Destination Branding
Cirebon dengan Potensi Wisata Syari’ah dan
Kota Pusaka
Sebagai tugas untuk UAS mata kuliah Strategic Branding Dosen Pengampu: Bambang Dwi Prasetyo, Dr., S.Sos., M.Si
Disusun oleh:
Maulidina Wirdani 145120200111051
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Potensi pasar muslim dunia memang sangat menggiurkan bagi pelaku usaha bisnis pariwisata. Indonesia sebagai negara dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia memilik potensi sebagai destinasi pariwisata syariah. Berdasarkan Global Muslim Travel Index (GMTI) 2015 dalam kelompok destinasi Organisation of Islamic Cooperation (OIC), Indonesia menempati peringkat ke-enam dengan skor indeks 67,5 setelah Qatar (skor indeks 68,2), Arab Saudi (skor indeks 71,3), Uni Emirat Arab/UEA (skor indeks 72,1), Turki (skor indeks 73,8), dan Malaysia (skor indeks 83,8) (Kemenpar, 2015).
Studi GMTI menganalisis data lengkap yang meliputi 100 destinasi dengan hasil rata-rata berdasarkan sembilan kriteria seperti kecocokan sebagai destinasi liburan keluarga dan keamanan (kunjungan wisatawan muslim, destinasi liburan keluarga, perjalanan yang aman), ketersediaan layanan dan fasilitas muslim friendly di destinasi wisata (makanan halal, kemudahan akses untuk beribadah, layanan dan fasilitas bandara, pilihan akomodasi), Halal awareness (mengutamakan kehalalan, kemudahan komunikasi).
Lembaga tersebut bekerjasama dengan hotel-hotel ternama mengadakan buka puasa bersama, menyediakan tempat sholat yang nyaman dan mudah dijangkau di pusat-pusat perbelanjaan, memberikan pertunjuk arah kiblat dan Alquran di kamar hotel, hingga menyediakan petugas di Visitor’s Information Offices yang mampu berbahasa Arab. Korea Selatan melalui Perwakilan Organisasi Pariwisata Korea Selatan di Jakarta (KTO Jakarta) mengakui siap menjadi destinasi wisata syariah dengan menyediakan paket wisata bagi Muslim dan fasilitas yang mendukung. Demikian pula Jerman menyediakan tempat shalat yang bersih dan nyaman di Terminal 1 Bandara Munich, Jerman sejak bulan Juni 2011 (Sofyan, 2012: 13-19 dalam Kemenpar, 2015).
Bagaimana dengan kondisi industri pariwisata syariah di Indonesia? Kondisi pariwisata syariah di Indonesia masih belum dilaksanakan dengan serius. Padahal potensi pengembangan wisata syariah di Indonesia sangat besar.
Pada dasarnya pengembangan wisata syariah bukanlah wisata eksklusif karena wisatawan non-Muslim juga dapat menikmati pelayanan yang beretika syariah. Wisata syariah meliputi keberadaan tempat wisata ziarah dan religi, juga mencakup ketersediaan fasilitas pendukung, seperti restoran dan hotel yang menyediakan makanan halal dan tempat shalat. Produk dan jasa wisata, serta tujuan wisata dalam pariwisata syariah adalah sama seperti wisata umumnya selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai dan etika syariah. Contohnya adalah menyediakan tempat ibadah nyaman seperti sudah dilakukan di Thailand dan negara lainnya yang telah menerapkan konsep tersebut terlebih dahulu. Potensi wisata syariah di Indonesia sangat besar dan bisa menjadi alternatif selain wisata konvensional, hanya saja branding dan pengemasannya masih belum memiliki konsep yang tepat.
Darussalam, Sumatera Barat, Riau, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Bali (IndonesiaTravel, 2013 dalam Kemenpar, 2015). Wilayah tujuan wisata syariah tersebut ditentukan berdasarkan kesiapan sumber daya manusia, budaya masyarakat, produk wisata daerah, serta akomodasi wisata.
Kota Cirebon adalah kota strategis yang terletak diujung timur pantai utara Jawa Barat, faktor tersebut membuat kota ini berkembang menjadi sebuah kota yang maju. Cirebon merupakan daerah tujuan wisata yang unik dalam berbagai aspek seperti agama, budaya, dan juga sejarah. Cirebon unggul dari aspek historis dan budaya. Maka dari itu Cirebon juga dikenal sebagai kota eksotis seperti Jogjakarta nya Jawa Barat. Industri pariwisata dan ekonomi kreatif di Cirebon tidak terlepas dari aspek historis pertumbuhan kota dan pembangunan sebagai garis sutra dalam penyebaran Islam, perdagangan, dan akulturasi sangat halus sehingga diversifikasi etnis menjadi bagian utama dalam kegiatan wisata (Jaelani, 2016).
Seperti yang diketahui umum, Cirebon kurang dikenal dalam destination branding walaupun memiliki potensi besar. Tahun 2016, Kementerian Pariwisata Republik Indonesia tengah giat melakukan destination branding maupun city branding untuk sejumlah kota di Indonesia. Cirebon juga menjadi salah satu kota yang sedang gencar di branding. Oleh karena itu diangkatlah perancangan destination branding untuk menjadi Kota Pusaka. Dimana Cirebon memiliki nilai jual relijiusitas, sejarah dan budaya yang megah.
1.2. RUMUSAN MASALAH
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Brand
Istilah “branding” berakar dari sebuah kata Norwegia Kuno “brandr”, yang
berarti “membakar”. Istilah “brand” masih diartikan sedemikian bagi para peternak ketika memberikan cap identitas pada ternaknya. Seiring dengan berkembangnya dunia perdagangan, brand diartikan sebagai asal atau sumber dari suatu produk atau pembeda sebuah produk dengan produk lainnya (Wiley 2003 : 65, dalam Sandi, dkk:2012).
2.1.1. Fungsi Brand
Beberapa fungsi brand adalah (Surya: 2003; dalam Sandi, dkk:2012) : a. Sebagai sebuah janji.
Brand menjanjikan diferensiasi yang berarti, menciptakan kecenderungan, dan
mampu menjadikan produk “premium”. Sebagai jalan pintas dalam pengambilan keputusan.
b. Sebagai aset dalam menambah nilai finansial. c. Mendakan perubahan pada audience.
d. Menanggapi perubahan audience.
e. Mengkomunikasikan dan mengkomunikasikan kembali nilai-nilai
perusahaan pada masyarakat.
f. Memerangkati (to set) moral orang-orang didalam lingkungan perusahaan. g. Mengabsahkan (to endorse) momentum untuk sebuah pernyataan jangka
panjang.
h. Menciptakan, mengelola, dan menguasai persepsi masyarakat baik didalam organisasi maupun masyarakat umum.
2.1.2. Unsur-Unsur Brand
perusahaan. Untuk membangun brand yang kuat, unsur brand berikut merupakan kunci: a) Nama Brand, b) Logo, c) Slogan, d) Kisah Brand (Sandi, dkk:2012).
2.2. Destination Branding
Destination branding berarti merancang suatu tempat untuk memenuhi kebutuhan target market (Keller 2003: 138, dalam Sandi, dkk:2012). Lebih penting lagi, destination branding adalah mengenai apa yang dirasakan oleh konsumen akan suatu tempat. Kekuatan brand terletak pada kemampuannya membangun awareness terhadap suatu tempat tersebut dengan asosiasi yang diinginkan. Sebagai salah satu wujud brand, destination branding memiliki anatomi yang serupa dengan brand pada umumnya. Pada umumnya, brand name yang digunakan adalah nama sebenarnya dari lokasi tersebut.
Gambar 1. Key Component of Destination Branding
Source: Adapted from Balakrishnan (2007 dalam Balakrishnan, 2008)
2.2.1. Tahapan Destination brand
Morgan and Pritchard (2002 dalam Situmorang: 2008) menyarankan 5 tahapan untuk melakukan destination branding dalam merubah image sebuah daerah. 1. Market investigation, analysis and strategic recommendations
pada tahapan ini marketer daerah melakukan riset pemetaan potensi pasar, hal-hal apa saja yang bisa dikembangkan dan penyusunan strategi.
2. Brand identity development
Brand Identity dibentuk berdasarkan visi, misi dan image yang ingin dibentuk daera tersebut. Dari hasil riset ditentuka beberapa alternative lalu di pilih sat buah tagline untuk menggambarkan daerah tersebut.
3. Brand launch and introduction: communicating the vision.
Setelah tagline diperkenalkan maka brand yang ada diperkenalkan dengan melibatkan seluruh komponen yang ada melalui media relations seperti Advertising, direct marketing, personal selling, websites, brochures, atau Event organizers, film-makers, destination marketing organizations (DMOs) Serta journalists.
4. Brand implementation.
Brand adalah sebuah janji. Semua pihak-pihak yang terlibat mulai dari pemerintah, pihak hotel, Travel agensi, masyarakat setempat harus berusaha mewujudkan janji yang diucapkan.
5. Monitoring, evaluation and review.
Program sedang yang dilaksanakan dilakukan monitoring apakah ada
penyimpangan, kekurangan dan sebagainya. Dari hasil monitoring dilakukan evaluasi dan review untuk perbaikan selanjutnya
2.2.2. Tujuan Destination Branding
Destination Branding digunakan untuk mencapai tujuan yang beragam. Secara umum, tujuan-tujuan tersebut adalah (Kotler 1998 : 138 dalam Sandi, dkk, 2012) :
a. Membangun brand image positif bagi lokasi.
c. Menarik target market, seperti pengunjung, penduduk dan pegawai, bisnis dan industri.
d. Menemukan pasar ekspor.
2.3. Wisata Syari’ah
Ide wisata syari’ah atau wisata religi (religious tourism) itu sendiri muncul cukup kontroversial, tidak hanya dari sudut pandang otoritas keagamaan, tetapi juga oleh perspektif akademik studi pariwisata. Tajzadeh Namin A.A. (2013 dalam Jaelani, 2015) dalam Value Creation in Tourism: An Islamic Approach memberikan penjelasan tentang wisata yang bersumber dari al-Qur’an berikut ini:
A review of the verses of the Holy Quran shows that traveling and exploration have been emphasized at least in seven verses; 1. Studying the life of the people of the past (QS. 3: 137); 2. Studying the destiny of the people of the past (QS. 30:42); 3. Studying how prophets were raised (QS. 16: 36); 4. Studying the life of evildoers (QS. 6: 11); 5. Thinking about the creation; 6. Thinking about what happened to wrongdoers; 7. Visiting safe and prosperous towns (QS. 34: 11); 8. The Holy Quran calls people to travel and to learn lessons from what happened to the infidels and deniers of divine signs; 9. In general, it can be said that traveling helps people achieve theoretical and practical explanations and to reaffirm their faiths in the resurrection day. Traveling helps people learn from the past and prevents tyranny and oppression; and 10. Travelling improves sight, hearing, and inner knowledge and rescue people from inactivity and inanition.
Pengertian wisata religi dikembangkan pula sebagai semua upaya pemasaran dan pengembangan produk yang diarahkan pada umat Islam, meskipun tidak terkait motivasi agama (Henderson, 2010 dalam Jaelani, 2015), atau upaya yang menekankan pentingnya turis Muslim dan non-Muslim sebagai pasar baru dan tujuan untuk pariwisata (Ala Hamarneh, 2011 dalam Jaelani, 2015); Dengan kata lain, Islamic tourisme untuk mempromosikan pariwisata di kalangan umat Islam, mengembangkan tujuan wisata baru, dan memperkuat kerjasama antar organisasi dan antar-pemerintah di Dunia Islam.
with Islamic motivations. It should be noted that Islamic activities must be in accordance with generally accepted principles of Islam; i.e. halal (Zamani Farahani and Anderson, 2010 dalam Jaelani, 2015).
Salah satu produk yang dikembangkan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sejak tahun 2013 adalah wisata syariah. Tahun 2014, program wisata syariah akan semakin 'matang' dan siap dipromosikan kepada wisatawan.
Sebagai negara dengan penduduk mayoritas Muslim, Indonesia perlu
mengembangkan wisata syariah, apalagi cukup banyak dikunjungi oleh wisatawan dari negara-negara Timur Tengah.
Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sapta Nirwandar meyakinkan bahwa pengembangan wisata syariah penting karena manfaatnya tidak hanya dapat dirasakan oleh wisatawan Muslim. Wisata syariah bersifat terbuka untuk semua orang. Kemenparekraf akan menggerakkan wisata syariah di hotel, restoran, serta spa. Diharapkan wisata syariah dapat menjadikan Indonesia sebagai destinasi yang ramah untuk wisatawan Muslim dan memerlukan standarisasi. Ciri wisata syari’ah antara lain ada paket-paket wisata syariah yang meliputi destinasi ramah wisatawan Muslim, serta hotel, restoran, dan spa yang halal (Kemenparekraf, 2013 dalam Jaelani, 2015).
Saat ini, sudah ada sembilan destinasi yang sesuai dengan konsep wisata syariah di Indonesia, yaitu Sumatera Barat, Riau, Lampung, Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Lombok, dan Makassar. Wisata syariah diyakini dapat menarik lebih banyak wisatawan Muslim dari berbagai penjuru dunia.
Di samping itu, kepariwisataan diselenggarakan dengan prinsip-prinsip: a. menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan
dari konsep hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antara manusia dan sesama manusia, dan hubungan antara manusia dan lingkungan;
b. menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya, dan kearifan lokal; c. memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan, dan
proporsionalitas;
e. memberdayakan masyarakat setempat;
f. menjamin keterpaduan antarsektor, antardaerah, antara pusat dan daerah yang merupakan satu kesatuan sistemik dalam kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan antarpemangku kepentingan;
g. mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan internasional dalam bidang pariwisata; dan
h. memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU
Pariwisata, Bab III, 2009 dalam Jaelani 2015).
2.4. Potensi Wisata Cirebon
Cirebon merupakan salah satu daerah di Jawa Barat yang memiliki banyak keunikan dan daya tarik untuk dikembangkan menjadi destinasi wisata budaya dan
religi. Dahulu Cirebon pernah menjadi jalur sutra “Silk Road” perdagangan dari berbagai bangsa seperti China, India, Turki, Persia, dan Timur Tengah melakukan transit di Pelabuhan Cirebon. Sehingga lambat laun terjadi akulturasi dengan penduduk asli Cirebon. Hal ini menambah khasanah keanekaragaman budaya yang dimiliki masyarakat Cirebon. Adanya Keraton Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan, merupakan akulturasi kebudayaan lokal dengan Hindu-Buddha. Sejarah masuk dan berkembangnyaagama Islam di Jawa khususnya Jawa Barat juga melibatkan Cirebon (Hariyanto, 2016).
Diungkapkan Sultan Sepuh XIV Pangeran Raja Adipati Arif Natadiningrat SE (Radar Cirebon, 4/4/2016), bahwa Cirebon tidak lagi sekadar kota udang maupun kota wali. Cirebon kini mempunyai sejumlah kekayaan yang dapat menjadi elemen kunci untuk melancarkan strategi city branding-nya. Objektifnya, tentu saja guna menarik wisatawan untuk menjadikan Cirebon sebagai pilihan destinasi wisata mereka.
mlarat, tjampolay, serta es doger. Elemen kedua adalah fashion. Cirebon memiliki batik trusmi dan corak batik berupa gambaran awan yang dikenal sebagai motif mega mendung. Elemen ketiga adalah kesenian. Cirebon memiliki kesenian berupa Tari Topeng, Sintren, Tarling, Gembyung, Sandiwara Cirebonan, dan lukisan kaca. Elemen keempat adalah sejarah dan pusat peradaban. Antara lain, Keraton Kasepuhan peninggalan Sunan Gunung Jati yang terpelihara indahnya, Gua Sunyaragi, hingga tempat wisata modern Waterland.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Stategi Destination Branding Cirebon
Morgan and Pritchard (2002 dalam Situmorang: 2008) menyarankan 5 tahapan untuk melakukan destination branding dalam merubah image sebuah daerah.
1. Market investigation, analysis and strategic recommendations
Pada tahapan ini dilakukan riset pemetaan potensi pasar Cirebon, hal-hal apa saja yang bisa dikembangkan dan penyusunan strategi. Pertama-tama perlu mengidentifikasi produk Destination Cirebon. Identifikasi dapat dilakukan dengan berdasarkan kategorisasi sebagai berikut:
1) Elemen pertama adalah Destination kuliner Cirebon. Sebut saja, tahu gejrot, nasi jamblang, sego lengko, empal genthong, emping besar, kripik mlarat, tjampolay, serta es doger.
2) Elemen kedua adalah fashion. Cirebon memiliki batik trusmi dan corak batik berupa gambaran awan yang dikenal sebagai motif mega mendung. 3) Elemen ketiga adalah kesenian. Cirebon memiliki kesenian berupa Tari
Topeng, Sintren, Tarling, Gembyung, Sandiwara Cirebonan, dan lukisan kaca.
4) Elemen keempat adalah sejarah dan pusat peradaban. Antara lain, Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, Keraton Kacirebonan, Masjid Agung Cipta Rasa, peninggalan Sunan Gunung Jati yang terpelihara indahnya, Gua Sunyaragi, hingga tempat wisata modern Waterland.
Kemudian dilakukan analisis berdasarkan tabel berikut:
Tugas Marketing Tujuan Marketing Implementasi pada Cirebon
Mengidentifikasi kebutuhan turis
Riset pemasaran Karena sebagian besar wisata cirebon merupakan wisata heritage dan budaya berbau syari’ah maka yang dibutuhkan adalah produk dan service yang terjaga dengan baik
Menganalisa peluang di
Segmentasi Pasar Meliputi Jawa Barat, jangkauan umur
pasar memiliki ketertarikan terhadap, napak
Secara produk destinasi sudah sangat baik, tinggal meningkatkan performance
Kebijakan harga Umumnya, harga yang ditetapkan
selama ini terjangkau, bahkan beberapa masih gratis. Alangkah lebih baiknya mematok harga yang pantas sehingga dapat membiayai pengelolaan destinasi dengan baik pula. Perlu diadakan survey daya beli masyarakat oleh dinas terkait. Memastikan
ketersediaan produk/jasa
Kebijakan distribusi
Secara umum produk destinasi tersedia namun belum dikelola dengan baik. Kurang arahan dan pembimbingan (tourist guiding) untuk parawisatawan, belum ada jasa yang intensif untuk
mendukung kemajuan destinasi.
Transportasi tersedia (tol Cipali, Bandara Kertajati) begitupun dengan hotel-hotel.
Menginformasikan dan
memotivasi turis
Strategy promosi Belum gencar, minim partisipasi
masyarakat. Promosi bisa dilakukan dengan jalur utama melalui sosialisas pemerintah, media massa (cetak, radio, tv, internet). Menggunakan Buzzer media sosial. Menyewa fotografer untuk
menyajikan keindahan visual dan
disebarkan lewat media diatas.
Menggunakan duta dan endorser
berpengaruh sesuai target pasar. Inovasi dalam berpromosi sangat dibutuhkan
Tabel 1. Analisis dan penerjemahan konsep ke aksi
2. Brand identity development
Brand Identity dibentuk berdasarkan visi, misi dan image yang ingin dibentuk daera tersebut. Dari hasil riset ditentukan beberapa alternative lalu di pilih satu buah tagline untuk menggambarkan daerah tersebut. Proses riset dapat dilihat pada gambar dibawah, misalnya Thailand: “Amazing Thailand”, Hong
Piramida 1. The Destination Brand Benefit Pyramid
Destinasi Cirebon secara Tangible (Level 1) memperlihatkan keeksotisan budaya dan sejarah melalui berbagai bangunan seperti Keraton-keraton, gua sunyaragi, makam- makam, hingga beberbagai arsitektur yang eksotis. Keeksotisan tersebut memiliki hubungan erat dengan sejarah islam dan akulturasi budaya yang halus karena Cirebon sebagai silk road negara dunia. Selain itu juga dapat dilihat produk batik khas yaitu Batik Mega Mendung yang tersohor. Juga berbagai kuliner seperti Empal Gentong, Sega Lengko, Tjampolay, Krupuk Udang, Docang dan lain sebagainya yang memiliki nilai luhur filosofis. Disimpulkan bahwa Cirebon memiliki nilai heritage yang tinggi.
Manfaat wisatawan atas destinasi Cirebon ini secara umum (Level 2) adalah bertambahnya ilmu dan kepuasan terhadap keindahan yang eksotis. Secara khusus, bagi wisatawan muslim (Level 3) yang datang atas dorongan keagamaan, mendapatkan kepuasan yang lebih mendalam, meliputi kepuasan spiritual, dan penghayatan terhadap napak tilas penyebaran Islam di Jawa, khususnya Jawa Barat. Destinasi wisata Cirebon juga memiliki akulturasi halus dengan berbagai
Level 5 What is the
Level 3 What psycological reward or emotional benefit do tourist receive by visiting this destination? how does tourist
feel?
Level 2 What benefit to the tourist result from this destination features?
budaya salah satunya China. Sehingga dapat menjadi suber pembelajaran budaya sekaligus sejarah. Mengingat sejarah Cirebon yang legendaris.
Secara konsisten (Level 4) Cirebon memberikan destinasi yang eksotis, memiliki nilai heritage tinggi dan kental dengan masyarakatnya, juga memiliki
nilai syari’ah yang halus. Maka dari itu, Cirebon dicanangkan sebagai Kota
Pusaka. Hal tersebut pernah dipaparkan oleh Sultan Sepuh XIV Pangeran Raja Adipati Arif Natadiningrat SE (Radar Cirebon, 4/4/2016), bahwa Cirebon tidak lagi sekadar kota udang maupun kota wali (karena Sunan Gunung Jati), namun menjadi Kota Pusaka.
Kota Pusaka dinilai cocok karena meliputi berbagai nilai dan keunggulan yang dimiliki Cirebon,. Selain berperan penting dalam penyebaran Islam di Jawa, Cirebon juga memiliki sejarah kental dan berandil besar dari Zaman kerajaan-kerajaan, Zaman Penjajahan, hingga Perjuangan Kemerdekaan Indonesia.
3. Brand launch and introduction: communicating the vision.
Pada aspek inilah kekurangan mendasar dari Destination Branding Cirebon selama ini. Setelah mendapatkan Brand dan tagline maka brand yang ada diperkenalkan dengan melibatkan seluruh komponen yang ada melalui media relations seperti Advertising, direct marketing, personal selling, websites, brochures, atau Event organizers, film-makers, destination marketing organizations (DMOs) Serta journalists.
Promosi dapat dilakukan dengan Media ATL (Above The Line). Media-media yang digunakan dalam perencanaan Media-media lini atas (ATL) adalah:
a. Televisi
Cirebon dapat bekerjasama dengan Kemenpar pusat maupun daerah untuk membuat iklan wisata Cirebon sebagai Kota Pusaka. Iklan tersebut diputar minimal 1 kali dalam 1 hari di media televisi seperti chanel RCTI, Trans7, NET, SCTV, yang miliki rating/index jangkauan penonton yang tinggi.
Cirebon dapat mempromosikan destinasinya maupun produknya dengan mengambil bagian dalam Film-film Nasional. Seperti film 5cm yang berlokasi di Gunung Semeru efektif menigkatkan kunjungan wisatawan.
c. Media Sosial
Cirebon juga dapat menyewa Buzzer untuk memviralkan destinasinya melalui fotografi, videografi, tagline, meme, dan lain sebagainya. Dapat juga membuat akun resmi seperti website, Instagram, Twitter dll.
d. Platform Elektronik
Cirebon dapat bekerjasama dengan platform elektronik wisata seperti Traveloka, Mister Aladdin, dan lain lain untuk akses wisatawan yang lebih mudah.
e. Surat kabar (koran)
Surat kabar yang akan dipilih sebagai media promosi Cirebon meliputi Jawa Post (Radar Cirebon dan Radar Lainnya). Selain itu juga beralasan Jawa Pos memiliki cakupan yang sangat luas khususnya di Pulau Jawa.
f. Media lain seperti Majalah dan Billboard
Promosi dapat dilakukan dengan Media BTL (Below The Line) Media-media yang digunakan dalam perencanaan Media BTL (Below The Line) seperti: brosur, Marchendise, dan juga kupon menginap dan berwisata.
4. Brand implementation.
terawat dan tidak inovatif, penataan kota yang buruk, kemacetan, kurangnya lahan hijau, dan belum adanya standar tarif jasa di sejumlah daerah tujuan wisata sehingga rentan menimbulkan pungli dan meresahkan wisatawan. Akhirnya Brand yang dibentuk menjadi sia-sia.
5. Monitoring, evaluation and review.
Program Cirebon sebagai Kota Pusaka dan Wisata Syari’ah yang diimplemetasikan kemudaian dil monitoring apakah terdapat penyimpangan, kekurangan, kendala dan lain sebagainya. Dari hasil monitoring dilakukan evaluasi dan review untuk perbaikan selanjutnya. Apabila terdapat kendala alangkah lebih baiknya untuk berkonsultasi dengan pihak ahli dan pihak yang dapat membantu jalannya Destination Branding dengan baik.
Bagan 1. Faktor yang Mempengaruhi Evaluasi Brand Image
overall image effective
evaluation Variety (within
destination)
Perceptual/Cogni tive evaluation
Type of Information
source
age image
education
socio-psycological
3.2. Beberapa Tantangan dan Kendala
Tantangan dan kendala dalam menyusun destination branding Cirebon adalah kurangnya Promosi, SDM, fasilitas infrastruktur, , layanan imigrasi, pemasaran produk daerah, perilaku penduduk dan pengusaha lokal serta keterbatasan anggaran. Tantangan berikutnya adalah image bahwa negara kita sering di cap ”jelek” karena berbagai pemberitaan yang ada. Sehingga persepsi masyarakat Indonesia sendiri terhadap wisata nasional dianggap kurang menarik.
Untuk mengatasi crisis kepercayaan wisatawan terhadap sebuah daerah Beirman (2003 dalam Situmorang: 2008) menawarkan 4 langkah yakni:
1. mengidentifikasi penyebab masalah yang menyebabkan crisis (Identify the event/problem as either a crisis or a hazard)
2. Pembentukan crisis management team: bekerjasama melalui media and public relations, travel industry, tour operators, airlines and hospitality industry, good staff, local tourism, local government dsb.
3. Mempromosikan destinasi selama dan setelah crisis (Promote the destination during and after the crisis).
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1.Kesimpulan
Cirebon memiliki potensi besar sebagai Destination Brand di bidang wisata
Syari’ah. Cirebon memiliki keunggulan dalam keeksotisan heritage, budaya, dan sejarah yang kental. Industri pariwisata dan dan juga ekonomi kreatif di dalamnya tidak terlepas dari aspek historis pertumbuhan kota dan pembangunan sebagai “Silk
Road” dalam penyebaran Islam, perdagangan, dan akulturasi sangat halus sehingga diversifikasi etnis menjadi bagian utama dalam kegiatan wisata.
Secara produk destinasi Cirebon sangat baik, namun Cirebon masih kurang dalam 1) pengelolaan dan inovasi destinasi, 2) promosi dan 3) pengelolaan destination branding. Dengan perancangan strategi destination branding ini diharapkan dapat Membangun brand image positif bagi Cirebon sebagai destinasi
syari’ah maupun heritage; dan Menarik target market, seperti pengunjung, penduduk dan pegawai, bisnis dan industri..
4.2.Saran
Dari perancangan destination branding Cirebon ini penulis menyarankan:
1. Pemulihan dan pengelolaan destinasi yang intensif, mengingat potensinya yang besar.
2. Pengimplementasian strategi destination branding khususnya dalam aspek promosi
DAFTAR PUSTAKA
Balakrishnan, M.S. (2008). Dubai a star in the east: A case study in strategic destination branding. Journal of Place Management and Development Vol. 1 No. 1, 2008 pp. 62-91 q Emerald Group Publishing Limited 1753-8335 DOI 10.1108/17538330810865345
Hariyanto, I.R. (2016). Destinasi Wisata Budaya dan Religi di Cirebon. Ecodemica, Vol.IV, No. 2, September 2016, ISSN 2355-0295, e-ISSN 2528-2255, hal, 214-222
Jaelani, A. (2015). Pengembangan Wisata Syari’ah Di Cirebon: Studi Heritage Tourisme Perspektif Ekonomi Islam. Penelitian Kompetitif Dosen Pusat Penelitian dan Penerbitan IAIN Syekh Nurjati Cirebon
Jaelani, A. (2016). Cirebon as the Silk Road: A New Approach of Heritage Tourisme and Creative Economy. https://mpra.ub.uni-muenchen.de/70768/ MPRA Paper No. 70768, posted 17 April 2016 13:25 UTC Munich Personal RePEc Archive
KEMENPAR. (2015). Laporan Akhir Kajian Pengembangan Wisata Syariah. Asisten Deputi Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Kepariwisataan Deputi Bidang Pengembangan Kelembagaan Kepariwisataan Kementerian Pariwisata 2015
Radar Cirebon. (4/4/2016). Begini Stategi City Branding Cirebon
Sandi, Lasiman, Damajanti. (2012). Perancangan Destination Branding Kota Pontianak sebagai Kota Kuliner.Universitas Kristen Petra. Surabaya
Sandy. Lasiman. Damajanti, M. (2012). Perancangan Destination Branding Kota Pontianak Sebagai Kota Kuliner. Program Studi Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan Desain: Universitas Kristen Petra, Surabaya
LAMPIRAN
Vihara Welas Asih Cirebon Masjid Agung Cipta Rasa
Keraton Kasepuhan Gua Sunyaragi