• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Permasalahan Penataan Ruang Ber

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Permasalahan Penataan Ruang Ber"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah tugas mata kuliah Hukum dan

Administrasi Perencanaan yang berjudul “Analisis Permasalahan Penataan Ruang Berdasarkan Peraturan dan Perundangan, Studi Kasus Bangunan Cagar Budaya SMA “17” 1 Yogyakarta”.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu

selama proses penyelesaian makalah ini, secara khusus kepada:

• Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan kami kesehatan serta kesempatan untuk membuat makalah ini sehingga makalah ini da pat selesai.

• Ir. Sardjito, MT. selaku dosen pengajar sekaligus dosen pembimbing pembuatan makalah tugas mata kuliah Hukum dan Administrasi Perencanaan atas bimbingannya dalam membantu memberikan saran, masukan, maupun kritik selama penyusunan makalah ini

sampai selesai.

• Putu Gde Ariastita, ST., MT. selaku dosen pengajar sekaligus dosen pembimbing pembuatan makalah tugas mata kuliah Hukum dan Administrasi Perencanaan atas

bimbingannya dalam membantu memberikan saran, masukan, maupun kritik selama

penyusunan makalah ini sampai selesai.

Penyusunan makalah tugas mata kuliah Hukum dan Administrasi Perencanaan ini bertujuan untuk memahami tentang isu dan permasalahan terkait perusakan bangunan cagar budaya SMA “17” 1 Yogyakarta serta pelanggaran hukum apa saja yang terjadi dalam kasus ini.

Dalam penyusunan makalah, penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan yang terjadi, baik pada teknis penulisan maupun pembahasan materi. Oleh karena itu, kritik

dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada khususnya dan dapat memberikan masukan informasi serta pengetahuan yang bermanfaat

bagi masyarakat pada umumnya.

Surabaya, April 2016

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR GAMBAR ... ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 LATAR BELAKANG ... 1

1.2 TUJUAN ... 1

1.3 SISTEMATIKA PENULISAN ... 1

BAB II PEMBAHASAN ... 3

2.1 KEBIJAKAN TERKAIT CAGAR BUDAYA ... 3

2.1.1 Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya ... 3

2.1.2 Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta No. 6 Tahun 2012 Tentang Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya ... 4

2.1.3 Peraturan Gubernur No. 61 Tahun 2013 Tentang Pelestarian Cagar Budaya . 4 2.2 GAMBARAN UMUM STUDI KASUS ... 5

2.3 ANALISIS STUDI KASUS ... 7

BAB III PENUTUP ... 9

DAFTAR PUSTAKA ... iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Monumen Markas Tentara Pelajar di SMA 17 "1" Yogyakarta ... 6

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Cagar bduaya merupakan kekayaan budaya yang sangat penting untuk memupuk

kesadaran jati diri bangsa dan mempertinggi harkat dan martabat bangsa, serta untuk memperkuat ikatan rasa kesatuan dan persatuan bagi terwujudnya cita-cita bangsa pada

masa depan. Perlindungan hukum penting adanya dan sangat dibutuhkan sehingga dapat mengurangi ancaman kerusakan dan kepunahan terhadap benda-benda cagar budaya.

Definisi dari cagar budaya diatur dalam bab I ketentuan umum pasal 1 ayat 1 dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, yaitu

cagar budaya merupaka warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar

Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.

Yogyakarta telah dikenal sebagai kota budaya di Indonesia dengan keberadaan berbagai bangunan tua yang terdapat di beberapa kawasan. Namun sangat disayangkan,

pembangunan yang terjadi pada zaman sekarang ini seringkali membawa dampak negatif pada keberadaan bangunan cagar budaya di Daerah Istimewa Yogyakarta. Salah satu contoh yang saat ini sedang terjadi adalah perusakan bangunan Sekolah Menengah Atas (SMA) “17” 1 Yogyakarta tepatnya berada di jalan Tentara Pelajar nomor 24 Yogyakarta. Bangunan

sekolah tersebut telah ditetapkan sebagai cagar budaya dengan Surat Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 210/KEP/2010, nomor urut 39.

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka penulis ingin membahas lebih mendalam terkait dengan pelanggaran hukum yang terjadi akibat dari perusakan bangunan cagar budaya di Daerah Istimewa Yogyakarta ini, lebih tepatnya pada SMA “17” 1 Yogyakarta.

1.2 TUJUAN

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui pelanggaran hukum apa saja yang terjadi serta sanksi atau denda apa saja yang diterima akibat dari perusakan bangunan cagar budaya SMA “17” 1 Yogyakarta.

1.3 SISTEMATIKA PENULISAN

Adapun sistematika dari penyusunan makalah ini yaitu:

BAB I PENDAHULUAN berisi tentang latar belakang dan tujuan dari penyusunan makalah

(5)

BAB II PEMBAHASAN berisi tentang kebijakan terkait cagar budaya, gambaran umum dari

studi kasus, serta hasil analisis terkait permasalahan yang muncul pada studi kasus yang

diangkat.

(6)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KEBIJAKAN TERKAIT CAGAR BUDAYA

2.1.1 Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya  Pasal 19 Ayat 2

Setiap orang yang tidak melapor rusaknya Cagar Budaya yang dimiliki dan/atau

dikuasainya kepada instansi yang berwenang di bidang Kebudayaan, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan/atau instansi terkait paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak

diketahuinya Cagar Budaya yang dimiliki dan/atau dikuasainya tersebut rusak dapat diambil alih pengelolaannya oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

 Pasal 66 Ayat 1

Setiap orang dilarang merusak Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian -bagiannya,

dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal.  Pasal 81 Ayat 1

Setiap orang dilarang mengubah fungsi ruang Situs Cagar Budaya dan/atau Kawasan Cagar Budaya peringkat nasional, peringkat provinsi, atau peringkat kabupaten/kota, baik

seluruh maupun bagian-bagiannya, kecuali dengan izin Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan tingkatannya.

 Pasal 88 Ayat 2

Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat menghentikan pemanfaatan atau

membatalkan izin pemanfaatan Cagar Budaya apabila pemilik dan/atau yang menguasai terbukti melakukan perusakan atau menyebabkan rusaknya Cagar Budaya.

 Pasal 105

Setiap orang yang dengan sengaja merusak Cagar Budaya sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 66 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 500.000.000,00

(lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).  Pasal 113 Ayat 3

Tindak pidana yang dilakukan orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana, dipidana dengan ditambah 1/3 (sepertiga) dari pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 sampai dengan Pasal 112.

 Pasal 115 Ayat 1

Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, terhadap setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 sampai dengan

(7)

a. kewajiban mengembalikan bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknik pengerjaan sesuai dengan aslinya atas tanggungan sendiri; dan/atau

b. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana

2.1.2 Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta No. 6 Tahun 2012

Tentang Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya  Pasal 70 ayat 2:

Setiap orang yang melakukan Pemugaran dan Pengembangan tanpa izin dari Pemerintah Daerah dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 65, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

2.1.3 Peraturan Gubernur No. 61 Tahun 2013 Tentang Pelestarian Cagar Budaya  Pasal 20 Ayat 2

Pemugaran bangunan dan struktur golongan II dengan ketentuan sebagai berikut : a. dimungkinkan perubahan tata ruang dari aslinya;

b. apabila kondisi bangunan dan struktur rusak dapat dilakukan perbaikan atau pembangunan kembali sesuai aslinya dengan menggunakan komponen yang sama atau sejenis atau memilki karakter yang sama; dan

c. perubahan tata ruang dan penggantian bahan tidak boleh lebih dari 40 % (empat puluh persen).

 Pasal 22 Ayat 2

a. Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya dilarang dibongkar;

b. apabila kondisi fisik bangunan atau struktur rusak, roboh, terbakar atau tidak layak berdiri dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula;

b. Pemugaran bangunan atau struktur Cagar Budaya harus dilakukan tanpa mengubah tampak depan (fasade), atap, warna dengan mempertahankan ornamen bangunan

yang penting;  Pasal 25

Setiap orang yang melakukan pemugaran Cagar Budaya tidak sesuai dengan izin pemugaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dikenai sanksi pencabutan izin

pemugaran.  Pasal 26

1) Setiap orang yang memiliki atau menguasai Cagar Budaya tidak melaksanakan pelindungan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Gubernur

/Bupati/Walikota memberikan teguran lisan atau tertulis.

(8)

3) Apabila dalam batas waktu 90 (sembilan puluh) hari sejak dikeluarkan teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemilik atau yang menguasai (pengelola) tetap

tidak melaksanakan perlindungan Pemerintah/Pemerintah Daerah/Pemerintah Kabupaten/Kota dapat mengambil alih kewajiban untuk melindungi Cagar Budaya

yang bersangkutan atas biaya pemilik atau yang menguasai.

4) Apabila pemilik atau yang menguasai ternyata tidak mampu mengganti dan atau

membiayai perlindungan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) maka: a. Pemerintah Daerah/Pemerintah Kabupaten/Kota berhak untuk

b. memanfaatkan dan atau mengelola baik sebagian atau seluruhnya; c. Pemerintah dapat mengambil alih hak kepemilikan dengan imbalan.  Pasal 27

1) Setiap orang dilarang membongkar Cagar Budaya.

2) Setiap orang yang melakukan tindakan pembongkaran Cagar Budaya sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa pemulihan kembali Cagar Budaya seperti semula.

3) Apabila yang bersangkutan tidak bersedia melakukan pemulihan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 104 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

2.2 GAMBARAN UMUM STUDI KASUS

Sekolah Menengah Atas (SMA) “17” 1 Yogyakarta merupakan sebuah sekolah yang berada di Kota Yogyakarta. SMA ini berlokasi di Jalan Tentara pelajar No. 24, Bumijo, Jetis,

Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi tersebut adalah lokasi yang cukup strategis karena terletak di pusat kota sehingga berada dalam area pusat pendidikan dan informasi. SMA yang

dipimpin oleh Bapak Suyadi, S.Pd sebagai Kepala sekolah ini memiliki tujuan untuk membantu program pemerintah wajib belajar pendidikan 12 tahun dengan jalan mendidik remaja generasi muda yang (tidak) terpinggirkan. Maksud dari tujuan ini memiliki makna yang sangat

besar bagi SMA “17” 1 Yogyakarta karena SMA ini menampung murid yang tidak dapat melanjutkan sekolah ke SMA Negeri khususnya dari kalangan yang tidak mampu. Oleh

(9)

Gambar 1 Monumen Markas Tentara Pelajar di SMA 17 "1" Yogyakarta Sumber: http://antaranews.com/

Gambar 2 Papan SMA “17” 1 Yogyakarta dirobohkan Sumber: http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/

SMA “17” 1 Yogyakarta merupakan Bangunan Cagar Budaya, yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, No. 210/KEP/2010, No. Urut 39.

Keberadaan bangunan Cagar Budaya tersebut dilindungi dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-undang RI No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan Peraturan

Daerah Provinsi Yogyakarta No. 6 Tahun 2012 tentang Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya (kebudayaan.kemdikbud.go.id). Kasus perusakan atas bangunan bersejarah

atau cagar budaya di Yogyakarta sudah beberapa kali terjadi (antaranews.com), termasuk perusakan bangunan cagara budaya SMA “17” 1 Yogyakarta yang terjadi pada tanggal 11 Mei 2013.

Dikutip dari situs resmi Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta, konflik bermula dari perebutan lahan dan bangunan cagar budaya itu, antara Yayasan Pengembangan 17

dan pihak yang mengaku sebagai ahli waris, pada 2012. Pada sisi lain, terdapat Yayasan Pendidikan 17 yang dalam keseharian menjalankan aktivitas belajar-mengajar di bangunan

(10)

jendela, dan papan nama sekolah itu dihancurkan. Kelompok pembongkar paksa itu baru berhenti beraksi setelah tercapai kesepakatan yang ditengahi Dinas Kebudayaan DIY.

Perusakan bangunan dilakukan oleh beberapa orang yang mengaku diperintah oleh pemilik bangunan tersebut.

Adapun sasaran pembongkaran bangunan cagara budaya tersebut antara lain bagian atap (kerpus, genteng, rangka atap kuda-kuda, blandar usuk, reng), plafon, kusen jendela,

kusen pintu, dan daun jendela-pintu serta sebagian dinding. Bangunan cagar budaya tersebut memiliki nilai edukasi dan sejarah, dimana bangunan itu berada di kawasan yang menjadi

basis perlawanan republiken melawan kolonialis Belanda, terutama saat Perang Revolusi hingga 1949. Markas Komando Detasemen III Tentara Pelajar, yang lalu melebur ke dalam

Markas Besar Komando Djawa (antaranews.com).

2.3 ANALISIS STUDI KASUS

Permasalahan yang diangkat sebagai studi kasus makalah ini adalah terkait dengan perusakan bangunan cagar budaya SMA “17” 1 Yogyakarta. Dari uraian pembahasan sebelumnya, bangunan SMA “17” 1 Yogyakarta sengaja dirusak oleh sesorang yang mengaku pemilik lahan yang di atasnya terdapat bangunan cagar budaya tersebut. Dalam tindak pidana perusakan bangunan cagar budaya, pemilik lahan tersebut menyuruh orang lain untuk merobohkan bangunan sayap kiri gedung SMA “17” 1.

Menurut UU Nomor 11 Tahun 2010 pada Pasal 1 Ayat 1 Cagar budaya adalah warisan

budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya. Bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat/atau di air yang perlu dilestarikan

keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilum pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaa melalui proses penetapan. Pada Pasal 1 ayat 3 dijelaskan

bahwa Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak

berdinding, dan beratap.

SMA “17” 1 Yogyakarta merupakan salah satu bangunan cagar budaya yang terdapat di Provinsi Yogyakarta. SMA “17” 1 Yogyakarta ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya pada tahun 2010 melalui Surat Keputsan Gubernur DI Yogtakarta Nomor 210/KEP/2010 Nomor Urut 39 dengan kelas C (Provinsi Heritage). Bangunan SMA 17 "1" berada di kawasan

yang menjadi basis perlawanan melawan kolonialis Belanda, terutama saat Perang Revolusi hingga 1949. Markas Komando Detasemen III Tentara Pelajar, yang lalu melebur ke dalam Markas Besar Komando Djawa. Kini SMA “17” 1 Yogyakarta difungsikan sebagai tempat aktivitas belajar mengajar. SMA “17” 1 Yogyakarta mempunyai ciri bangunan bersejarah dan bernilai arsitektur indische.

(11)

Pengembangan 17 dan pihak yang mengaku sebagai ahli waris, pada 2012. Pada sisi lain, terdapat Yayasan Pendidikan 17 yang dalam keseharian menjalankan aktivitas

belajar-mengajar di bangunan bersejarah dan bernilai arsitektur indische.

Konflik yang menyebabkan rusaknya bangunan cagar budaya telah melanggar UU

Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Salah satunya adalah melanggar Pasal 1 ayat 3 yang berbunyi pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Cagar

Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Dimana dalam pasal tersebut salah satu upaya untuk menjaga bangunan cagar budaya

adalah dengan upaya pelstarian salah satunya adalah dengan cara melindungi bangunan tersebut. Namun yang terjadi bangunan cagar budaya tersebut telah dirusak dengan sengaja.

Selain pasal diatas, konflik tersebut juga telah melanggar pasal 55 yang berbunyi setiap orang dilarang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan upaya pelestarian cagar budaya. Pada kasus tersebut jelas telah melanggar pasal 55

tersebut, dimana konflik tersebut telah menggagalkan upaya pelestarian yang bangunan cagar budaya oleh pemerintah dengan cara merusak bangunan cagar baudaya tersebut

dengan sengaja. Sebenarnya Bangunan cagar budaya merupakan aset budaya yang memiliki nilai sejarah dan sebagai penambah estetika bagi wajah suatu kota, sehingga perlu dijaga

dan pertahankan melalui upaya pelestarian cagar budaya.

Pelaku pidana perusakan cagar budaya tersebut dapat dikatakan telah melanggar pasal 66 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 yang berbunyi “Setiap orang dilarang merusak Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal”. Selain itu, pada pasal 105 sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 ayat 1, pelaku tindak pidana perusakan cagar budaya dapat dikenai sanksi pidana penjara

paling singkat 1 tahun dan paling lama 15 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 500.000.000,00 dan paling banyak Rp 5.000.000.000,00. Disamping itu, orang yang

memberikan perintah pada orang lain untuk melakukan tindak perusakan cagar budaya SMA “17” 1 juga dikenai sanksi tambahan sebagaimana tercantum dalam pasal 113 ayat 3. Pada pasal 113 ayat 3 tersebut dijelaskan bahwa tindak pidana yang dilakukan orang yang memberi

(12)

BAB III

PENUTUP

Dari pembahasan sebelumnya, diketahui bahwa perusakan yang terjadi pada bangunan cagar budaya SMA “17” 1 Yogyakarta yang terjadi pada tahun 2013 bermula dari perebutan lahan dan bangunan cagar budaya tersebut, antara Yayasan Pengembangan 17 dan pihak yang mengaku sebagai ahli waris pada tahun 2012 lalu. Kejadian perusakan cagar

budaya ini telah melanggar Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, yaitu pada pasal 1 ayat 3, pasal 55, dan pasal 66 ayat 1.

Pelaku dari perusakan bangunan cagar budaya SMA “17” 1 Yogyakarta tersebut juga mendapatkan sanksi pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 15 tahun dan/atau

denda paling sedikit Rp 500.000.000,00 dan paling banyak Rp 5.000.000.000,00 seperti yang tertuang dalam pasal 66 ayat 1 dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun

2010 tentang Cagar Budaya. Selain itu, orang yang memberikan perintah padaorang lain untuk melakukan tindak perusakan bangunan cagar budaya SMA “17” 1 Yogyakarta juga dikenakan sanksi tambahan sebagaimana tertuang dalam pasal 113 ayat 3.

Keberadaan benda atau bangunan cagar budaya sangatlah penting dikarenakan benda atau bangunan cagar budaya memiliki hal-hal kekunoan, nilai sejarah, keunikan,

kelangkaan, bentuk dan wujud yang menunjukkan keindahan, kemegahan, dan nilai seni tersendiri. Sehingga dengan tersampaikannya informasi ini, dapat disimpulkan bahwa

bangunan cagar budaya penting adanya sebagai identitas bangsa dan negara serta perlu adanya kesadaran masyarakat maupun aparat pemerintah untuk ikut melestarikan dan

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta. (2014). Penanganan Kasus Tindak Pidana

Bangunan Cagar Budaya SMA “17” 1 Yogyakarta. http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/

bpcbyogyakarta/2014/10/02/penanganan-kasus-tindak-pidana-bangunan-cagar-budaya-sma-17-1-yogyakarta/ (diakses tanggal 16 April 2016).

Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta. (2015). Vonis Perusak Bangunan Cagar Budaya

SMA “17” 1 Yogyakarta. Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta:

http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbyogyakarta/2015/02/18/vonis-perusak-bangunan-cagar-budaya-sma-17-1-yogyakarta/ (diakses tanggal 16 April 2016).

Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2012 tentang

Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya

Peraturan Gubernur Nomor 62 Tahun 2013 tentang Pelestarian Cagar Budaya

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Rusqiyati, Eka. (2013). Perusakan SMA 17 "1" Yogyakarta ditentang banyak kalangan.

Gambar

Gambar 1 Monumen Markas Tentara Pelajar di SMA 17 "1" Yogyakarta ...............................
Gambar 1 Monumen Markas Tentara Pelajar di SMA 17 "1" Yogyakarta

Referensi

Dokumen terkait

Konfigurasi dengan superposisi phasa STR-TSR pada tinggi pengukuran 1 meter, 5 meter dan 10 meter menghasilkan kerapatan fluks magnet lebih tinggi dibandingkan

Pada teknik ini peneliti terlibat langsung, yaitu dengan melihat maupun mendengarkan video ceramah ustad Hanan Attaki untuk mengamati sekaligus mencari data penelitian

Selain itu, terkait cara untuk registrasi dalam inovasi “Keluar Bersama” dapat dilihat pada brosur yang dibuat oleh pihak kecamatan, dan brosur tersebut dibagikan oleh

Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya perubahan perilaku cuci tangan sebelum dan setelah dilakukan penyuluhan kesehatan yakni Hasil dari penelitian setelah

Melalui kegiatan presentasi kelompok, siswa dapat mengkomunikasikan hasil diskusi tentang sikap kebersamaan dalam perbedaan kegemaran di rumah dengan percaya diri..

a) Dalam peluncuran gerakannya adalah suatu gerakan transient yaitu suatu gerakan yang mengandung percepatan. b) Dalam peluncuran volume bagian tercelup dari kapal

lain Jasmani pada umumnya dan keadaan fungsi jasmani tertentu terutama panca indra dan status gizi (gizi seimbang), intelegensi, minat, sikap, disiplin dan motivasi, sedangkan

Dengan menggunakan EVA sebagai alat ukur kinerja yang menjadi dasar dalam pemberian kompensasi bonus, hambatan dalam mengevaluasi keberhasilan suatu proyek atau