• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. keaktifan dan daya tarik peserta didi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "4. keaktifan dan daya tarik peserta didi"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

KEAKTIFAN PESERTA DIDIK DAN IPS SERTA DAYA TARIK IPS BAGI PESERTA DIDIK

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan IPS SD Dosen pengampu: Tri Astuti, S. Pd, M. Pd.

Disusun oleh:

1. Shafira Dwintha Aulia (1401412028) 2. Nani Sundari (1401412491) 3. Siti Damayanti (1401412493) 4. Sirajuddin Latief (1401412496)

Rombel: 4A

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Keaktifan belajar peserta didik merupakan unsur dasar yang penting bagi keberhasilan proses pembelajaran. Keaktifan adalah kegiatan yang bersifat fisik maupun mental, yaitu berbuat dan berpikir sebagai suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan (Sardiman, 2001: 98). Belajar yang berhasil harus melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun psikis. Aktivitas fisik adalah siswa aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain maupun bekerja, ia tidak hanya duduk dan mendengarkan, melihat atau hanya pasif. Siswa yang memiliki aktivitas psikis (kejiwaan) adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam rangka pembelajaran.

Keaktifan siswa dalam kegiatan belajar tidak lain adalah untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Mereka aktif membangun pemahaman atas persoalan atau segala sesuatu yang mereka hadapi dalam proses pembelajaran. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 31), aktif berarti giat (bekerja, berusaha). Keaktifan diartikan sebagai hal atau keadaan dimana siswa dapat aktif. Rousseau dalam (Sardiman, 1986: 95) menyatakan bahwa setiap orang yang belajar harus aktif sendiri, tanpa ada aktivitas proses pembelajaran tidak akan terjadi. Thorndike mengemukakan keaktifan belajar siswa dalam belajar dengan hukum law of exercise-nya menyatakan bahwa belajar memerlukan adanya latihan-latihan. Mc Keachie menyatakan berkenaan dengan prinsip keaktifan mengemukakan bahwa individu merupakan “manusia belajar yang aktif selalu ingin tahu” (Dimyati, 2009: 45). Segala pengetahuan harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, dengan bekerja sendiri dengan fasilitas yang diciptakan sendiri, baik secara rohani maupun teknik. Dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa dalam belajar merupakan segala kegiatan yang bersifat fisik maupun non fisik siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar yang optimal sehingga dapat menciptakan suasana kelas menjadi kondusif.

(3)

Sifat peserta didik yang paling menonjol adalah gerak perbuatannya. Tampaknya gerak perbuatan bagi peserta didik merupakan penyalur tenaga yang tersimpan dalam dirinya. Peserta didik sekolah dasar mempunyai kecenderungan banyak bergerak. Peserta didik kelas VI pun masih tampak sangat menyukai gerak. Pada dasarnya peserta didik perlu mendapat kesempatan untuk melepaskan tenaganya, jadi memerlukan kesempatan untuk bergerak sebaik-baiknya (Mouly, 1986).

Supaya gerak yang merupakan kebutuhan bagi peserta didik mencapai hasil sesuatu dengan yang dikehendaki, maka perlu direncanakan pembelajaran peserta didik dengan baik. Pada setiap kesempatan yang menuntut adanya gerak perlu diatur sedemikian rupa sehingga peserta didik memperoleh kesempatan untuk bergerak. Akan tetapi perlu disadari bahwa yang termasuk aktif bukan hanya yang bersifat fisik semata. Gerak fisik hanya merupakan salah satu pertanda adanya keaktifan. Hal yang tidak kurang pentingnya ialah keaktifan pemikiran. Untuk belajar justru keaktifan pemikiran inilah yang sangat penting.

Mengacu pada uraian di atas maka titik berat keaktifan adalah dalam arti mengalami. Sesuai dengan itu maka ada penulisan yang menyatakan bahwa istilah aktivitas dan pengalaman sering dianggap serupa (Dunfee dan Sagl, 1966). Menurut mereka pengalaman lebih mendalam sifatnya dari aktivitas, karena aktivitas terutama mencerminkan gerak luar, sedangkan pengalaman merujuk baik pengalaman batiniah maupun pengalaman yang tampak dari luar. Sebagai contoh dapat dikemukakan seorang siswa yang sedang membaca dengan suara keras tetapi tidak memahami isi bacaannya. Dalam hal ini ia tidak akan menghayati isi bacaan tersebut. Sebaliknya anak lain yang membaca dengan seksama dia mungkin menghayati isi bacaan tersebut. Dari luar ia tampak kurang aktif karena hanya menatap bacaan dengan tenang. Padahal mungkin ia sedang meresapkan makna yang dibacanya. Dalam peristiwa ini maka pengalaman terjadi, walaupun tidak banyak disertai dengan gerak. Peristiwa ini pun menampilkan keaktifan mental atau pikiran.

(4)

persiapan dalam praktek kehidupan yang sebenarnya (Dunfee dan Sagl, 1966). Walaupun demikian, upaya pemberian pengalaman kepada peserta didik perlu dilakukan secara hati-hati. Pengalaman yang memberikan hasil yang negatif akan berdampak kurang baik bagi peserta didik. Peserta didik akan mengalami kekecewaan yang mungkin akan berpengaruh lama, sedangkan pengalaman yang memberikan hasil yang memuaskan akan berdampak positif bagi peserta didik dalam belajarnya. Oleh karena itu, seperti telah disinggung di atas, dalam menyediakan keaktifan bagi peserta didik perlu perencanaan yang baik dan hati-hati.

Bagaimanakah pelaksanaan dalam pengajaran IPS? Jika yang dimaksud dengan pengalaman adalah melakukan eksperimen atau demonstrasi maka dalam pengajaran IPS sukar dilakukan (Preston dan Herman, 1981). Gejala sosial tidak dapat dimanipulasi, kecuali secara simulatif. Dengan simulasi kejadian di masyarakat, dalam kehidupan kelas para peserta didik akan dapat menyadari atau membayangkan kehidupan yang sebenarnya. Akan tetapi untuk melakukan eksperimen seperti dalam IPA sukar dilakukan. Gejala sosial dalam batas tertentu adalah bersifat abstrak.

Melaksanakan keaktifan dalam pengajaran IPS misalnya dapat dicapai dengan memproduksi barang-barang hasil karya suku bangsa atau negara. Karya yang diproduksi adalah yang khas untuk suku bangsa atau negara yang bersangkutan. Mungkin juga mengadakan korespondensi dengan berbagai tempat yang berkaitan dengan bahan ajar. Kegiatan lain misalnya turut serta dalam kegiatan kerja bakti di lingkungan sekolah.

(5)

Berikut ini dikemukakan beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan oleh guru untuk memberikan aktivitas dan pengalaman yang baik kepada peserta didik (Dunfee dan Sagl, 1966).

a. Kegiatan yang disiapkan memberi kemungkinan bagi pengembangan bahan belajar yang sedang ditangani. Misalnya bahan yang hendak dikembangkan adalah konsep kegotongroyongan. Pengalaman yang dipersiapkan adalah melibatkan para peserta didik dalam kerja bakti di lingkungan sekitar sekolah. Jika kegiatan ini dapat memperdalam peserta didik tentang konsep kegotongroyongan maka keaktifan tersebut perlu dikembangkan.

b. Kegiatan yang perlu dilakukann dapat memperdalam pemahaman dan pembentukan konsep yang terdapat dalam bahan belajar.

c. Keaktifan yang dipersiapkan dapat mendorong peserta didik berpikir kritis. d. Kegiatan merupakan representasi ide yang hendak dikembangkan.

Pengalaman atau kegiatan itu sendiri benar-benar autentik atau sangat menyerupai keadaan yang sebenarnya.

e. Keaktifan tersebut sesuai dengan tingkat pemahaman dan tingkat kematangan peserta didik.

f. Dalam pengajaran IPS keaktifan atau pengalaman yang baik ialah yang didasarkan kepada hal-hal yang telah dipahami dan berlanjut ke kegiatan berikutnya. Kegiatan tersebut bertolak dari suatu hal yang nyata.

g. Aktivitas yang diprogramkan perlu diberi bahan belajar yang beragam, agar dapat memperdalam pemahaman peserta didik.

h. Pengalaman yang dirancang tersebut dapat dilaksanakan dengan baik oleh para peserta didik.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keaktifan

(6)

didik dalam proses pembelajaran. Keaktifan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan belajar peserta didk adalah:

1) Memberikan motivasi atau menarik perhatian peserta didik, sehingga mereka berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran.

2) Menjelaskan tujuan instruksional (kemampuan dasar kepada peserta didik). 3) Mengingatkan kompetensi belajar kepada peserta didik.

4) Memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep yang akan dipelajari). 5) Memberikan petunjuk kepada peserta didik mengenai cara mempelajari. 6) Memunculkan aktivitas, partisipasi peserta didik dalam kegiatan

pembelajaran.

7) Memberikan umpan balik (feedback).

8) Melakukan tagihan-tagihan kepada peserta didik berupa tes sehingga kemampuan peserta didik selalu terpantau dan terukur.

(7)

D. Daya Tarik IPS bagi Peserta Didik

Sering terdengar pengajaran IPS merupakan mata pelajaran yang kurang populer di kalangan peserta didik. Kekurang-populeran ini lebih dari sekedar adanya anggapan umum yang sering mempertentangkan antar ilmu eksakta dan ilmu non eksakta. Ada pihak yang beranggapan bahwa ilmu eksakta lebih menantang dan lebih banyak dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Preston dan Herman (1981) menyatakan bahwa sejak dulu memang IPS kurang populer di kalangan peserta didik. Dunfee dan Sagl (1966) bahkan menyatakan bahwa IPS bukan hanya kurang populer tetapi juga sering disalah-tafsirkan dan dikacaukan dengan ilmu-ilmu sosial.

Apabila kita melihat bahan yang terkandung dalam pengajaran IPS, seharusnya IPS itu dapat menantang dan menarik. Seperti telah diungkapkan bahwa IPS membahas manusia dan tempat-tempat di dunia, dalam pengajaran IPS dijumpai informasi yang tidak terhingga tentang pengalaman umat manusia. Pengalaman umat manusia sejak zaman dahulu dan dari berbagai bagian dunia dapat disimak dalam IPS. Bahan belajar IPS tidaklah terlalu kering.

Mengapa pada umumnya IPS kurang menarik bagi para peserta didik? Di bawah ini akan diungkapkan beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebab. (Preston dan Herman, 1981; Welton dan Mailan, 1981)

Pertama, kebanyakan orangtua lebih mementingkan baca, tulis dan hitung. Pada umumnya orangtua sangat memperhatikan ketiga mata pelajaran tersebut. Seringkali orangtua tidak terlalu mengkhawatirkan pengajaran IPS yang digolongkan pelajaran lunak. Rasa khawatir kepada pelajaran non IPS mungkin dapat pula mempengaruhi sikap para peserta didik.

(8)

Ketiga, dibandingkan dengan mata pelajaran baca, tulis, dan hitung, dalam pengajaran IPS banyak konsep yang abstrak. Misalnya konsep tentang “tanggung jawab”, “kemajuan” dan sejenisnya terkandung ciri-ciri yang tidak mudah dibatasi. Sebaliknya pengajaran dalam IPA para peserta didik mungkin membahas tentang kupu-kupu, bunga dan sejenisnya adalah makhluk hidup yang jelas tampak. Ciri dari makhluk hidup itu begitu jelas, kongkret dan dapat ditunjukkan dengan tegas. Bahkan jika dibandingkan dengan pengajaran bahasa dan sastra, peserta didik dihadapkan pada cerita yang mempunyai alur (plot) yang jelas. Dalam pengajaran IPS mereka mungkin merasakan bahan yang diuraikan seperti uraian ensiklopedi mini.

Keempat, banyak bahan belajar yang adakalanya dirasakan oleh peserta didik sudah diketahuinya dengan baik, karena merupakan kejadian sehari-hari. Misalnya bagaimana peranan polisi lalu-lintas, untuk para peserta didik di kota bukan hal baru. Akan tetapi mungkin dalam IPS diuraikan panjang lebar.

Kelima, dalam IPS justru terdapat bahan sebaliknya dengan yang diungkapkan di atas, yang jelas IPS benar-benar bahan baru tetapi tidak searah dengan persepsi peserta didik. Misalnya dijelaskan bahwa Inggris adalah kerajaan, berbeda dengan Amerika Serikat yang merupakan republik serikat. Mungkin peserta didik bertanya dalam hatinya untuk apa mempelajari hal itu.

Keenam, bahan belajar IPS yang mengungkapkan masalah kontroversi ditinggalkan karena kita menganggap bahwa peserta didik belum cukup matang. Pertimbangan ini cukup beralasan, tetapi dengan demikian pembahasan tidak menyentuh masalah yang sebenarnya. Mungkin saja mereka menganggap bahwa bahan belajar dalam pengajaran IPS sangat superfisial, tidak sesuai dengan yang sebenarnya dan dibuat-buat.

(9)

yang menyatakan bahwa IPS paling menarik itu mendapat sajian IPS yang diolah dengan cara baru, yaitu MAN A COURSE OF STUDY (MACOS).

MACOS merupakan bahan belajar untuk kelas V dan VI. Bahan belajar tersebut dirancang untuk menjawab tiga pertanyaan:

a. Apakah sifat kemanusiaan manusia?

b. Bagaimana manusia mencapai tingkatan seperti itu?

c. Bagaimana caranya supaya manusia lebih manusiawi? (Preston dan Herman, 1981: 59).

Bahan pokok untuk MACOS ialah film berwarna yang khusus dirancang untuk keperluan ini. Dengan melihat film tersebut mereka secara tidak langsung ikut berpartisipasi dengan kehidupan yang digambarkan. MACOS merupakan bahan belajar yang ternyata menimbulkan kontroversi di kalangan ahli didik di Amerika.

IPS sebenarnya bukan merupakan bahan belajar yang membosankan. Oleh karena itu yang penting kita dapat membedakan apakah bahan belajar tersebut disukai atau dipedulikan (Welton dan Mailan, 1981). Mungkin saja kita tidak menyukai berhitung, tetapi kita tidak dapat mengingkari bahwa berhitung merupakan kajian yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu apabila peserta didik tidak dapat berhitung dengan baik, orang tuanya akan berusaha supaya peserta didik tersebut berlatih lebih banyak. Peserta didik sendiri tampaknya seperti terpanggil untuk belajar berhitung lebih giat lagi. Inilah agaknya yang memperbesar perhatian atau kepedulian peserta didik kepada berhitung khususnya, atau baca-tulis-hitung umumnya. Untuk IPS kepedulian seperti itu belum terasa.

(10)

semangat guru dapat membangkitkan semangat peserta didik akan tetapi belum memahami sebagai jaminan pembangkit semangat. Sebagai faktor utama pembangkit semangat peserta didik dalam belajar IPS harus tumbuh dari peserta didik sendiri.

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Soewarso. 2013. Pendidikan IPS. Salatiga: Widya Sari Press

Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Bahasa. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Depdiknas

Dwi, Isti. 2012. BAB II Kajian Teori. http://eprints.uny.ac.id/8613/3/BAB %202%20-%2008416241039.pdf. (diakses pada tanggal 21 Maret 2014)

Kape, Diah. 2011. Kajian Anak Didik dalam Pembelajaran IPS SD. http://dheekape.blogspot.com/2011/04/pendidikan-ips-sd.html .

Referensi

Dokumen terkait

Seperti yang dijelaskan oleh De Porter dan Hernacki dalam bukunya Rachmawati dan Daryanto Teori Belajar dan Proses Pembelajaran yang mendidik : ” bahwa orang

Pada lahan sulfat m asam dalam budi day a padi saw ah sudah dikenalkan penyiapan lahan yang inovatif, yakni (I) tanpa olah tanah (TO T) m eng- gunakan herbisida, (2) olah tanah m

[r]

1 Subsidi Operasi Bus Perintis di 30 Propinsi 232 Trayek 2 Pengadaan Bus Perintis 75 Unit 3 Pembangunan Dermaga Penyeberangan 62 Lokasi 4 Pembangunan Dermaga Sungai 19 Lokasi

Klik tombol Start pada sudut kiri bawah tampilan desktop, kemudian pilih atau klik menu All Programs Microsoft Office Microsoft Office PowerPoint 20072. Pada layar

prestasi belajar siswa materi larutan elektrolit dan non-elektrolit pada aspek kognitif, dan ada perbedaan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar siswa materi larutan

We had a speech contest, a singing contest and playing drama, and the cooking contest.. We did them in

[r]