• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA WANITA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA WANITA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

pada masa sekarang ini, wanita ikut berpartisipasi meningkatkan kesejahteraan keluarga dengan cara bekerja merupakan hal biasa. Eksistensi kaum wanita di abad ke-20 ini tidak hanya sebagai ibu rumah tangga, akan tetapi juga dapat bekerja membantu suami meningkatkan penghasilan karena tuntutan kebutuhan ekonomi keluarga. Wanita memiliki beberapa potensi yang juga tidak kalah dibanding dengan kaum pria, baik dari segi intelektual, kemampuan, maupun keterampilan. Pekerja wanita atau buruh wanita yang bekerja di perusahaan saat sekarang ini mengalami situasi dramatis. Situasi dilematis secara progresif cenderung memiliki dampak "marginalisasi" dan "privatisasi" pekerjaan wanita, serta mengkonsentrasikan di dalam bentuk pekerjaan pelayanan yang tidak produktif. Kenyataan ini menimbulkan fenomena menurunnya posisi kaum wanita dalam bidang pekerjaan.1

Banyak diberitakan di media massa atau elektronik tentang pekerja wanita yang kurang diperhatikan oleh perusahaan dalam hal kesejahteraan atau diperlakukan di bawah pekerja laki-laki. Buruh wanita banyak di PHK PHK secara semena-mena perusahaan. Keadaan tersebut membuat pekerja wanita melakukan aksi demontrasi yang menuntut kebijaksanaan perusahaan untuk lebih memperhatikan kesejahteraan dan memberikan perlindungan kepada pekerja wanita.

Faktor penyebab lain yang membuat tenaga kerja (wanita) kurang mendapat perlindungan karena adanya outsourcing.Outsourcing adalah pendelegasian operasi dan manajemen harian dari suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan penyedia jasa outsourcing). Melalui pendelegasian, maka pengelolaan tak lagi dilakukan oleh perusahaan, melainkan dilimpahkan kepada perusahaan jasa outsourcing.2

Masalah perlindungan tenaga kerja dalam pelaksanaannya masih jauh dari harapan. Kenyataan tersebut terjadi karena berbagai pemikiran inovatif yang muncul, baik dalam bentuk spesialisasi produk, efisiensi dan lain-lain. Permasalahan pekerja wanita menarik perhatian banyak pihak, terutama oleh ahli hukum. Seperti pendapat yang diutarakan oleh Mulyana W. Kusuma,8 yang menyatakan bahwa perspektif perlindungan hak-hak asasi buruh atau tenaga kerja

1 Iwan Prayitno, 2003, Wanita Islam Perubah Bangsa. Jakarta: Pustaka Tarbiatuna, hal. 185.

2 Gunarto Suhardi, Perlindungan Hukum Bagi Para Pekerja Kontrak Outsourcing, Atma Jaya, Yogyakarta, 2006, hal. 5.

(2)

Indonesia perlu dibuatkan undang-undang yang tegas memberikan perlindungan bagi hak-hak tenaga kerja yang sejalan dengan Konvensi Internasional tahun 1990, di mana Undang-undang itu nantinya menempatkan buruh sebagai subjek. Hak-hak tenaga kerja yang harus dilindungi dalam undang-undang nantinya dapat menjamin adanya hak-hak sipil dan politik, ekonomi, sosial, dan budaya, dipenuhi hak memperoleh informasi, dan jaminan keselamatan kerja.

Hak-hak pekerja wanita yang perlu mendapat perlindungan sesuai dengan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, antara lain: pesangon yang diatur dalam Pasal 156 ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UMPK (Pasal 156 ayat (3)), uang pengganti perumahan dan pengobatan (Pasal 156 ayat (4)) dan uang pengganti cuti tahunan atau hamil yang bersangkutan saat penghentian hubungan kerja, serta uang gaji yang dihitung sejak diberhentikan, merupakan hak yang jarang diterima pekerja wanita.10

Banyak perusahaan memberikan gaji pada buruh berupa gaji pokok dan uang makan yang besarnya minim. Para pekerja wanita tidak memperoleh tunjangan kesejahteraan, dan kesehatan. Selain itu, para pekerja juga terancam PHK secara sepihak dari perusahaan. Dengan demikian, buruh harus menerima perlakuan tersebut, karena begitu sulitnya untuk mencari pekerjaan.11

Keadaan pekerja wanita yang demikian, penting diperhatikan untuk mendapat perlindungan hukum. Perlindungan hukum untuk pekerja wanita dapat dilakukan oleh pemerintah dengan mengeluarkan kebijakkan-kebijakkan yang mengatur perlindungan hukum bagi buruh, sehingga perusahaan akan lebih memperhatikan kesejahteraan buruh.

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis ingin mengkaji lebih dalam mengenai permasalahan tentang perlindungan pekerja wanita sebagai penelitian dengan judul: “PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA WANITA PADA UD. WIRA’S SILVER”

1.1 Rumusan Masalah

1. Bagaimana perlindungan tenaga kerja wanita yang bekerja di UD. Wira’s Silver Perhiasan Perak ?

2. Bagaimana dasar pemberian tenaga kerja wanita hamil yang bekerja di UD. Wira’s Silver Perhiasan Perak ?

1.3 Tujuan

(3)

Untuk lebih mengetahui dan memahami dasar hukum dan tolak ukur yang digunakan dalam perlindungan tenaga kerja wanita mengenai kesadaran akan pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja di UD. Wira’s Silver.

1.4 Metode Penelitian

Adapun metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum empiris. Penulisan hukum empiris adalah wujud atau penuangan hasil penelitian mengenai hukum yang berlaku di masyarakat.3 Penelitian hukum empirik

(empirikal law research) adalah penelitian hukum positif mengenai perilaku (behaviour) anggota masyarakat dalam anggota masyarakat. Fokus utama penelitian empirik adalah bagaimana bekerjaya hukum dalam masyarakat, bukan pada teori dan rumusan norma.

b. Jenis Pendekatan

Penelitian Hukum umumnya mengenal 7 (tujuh) jenis pendekatan yakni4:

a) Pendekatan Kasus (The Case Approach)

b) Pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach) c) Pendekatan Fakta (The Fact Approach)

d) Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitical & Conseptual Approach)

e) Pendekatan Frasa (Words & Phrase Approach) f) Pendekatan Sejarah (Historical Approach)

g) Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach)

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (the statute approach) dan pendekatan kasus (the case approach).

Pendekatan perundang-undangan (the statute approach) dilakukan dengan cara menelaah segala undang-undang dan regulasi yang berkaitan dengan isu hukum yang sedang dihadapi. Hasil dari penelaahan tersebut merupakan argumen untuk memecahkan isu yang dihadapi. Melalui pendekatan perundang-undangan ini akan dilihat fakta-fakta yang ada di lapangan berdasarkan permasalahan yang akan dikaji kemudian dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pendekatan kasus (the case approach) dilakukan dengan cara menelaah kasus-kasus yang berkaitan dengan isu atau permasalahan hukum dalam masyarakat

3 Asri Wijayanti dan Prof. Lilik Sofyan Achmad, MA, 2011, Strategi Penulisan Hukum, CV Lubuk Agung, Bandung, h.97.

(4)

yang dikaji. Umumnya bersumber dari putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap mengenai isu terkait, sehingga mempermudah untuk melihat fakta-fakta yang terjadi di lapangan mengenai permasalahan yang diangkat.

c. Sumber Bahan Hukum

Penelitian Hukum Empiris menggunakan data sekunder dan data primer. Data sekunder dalam penelitian hukum Empiris merupakan bahan hukum. Data sekunder tersebut digunakan sebagai data awal dan kemudian secara terus-menerus digunakan dengan data primer. Setelah data primer diperoleh dari hasil penelitian di lapangan, kedua data tersebut digabung, ditelaah dan dianalisis.5

a. Sumber Data Primer

Data Primer bersumber dari penelitian lapangan yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama di lapangan baik dari responden maupun informan.6

1) Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat atau daerah yang dipilih sebagai tempat pengumpulan data di lapangan untuk menemukan jawaban atas masalah. Lokasi yang dipilih sebagai penelitian adalah Wira’s Silver Perhiasan Perak.

2) Populasi dan Sampel

a) Populasi adalah keseluruhan atau himpunan obyek dengan ciri yang sama. Populasi dapat berupa himpunan orang, benda (hidup atau mati), kejadian, kasus-kasus, waktu, atau tempat, dengan ciri dan sifat yang sama. Maka dalam penelitian ini populasi yang dimaksud adalah karyawan Wira’s Silver Perhiasan Perak yang berjumlah 5 orang.

b) Sampel adalah himpunan bagian atau sebagian dari populasi. Dalam suatu penelitian, pada umumnya observasi dilakukan tidak terhadap populasi, akan tetapi dilaksanakan pada sampel. Namun dikarenakan jumlah populasi sedikit, maka penulis akan menggunakan seluruh populasi sebagai sampel.

b. Sumber Data Sekunder

Data sekunder bersumber dari penelitian kepustakaan.7 Data sekunder terdiri

dari 3 (tiga) bahan hukum, yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang sifatnya mengikat berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ada kaitannya dengan permasalahan yang dibahas terdiri dari:

(5)

a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek); b) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan; c) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja; d) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial;

2) Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum yang sifatnya menjelaskan data hukum primer, dimana bahan hukum sekunder berupa buku literatur, hasil karya sarjana untuk memperluas wawasan penulis mengenai bidang penulisan.

a) Buku-buku tentang hukum perdata

b) Buku-buku tentang hukum perikatan dan perjanjian c) Buku-buku tentang penelitian hukum

d) Penelitian-penelitian (e-journal) yang membahas mengenai Keselamatan dan Kesehatan Tenaga Kerja

3) Bahan Hukum Tersier, adalah bahan hukum yang berfungsi sebagai pelengkap dari kedua bahan hukum sebelumnya yang terdiri dari:

a) Kamus Hukum

b) Kamus Bahasa Indonesia c) Kamus Inggris-Indonesia

d. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian empiris terdiri dari studi dokumen, wawancara, observasi, dan penyebaran kuisioner/angket8. Teknik pengumpulan

data yang digunakan dalam penulisan penelitian ini yaitu dengan studio dokumen, wawancara dan observasi.

a) Teknik Studi Dokumen

Studi dokumen merupakan teknik awal yang digunakan dalam setiap penelitian ilmu hukum, baik dalam penelitian hukum normatif maupun dalam penelitian hukum empiris, karena meskipun aspeknya berbeda namun keduanya adalah penelitian ilmu hukum yang selalu bertolak atas premis normatif. Studi dokumen dilakukan atas bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan penelitian.9

b) Teknik Wawancara (interview)

Wawancara adalah cara memperoleh data dengan jalan mengadakan tanya jawab secara langsung, antara penyusun dengan pihak. Dalam penelitian ini penulis menggunakan interview yang bebas terpimpin, dalam interview bebas terpimpin unsur kebebasan masih dipertahankan, sehingga kewajaran dapat

(6)

dicapai secara maksimal, sehingga memudahkan diperolehnya data secara mendalam.

c) Teknik Observasi/Pengamatan

Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi langsung yaitu teknik pengumpulan data di mana peneliti mengadakan pengamatan langsung atau tanpa alat terhadap gejala-gejala subjek yang diselidiki baik pengamatan dilakukan dalam situasi yang sebenarnya maupun dilakukan dalam situasi buatan yang khusus diadakan. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini berupa pengamatan tak terlibat (non participant observation) yaitu pengamat tidak menjadi anggota dari kelompok yang diamati.10

d) Teknik Analisis

Langkah-langkah yang berkaitan dengan pengolahan terhadap bahan-bahan hukum yang telah dikumpulkan untuk menjawab isu hukum yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah. Pengolahan tersebut dapat menggunakan metode induksi. Sedangkan analisis terhadap bahan hukum digunakan deskriptif analisis.

Data yang dikumpulkam adalah data naturalistik yang terdiri atas narasi, sukar diukur dengan angka, bersifat monografis atau berwujud kasus-kasus sehingga tidak dapat disusun ke dalam struktur klasifikasi, hubungan antar variabel tidak jelas, sampel lebih bersifat non probabilitas, dan pengumpulan data menggunakan pedoman wawancara dan observasi.11 Metode ini pada dasarnya berarti

penyorotan terhadap masalah serta usaha pencegahannya, yang dilakukan dengan upaya-upaya yang banyak didasarkan pada pengukuran yang memecahkan obyek penelitian kedalam unsur-unsur tertentu, untuk kemudian ditarik suatu generalisasi yang seluas mungkin ruang lingkupnya. Metode kualitatif digunakan oleh peneliti terutama bertujuan untuk mengerti atau memahami gejala yang ditelitinya.

Dalam penelitian dengan analisis deskriptif kualitatif, keseluruhan data yang terkumpul baik data primer maupun data sekunder akan diolah dan dianalisis dengan cara menyusun data dengan sistimatis, digolongkan dalam pola dan tema, diklasifikasikan, dihubungkan antara satu data dengan data lainnya, dilakukan interpretasi untuk memahami makna data dalam situasi sosial, dan dilakukan penafsiran dari perspektif peneliti setelah memahami keseluruhan kualitas data.

(7)

Setelah dilakukan analisis secara kualitatif kemudian data akan disajikan secara deskriptif kualitatif dan sistimatis.12

BAB II

PEMBAHASAN

a) Pengertian Perjanjian

Mengenai pengertian dari perjanjian itu sendiri terdapat beberapa pengertian dari pendapat yang berbeda-beda dari beberapa sarjana, diantaranya sebagai berikut13 :

a) Menurut Prof. Subekti S.H., perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seseorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal

b) Menurut R. Setiawan S.H persetujuan adalah suatu perbuatan hukum, di maa satu orang atau lebih mengikatkan dirina atau saling mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirina terhadap satu orang atau lebih.

Adapun menurut Pasal 1313 KUHPer adalah :

“perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhapad satu orang lain atau lebih.”

Rumusan ketentuan pasal ini sebenarnya tidak jelas. Ketidakjelasan itu dapat dikaji dari beberapa unsur dalam rumusan Pasal 1313 KUHper, sebagaimana diuraikan berikut ini14

Lingkup perjanjian terlalu luas, mencakup juga perjanjian perkawinan yang diatur dalam bidang hukum keluarga. Padahal, yang dimaksud adalah hubungan antara debitor dan kreditor yang bersifat kebendaan. Perjanjian yang diatur dalam Buku III KUHpdt sebenarnya hanya melingkupi perjanjain bersifat kebendaan, tidak melingkupi perjanjian bersifat keorangan (personal). Perbuatan dapat dengan persetujuan dan dapat juga tanpa persetujuan. Dalam hal ni tanpa persetujuan, yang disimpulkan dari unsur definisi “perbuatan” yang meliputi juga perbuatan perwakilan sukarela (zaakwaarneming), perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang terjadinya tanpa persetujuan. Seharusnya unsur tersebut dirumuskan: perjanjian adalah “persetujuan”.

12 Ibid.

13 Simanjuntak P.N.H, 2014, Hukum Perdata Indonesia, Penamedia Group, Jakarta, hlm 285.

(8)

Dari rumusan perjanjian pasal 1313 KUHPER tersebut dapat disimpulkan, bahwa unsur-unsur perjanjian itu adalah15:

a. Ada para pihak

b. Ada persetujuan antara pihak-pihak tersebut

c. Ada tujuan yang akan dicapai.

d. Ada prestasi ang akan dilaksanakan.

e. Ada bentuk tertentu, baik lisan maupun tulisan.

f. Ada syarat-syarat tertentu.

b) Asas-asas Perjanjian

Dalam hukum perjanjian, terdapat beberapa asas penting yang perlu diketahui, yaitu16:

a) Sistem terbuka (open system)

Asas ini mempunyai arti bahwa mereka yang tunduk dalam perjanjian bebas dalam menentukan hak dan kewajibannya. Asas ini disebut juga dengan asas kebebasan berkontrak, yaitu semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatna (Pasal 1338 ayat 1 KUHPer). Asas kebebasan berkontrak ini tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan undang-undang.

b) Bersifat pelengkap (optional)

Hukum perjanjian bersifat pelengkap artinya, pasal-pasal dalam hukum perjanjian boleh disingkirkan, apabila pihak-pihak yang membuat perjanjian menghendaki dan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari pasal-pasal undang-undang. Tetapi apabila dalam perjanjian yang mereka buat tidak ditentukan, maka berlakulah ketentuan undang-undang.

c) Berasaskan konsesnsualisme

Asas ini mempunyai arti, bahwa suatu perjanjian lahir sejak detik tercapainya kesepakatan antara kedua belah pihak. Hal ini sesuai dengan syarat sahnya suatu perjanjian (Pasal 1320 KUHper). Pengecualian asas ini adalah :

15 Ibid, hlm 286

(9)

1) Dalam perjanjian formil

Disamping kata sepakat, masih perlu formalitas tertentu. Contohnya perjanjian perdamaian (Pasal 1851 KUH Per).

2) Dalam perjanjian riil

Disamping kata sepakat, harus ada tindakan nyata. Contohnya perjanjian penitipan barang (Pasal 1694 KUH Per) dan perjanjian hak gadai (Pasal 1152 KUH Per)

d) Berasaskan kepribadian

Asas ini mempunyai arti, bahwa perjanjian hanya mengikat bagi para pihak yang membuatnya. Menurut Pasal 1315 KUHPer, pada umumnya tak seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji, melainkan untuk dirinya sendiri. Selanjutnya menurut ketentuan Pasal 1340 KUHPer, suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya dan tidak membawa kerugian bagi pihak ketiga. Pengecualiannya mengenai hal ini diatur dalam Pasal 1317 KUHPer, yaitu mengenai janji untuk pihak ketiga.

e) Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian

Apabila dalam suatu perjanjian telah memenuhi suatu syarat-syarat tertentu maka suatu perjanjian tersebut dapat dikatakan mengikat antara keduabelah pihak dan dapat dikatakan sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Adapun untuk mengetahui mengenai syarat sahnya perjanjian hal ini sudah ditetapkan dan diatur pada Pasal 1320 KUHPer,

“Untuk sahnya persetujuan-persetujuan diperlukan empat syarat yakni sepakat mereka yang mengikatkan diri; kecakapan untuk membuat suatu perikatan; suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal”

Syarat pertama dan kedua yang disebutkan diatas dinamakan syarat subjektif, karena menyangkut soal orang-orang yang mengadakan perjanjian, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat objektif, karena menyangkut objek dari peristiwa yang dijanjikan itu.17

Adapun mengenai pembagian perjanjian untuk melakukan pekerjaan, menurut Pasal 1601 KUH Perdata adalah18 :

1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu

(10)

Yaitu suatu perjanjian di mana satu pihak menghendaki dari pihak lainna agar dilakukan suatu perjanjian guna mencapai suatu tujuan, untuk itu salah satu pihak bersedia membayar honorarium atau upah.

2. Perjanjian Kerja

Yaitu perjanjian antara seorang buruh dan seorang majikan yang ditandai dengan ciri adanya suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya suatu hubungan diperatas, dimana pihak majikan berhak memberikan perintah-perintah yang harus ditaati oleh pihak lain.

3. Perjanjian Pemborongan Kerja

Yaitu suatu perjanjian antara pihak yang satu dan pihak yang lain, di mana pihak yang satu (yang memborongkan pekerjaan) menghendaki sesuatu hasil pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lain, atas pembayaran suatu uang tertentu sebagai harga pemborongan.

Syarat-Sahnya Perjanjian Kerja

Untuk sahnya sebuah perjanjian kerja, maka pembuatannya harus memenuhi syarat materiil dan syarat formil. Adapun untuk syarat materiilnya berdasarkan ketentuan Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan diantaranya:

a. Kesepakatan kedua belah pihak

b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum

c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan

d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selanjutnya untuk syarat formiilnya terdapat dalam ketentuan Pasal 54 dan 57 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pengelompokan perjanjian kerja berdasarkan pelaksanaan pekerjaan dibagi menjadi dua macam yaitu:

1) Dilakukan sendiri oleh perusahaan

Yaitu untuk jenis-jenis kegiatan atau pekerjaan utama (vital) ang tidak diserahkan pelaksanaan pekerjannya kepada perusahaan lain.

(11)

a) Perjanjian pemborongan pekerjaan; dan

b) Penyediaan jasa pekerja/buruh/.

c) Berakhirnya Perjanjan Kerja

Pengertian Perlindungan Hukum

Menurut Setiono, perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa perlindungan hukum merupakan suatu cara agar tidak terjadi perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa berkaitan dengan rakyat memiliki hak dan kewajiban yang harus dilindungi guna terciptanya ketertiban.

Perlindungan Pekerja Perempuan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa,”Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat”.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang dimaksud dengan Pekerja Wanita adalah Tenaga Kerja Wanita dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja dengan menerima upah. Aturan hukum untuk pekerja perempuan ada yang berbeda dengan pekerja laki-laki, seperti cuti melahirkan, pelecehan seksual di tempat kerja, jam perlindungan dan lain-lain.

1. Pedoman Hukum Bagi Pekerja Wanita

Pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pekerja wanita berpedoman pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan khususnya Pasal 76, 81, 82, 83, 84, Pasal 93, Kepmenaker No. 224 tahun 2003 serta Peraturan Perusahaan atau perjanjian kerja bersama perusahaan yang meliputi:

a. Perlindungan Jam Kerja

(12)

tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Tetapi dalam hal ini ada pengecualiannya yaitu pengusaha yang mempekerjakan wanita pada jam tersebut wajib:

1) Memberikan makanan dan minuman bergizi

2) Menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja

3) Menyediakan antar jemput bagi pekerja perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 – 05.00.

Tetapi pengecualian ini tidak berlaku bagi pekerja perempuan yang berum7ur di bawah 18 (delapan belas) tahun ataupun perempuan hamil yang berdasarkan keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya apabila bekerja antara pukul 23.00 – 07.00.

Dalam pelaksanaannya masih ada perusahaan yang tidak memberikan makanan dan minuman bergizi tetapi diganti dengan uang padahal ketentuannya tidak boleh diganti dengan uang.

b. Perlindungan dalam masa haid

Padal Pasal 81 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan diatur masalah perlindungan dalam masa haid. Perlindungan terhadap pekerja wanita yang dalam masa haid tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid dengan upah penuh. Dalam pelaksanaanya lebih banyak yang tidak menggunakan haknya dengan alasan tidak mendapatkan premi hadir.

c. Perlindungan Selama Cuti Hamil

Sedangkan pada pasal 82 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur masalah cuti hamil. Perlindungan cuti hamil bersalin selama 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan dengan upah penuh. Ternyata dalam pelaksanaannya masih ada perusahaan yang tidak membayar upah secara penuh.

d. Pemberian Lokasi Menyusui

(13)

2. Peranan Penting Dinas tenaga Kerja

Peran Dinas Tenaga Kerja dalam memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja wanit yakni dengan melalui pengesahan dan pendaftaran PP & PKB Perusahaan pada Dinas Tenaga Kerja, Sosialisasi Peraturan Perundangan di bidang ketenagakerjaan dan melakukan pengawasan ke Perusahaan.

3. Hambatan-Hambatan Hukum Bagi Pekerja Wanita

Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pekerja wanita adalah adanya kesepakatan antara pekerja dengan pengusaha yang kadang menyimpang dari aturan yang berlaku, tidak adanya sanksi dari peraturan perundangan terhadap pelanggaran yang terjadi, faktor pekerja sendiri yang tidak menggunakan haknya dengan alasan ekonomi.

Agar langkah ini dapat efektif maka negara harus menjabarkannya dan mengusahakan untuk memasukkan jabaran konvensi tersebut ke dalam rumusan undang-undang negara dan menegakkannya dengan cara mengajukan para pelanggarnya ke muka sidang pengadilan. Namun demikian, preempuan sendiri masih belum banyak yang sadar bahwa hak-haknya dilindungi dan bahwa hal tersebut mempunyai pengaruh terhadap kehidupan perempuan. Adalah sangat prematur untuk mengadakan bahwa CEDAW sudah dihormati dan dilaksanakan secara universal.

CEDAW memerintahkan kepada seluruh negara di dunia untuk tidak melakukan diskriminasi terhadap perempuan. Di dalam CEDAW ditentukan bahwa diskriminasi terhadap perempuan adalah perlakuan yang berbeda berdasarkan gender yang:

a. Secara sengaja atau tidak sengaja merugikan perempuan;

b. Mencegah masyarakat secara keseluruhan memberi pengakuan terhadap hak perempuan baik di dalam maupun di luar negeri; atau

c. Mencegah kaum perempuan menggunakan hak asasi manusia dan kebebasan dasar yang dimilikinya.

Perempuan mempunyai atas perlindungan yang khusus sesuai dengan fungsi reproduksinya sebagaimana diatur pada pasal 11 ayat (1) CEDAW huruf f bahwa hak atas perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja termasuk usaha perlindungan terhadap fungsi reproduksi.

(14)

kerja yang tidak berdokumen tidak diberikan dokumen perjanjian kerja. Hal ini juga sering terjadi pada pekerja perempuan yang bekerja di luar negeri. Maka untuk itu CEDAW pada pasal 15 ayat (3) mengatur yaitu negara-negara peserta bersepakat bahwa semua kontrak dan semua dokumen yang mempunyai kekuatan hukum, yang ditujukan kepada pembatasan kecakapan hukum para wanita, wajib dianggap batal dan tidak berlaku.

DAFTAR PUSTAKA

Iwan Prayitno, 2003, Wanita Islam Perubah Bangsa, Pustaka Tarbiatuna, Jakarta

Gunarto Suhardi, 2006, Perlindungan Hukum Bagi Para Pekerja Kontrak Outsourcing, Yogyakarta.

Asri Wijayanti dan Prof. Lilik Sofyan Achmad, MA, 2011, Strategi Penulisan Hukum, CV Lubuk Agung, Bandung.

Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana,Denpasar.

(15)

Referensi

Dokumen terkait

Keempat variabel pembentuk peran lembaga kelompok tani yang meliputi KBM, unit produksi, kerjasama dan unit ekonomi memiliki keeratan hubungan yang tergolong

Analisis Pengaruh Modal Minimal dan Pemahaman Investasi Terhadap Minat Mahasiswa Berinvestasi di Pasar Modal Ditinjau Dari Perspektif Ekonomi Islam (Studi pada

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan serta dukungan selama menyelesaikan

3) Terciptanya kerja sama dengan berbagai pihak, sehingga aneka macam aktivitas dapat dilaksanakan. 6) Kepala sekolah/madrasah adalah seorang diplomat. Dalam berbagai

Perkiraan Tanggal Efektif 28 Oktober 2010 Perkiraan Masa Penawaran 1-3 November 2010 Perkiraan Tanggal Penjatahan 5 November 2010 Perkiraan Tanggal Distribusi Saham

bakal terjadi di dalam perjanjian sewa beli kendaraan bermotor roda dua baik itu didasarkan kepada ada atau tidak adanya itikad baik maka kita tidak dapat pula memisahkannya

Pada Gambar 4.13 - 4.16 bisa dilihat perbedaan hasil simulasi dan pengukuran pola radiasi antena dengan AGS pada saat elevasi dan azimuth. Pada saat simulasi elevasi,

Bervariasinya nilai moneter yang diterima auditor pada tiap pekerjaan audit yang dilakukannya berdasarkan hasil negosiasi, tidak menutup kemungkinan akan