleks ekosistem dimana mereka menjadi bagiannya. Hal ini berarti mencakup keanekaragaman di dalam spesies, antar spesies dan ekosistem. Dalam pengertian sederhana, keanekaragaman hayati adalah semua makhluk hidup, tumbuhan dan hewan di atas dan di dalam bumi, air dan udara dari suatu tempat tertentu. Keanekaragaman hayati juga menggambarkan interaksi antara makhluk hidup tersebut dengan area (ekosistem) dimana mereka hidup.

B. Kekayaan Keanekaragaman Hayati Indonesia

Indonesia merupakan salah satu negara megabiodiversity di dunia karena memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang melimpah. Indonesia menempati urutan kedua terkaya setelah Brazil dalam keaneakaragaman hayati dan tingkat endemismenya (BAPPENAS, 2003). Indonesia diperkirakan memiliki 90 tipe ekosistem, mulai dari salju di puncak Jayawijaya, hutan alpin, sub-alpin, hutan pegunungan sampai dataran rendah, hutan pantai, padang rumput, savana, lahan basah, estuaria, mangrove dan pesisir, pantai, mencakup padang lamun dan terumbu karang sampai ekosistem laut dalam (BAPPENAS, 2003).

Indonesia juga merupakan negara yang sangat kaya akan spesies, meskipun luasnya hanya 1,3 % dari luas dunia namun memiliki sekitar 17 % dari jumlah spesies dunia. Indonesia diperkirakan memiliki 11 % spesies tumbuhan berbunga, 12 % mamalia, 15 % amphibi dan reptilia, 17 % jenis burung, dan paling tidak 37 % jenis ikan yang ada di dunia (Adisoemarto dan Rifai, 1994).

Dari 515 spesies Mamalia, 39% diantaranya endemik dan merupakan negara terkaya nomor dua akan jenis ini. Dari 511 spesies reptilia, 150 jenis diantaranya endemik dan merupakan negara keempat terkaya akan jenis ini. Untuk jenis burung, Indonesia menempati urutan kelima dengan 1.534 jenis, dimana 397 jenis diantaranya endemik.. Untuk Amfibia, Indonesia merupakan negara keenam terkaya dengan 270 jenis, dimana 100 diantaranya merupakan jenis endemik. Indonesia memiliki 2.827 jenis invertebrata (BAPPENAS, 2003).

Indonesia memiliki 35 jenis primata (urutan keempat di dunia), 18% diantaranya merupakan jenis endemik dan 121 jenis kupu-kupu, 44% diantaranya endemik. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman jenis ikan air tawar dengan 1.400 jenis dan menempati urutan ketiga setelah Brazilia dan Kolombia (Dephut, 1994; Mittermier et al. 1997).

Dalam hal keanekaragaman hayati tumbuhan, Indonesia menempati urutan kelima di dunia dengan lebih dari 38.000 jenis (55% endemik). Keanekaragaman jenis palem Indonesia merupakan tertinggi di dunia dengan 477 jenis (225 endemik). Lebih dari setengah pohon penghasil kayu (350) bernilai ekonomis (anggota famili Dipterocarpaceae) ditemukan di Indonesia, 155 diantaranya merupakan endemik Kalimantan (Dephut 1994: Newman 1999).

C. Mengapa Keanakeragaman Hayati Penting?

Keanekaragaman hayati memiliki peranan yang sangat penting karena mendukung kehidupan manusia dan memberikan mata pencaharian melalui sejumlah jasa ekosistem seperti:

a. Sumber makanan, obat, bahan bakar, pakan ternak dan bahan bangunan.

b. Mendukung proses produksi pangan, sebagai contoh penyerbukan tanaman komersial seperti jeruk, anggur, apel; melestarikan produktivitas tanah dan mengendalikan hama dan penyakit. c. Sebagai pengatur dan pengendali proses-proses alam yang mendukung kehidupan manusia,

seperti pembentukan tanah, mereduksi karbon yang menyebabkan pemanasan global (peningkatan temperatur potensial atmosfir bumi akibat polusi), mendaur-ulang hara, dan sumber air dan pemurni air.

d. Membantu mengendalikan banjir dan melindungi serangan badai e. Memberikan wahana untuk kenyamanan dan wisata

(5)

  III. PERLUNYA MENGINTEGRASIKAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DALAM

AMDAL

AMDAL merupakan instrumen yang handal bagi implementasi CBD karena dapat3: 1. Menjamin bahwa tujuan CBD sudah dimasukkan dalam proses pengambilan keputusan.

2. Memberikan platform bagi pengembangan cara-cara berpikir dan pengambilan keputusan yang baru.

3. Memungkinkan mengantsipasi, menghindari dan/atau mitigasi dampak negatif. 4. Menjamin bahwa cara-cara alternatif telah dipertimbangkan

5. Mengintegrasikan informasi lingkungan dan biologi dalam proses pengambilan keputusan. 6. Memberikan metode yang terstuktur tentang pelibatan masyarakat

7. Memberikan struktur untuk sistem monitoring dan auditing

8. Mempromosikan pembangunan yang secara lingkungan peka dengan teknologi dan teknik-teknik manajemen bisnis.

9. Mendukung pengembangan indikator-indikator khusus untuk mengukur dampak manusia terhadap keanekaragaman hayati.

Output yang diharapkan dari implementasi AMDAL yang benar pada keanekaragaman hayati adalah4:

ƒ Semakin baiknya keanekaragaman hayati

ƒ Menghindarkan dampak pada keanekaragaman hayati (tidak ada kehilangan keanekaragaman genetik, sebaran dan kelimpahan)

ƒ Meminimalkan dampak yang tak dapat dihindarkan pada keanekaragaman hayati (tidak ada kerusakan tak terbalikkan pada karakteristik dan fungsi-fungsi ekosistem)

ƒ Menjamin kelestarian manfaat sumberdaya hayati.

Walaupun dalam AMDAL selama ini sudah ada upaya membidik issue komponen biologi, tetapi masih bersifat umum dan sering kali kurang memperhatikan hal-hal berikut5:

ƒ Spesies yang tidak dilindungi

ƒ Metode survei rona awal yang tepat dan penggunaan data dari litertatur yang ilmiah

ƒ Pertimbangan keanekaragaman hayati pada level yang berbeda (genetik, spesies, ekosistem).

ƒ Penggunaan kriteria yang kurang jelas dalam menilai besaran dan pentingnya dampak

ƒ Pertimbangan hubungan struktural/fungsional di dalam sistem biologi dan antara sistem biofisik dan manusia (sosio-ekonomik).

ƒ Pertimbangan potensi dampak secara menyeluruh, khususnya dampak tidak langsung dan dampak kumulatif dan upaya mitigasi dampak yang mungkin bisa dilakukan.

ƒ Pertimbangan peluang untuk perbaikan

ƒ Interpretasi hasil yang tepat

ƒ Monitoring pasca proyek

ƒ Pertimbangan nilai dan manfaat keanekaragaman hayati bagi masyarakat dan pengguna lainnya

ƒ Panduan yang jelas untuk minimalisasi dampak pada keanekaragaman hayati dan panduan operasional kegiatan pengelolaan/monitoring yang diperlukan untuk keanekaragaman hayati.

Dalam rangka menyertakan berbagai aspek keanekaragaman hayati, maka AMDAL harus6:

ƒ Mempertimbangkan semua level keanekaragaman hayati yang relevan, seperti bioregional, lanskap, ekosistem, habitat, komunitas, spesies, populasi dan kapan harus mempertimbangkan individu dan gen secara tepat.

      

3 http://www.iucn.org/themes/business/mining/paperrobert.pdf

4 http://www3.webng.com/jerbarker/home/eia-toolkit/background/background.html

(6)

 

ƒ Mempertimbangkan hubungan antara level keanekaragaman hayati dengan melihat hubungan struktur dan fungsi (seperti konektifitas, fragmentasi dan gangguan, proses hidrologis dan demografik); dan hubungan mereka (nilai, ketergantungan dan kepentingannya) dengan keanekaragaman hayati.

ƒ Areal studi yang mungkin dipengaruhi oleh jenis dampak yang berbeda.

ƒ Mengumpulkan data detail tentang kelimpahan dan penyebaran aspek keanekaragaman hayati tertentu tetapi tidak perlu mensurvei semuanya dengan detail, lebih baik memfokuskan pada keanekaragaman hayati kunci yang terkena dampak.

ƒ Mempertimbangkan dampak potensial secara menyeluruh termasuk dampak tidak langsung, dampak kumulatif dan dampak lanjutan (yang dibangkitkan).

ƒ Mempertimbangkan dimensi sosial, nilai-nilai kearifan masyarakat lokal, pemanfaatan tradisional dan partisipasi para pihak (stakeholders).

ƒ Menetapkan kriteria untuk menentukan luasan, besaran dan kepentingan (significance) dampak.

ƒ Mempertimbangkan dampak dan pilihan mitigasi untuk dampak terhadap keanekaragaman hayati yang mempengaruhi masyarakat dan pengguna lainnya.

Beberapa kunci pertimbangan keanekaragaman hayati dalam tahapan proses AMDAL adalah sebagai berikut7:

ƒ Penapisan (Screening): Apakah pertimbangan-pertimbangan keanekaragaman hayati menjadi alasan perlunya AMDAL suatu proyek? Apa dampak potensial bagi keanekaragaman hayati dari proyek tersebut?

ƒ Pelingkupan (Scoping): Apa dampak potensial terhadap keanekaragaman hayati? Alternatif apa yang harus dipertimbangkan? Kegiatan apa yang mungkin menyebabkan dampak (melalui proses perubahan biofisik atau sosial) pada keanekaragaman hayati? Elemen-elemen keanekaragaman hayati apa yang dapat terpengaruh oleh berbagai tahapan pekerjaan proyek dan bagaimana elemen-elemen ini berhubungan dengan sistem sosial dan sistem biofisik? Bagaimana seharusnya batas areal studi? Siapa stakeholders-nya dan kepada siapa harus berkonsultasi?

ƒ Rona Lingkungan Awal (Baseline Condition): Apakah data keanekaragaman hayati diperlukan? Jika ya, sejauh mana survei harus dilaksanakan? Mengumpulkan sumber informasi rona lingkungan keanekaragaman hayati yang diperlukan. Survei apalagi yang harus dilaksanakan? Kriteria apa yang harus digunakan untuk mengevaluasi kepentingan relatif dari elemen-elemen keanekaragaman hayati yang berbeda? Siapa yang harus ambil bagian dalam proses ini untuk menilai kepentingannya?

ƒ Prakiraan dan Evaluasi Dampak (Impact prediction and assessment): Berapa besaran, luasan dan kepentingan dampak pada keanekaragaman hayati? Teknik apa yang tepat untuk prakiraan dampak dari kegiatan yang direncanakan? Kriteria apa yang harus digunakan untuk menilai besaran dan kepentingan dampak pada keanekaragaman hayati?

ƒ Mitigasi dan perbaikan (Mitigation and enhancement): upaya mitigasi/perbaikan apa yang harus dipertimbangkan? Pada tahap apa upaya tersebut dilaksanakan?

ƒ Penyiapan Dokumen ANDAL: bagaimana informasi keanekaragaman hayati harus disajikan?

ƒ Pengambilan keputusan: pertimbangan informasi keanekaragaman hayati yang disajikan dalam ANDAL dikemukakan sejujur-jujurnya, sejelas-jelasnya dan sekonsisten mungkin. Apakah kriteria utama untuk menetapkan dampak pada keanekaragaman hayati?

ƒ Rencana Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Keanekaragaman Hayati: Apakah diperlukan program pemantauan keanekaragaman hayati? Elemen keanekaragaman hayati yang mana yang harus dipantau? Sumber informasi mana yang bisa diberikan oleh pemantauan tersebut? Bagaimana Rencana Pengelolan Lingkungan harus dilaksanakan? Siapa yang harus memantau? Bagaimana kerjasama bisa berjalan lebih baik dan lebih diterima dalam pemantauan?

      

(7)

 

ƒ Pasca Audit (Post-audit): Seberapa efektif program/upaya perlindungan keanekaragaman hayati? Elemen kunci keanekaragaman hayati yang mana yang harus diaudit?

Sementara itu, UNEP (2001) memberikan pertanyaan yang terkait dengan dampak pada keanekaragaman hayati yang harus diajukan pada proses penapisan (screening) antara lain:

Level Gen :

ƒ Apakah kegiatan yang direncanakan menyebabkan kepunahan lokal varietas/kultivar/breeds tanaman budidaya dan/atau ternak dan kerabatnya, gen atau genome yang memiliki nilai sosial, ilmiah dan ekonomik?

Level Keanekaragaman Jenis :

ƒ Apakah kegiatan yang direncanakan berdampak langsung atau tidak langsung pada kepunahan populasi suatu spesies?

ƒ Apakah kegiatan yang direncanakan mempengaruhi pemanfaatan lestari suatu populasi? Level Ekosistem

ƒ Apakah kegiatan yang direncanakan mengarah pada kerusakan serius atau kepunahan satu atau lebih ekosistem atau tipe penggunaan lahan, sehingga mengarah ke hilangnya keanekaragaman ekosistem (seperti : hilangnya nilai guna tidak langsung (indirect use values) dan non use values)?

ƒ Apakah kegiatan yang direncanakan mempengaruhi eksploitasi lestari dari satu atau lebih ekosistem atau tipe penggunaan lahan oleh aktivitas manusia seperti perilaku eksploitasi yang merusak dan tak ramah lingkungan (seperti hilangnya nilai guna langsung).

IV. DAMPAK PEMBANGUNAN TERHADAP KEANEKARAGAMAN HAYATI

A. Dampak Potensial

Kegiatan pembangunan potensial memberikan dampak langsung dan tidak langsung terhadap keanekaragaman hayati dalam bentuk dan cara sebagai berikut:

1. Dampak degradasi habitat (Habitat Degradation), contohnya kerusakan lahan basah, padang rumput dan hutan asli akibat pembangunan perkampungan dan perkotaan.

2. Dampak hilangnya habitat, contohnya :

ƒ Hilangnya habitat secara permanen pada tapak proyek

ƒ Hilangnya habitat untuk sementara waktu (seperti lahan yang digunakan untuk alat-alat konstruksi atau jalan sementara)

ƒ Hilangya tanah dan vegetasi secara fisik 3. Dampak Fragmentasi Habitat

ƒ Berkurangnya kesinambungan (connectivity) habitat dalam lanskap yang dapat mengganggu hubungan antara habitat-habitat yang berbeda atau kantong-kantong (patches) habitat yang sama (rute migrasi bisa terhalangi)

ƒ Pengaruh penghalang (barrier) pada spesies (seperti pipa minyak/gas di atas permukaan tanah) dapat mempengaruhi pergerakan satwaliar. Pola pergarakan satwa non migrant bisa terpengaruh oleh keberadaan infrastruktur minyak dan gas.

ƒ Meningkatnya kematian misalnya akibat tertabrak kendaraan.

ƒ Efek tepi (edge effects) – jika vegetasi dihilangkan akan tercipta celah (gap) linear yang menciptakan iklim mikro baru dan perubahan kondisi fisik yang dapat melebar sampai jarak tertentu dari tepi. Habitat baru yang tercipta ini mungkin dapat memberikan habitat untuk spesies edge (yang senang di perbatasan) dan memfasilitasi penyebaran bagi beberapa spesies.

(8)

  kantong habitat yang terlalu sempit mungkin tidak dapat mendukung kecukupan struktur habitat yang diperlukan untuk melestarikan berbagai jenis spesies berbeda.

ƒ Hilangnya Spesies (Loss of species), sebagai contoh tumbuhan dan hewan endemik suatu habitat tidak akan dapat bertahan jika habitatnya rusak atau berubah akibat pembangunan.

4. Dampak perubahan proses-proses alami

ƒ Rejim air tanah – perubahan pada rejim air tanah dapat berpengaruh negatif pada habitat yang tergantung pada permukaan air (rawa, rawa pasang surut dan hamparan lumpur). Tergantung pada geologi, penurunan permukaa air dapat berdampak pada habitat sampai jauh dari tapak proyek pembangunan (hal ini juga dapat mempengaruhi komunitas manusia di daerah hilir).

ƒ Aliran sungai – peningkatan atau penurunan laju arus sungai. Akumulasi dampak dapat mengubah aliran, volume dan komposisi air (seperti meningkatnya padatan meningkatan kekeruhan yag dapat menyebabkan kerusakan abrasi dan penyumbatan insang ikan dan menyebabkan hilangnya filter makanan pada invertebrata).

ƒ Pencucian tanah dan perubahan struktur tanah serta pola-pola erosi tanah dapat menyebabkan dampak akumulasi, baik pada habitat maupun spesies, atau dapat memberikan dampak lanjutan pada habitat yang secara perlahan akan berdampak pada punahnya spesies.

5. Dampak Langsung (Direct impacts), sebagai contoh matinya burung-burung akibat menabrak saluran transmisi listrik atau mamalia kecil dan reptilia terlindas mobil ketika menyeberang jalan yang membelah habitatnya.

6. Organisme Alien yang Invasive (Alien Invasive Organisms) yang dapat mengubah dan menghancurkan habitat-habitat alami seperti Acacia nilotica yang merusak savana habitat banteng (Bos sundaiicus).

7. Dampak Polusi (Pollution effects) pada ekosistem dan spesies, contoh tumpahan minyak di laut yang mematikan berbagai jenis burung dan ikan.

ƒ Polusi air dari kebocoran atau limpasan – hal ini dapat mengakibatkan perubahan negatif pada keanekaragaman hayati perairan seiring perubahan sedimen dan beban padatan pada kolom air.

ƒ Emisi polutan ke atmosfir (seperti Nox, SO2, debu ddan lain-lain) dapat berpengaruh langsung pada keanekaragaman hayati (debu dapat menutupi tumbuhan) atau melalui dampak sekunder seperti perubahan pada kimia tanah dan air seiring tercucinya polutan udara bersama hujan.

8. Gangguan

ƒ Fauna dapat terganggu oleh kebisingan, cahaya silau dan getaran dari aktivitas konstruksi dan operasi.

ƒ Introduksi spesies eksotik (bukan asli) juga dapat menyebabkan gangguan signifikan jangka panjang pada habitat dan spesies lain. Hal ini dapat terjadi, baik sengaja (dengan menanam jenis eksotik invasive pada restorasi) maupun tidak sengaja (spesies eksotik invasive ke tapak terbawa oleh peralatan yang pernah digunakan ditempat lain).

Perubahan sosial yang disebabkan oleh proyek, dalam jangka panjang dapat berdampak pada keanekaragaman hayati yang mungkin lebih signiifikan dari pada dampak aktual proyek itu sendiri. Dampak sekunder sosial dapat berbentuk banyak macam tetapi yang paling umum antara lain meliputi:

ƒ Akses ke area baru: pembangunan jalan atau jaringan pipa ke area yang sebelumnya tidak dapat dijangkau pembangunan dapat memfasilitasi akses untuk pemukiman, pembalakan dan perburuan, meningkatkan tekanan pada sumberdaya alam.

(9)

  Derajat keseluruhan ancaman terhadap keanekaragaman hayati pada suatu wilayah harus diperhitungkan ketika melakukan AMDAL. Ancaman dapat berasal dari dampak primer suatu proyek, tetapi sering pula berasal dari dampak sekunder paling merusak dalam jangka panjang bagi keanekaragaman hayati. Dalam menilai tingkat ancaman pada areal tertentu, faktor-faktor berikut harus diperhatikan8:

ƒ Dampak primer potensial dari suatu tapak proyek, seperti land-clearing, pembuangan limbah dan lain-lain.

ƒ Nilai penting ekonomik dari suatu tapak dan wilayah (region).

ƒ Kegiatan ekonomik saat ini dan akan datang, baik legal maupun illegal (seperti pencurian hasil hutan atau illegal logging).

ƒ Tekanan populasi

ƒ Opportunity cost untuk perlindungan suatu wilayah yang teridentifikasi memiliki keanekaragaman hayati tinggi.

ƒ Kepemilikan lahan oleh masyarakat lokal

B. Evaluasi/Penilaian Dampak

Sebelum menilai dampak pada keanekaragaman hayati, perlu ditetapkan kriteria secara jelas besaran (magnitude) dampak apakah tinggi (besar), sedang (moderat) atau rendah (kecil) yang menggambarkan sejauh mana perubahan dapat diterima oleh keanekaragaman hayati. Idealnya kriteria ini diturunkan dari tujuan atau target yang sesuai untuk habitat dan spesies secara individual (seperti yang ditetapkan dalam strategi dan rencana aksi keanekaragaman hayati tingkat nasional, regional atau lokal dan/atau komitmen pihak-pihak yang berkepentingan.

Jika tidak ada target atau tujuan konservasi alam, kriteria khusus perlu dibuat secara kasus per kasus berdasarkan pendapat para ahli. Contoh berikut adalah kriteria yang digunakan untuk menilai dampak pada habitat dan spesies.

1. Penilain Dampak pada Habitat

ƒ Dampak negatif besar (major): rencana proyek (sendiri atau bersama rencana yang lain) bisa berpengaruh negatif pada integritas suatu area/wilayah dengan perubahan besar dalam jangka panjang fitur-fitur ekologis, struktur dan fungsi ke seluruh area yang memungkinkannya melestarikan habitat, kompleks habitat dan/atau tingkat populasi spesies yang membuatnya penting.

Seluruh area dapat berubah menjadi lanskap yang berbeda dan tidak terbalikan.

ƒ Dampak negatif sedang (moderat): integritas area/wilayah tidak akan terpengaruhi negatif dalam jangka panjang tetapi pengaruh di tapak ini mungkin signifikan dalam jangka pendek sampai jangka menengah, tetapi tidak pada semua fitur-fitur, struktur dan fungsi-fungsi ekologi. Area/wilayah mungkin dapat memulihkan diri – melalui regenerasi alami dan restorasi – ke keadaaan rona awal studi.

ƒ Dampak negatif kecil (minor): selain dampak besar dan sedang tetapi beberapa dampak kecil pada tingkat tertentu atau pada beberapa elemen tapak terjadi tetapi mudah untuk memulihkannya melalui regenerasi alami.

Dampak positif: contohnya meliputi paket mitigasi dimana area yang terfragmentasi disatukan melalui pembuatan habitat (konsep konektivitas), atau penggunaan disain sesuai fitur-fitur seperti selokan, tanaman pagar, semak, jalur hijau, hamparan rumput, lahan basah besar atau kolam kecil untuk menciptakan habitat mikro. Banyak perbaikan tersebut meskipun sangat bermanfaat, tidak akan memberikan manfaat yang signifikan bagi keanekaragaman hayati di areal alami, sehingga dinilai sebagai dampak pisitif kecil. Bagaimanapun juga, dimana manfaat yang siginifikan jelas (ditentukan oleh ketetapan pihak berkepentingan), fitur-fitur harus dinilai sebagai dampak pisitif sedang atau besar (misalnya jika manfaatnya lingkup nasional). Harus dicatat, jika tidak didisain dengan tepat, apa yang tampaknya dampak positif dalam jangka pendek dapat menjadi negatif pada jangka panjang.

      

(10)

  2. Panilaian Dampak pada Spesies

ƒ Dampak besar pada spesies mempengaruhi keseluruhan populasi atau spesies dalam besaran yang cukup menyebabkan penurunan kelimpahan dan/atau perubahan penyebaran melalui rekrutmen alami (reproduksi, imigrasi dari daerah yang tak terkena dampak) tidak akan mengembalikan populasi atau spesies, atau populasi/spesies lain yang tergantung padanya, pada level terdahulunya di dalam beberapa generasi, atau ketika tidak ada kemungkinan untuk recovery. Dampak besar mungkin juga mempengaruhi penggunaan sumberdaya subsisten atau komersial sampai tingkat dimana kesejahteraan penggunanya terpengaruhi dalam jangka panjang.

ƒ Dampak moderat pada spesies mempengaruhi sebagian populasi dan mungkin menyebabkan penurunan kelimpahan dan/atau penurunan penyebaran dalam satu atau lebih generasi, tetapi tidak mengancam integritas populasi tersebut atau populasi lain yang tergantung padanya dalam jangka panjang. Ukuran dan sifat kumulatif dampak juga penting. Dampak moderat yang terus berulang dalam area yang luas bisa dianggap sebagai dampak besar. Pengaruh jangka pendek pada pengguna yang kesejahteraannya tergantung pada sumberdaya mungkin juga menyumbang dampak moderat.

ƒ Dampak kecil pada spesies mempengaruhi sekelompok individu lokal di dalam suatu populasi dalam periode pendek (satu generasi atau kurang), tetapi tidak mempengaruhi level lain atau populasi itu sendiri.

Melihat pada skala holistik juga penting untuk menilai apakah proyek akan mempengaruhi pencapaian tujuan dari strategi dan rencana aksi konservasi keanekaragaman hayati (bisa level internasional, nasional atau lokal dan mencakup suatu spesies atau suatu ekosistem/habitat). Penilaian ini bisa juga mengidentifikasi peluang tim proyek untuk memberikan kontribusi dalam perilaku positif untuk mencapai tujuan.

Komitmen dengan stakeholders merupakan kunci sangat penting dalam menentukan kepentingan sebanyak mungkin fungsi ekologis yang membuat suatu ekosistem atau spesies penting bagi lingkungan, ekonomi atau nilai kultural dan jasa dari ekosistem atau spesies tersebut. Dengan demikian, melibatkan stakholder dalam menentukan kepentingan dapat membantu menjamin upaya-upaya mitigasi terhadap suatu dampak yang penting bagi masyarakat, sama pentingnya bagi lingkungan.

Harus dicatat bahwa besaran dampak moderat atau kecil bagi suatu spesies mungkin dianggap dampak besar pada tingkat genetik, jika sub spesies unik atau terisolasi, populasi atau varian geografis dipengaruhi secara signifikan oleh proyek.

C. Mitigasi Dampak pada Keanekaragaman Hayati

Mitigasi meliputi langkah-langkah yang diambil untuk menghindari, mengurangi atau menghilangkan dampak negatif, baik melalui pengendalian pada sumber dampak, atau pajanan (exposure) pada reseptor biologis (penerima dampak). Pilihan mitigasi antara lain:

ƒ Alternatif cara pemenuhan kebutuhan

ƒ Perubahan dalam perencanaan dan disain

ƒ Meningkatkan pemantauan dan pengelolaan

ƒ Kompensasi finansial

Apabila diurutkan maka tindakan mitigasi memiliki hirarki sebagai berikut:

ƒ Perbaikan (enhance)

ƒ Pencegahan (avoid)

ƒ Pengurangan (minimize)

ƒ Pemulihan (restore)

ƒ Kompensasi (compensate)

(11)

  V. PEDOMAN UTAMA DALAM MENGINTEGRASKAN KEANEKARAGAMAN

HAYATI DALAM AMDAL9

Berikut ini adalah pedoman utama dalam mengintegrasikan keanekaragaman hayati dalam Analisis Mengenai Dampak Lingkungan :

1. Tujuan konservasi dan tidak ada kepunahan keanekaragaman hayati. Konvensi keankekaragaman hayati didasarkan pada premis bahwa kepunahan keanekaragaman hayati lebih lanjut tidak dapat diterima. Keanekaragaman hayati harus dikonservasi guna menjamin kelestariannya untuk memberikan jasa, nilai dan manfaat bagi generasi sekarang dan yang akan datang. Pendekatan-pendekatan berikut ini bertujuan untuk menghindari kepunahan keanekaragaman hayati:

ƒ Menghindarkan kehilangan keanekaragaman hayati yang tidak terbalikkan

ƒ Mencari solusi alternatif untuk meminimalkan kepunahan keanekaragaman hayati.

ƒ Melakukan mitigasi untuk restorasi sumberdaya keanekaragaman hayati.

ƒ Mengganti kehilangan yang tak terhindarkan dengan menggantinya minimal dengan yang memiliki nilai setara dengan keanekaragaman hayati yang hilang tersebut.

ƒ Mengusahakan peluang untuk perbaikan

Pendekatan tersebut dapat disebut sebagai “rencana positif untuk keaenkaragaman hayati” yang membantu menghindarkan kepunahan dengan menjamin:

ƒ Prioritas dan target untuk keanekaragaman hayati pada level internasional, regional dan lokal dihargai dan kontribusi positif untuk mencapainya benar-benar dilakukan.

ƒ Kerusakan spesies, habitat dan ekosistem yang unik, endemik, terancam atau memburuk dihindari; juga spesies yang memiliki nilai kultural tinggi bagi masyarakat dan ekosistem yang memberikan jasa penting.

2. Pendekatan ekosistem. CBD mendorong suatu pendekatan ekosistem karena manusia dan keanekaragaman hayati tergantung pada fungsi ekosistem yang sehat yang harus dinilai secara terpadu, tidak terkendala oleh batasan-batasan buatan. Pendekatan ekosistem memerlukan partisipasi dan perspektif jangka panjang berdasarkan pada area studi keanekaragaman hayati dan manajemen adaptif berkenaan dengan dinamika ekosistem alam, ketidakpastian (uncertainity) dan sifat-sifat fungsi ekosistem yang sering tak dapat diramalkan, perilaku dan respon. Masalah keanekaragaman hayati tidak terbatas hanya pada kawasan konservasi atau kawasan yang dilindungi. Elemen-elemen sistem alam yang tersisa, bahkan di kota metropolitan seringkali memainkan peran penting dalam kualitas hidup di kota tersebut.

3. Mengusahakan pemanfaatan sumberdaya keanekaragaman hayati secara lestari. Memanfaatkan AMDAL untuk mengidentifkasi, melindungi dan mempromosikan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara lestari sehingga panen dapat dipelihara sepanjang masa. Mengenali manfaat keanekaragaman hayati dalam memberikan sistem penyangga kehidupan yang penting dan jasa ekosistem seperti hasil air, pemurni air, pengurai limbah, pengendali banjir, pelindung badai dan daerah pesisir, pembentuk dan konservasi tanah, proses sedimentasi, siklus hara, penyimpan karbon dan pengatur iklim. Fungsi tersebut sangat mahal untuk digantikan. Di negara berkembang, prinsip ini mungkin menjadi prioritas kunci, karena melindungi dan melestarikan keanekaragaman hayati terkait dengan isu mengamankan kelestarian penghidupan masyarakat lokal yang tergantung pada sumberdaya keanekaragaman hayati.

4. Menjamin pembagian manfaat yang berkeadilan. AMDAL harus Menjamin hak-hak dan pemanfaatan tradisional keanekaragaman hayati dan pembagian keuntungan/manfaat dari penggunaan komersial keanekaragaman hayati secara berkeadilan. Adil antara kebutuhan generasi sekarang dan masa mendatang (kebutuhan antar generasi); mencari alternatif untuk tidak memperdagangkan modal keanekaragaman hayati yang dapat menghalangi generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka.

      

(12)

  5. Menerapkan prinsip kehati-hatian. Menerapkan prinsip kehati-hatian dalam situasi dimana keanekaragaman hatai yang penting mungkin terancam dan belum ada pengetahuan yang cukup, baik tentang resiko maupun cara mitigasinya. Penerapan prinsip kehati-hatian memerlukan penundaan pembangunan sementara langkah-langkah diambul untuk menjamin bahwa informasi terbaik dapat diperoleh melalui konsultasi dengan stakeholrder/ahli lokal dan/atau informasi baru tentang keanekaragaman hayati dapat diperoleh/dokonsolidasikan.

6. Pendekatan partisipatif. Konsultasi secara luas untuk menjamin bahwa semua stakeholders telah diajak berkonsultasi dan nilai-nilai keanekaragaman hayati yang penting telah diperhitungkan. Penilaian (valuation) keanekaragaman hayati hanya dapat dilakukan dalam negosiasi dengan kelompok-kelompok atau individu-individu berbeda dalam masyarakat (stakeholders) yang memiliki kepentingan terhadap keanekaragaman hayati. Bila perlu memanfaatkan kearifan tradisional dan pengetahuan lokal. Bekerja secara hati-hati dengan masyarakat asli untuk menjamin bahwa pengetahuan tentang keanekaragaman hayati tidak dieksploitasi secara tidak tepat.

VI. STRATEGI IMPLEMENTASI DALAM AMDAL

Panduan mengintegrasikan keanekaragaman hayati dalam AMDAL manyarankan agar organisasi-oraganisai harus memberi perhatian untuk mengintegrasikan keanekaragaman hayati dalam AMDAL untuk alasan-alasan sebagai berikut 10:

1. Kewajiban hukum seperti:

ƒ Kawasan dilindungi dan spesies dilindungi

ƒ Jasa ekosistem penting

ƒ Perjanjian, konvensi dan kesepakatan internasional

ƒ Lahan atau perairan yang secara tradisional ditinggali atau dimanfaatkan oleh masyarakat asli dan lokal.

2. Memfasilitasi indikasi stakeholders 3. Mengamankan penghidupan

4. Pengambilan keputusan yang bernuansa ekonomi 5. Dampak kumulatif pada keanakeragaman hayati

6. Memelihara evolusi genetik untuk peluang massa mendatang.

Dalam AMDAL, keanekaragaman hayati didefinisikan dalam hal jasa ekosistem yang diberikan oleh keanekaragaman hayati. Organisasi-organisasi dapat menilai dampak potensial pada jasa ekosistem melalui analisis kebijakan, rencana dan program meraka. Untuk memutuskan apakah kebijakan, rencana atau program memiliki dampak potensial pada keanekaragaman hayati, dua elemen berikut penting untuk dipetimbangkan:

1. Area yang dipengaruhi dan jass ekosistem yang berhubungan dengan area tersebut.

2. jenis-jenis kegiatan yang direncanakan yang dapat berperan sebagai penyebab perubahan jasa-jasa ekosistem.

Intervensi manusia (kegiatan) yang menghasilkan pengaruh biofisik dan sosial diakui sebagai penyebab langsung perubahan keanekaragaman hayati dan jasa ekosistem yang terkait. Penyebab perubahan tidak langsung adalah perubahan sosial yang bisa jadi berdampak pada jasa-jasa ekosistem.

Dalam menilai kebijakan, rencana dan program, organisasi harus mengidentifikasi apakah kegiatan mereka berdampak pada jasa-jasa ekosistem dalam hal perubahan komposisi, perubahan struktur atau perubahan proses-proses kunci. Sebagai tambahan, dampak tidak langsung seharusnya dinilai dengan menggunakan pendekatan ini.

      

10

(13)

  VII. KENDALA DALAM MENGINTEGRASIKAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

DALAM PROSEDUR AMDAL11

Hal paling penting dan seringkali saling terkait yang menjadi kendala dalam mengintegrasikan keanekaragaman hayati dengan AMDAL adalah:

ƒ Kapasitas untuk mengumpulkan informasi terbaru keanekaragaman hayati, evaluasi dampak keanekaragaman hayati, tinjauan implikasi dari proposal keanekaragaman hayati, tndak lanjut pembangunan setelah implementasi dan kelangkaan atau tidak adanya peraturan yang mengatur langkah-langkah untuk mengevaluasi kembali dampak lingkungan.

ƒ Kepedulian akan pentingnya konservasi keanekaragaman hayati, nilai keanekaragaman hayati dan ancaman terhadap kelestariannya.

ƒ Data terbaru dari sebaran, status dan ancaman terhadap keanekaragaman hayati yang dapat dipercaya, mudah diakses dan murah diperoleh.

ƒ Tindak lanjut monitoring setelah proyek. Untuk keanekaragaman hayati hal ini merupakan masalah khusus karena kompleksitas ekosistem dan adanya ketidakpastian dalam prediksi dampak.

ƒ Perhatian terhadap keanekaragaman hayati atau isu keanekaragaman hayati yang lebih rendah dibandingkan kepentingan lain seperti ekonomi.

VIII. PENUTUP

AMDAL telah hampir tiga dekade diimplementasikan di Indonesia namun dirasa belum optimal menjadi instrumen pencegah kepunahan keanekaragaman hayati. Hal ini diindikasikan oleh laju kepunahan spesies di Indonesia yang tergolong tinggi dengan daftar spesies yang terancam yang semakin panjang. Oleh karena itu, ke depan perlu dilakukan upaya-upaya terobosan sebagai langkah mitigasi dampak kepunahan keanekaragaman hayati dengan cara mengintegrasikan keanekaragaman hayati dalam AMDAL. Hal ini memerlukan perubahan dalam cara pandang parsial pemrakarsa, konsultan dan komisi penilai AMDAL terhadap aspek biologi dalam AMDAL menjadi cara pandang yang hoilistik, komprehensif dan terintegrasi aspek keanekaragaman hayati dari berbagai level. Untuk itu perlu diikuti oleh penyempurnaan pedoman penyusunan AMDAL Tuntutan pengintegrasian keanekaragaman hayati di dalam AMDAL sudah sejak lama dicanangkan namun implementasinya masih terkendala oleh beberapa hal seperti kepedulian para pihak akan pentingnya konservasi keanekaragaman hayati dan kapasitas penyusun AMDAL dalam melakukan identifikasi dampak, evaluasi dampak, prakiraan dampak dan analisis mengenai keaneakaragaman hayati. Disamping itu belum adanya, standar-standar dan baku mutu parameter-parameter keanekaragaman hayati juga bisa membingungkan para pihak yang terlibat dalam penyusunan dan penilaian AMDAL.

      

11 Subsidiary Body On Scientific, Technical And Technological Advice. Indicators And Environmental Impact Assessment.

(14)

  DAFTAR PUSTAKA

MacKinnon, J., K. MacKinnon, G. Child, dan J. Thorsell. 1993. Pengelolaan Kawasan yang Dilindungi di Daerah Tropika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta,

Soemarwoto, O. 2004. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Djambatan. Jakarta.

BAPPENAS. 2003. Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman hayati Indonesia 2003 – 2020. BAPPENAS. Jakarta.

Adisoemarto, S. dan M. A. Rifai (editor). 1994. Keanekaragaman Hayati di Indonesia. Diterbitkan oleh Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup (KLH) dan Konsorsium untuk Pelestarian Hutan dan Alam Indonesia (KONPHALINDO). Jakarta.

Departemen Kehutanan. 1994. Pengelolaan Hutan Lestari (Booklet). Departemen Kehutanan. Jakarta.

Mittermeier, R., P. Gill dan C. Goettsch-Mittermeier. 1997. Megadiversity : Earth’s Biologically Wealthiest Nations. Cemex. Prado Norte.

Newman, M.F., P.F. Burgess dan T.C. Whitmore. 1999. Manual of Dipterocarps Series (Sumatera, Kalimantan, Jawa to Nugini). Prosea-Indonesia. Bogor.

Referensi

Dokumen terkait

 Jumlah penumpang mungkin tetap dan perusahaan mengalami kerugian sebesar Rp 250 juta / tahun, sampai dengan 6 tahun yang akan datang.  Jumlah penumpang menurun

Telah dilakukan penelitian untuk mengembangkan perangkat pembelajaran dengan lab virtual PhET dalam pembelajaran fisika di MAN 2 GRESIK kelas XI IPA. Tujuan

, No.2, September 2014 persen subsektor industri yang bernilai RCA lebih dari satu (Gambar 4.1), sehingga sektor industri Indonesia berdaya saing lemah di pasar

Orientasi organisasi dilakukan melalui pemberian materi dalam rangka pengenalan Orientasi organisasi dilakukan melalui pemberian materi dalam rangka

Dengan demikian jelaslah bahwa moral itu sangat penting bagi orang dan tiap bangsa., karena moral dapat menjadi suatu ukuran atau nilai wajar baik dalam kehidupan

Bapak Ahmad Jazuli, S.Kom., M.Kom, selaku ketua Program Studi Teknik Informatika Universitas Muria Kudus.. Bapak Ahmad Abdul Khamid S.Kom., M.Kom, selaku pembimbing

Berikut ini adalah konfigurasi Route List untuk mengasosiasikan serangkaian Route Group pada CUCM:. Parameter Value Route Group

Dalam hal ini hasil belajar sebagai timbal balik dari proses pembelajaran, sejalan dengan pendapat Sudjana (2009, hlm. 3) bahwa “hasil belajar merupakan suatu bentuk yang