• Tidak ada hasil yang ditemukan

WAWASAN SOSIAL BUDAYA MARITIM. dcox

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "WAWASAN SOSIAL BUDAYA MARITIM. dcox"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

WAWASAN SOSIAL BUDAYA MARITIM

A. Pengantar

Takalar adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yang memiliki daerah laut. Daerah laut ini dimanfaatkan oleh penduduk di tempat tersebut untuk bekerja sebagai nelayan. Nelayan-nelayan Takalar ini tidak hanya menyuplai hasil laut untuk daerah sekitar Takalar saja, tetapi juga hingga diekspor ke luar negeri.

Meskipun begitu, ternyata nelayan di Takalar mengalami masalah, seperti lingkaran kemiskinan dan adanya penambangan di laut Galesong yang meresahkan nelayan. Dengan adanya artikel ini, diharapkan kita semakin mengetahui bagaimana kondisi masyarakat nelayan Takalar saat ini, dan bagaimana kita mengatasi kondisi tersebut. Tujuannya jelas, agar kesejahteraan masyarakat nelayan di Takalar dapat meningkat dan menguatkan perekonomian dan ketahanan pangan Indonesia sebagai negara berbasis maritim.

Masyarakat nelayan Takalar bekerja secara berkelompok atau membentuk sebuah organisasi. Organisasi ini dibagi menjadi ketua atau juragan-juragan dan para anggota yang berfungsi sebagai pencari hasil laut. Pencari hasil laut ini (nelayan) akan memberikan setoran kepada juragan yang telah menyediakan bahan bakar, kapal dan peralatan mencari hasil laut lainnya, ditambah keuntungan yang didapatkan dari hasil menjual hasil laut tersebut.

Masalah nelayan Takalar saat ini mencakup masalah kemiskinan dan masalah adanya penambangan pasir di laut Takalar yang digunakan untuk pembangunan. Masalah kemiskinan ini disebabkan oleh tingginya penawaran oleh masyarakat terkait ikan-ikan yang dijual oleh para nelayan, dan karena tidak sesuainya pendapatan dan pengeluaran oleh nelayan-nelayan. Penambangan pasir yang dilakukan telah merusak ekosistem laut, sehingga menurunkan populasi ikan-ikan yang akan berdampak pada turunnya penghasilan nelayan.

Nama : Aryl Furqan Aswar NIM : H031 17 1318 Topik : Masalah Nelayan

(2)

Masalah yang timbul adalah bagaimana mengetahui tatanan organisasi dan unsur-unsur kebudayaan yang dianut dan diikuti oleh masyarakat nelayan Takalar. Masalah yang timbul selanjutnya adalah bagaimana sesungguhnya problematika kehidupan yang saat ini melanda masyarakat nelayan Takalar, khususnya terkait dengan kemiskinan dan penambangan pasir yang akhir-akhir ini marak dilakukan.

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui tatanan organisasi dan unsur-unsur kebudayaan masyarakat nelayan Takalar. Penulisan ini juga bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis masalah yang dihadapi masyarakat Takalar terkait kemiskinan dan penambangan pasir

B. METODE PENULISAN

Penulisan artikel ini mengacu kepada referensi berupa jurnal-jurnal berbahasa Indonesia yang diambil di id.portalgaruda.org dan menggunakan artikel-artikel yang diunggah di internet dalam situs-situs. Jurnal yang diambil adalah jurnal yang dituliskan oleh Andi Adrie Arief dan Andi Warnaen dkk., sedangkan situs yang diambil adalah situs

http://lintasterkini.com/01/04/2017/kehidupan-nelayan-galesong-dalam-lingkaran-kemiskinan.html yang dituliskan oleh Mujtahida,

http://www.mongabay.co.id/2017/05/30/ketika-laut-takalar-terus-terancam-tambang-pasir/

yang dituliskan oleh Rahmat Hardiansya, dan http://www.mongabay.co.id/2017/06/17/aksi-warga-takalar-menolak-tambang-pasir-jangan-paksa-kami-menjadi-teroris/ yang dituliskan oleh Wahyu Chandra. Semua referensi didapatkan secara online dengan pencarian yang dimulai pukul delapan malam hingga pukul sepuluh malam pada alamat public IP 114.125.197.185

C. Pembahasan

(3)

Salah satu Kabupaten di Sulawesi Selatan yang menjadikan sektor perikanan sebagai sektor andalan adalah Kabupaten Takalar khususnya di Desa Tamasaju, yang penduduknya memiliki dua pekerjaan yakni sebagai nelatyan dan sebagai petani. Pekerjaan ini dikerjakan secara paruh waktu maupun purnah waktu dari aktifitas utamanya sebagai nelayan (Arief, 2008).

Keterhubungan sistem budaya lokal terhadap eksploitasi dan konservasi sumber daya hayati perairan oleh masyarakat nelayan di Desa Tamasaju, diuraikan dalam tiap-tiap unsur budaya serta hubungannya satu sama lain, yakni nilai (value), norma (norm), kepercayaan (belief), simbolisasi (simbolization), pengetahuan (knowledge) dan teknologi (technology). Nilai-nilai adalah suatu yang abstrak. Dalam konteks ini, masyarakat nelayan masih memandang dirinya dan masyarakatnya bersama dengan aturan-aturannya, sebagai ikrokosmos (zona kecil) yang harus berorientasi kepada lingkungan alam bersama dengan aturan-aturannya sebagai makrokosmos. Dalam masyarakat nelayan ini ditemukan norma-norma yang mengatur hubungan struktur social melalui kelompok kerja, hubungan social kekerabatan melalui sistem bilateral atau parental dalam kelompok kerja dan pranata ekonomi melalui sistem bagi hasil berdasarkan adat yang dipahami oleh masyarakat yang berlaku secara umum pada setiap kelompok kerja (Arief, 2008).

Nelayan ini memandang penerapan nilai-nilai kepercayaan merupakan hal yang fundamental dalam proses pemanfaatan sumberdaya laut. Komunikasi dengan alam dilakukan dengan menggunakan simbol-simbol alam yang berupa tanda-tanda alam dan simbol-simbo tingkah laku yang mengandung makna-makna tertendu. Dalam kegiatan eksploitasi yang dilakukan, ada dua macam “erang” yaitu erang passimombalang dan erang pakboya-boyang. Kedua hal tersebut merupakan satu kesatuan yang mengandung ilmu lahir batin yang terdiri atas dua unsur, yaitu “baca” (mantera) dan “pappasang” (nasehat). Beberapa alat yang digunakan masih relatif sama dengan apa yang pernah digunakan oleh leluhur mereka, seperti pakkaja dan pancing yang ukurannya telah dikembangkan dari sebelumnya (Arief, 2008).

Bentuk partisipasi nelayan dalam eksploitasi sumberdaya hayati meliputi proses

perencanaan, proses pelaksanaan, pemanfaatan dan evaluasi. Acara akkarappungan merupakan kegiatan diskusi yang dimotori oleh pemerintah desa dan tokoh masyarakat

(4)

dalam penggunaan teknologi dan cara kerja yang modern dalam mengembangkan usaha

penangkapan seperti penggunaan mesin dan jaring (jala). Dalam kegiatannya terjadi relevansi antara Undang-Undang Perikanan No.31 tahun 2004 dan Undang-Undang

Pengelolaan Lingkungan Hidup No.23 tahun 1997 dengan kaidah sosial yang telah menjadi adat kenelayanan berdasarkan warisan dari leluhur mereka. Dalam proses pemanfaatan,

terjadi pengutamaan kalkulasi untung rugi (pappalele dan pedagang ikan) dalam pemasaran hasil produksi akibat proses transisi dari nelayan subsisten ke nelayan komersil.

Pemantauan dan penyampaian ke pemerintah desa dilakukan baik secara individu maupun kelompok terhadap kegiatan-kegiatan yang dapat merusak ekosistem, seperti penggunaan

bom ikan, racun, maupun alat terlarang lainnya (Arief, 2008).

Bentuk-bentuk partisipasi nelayan dalam konservasi sumberdaya hayati perairan juga dibedakan dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan evaluasi. Masing-masing kelompok sosial nelayan baik yang sifatnya modern maupun tradisional menggunakan alat tangkap yang diakui penggunaannya tidak merusak melalui peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh pemerintah seperti rengge (purse seine), lanra (gill net), rere (drift gill net), meng (pancing) dan pakkaja. Pelaksanaan konservasi ini menjadi lebih mudah dengan adanya kesadaran masyarakat nelayan untuk tidak berpikir pintas dalam mengeksploitasi sumber daya alam, misalnya dengan bahan peledak, racun atau pukat harimau. Konservasi yang dilaksanakan ini telah menimbulkan kesadaran untuk mejaga fungsi ekosistem dan ketaatan dalam mematuhi aturan untuk tidak mengeksploitasi atau memperdagangkan ikan-ikan yang dilindungi, serta tidak dijadikannya baru karang sebgai bahan pembangunan rumah warga desa. Dalam upaya konservasi lahan ini, dilakukan pemantauan terhadap kapal-kapal yang berasal dari luar yang melakukan penangkapan ikan, serta dilakukan pengawasan tidak langsung terhadap ikan-ikan yang dipasarkan di tempat pelelangan (Arief, 2008).

(5)

lokal yang telah lama terbangun yang senanitasa berprinsip pada keserasian, harmonisasi dan keseimbangan antara manusia dan sumber daya alam (Arief, 2008).

Dampak partisipasi masyarakat terhadap kesejahteraan nelayan terluhat pada sisi ekonomi bisnis nelayan yang berada pada situasi struktur pasar input-output yang tidak kompetitif. Pasar inputnya cenderung monopoli dan pasar outputnya bersifat monopsoni. Sehingga walaupun usahanya sudah bersifat komersil namun pendapatan nelayan masih tetap subsisten (Arief, 2008).

Partisipasi aktif masyarakat nelayan untuk tidak melakukan pelanggaran terhadap undang-undang, dipengaruhi oleh pengetahuan lokal yang membawa mereka bertingkah laku yang bersifat protektif terhadap kelestarian sumber daya alam. Adanya potendsi sumberdaya hayati perairan yang maksimal dan lestari serta didukung oleh partisipasi warga dalam menjalankan keteraturan dan kepastian hukum, telah mengundang para pengusaha dari berbagai penjuru menanamkan modalnya pada masyarakat nelayan ini (Arief, 2008).

Faktor-faktor yang menghambat inovasi komunitas nelayan pada karakteristik individu nelayan adalah karena pendapatan dan pendidikan yang rendah, takut mengambul resiko, kepemilikan alat tangkap dan tingkat kemampuan bahasa Indonesia yang rendah. Karakteristik inovasi yang menghambat inovasi nelayan adalah tingkat kerumitan, nilai ekonomis, tingkat kemudahan untuk dicoba, dan bantuan politik (Warnaen dkk., 2013).

Saluran komunikasi nelayan berbeda dengan komunitas lainnya. Saluran yang digunakan hanya mengandalkan komunikasi sesama nelayan, namun kurang melibatkan penyuluh perikanan. Komunitas nelayan biasanya sulit menerapkan metode yang diberikan oleh penyuluh sebab mahalnya peralatan tangkap yang harus dibeli. Pada tahap keputusan, nelaya sangat dipengaruhi oleh kondisi modal, sehingga peran papalele (inovator dan penerima dini) sebagai penyandang dana sangat memengaruhi (Warnaen dkk., 2013).

(6)

Pada langkah-langkah selanjutnya mereka cenderung untuk memilih kontak antar personal dengan seorang yang mereka percaya berkompeten dan bermotivasi. Seharusnya pemerintah lebih giat dan sering mengajak masyarakat melalui media massa, sehingg amasyarakat secara tidak langsung menjadi sadar. Sebagaimana teori yang diungkapkan oleh Cangara (2013), ia menyatakan bahwa untuk mencapai target sasaran yang sifatnya massal maka metode penyebarluasan informasi yang banyak digunakan adalah media massa. Penggunaan media massa biasanya digunakan model hierarchy effect. Model ini memiliki dua fungsi yakni menginformasikan dan mempersuasi. Setelah dipersuasi oleh media maka langkah selanjutnya dilakukan oleh para agen perubahan (Warnaen dkk., 2013).

Masyarakat di Kabupaten Takalar, terutama untuk daerah pesisir, kebanyakan merupakan nelayan yang mengandalkan penghasilannya dari hasil melaut. Hasil yang didapatkan tidaklah mudah sebab mereka masih harus berjuang bahkan sampai bertaruh nyawa untuk mendapatkannya. Setiap hari nelayan-nelayan ini melaut kecuali jika cuaca tidak bersahabat. Hasil yang didapatkan dari melaut ini hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga sulit bagi nelayan-nelayan ini untuk melepaskan diri dari jerat kemiskinan (Mattola, 2017).

Nelayan, atau yang disebutkan oleh masyarakat sebagai “pabiring” menggunakan perahu “lepa-lepa” yang harganya ditaksir sekitar sepuluh juta rupiah untuk setiap perahu. Setiap hari para pabiring ini memiliki beberapa kegiatan seperti rinta’ (memancing ikan kecil), parawe (memancing ikan besar), a’lanra sikuyu (menjaring kepiting), akkurita (mencari gurita) dan sebagainya. Salah seorang nelayan menuturkan bahwa hasil dari parawe terkadang sedikit terkadang pula banyak. Jika hasil parawe ini dijual akan menghasilkan keuntungan sekitar Rp. 100.000 – Rp. 500.000,- saja, belum lagi bahan-bakar dan keperluan lain yang semuanya membutuhkan biaya. Pola kehidupan ini membuat masyarakat semakin terkurung dalam lingkaran kemiskinan (Mattola, 2017).

(7)

Selain itu, masalah yanbg sekarang dihadapi oleh nelayan Takalar adalah mengenai penambangan pasir. Operasi penambangan pasir ini diajukan oleh tujuh perusahaan, yakni PT. Yasmin Bumi Resources, PT. Mineratama Prima Abadi, PT Hamparan Laut Sejahtera, PT. Alepu Karya Mandiri, PT. Gasing Sulawesi, PT. Lautan Phinisi Resources dan PT. Banda Samudera. Namun nelayan-nelayan di Takalar tidak menyetujui adanya penambangan pasir ini. Upaya demonstrasi telah dilakukan, begitu pula dengan menyandera kapal tak dikenal yang mengambil pasir di laut Takalar, dimana nelayan dari empat kecamatan di Takalar ini bergantung disana (Hardiansya, 2017).

Penambangan pasir ini dapat memberikan dampak yang sangat luas bagi kehidupan masyarakat. Pengerukan pasir yang dilakukan dalam radius dua mil dari lepas pantai ini dapat mengakibatkan Pulau Sanrobengi, suatu objek wisata di Takalar, lenyap karena pasir yang ada di pulau tersebut dapat bergeser. Kekhawatiran warga ini diikuti oleh ketakutan adanya abrasi karena tanggul pemecah ombak di pantai juga mulai rusak (Hardiansya, 2017).

Unjuk rasa penolakan tambang pasir terus dilakukan warga. Salah satu unjuk rasa yang dilakukan adalah unjuk rasa yang dilakukan di area pembangunan Central Point Indonesia (CPI) yang pembangunannya menggunakan material yang salah satunya berasal dari laut Takalar. Salah seorang demonstran mengatakan bahwa unjuk rasa ini adalah unjuk rasa secara damai yang terakhir, jika perusahaan tidak memenuhi tuntutan para nelayan (Chandra, 2017).

Unjuk rasa ini adalah salah satu wujud dari kekhawatiran masyarakat terhadap lingkungan laut yang mulai rusak oleh adanya kegiatan penambangan, juga karena berkurangnya jumlah tangkapan ikan dan air laut yang mulai keruh. Reklamasi dan penambangan pasir laut akan mengakibatkan kerusakan ekosistem laut dan akan memicu banjir rob ke pemukiman warga. 60% terumbu karang juga akan rusak dan akan merusak pesisir Takalar (Chandra, 2017).

(8)

ini akan segera disampaikan kepada atasan secepat mungkin dan berterimakasih karena unjuk rasa dilakukan secara damai dan tidak anarkis. Pengunjuk rasa juga menegaskan kembali kepada pihak CPI untuk tidak melakukan penambangan di laut Takalar baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi (Chandra, 2017).

D. Penutup

Masyarakat nelayan Takalar hingga saat ini masih memiliki dan mempertahankan unsur-unsur kebudayaan yang dimiliki sebagai ciri kebudayaan mereka. Nelayan-nelayan ini memiliki partisipasi aktif baik dalam memelihara lingkungan laut dan dalam menikmati hasil-hasil laut. Namun ada faktor penghambat dalam inovasi masyarakat nelayan Takalar. Hambatan ini berupa keterbatasan dalam pemanfaatan media dan teknologi, serta dalam komunikasi. Masalah penambangan pasir dan penghasilan yang minim juga menjadi masalah epic bagi masyarakat nelayan Takalar. Penambangan pasir yang dilakuakn bahkan bisa saja merusak ekosistem laut.

Pengembangan inovasi masyarakat nelayan ini perlu dilakukan dengan inovasi teknologi dalam masyarakat. Peranan mahasiswa sangat penting dalam upaya pengembangan sector teknologi. Pemerintah juga harusnya paham bagaimana kemiskinan yang dihadapi oleh masyarakat nelayan ini, sehingga dapat turun tangan membantu menyelesaikan masalah kemiskinan ini. Masalah penambangan pasir adalah masalah yang sangat serius bahkan dapat merusak lingkungan, sehingga peran pemerintah sebagai pemegang keputusan sangat dibutuhkan untuk membatasi aktivitas penambangan di laut Takalar yang dapat berujung kepada masalah dan bencana yang besar

E. Daftar Pustaka

Arief, Andi Adrie, 2008, Partisipasi Masyarakat Nelayan di Kabupaten Takalar, Jurnal Hutan dan Masyarakat Volume 3 No.1 Hal 11-19, Makassar

(9)

Hardiansya, Rahmat, 2017, Ketika Laut Takalar Terus Terancam Tambang Pasir dalam URL http://www.mongabay.co.id/2017/05/30/ketika-laut-takalar-terus-terancam-tambang-pasir/ (diakses tanggal 3 Desember 2017)

Mujtahida, 2017, Kehidupan Nelayan Galesong dalam Lingkaran Kemiskinan dalam URL

http://lintasterkini.com/01/04/2017/kehidupan-nelayan-galesong-dalam-lingkaran-kemiskinan.html (diakses tanggal 3 Desember 2017)

Referensi

Dokumen terkait

Capaian kinerja yang sesuai target ditunjukkan pada indikator Opini BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, dengan capaian kinerja 100 %, indikator Persentase pengelolaan

Berkaitan dengan penyelenggaran pilkada, pemanfaatan isu pemberdayaan perempuan seyogyanya menjadi menarik dan penting untuk menjadi visi misi calon, sebagai bentuk komunikasi

Menurut model atom bohr, elektron – elektron mengelilingi inti pada lintasan – lintasan tertentu yang disebut kulit eletron atau tingkat energy.. Tingat energy paling rendah

Persiapan materi yang akan di- presentasikan oleh mahasiswa muncul masalah karena mahasiswa belum me- ngenal objek wisata yang harus diulas saat presentasi. Selain itu, mahasiswa

Seperti telah dijelaskan pada latar belakang penelitian yang akan dilakukan, penulis tertarik untuk melakukan perancangan reverse vending machine khusus botol

Tabel 4.26 Resume Hasil Analisa Regresi Dan Pengaruh Antar Variabel Pada Penelitian Mengenai Pengaruh Terpaan Beuaty Vlog Terhadap Perilaku Mempercantik Diri Perempuan Di Salatiga

15 IUCN Red List (http://www.iucnredlist.org). Assessment of HCVs in La Nga State Forestry Company. Assessment of HCVs in Ba To State Forestry Company. Assessment of HCVs in Ha

Dapat memahami prinsip dasar motor bakar / defenisi motor bakar .. Dapat memahami pembagian