• Tidak ada hasil yang ditemukan

Americas Got Talent dan Indonesia Mencar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Americas Got Talent dan Indonesia Mencar"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

America’s Got Talent dan Indonesia Mencari Bakat : Transaksi Budaya Melalui Dominasi Saluran Televisi Berbayar

(Cable TV Network) Oleh Ni Made Widisanti S.

Pendahuluan.

Televisi (TV) merupakan salah satu perangkat media yang memainkan peran yang sangat penting dalam arus globalisasi. Dapat dikatakan hampir seluruh masyarakat di dunia memiliki TV sebagai akses untuk membuka cakrawala pengetahuan tentang dinamika kehidupan. Kemajuan teknologi yang menghasilkan produk-produk budaya berupa perangkat elektronik ini semakin menunjukkan pada kita bahwa segala macam bentuk batasan menjadi hilang dengan semakin meluasnya akses untuk dapat menembus batasan-batasan tersebut secara global. Sebut saja misalnya internet, handphone, radio, dan berbagai gadget canggih lainnya.

Merujuk pada keterangan di atas, dapat dikatakan bahwa dalam konteks kekinian, manusia tidak bisa lepas dari pengaruh TV karena TV memberikan dampak yang besar bagi setiap aspek kehidupan manusia. Disadari atau tidak, TV telah menyebabkan terjadinya perubahan pada dimensi sosiologis masyarakat yang ditandai dengan berubahnya cara pandang masyarakat terhadap suatu fenomena sosial. Perubahan ini terjadi karena TV telah menjadi penggerak yang berpotensi membentuk kembali persepsi masyarakat melalui tayangan (Program TV) yang disajikannya.1 Perilaku, ideologi, gaya hidup, dan kepribadian, merupakan beberapa

di antara ruang lingkup kehidupan manusia yang dinilai bisa berubah akibat dari dampak yang diberikan oleh TV begitu kuat, dan perubahan ini bisa saja bersifat individual ataupun bersifat kolektif.

(2)

Program yang ditayangkan oleh TV inilah yang sebenarnya begitu kuat memberi pengaruh kepada masyarakat dalam skala global sehingga masyarakat seakan-akan tidak bisa lepas dari kebiasaan menonton TV. Kedua elemen ini bersinergi sebagai sebuah unit yang saling bersinggungan dalam memberikan pengaruhnya kepada masyarakat sehingga terbentuk suatu budaya untuk mempercayai program yang ditayangkan oleh TV. Kondisi ini disebut sebagai TV culture, yakni perubahan kultural akibat besarnya pengaruh program yang ditayangkan melalui TV, sehingga apapun bisa terjadi dalam kaitannya dengan perubahan kebudayaan tersebut. Perubahan yang dimaksud termasuk di dalamnya membangun kesadaran seseorang, antara lain melalui tayangan film, iklan, talk show, reality show, drama, sinetron, quiz show, talent show, dan program-program lainnya. Berdasarkan pada TV Culture tersebut, program TV ternyata telah memainkan peran sebagai suatu budaya yang sangat mendominasi kehidupan manusia di dunia.

Dalam penjelasan di atas, penulis telah menyebutkan beberapa contoh program TV yang biasa disiarkan dan sampai detik ini banyak sekali diminati oleh masyarakat. Namun untuk membatasi permasalahan dalam tulisan ini, permasalahan yang akan diangkat adalah salah satu program TV yang boleh jadi dikatakan sedang marak atau sedang populer saat ini, yaitu program talent show2, karena melalui progam TV ini, penulis melihat bahwa terdapat nilai budaya yang ditransaksikan dari saluran televisi berbayar (cable TV) yang global ke local TV yang lokal. Talent show yang diangkat disini bukan yang termasuk ke dalam singing competition show seperti American Idol, atau Indonesian Idol, melainkan mengangkat America’s Got Talent (AGT) yang pernah ditayangkan oleh Star World dengan Indonesia Mencari Bakat (IMB) yang ditayangkan oleh Trans TV, dan masih ditayangkan sampai sekarang. Berdasarkan latar belakang ini, muncul suatu rumusan masalah yaitu bagaimana kontestasi antara dua program TV tersebut yang boleh jadi “serupa tapi tak sama” dan bagaimana kaitannya dengan saluran televisi berbayar (cable networks) tersebut.

(3)

Landasan Teori

Dalam artikel berjudul Peripheral Vision, John Sinclair dan kawan-kawan, menyebutkan bahwa telah terjadi perubahan pola dalam arus pertelevisian saat ini3.

Peran televisi dalam arena globalisasi seperti sekarang ini, diperkuat oleh berbagai sistem penyiaran program TV yang tidak hanya terbatas pada sejumlah stasiun TV milik negara ataupun milik swasta yang bersifat statis, namun telah bersifat dinamis. Statis disini berarti program TV yang hanya tayang di dalam negeri sendiri, sedangkan sistem penyiaran program TV yang bersifat dinamis sudah sampai pada tahap lintas kawasan. Contohnya adalah dengan adanya sistem atau saluran televisi berbayar (cable networks) yang memungkinkan semua arus kultural (cultural traffic) melalui pertelevisian bisa terjadi dalam skala global. Program TV lokal pun akhirnya dapat menjadi global lalu sebaliknya dari global bisa menjadi lokal. Arjun Appadurai pun mengatakan dalam tulisannya bahwa interaksi dan transaksi budaya yang bersifat global sebenarnya telah lama berlangsung selama berabad-abad lamanya4,

sehingga dengan demikian, semakin memungkinkan terjadinya segala macam bentuk perubahan dalam dinamika arus kebudayaan di tingkat dunia.

Pembahasan

Jika membandingkan antara American Idol dengan Indonesian Idol, jelas bentuknya adalah franchise karena yang dibeli adalah produk dengan format “jadi” yang secara konsep adalah sama, sehingga tidak banyak yang dapat dibandingkan kecuali ditayangkan di beda negara sehingga secara otomatis disiarkan oleh stasiun TV yang berbeda pula. Lain halnya dengan dua program TV yang penulis sebut terakhir tadi, yakni AGT dan IMB, yang pada prinsipnya tidak bisa kita sebut sebagai franchise. Tidak ada kemiripan nama pada kedua talent show tersebut, namun uniknya adalah

3 “The Role of televison in the global arena of cultural domination has not diminished in the 1990’s. Reinforced by new delivery systems-communication sattelites and cable networks-the image flow is heavier than ever.” (Sinclair, John, Elizabeth Jacka and Stuart Cunningham. 1996. “Peripheral Vision” dalam New Patterns in Global Television: Peripheral Vision. Hal. 301)

(4)

secara konsep justru terlihat sama, sehingga pertanyaannya adalah “apa yang memungkinkan hal seperti ini terjadi?” Tidak juga dengan serta merta lalu kita katakan bahwa yang terjadi disini adalah persoalan tiru meniru. Rasanya perlu meninjau lebih jauh lagi untuk bisa mengetahui titik persoalannya alih-alih menilai bahwa Indonesia tidak lebih dari sekadar “tukang tiru”. Disinilah penulis melihat adanya cultural domination yang mulai bermain melalui arus pertelevisian yang akhirnya berujung pada transaksi budaya yang terlihat dalam tayangan tersebut.

Mari kita lihat terlebih dahulu perbandingannya sebelum melihat bagaimana kira-kira mekanisme transaksi budaya ini melalui dominasi saluran televisi berbayar (cable networks). America’s Got Talent (AGT) sudah lebih dulu tayang sejak tahun 2006 dan menurut sumber yang diperoleh pada tahun 2011, AGT memasuki musim ke- lima. Format acaranya adalah tiga juri menilai bakat-bakat yang dimiliki oleh para kontestan untuk diloloskan ke babak selanjutnya hingga final. Acara inipun menyediakan hadiah atau reward berupa sejumlah uang dan kontrak dengan industri hiburan bagi si pemenang yang diperoleh berdasarkan hasil “voting” via SMS penonton atau penggemar. Kini beralih pada Indonesia Mencari Bakat (IMB), program ini telah memasuki musim ke tiga, sehingga masih terbilang baru namun dikemas dengan format acara yang sama dengan AGT, yaitu sejumlah juri menilai bakat para kontestan dan seterusnya sampai tiba pada satu pemenang yang juga ditentukan oleh jumlah SMS penonton. Dalam hal siaran, AGT ditayangkan di stasiun TV Star World yang hanya dapat diakses melalui saluran televisi berbayar (cable TV), sementara IMB, ditayangkan oleh stasiun TV swasta dalam negeri Trans TV. Singkatnya adalah, nama program berbeda, stasiun TV berbeda tetapi konsep acara sama.

(5)

perdana oleh Trans TV.5 Kembali lagi pertanyaannya adalah “mengapa demikian?”

dan kembali lagi ke persoalan TV sebagai cultural domination yang terkait dengan kuatnya sistem penyiaran baru dalam arus pertelevisian. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa globalisasi sangat berperan dalam arus pertelevisian dunia termasuk ke dalam hal program tayangannya. Oleh karena itu, dengan berlandaskan pada teori ini, dapat dilihat bahwa Indonesia Mencari Bakat yang ditayangkan oleh Trans TV menjadi sebuah acara besar dengan rating tinggi justru karena ia merupakan program TV hasil transaksi budaya dari acara talent show serupa yang juga high rated di Amerika yaitu America’s Got Talent (AGT). Transaksi budaya ini terjadi melalui cable networks berupa sistem saluran televisi berbayar yang telah banyak dipasarkan di Indonesia. Produk dimaksud antara lain adalah Indovision, Yes TV, Oke Vision, Oke TV, dan Astro6. Dengan adanya sistem penyiaran seperti ini, masyarakat dunia memiliki akses dan pilihan yang lebih luas terhadap segala macam bentuk tayangan karena beragamnya saluran stasiun TV dunia dengan segmentasi program yang sangat variatif. America’s Got Talent sendiri disiarkan oleh Star World yang bisa diakses oleh siapapun yang memiliki saluran televisi berbayar tersebut.

Hal menarik dari saluran televisi berbayar adalah sebagian besar program yang ditayangkan merupakan program TV yang didominasi oleh Amerika sehingga bila ditelusuri lebih jauh, dapat dikatakan bahwa munculnya Indonesia Mencari Bakat adalah karena “label Amerika” pada sebutan acaranya “America’s”.7 Fenomena

seperti ini dikatakan oleh John Sinclair dalam tulisannya sebagai “one-way street” from the West (and the USA in particular) to the rest of the world.8 Jadi, apapun yang

bersifat “Amerika” masih dianggap sabagai aspek yang dominan terkait dengan arus pertelevisian dan program TV di dunia. Apakah akan ada acara Indonesia Mencari Bakat jika tidak ada America’s Got Talent dan saluran televisi berbayar (cable TV)? Dengan demikian, yang dapat diidentifikasi disini adalah sejumlah program TV di 5 Ini merupakan salah satu alasan mengapa saya kurang setuju jika Indonesia dalam hal ini dinilai sebagai tukang tiru karena sebelumnya program seperti ini pernah dimiliki oleh Indonesia. Meskipun sama-sama disiarkan oleh Trans TV, Gong Show kalah populer.

6 Cable TV milik Malaysia yang kini berganti nama menjadi Aora TV.

7 Padahal menurut sumber yang saya peroleh, AGT sendiri merupakan acara hasil adaptasi dari franchise “Got Talent” yang dimiliki oleh Simon Cowell bersama perusahaan media SYCO. (http;//id.wikipedia.org/wiki/america’s-got-talent)

(6)

Indonesia masih bersifat American oriented serta mengadaptasi acara-acara dari saluran televisi berbayar meskipun ada sentuhan siklus dari global menjadi lokal dan sebaliknya.

Program TV lokal di Indonesia pada dasarnya diuntungkan dengan adanya dominasi cable networks berupa saluran televisi berbayar tersebut yang tidak hanya diuntungkan dari segi ekonomi saja tetapi juga dari segi media secara keseluruhan, yakni yang melibatkan semua bidang; seperti kreativitas, produksi, rating, distribusi, dan sebagainya. Dalam konteks masyarakat Indonesia, tidak semua masyarakat mampu mengakses program TV melalui saluran televisi berbayar tersebut sehingga sudah barang tentu program TV yang dapat diakses adalah yang ditayangkan oleh stasiun TV lokal dalam negeri. Oleh karena itu, program TV dalam saluran televisi berbayar menjadi sasaran untuk memunculkan proses kreativitas guna mewujudkan tayangan yang bervariasi dalam TV lokal yang sekaligus juga harus bisa mendongkrak rating penonton, dan salah satu contoh konkritnya adalah dengan lahirnya program talent show Indonesia Mencari Bakat sebagai hasil transaksi budaya dari America’s Got Talent. Dengan kata lain, globalisasi dalam arus pertelevisian diperlukan untuk memunculkan sesuatu yang lokal9, dan ini diperoleh

dari saluran televisi berbayar (cable TV).

Kesimpulan

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan penjelasan singkat di atas, jelas terlihat bahwa cable networks telah memberikan dan bahkan membuktikan kontribusinya sebagai jalan bagi lalu lintas budaya untuk saling bertransaksi dalam bentuk program TV karena sifatnya yang lintas kawasan sehingga dengan sendirinya batasan-batasan menjadi tidak tampak secara signifikan melalui network seperti ini.

________________ ,

(7)

Referensi

Appadurai, Arjun, 1990. “Disjuncture and Difference in the Global Cultural Economy,” Public Culture, Vol. 2, No.2. dalam Globalization Readers Danesi, Marcel and Paul Perron. 1999. Analyzing Cultures An Introduction &

Handbook. Indiana : Indiana University Press

Sinclair, John, Elizabeth Jacka and Stuart Cunningham. 1996. “Peripheral Vision” from New Patterns in Global Television: Peripheral Vision. Oxford: Oxford University Press dalam Globalization Readers

Referensi

Dokumen terkait

Jde o netradiční setkání, kde kromě prezentací zkušeností učitelů MU s e-learningem ve své výuce, jsou po celou dobu konference k dispozici stanoviště

Mengajarkan materi atau bahan ajar tentang penyajian dan pengolahan data pada sisiwa (mahasiswa) yang merupakan bagian dari pelajaran matematika tentu memiliki

Adapun rumusan masalah penelitian yang akan penulis bahas adalah: Bagaimana proses komunikasi persuasif Da’ i dalam mengupayakan pemahaman pesan dakwah di

Menurut Lauster mendefinisikan kepercayaan diri diperoleh dari pengalaman hidup. kepercayaan diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang berupa keyakinan akan

Pernyataan Saya minum-minuman keras atau memakai narkoba berlebihan Saya makan makanan yang sehat Saya belajar atau mengerjakan tugas sekolah semalaman ketika sudah mendekati

Berdasarkan pendapat beberapa ahli, Maka dapat disimpulkan bahwa deiksis wacana berhubungan dengan penggunaan ungkapan di dalam suatu ujaran untuk mengacu

itulah yang menjadi indikator bahwa anak tidak memahami konsep atas menyebutkan lambang huruf. Hal tersebut diakibatkan oleh persepsi anak terhadap bentuk huruf

[r]