• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH GESEKAN DASAR LAUT TERHADAP PERUBAHAN POLA POSISI AMPHIDROMIE PASANG SURUT DAN ARUS PASANG SURUT (TIDAL CURRENTS) DI NORTH SEA DAN PERAIRAN INDONESIA UNTUK KOMPONEN M2 SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH GESEKAN DASAR LAUT TERHADAP PERUBAHAN POLA POSISI AMPHIDROMIE PASANG SURUT DAN ARUS PASANG SURUT (TIDAL CURRENTS) DI NORTH SEA DAN PERAIRAN INDONESIA UNTUK KOMPONEN M2 SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna "

Copied!
165
0
0

Teks penuh

(1)

PERUBAHAN POLA POSISI AMPHIDROMIE PASANG

SURUT DAN ARUS PASANG SURUT (TIDAL CURRENTS)

DI NORTH SEA DAN PERAIRAN INDONESIA UNTUK

KOMPONEN M

2

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan

Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Sains

Oleh

ICHSAN SETIAWAN

NIM: 96810178

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

(2)

PENGARUH GESEKAN DASAR LAUT TERHADAP

PERUBAHAN POLA POSISI AMPHIDROMIE PASANG

SURUT DAN ARUS PASANG SURUT (TIDAL CURRENTS)

DI NORTH SEA DAN PERAIRAN INDONESIA UNTUK

KOMPONEN M

2

Oleh

Nama

Nim

Jurusan

:

:

:

ICHSAN SETIAWAN

96810178

Fisika

Disetujui

,

Pembimbing Utama Pembimbing Pembantu

Dr. Syamsul Rizal Irwandi, S.Si

Nip. 131 662 135 Nip. 132 231 609

Diketahui,

Dekan Fakultas MIPA Ketua Jurusan Fisika

Dr. Syamsul Rizal Zulkarnain A. Djalil, M.Si

Nip. 131 662 135 Nip. 132 090 410

(3)

ii

Simulasi perubahan posisi amphidromie yang dilakukan di North Sea dan Perairan Indonesia terdiri dari amphidromie pasang surut dan arus pasang surut (tidal currents) komponen M2. Lokasi titik nol yang dihasilkan ini diperoleh dengan menvariasikan

(4)

iii ABSTRACT

Simulation that is conducted on the change of amphidromic position at North Sea and Indonesian waters consists of tides and tidal current of M2. These some zero points

(5)

iv

Bismillahirrahmanirrahim.

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang

berjudul ”Pengaruh gesekan dasar laut terhadap perubahan pola posisi amphidromie

pasang surut dan arus pasang surut (tidal currents) di North Sea dan Perairan

Indonesia untuk komponen M2”, yang merupakan tugas dan syarat untuk

menyelesaikan pendidikan S1 pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Syiah kuala.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan dan

bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Dr. Syamsul Rizal sebagai Dekan Fakultas MIPA dan Pembimbing Utama.

2. Bapak Irwandi, S.Si sebagai pembimbing pembantu.

3. Bapak Zulkarnain A. Djalil, M.Si sebagai ketua jurusan Fisika.

4. Bapak M. Syukri , M.T sebagai sekretaris jurusan Fisika .

5. Bapak Drs Muhammad, M.Si sebagai pembimbing akademik.

6. Semua staf pengajar dan laboran pada jurusan Fisika.

7. Teman-teman yang telah banyak memberi bantuan dan dorongan moril yang

(6)

v

8. Ibunda dan Ayahanda tercinta, serta paman dan adik-adik yang senantiasa berdoa

untuk keberhasilan penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya di dalam penulisan skripsi masih banyak

kekurangan-kekurangan baik dari segi teknik penulisan maupun dari segi materi. Hal

ini tidak terlepas dari keterbatasan kemampuan dan ilmu pengetahuan penulis. Untuk

itu kritik dan saran penulis harapkan demi kesempurnaan tulisan ini.

Akhirnya penulis berharap, segala amal baik yang telah telah dilakukan

mendapat keridhaan dari Allah SWT, dan dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Amin.

Darussalam, 16 Juli 2000

(7)

vi LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR SIMBOL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Dasar Permasalahan

1.3 Batasan Masalah

1.4 Tujuan Penelitian

1.5 Manfaat Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persamaan Dinamika Oseanografi

2.2 Dinamika Laut yang Mempengaruhi Titik Amphidromie

2.2.1 Pasang Surut (Tides)

2.2.2 Rotasi Bumi

2.3. Titik Amphidromie dan Gesekan Dasar Laut

2.3.1 Titik Amphidromie

2.3.2 Gesekan Dasar Laut dan Efek Air Dangkal

(8)

vii

2.4 Efek Parameter Gesekan terhadap Posisi Amphidromie

2.5 Syarat Batas Nilai Awal

2.6 Kedalaman North Sea

2.7 Perairan Indonesia

2.8 Perhitungan Amplitudo dan Fasa

BAB III METODELOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2 Perangkat Penelitian

3.3 Prosedur Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.2 Analisa Data dan Pembahasan

4.2.1 North Sea

4.2.2 Perairan Indonesia dan Laut Cina Selatan

BAB V KESIMPULAN

(9)

viii

A

AH, AV

B C f F,F x/y G r  g. H. P(x,y,z,t) U,v,w R   t   

Amplitudo pasut (m) Fasa ()

Viskositas eddy kinematis arah horizontal dan vertikal m2s-1 Indek pada saat di dasar laut

Koefisien gesek Chézy (m1/2

s-1) Parameter coriolis f = 2sin (s-1) Gaya dan vektor gaya

 

1/1Δ tγ ,k b b k 1 x/y

G    Gx, Gy ---> suku gesekan

faktor gesekan dasar laut

parameter gesekan dasar laut (s-1) Percepatan grafitasi (ms-2)

Ketebalan lapisan (m) Tekanan (kg ms-2)

Kecepatan arus arah x,y,z (ms-1) Jari-jari bumi (6371040 m)

Kecepatan sudut rotasi bumi ( 7 29 10, x 5rad/detik) Lintang geografis ()

Selang waktu (s)

Parameter relaksasi dalam iterasi SOR (1,55) Parameter implisit (0.5)

(10)

ix DAFTAR GAMBAR Gambar 2-1 Gambar 2-2 Gambar 2-3 Gambar 2-4 Gambar 2-5 Gambar 2-6 Gambar 2-7

Perhitungan komponen kecepatan rotasi bumi terhadap

sudut azimut

Spiral Ekman

Amphidromie pasang surut M2 di North Sea Fischer

(1958)

Efek gesekan

Amphidromie pasang surut M2 dengan berbagai

parameter gesekan () (Rienecker dan Teubner 1980)

Kontur bathimetri North Sea dalam meter (Rizal, 2000)

Kontur bathimetri Perairan Indonesia (Stawarz dan

(11)

x Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 FLOW CHART

Amplitudo/Fasa (Amphidromie) pasut M2di North Sea

dengan faktor gesekan r = 0,0016 dan r = 0,0020

Amplitudo/Fasa (Amphidromie) pasut M2di North Sea

dengan faktor gesekan r = 0,0025 dan r = 0,0030

Amplitudo/Fasa (Amphidromie) pasut M2di North Sea

dengan faktor gesekan r = 0,0035

Amplitudo/Fasa (Amphidromie) pasut M2di North Sea

yang dimodelkan oleh (Müller-Navarra dan Mittelstaedt

1987)

Amplitudo/Fasa (Amphidromie) pasut M2 di North Sea

yang dimodelkan oleh (Xia Zongwan, N. Carbajal dan J.

Sündermann 1995)

Amplitudo/Fasa (Amphidromie) arus u dan v (lapisan

atas) komponen M2di North Sea dengan faktor gesekan

r = 0,0016

Amplitudo/Fasa (Amphidromie) arus u dan v (lapisan

atas) komponen M2di North Sea dengan faktor gesekan

r = 0,0020

Amplitudo/Fasa (Amphidromie) arus u dan v (lapisan

atas) komponen M2di North Sea dengan faktor gesekan

r = 0,0025

(12)

xi Lampiran 10 Lampiran 11 Lampiran 12 Lampiran 13 Lampiran 14 Lampiran 15 Lampiran 16 Lampiran 17 Lampiran 18 Lampiran 19

Amplitudo/Fasa (Amphidromie) arus u dan v (lapisan

atas) komponen M2di North Sea dengan faktor gesekan

r = 0,0030

Amplitudo/Fasa (Amphidromie) arus u dan v (lapisan

atas) komponen M2di North Sea dengan faktor gesekan

r = 0,0035

Fasa arus u (lapisan atas) komponen M2 di North Sea

yang dimodelkan oleh Davies dan Furnes (1980)

Fasa arus v (lapisan atas) komponen M2 di North Sea

yang dimodelkan oleh Davies dan Furnes (1980)

Amplitudo/Fasa (Amphidromie) arus u dan v (lapisan

bawah) komponen M2 di North Sea dengan faktor

gesekan r = 0,0016

Amplitudo/Fasa (Amphidromie) arus u dan v (lapisan

bawah) komponen M2 di North Sea dengan faktor

gesekan r = 0,0020

Amplitudo/Fasa (Amphidromie) arus u dan v (lapisan

bawah) komponen M2 di North Sea dengan faktor

gesekan r = 0,0025

Amplitudo/Fasa (Amphidromie) arus u dan v (lapisan

bawah) komponen M2 di North Sea dengan faktor

gesekan r = 0,0030

Amplitudo/Fasa (Amphidromie) arus u dan v (lapisan

bawah) komponen M2 di North Sea dengan faktor

gesekan r = 0,0035

Fasa arus u (lapisan bawah) komponen M2 di North Sea

yang dimodelkan oleh Davies dan Furnes (1980)

(13)

xii Lampiran 21 Lampiran 22 Lampiran 23 Lampiran 24 Lampiran 25 Lampiran 26 Lampiran 27 Lampiran 28 Lampiran 29

yang dimodelkan oleh Davies dan Furnes (1980)

Amplitudo arus maksimum (lapisan Atas) komponen M2

di North Sea dengan faktor gesekan r = 0,0016 dan r =

0,0020

Amplitudo arus maksimum (lapisan Atas) komponen M2

di North Sea dengan faktor gesekan r = 0,0025 dan r =

0,0030

Amplitudo arus maksimum (lapisan Atas) komponen M2

di North Sea dengan faktor gesekan r = 0,0035

Fasa arus maksimum (lapisan Atas) komponen M2 di

North Sea dengan faktor gesekan r = 0,0016 dan r =

0,0020

Fasa arus maksimum (lapisan Atas) komponen M2 di

North Sea dengan faktor gesekan r = 0,0025 dan r =

0,0030

Fasa arus maksimum (lapisan Atas) komponen M2 di

North Sea dengan faktor gesekan r = 0,0035

Amplitudo arus maksimum (lapisan Bawah) komponen

M2di North Sea dengan faktor gesekan r = 0,0016 dan r

= 0,0020

Amplitudo arus maksimum (lapisan Bawah) komponen

M2di North Sea dengan faktor gesekan r = 0,0025 dan r

= 0,0030

Amplitudo arus maksimum (lapisan Bawah) komponen

M2di North Sea dengan faktor gesekan r = 0,0035

(14)

xiii Lampiran 30 Lampiran 31 Lampiran 32 Lampiran 33 Lampiran 34 Lampiran 35 Lampiran 36 Lampiran 37 Lampiran 38 Lampiran 39 Lampiran 40

Fasa arus maksimum (lapisan Bawah) komponen M2di

North Sea dengan faktor gesekan r = 0,0016 dan r =

0,0020

Fasa arus maksimum (lapisan Bawah) komponen M2di

North Sea dengan faktor gesekan r = 0,0025 dan r =

0,0030

Fasa arus maksimum (lapisan Bawah) komponen M2di

North Sea dengan faktor gesekan r = 0,0035

Amplitudo/Fasa (Amphidromie) arus maksimum

(lapisan Atas) komponen M2 di North Sea yang

dimodelkan oleh (Xia Zongwan, N. Carbajal dan J.

Sündermann 1995)

Ellips arus pasut M2 permukaan (0-10 m) di North Sea

dengan berbagai variasi faktor gesekan

Ellips arus pasut M2lapisan bawah di North Sea dengan

Berbagai variasi faktor gesekan

Orientasi arus pasut M2 permukaan (0-10 m) di North

Sea dengan berbagai variasi faktor gesekan

Orientasi arus pasut M2 lapisan bawah di North Sea

dengan berbagai variasi faktor gesekan

Ellips arus pasut M2 permukaan (0-10 m) di North Sea

yang dimodelkan oleh (Xia Zongwan, N. Carbajal dan J.

Sündermann 1995)

Amplitudo pasut M2di Perairan Indonesia dengan faktor

gesekan r = 0,0016

Amplitudo pasut M2di Perairan Indonesia dengan faktor

gesekan r = 0,0025

(15)

xiv Lampiran 42 Lampiran 43 Lampiran 44 Lampiran 45 Lampiran 46 Lampiran 47 Lampiran 48 Lampiran 49 Lampiran 50 Lampiran 51 Lampiran 52 Lampiran 53 Lampiran 54

gesekan r = 0,0035

Fasa pasut M2 di Perairan Indonesia dengan faktor

gesekan r = 0,0016

Fasa pasut M2 di Perairan Indonesia dengan faktor

gesekan r = 0,0025

Fasa pasut M2 di Perairan Indonesia dengan faktor

gesekan r = 0,0035

Amplitudo arus maksimum lapisan atas komponen M2di

Perairan Indonesia dengan faktor gesekan r = 0,0016

Amplitudo arus maksimum lapisan atas komponen M2

di Perairan Indonesia dengan faktor gesekan r = 0,0025

Amplitudo arus maksimum lapisan atas komponen M2

di Perairan Indonesia dengan faktor gesekan r = 0,0035

Fasa arus maksimum lapisan atas komponen M2 di

Perairan Indonesia dengan faktor gesekan r = 0,0016

Fasa arus maksimum lapisan atas komponen M2 di

Perairan Indonesia dengan faktor gesekan r = 0,0025

Fasa arus maksimum lapisan atas komponen M2 di

Perairan Indonesia dengan faktor gesekan r = 0,0035

Amplitudo/Fasa (Amphidromie) pasut M2 di Laut Cina

Selatan/Selat Malaka dengan faktor gesekan r = 0,0016

Amplitudo/Fasa (Amphidromie) pasut M2 di Laut Cina

Selatan/Selat Malaka dengan faktor gesekan r = 0,0025

Amplitudo/Fasa (Amphidromie) pasut M2 di Laut Cina

Selatan/Selat Malaka dengan faktor gesekan r = 0,0035

Amplitudo/Fasa (Amphidromie) Arus Maksimum

(lapisan atas) komponen M2 di Laut Cina Selatan/Selat

(16)

xv Lampiran 55 Lampiran 56 Lampiran 57 Lampiran 58 Lampiran 59 Lampiran 60 Lampiran 61 Lampiran 62 Lampiran 63 Lampiran 64

Malaka dengan faktor gesekan r = 0,0016

Amplitudo/Fasa (Amphidromie) Arus Maksimum

(lapisan atas) komponen M2 di Laut Cina Selatan/Selat

Malaka dengan faktor gesekan r = 0,0025

Amplitudo/Fasa (Amphidromie) Arus Maksimum

(lapisan atas) komponen M2 di Laut Cina Selatan/Selat

Malaka dengan faktor gesekan r = 0,0035

Amplitudo/Fasa (Amphidromie) Pasut dan Arus

Maksimum (lapisan atas) komponen M2 di Laut Cina

Selatan yang dimodelkan oleh (Xia Zongwan, N.

Carbajal dan J. Sündermann 1995)

Amplitudo dan Fasa Pasut M2 di Selat Malaka yang

dimodelkan oleh (Rizal, S 1994)

Ellips Arus Permukaan (0 10 m) komponen M2 di

Laut Cina Selatan/Selat Malaka dengan berbagai variasi

faktor gesekan

Ellips Arus Permukaan (0 10 m) komponen M2 di

Laut Cina Selatan yang dimodelkan oleh (Xia Zongwan,

N. Carbajal dan J. Sündermann 1995)

Orientasi Arus Permukaan (0 10 m) komponen M2 di

Laut Cina Selatan/Selat Malaka dengan berbagai variasi

faktor gesekan

Amplitudo dan Fasa Pasut M2 di North Sea (53LU

-57LU, 4BB - 8BB)

Amplitudo dan Fasa Pasut M2di Perairan Indonesia (0

-3LU, 105BT - 108BT)

(17)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Laut merupakan medium yang tidak pernah berhenti bergerak, baik

dipermukaan maupun di kedalamannya. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya

sirkulasi air, baik dalam skala besar maupun dalam skala kecil. Gerakan air laut yang

tidak pernah berhenti bergerak tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti

angin, pasang surut, suhu, salinitas dan distribusi kerapatan air. Selain dari berbagai

pengaruh yang timbul terhadap gerakan air laut juga medium ini dipengaruhi oleh

gesekan baik itu gesekan udara dengan air, gesekan air dengan air maupun gesekan

air dengan dasar laut. Jika kita tinjau secara ilmu kelautan, para ahli oseanografi

masih meneliti tentang efek-efek gesekan yang terjadi dilautan untuk menghitung

atau menemukan faktor atau parameter dari gesekan itu sendiri. Namun demikian

dalam penelitian ini penulis ingin mendapat suatu faktor atau parameter gesekan yang

dimodelkan pada dinamika laut mendekati fenomena-fenomena yang terjadi di lautan.

Fenomena yang ingin diamati adalah pengaruh gesekan dasar laut terhadap titik

amphidromie pasang surut dan arus pasang surut (tidal currents) untuk komponen M2.

Pada dasarnya pemodelan dinamika laut untuk menentukan faktor atau parameter

gesekan dengan peninjauan titik amphidromie sangat penting untuk diteliti guna

(18)

2

1.2 Dasar Permasalahan

Jika diperhatikan dengan seksama, laut merupakan potensi sumberdaya hayati

yang sangat potensial, tetapi sementara ini sumberdayanya belum dimanfaatkan

secara efektif dan efisien. Dengan demikian untuk memulai mengekplorasi potensi

laut yang dikandungnya perlu dilakukannya suatu pemodelan laut untuk memperoleh

informasi-informasi yang terjadi di lautan terutama dengan peninjauan pasang surut

dan arus pasang surut (tidal currents). Pemodelan dinamika laut adalah salah satu cara

yang sangat efisien dalam menjaga dan eksplorasi sumber daya alam yang ada

didalamnya. Hasil pemodelan laut biasanya berupa data kecepatan u, v, w, dan tinggi

muka air laut . Dengan permodelan ini merupakan dasar mengekplorasi potensi laut

dalam pemamfaatan dan penyelamatan sumberdaya alam laut.

1.3 Batasan Masalah

Studi numerik dinamika oseanografi dilakukan di North Sea dan Perairan

Indonesia yang disimulasikan dalam bentuk model tiga dimensi. Data topografi dan

open boundary value bersumber dari Dr. Syamsul Rizal. Data tersebut akan diolah

untuk mendapatkan amplitudo/fasa pasang surut dan arus pasang surut (tidal currents)

komponen M2. Kemudian hasil kontur amplitudo dan fasa tersebut dibandingkan

pada literatur-literatur yang dimodelkan oleh (Müller-Navarra dan Mittelstaedt (1987)

dan (Xia Zongwan, N. Carbajal dan J. Sündermann 1995) serta (Davies dan Furnes

(19)

1.4 Tujuan Penelitian

1. Menentukan amplitudo/fasa pasang surut dan arus pasang surut (tidal currents)

di North Sea dan Perairan Indonesia

2. Melihat pengaruh faktor atau parameter gesekan terhadap perubahan pola posisi

amphidromie pasang surut dan arus pasang surut (tidal currents) untuk komponen

M2di North Sea dan Perairan Indonesia.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Untuk memperoleh suatu faktor atau parameter gesekan.

2. Sebagai usaha untuk memotivasi bahwa kasus-kasus fisika oseanografi yang

dianggap sulit ternyata dapat divisualisasikan secara efisien dalam bentuk peta

atau kontur-kontur.

3. Sebagai informasi yang efisien dalam pengembangan sumber hayati maupun

(20)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persamaan Dinamika Oseanografi

Total Gaya yang mempengaruhi dinamika oseanografi adalah: (Pond and Pickard, 1983):

F = Ftekanan + Fcoriolis + Fgravitasi + Fgesekan + Flainya (2-1)

Definisi gaya yang sering digunakan untuk dinamika oseanografi ialah gaya per

satuan massa. Sehingga dimensi gaya yang digunakan berdimensi percepatan LT-2.

Oleh karena itu definisi gaya persatuan massa ialah

dt dV a

F  (2-2)

Persamaan air laut yang menggunakan gaya persatuan massa dinamakan persamaan

kecepatan.

Karena V merupakan fungsi posisi dan waktu V = V(x,y,z,t), maka

dt dz z V dt dy y V dt dx x V t V dt dV F              konvektif suku lokal perubahan laju z V w y V v x V u t V             (2-3)

Ruas kanan persamaan (2-8) terdapat suku lokal berupa

t V  

dan suku yang

(21)

Bila seluruh gaya tersebut dijumlahkan

Fαp2ΩVgA2VFlainy a

Eliminasi F diperoleh

lainy a 2 F V A g V 2Ω p α dt dV         

 (2-4)

Persamaan (2-4) dinamakan persamaan dasar dinamikan air laut.

Gerakan air laut dapat digolongkan kedalam beberapa kelompok berdasarkan

penyebabnya.

1. Termohaline : Gerakan air laut yang terjadi karena adanya perbedaan densitas air

laut. Efek ini dinamakan juga efek Baroklinik.

2. Gerakan angin sangat berpengaruh pada lapisan atas, gelombang pendek dan

upwelling.

3. Arus pasang surut : Gerakan utama adalah horizontal dan sangat periodik yang

disebabkan oleh gaya gravitasi bulan dan matahari.

4. Tsunami seismic dihasilkan ketika terjadi pergerakan didasar laut selama gempa

bumi. Gerakan tsunami kecil konstribusinya terhadap energi laut. Namun karena

munculnya dalam waktu singkat sehingga kerapatan energinya sangat tinggi.

5. Gerakan tubulensi dihasilkan dari gerakan melingkar air laut pada arah yang

berlawanan dan sangat berperan pada kehilangan energi gerak air laut.

6. Ada bermacam-macam gerakan lainnya seperti aktifitas biologi, hujan, dan

(22)

6

Untuk menyederhanakan persamaan (2-4) dapat dilakukan dengan

memisahkan ke dalam komponen kearah sumbu x, y, dan z. Suku pada ruas kiri

dapat dengan mudah dipisahkan

dt dw k dt dv j dt du i dt dV  

 (2-5)

untuk gaya tekanan

z p kα y p jα x p iα p α         

 (2-6)

Suku gaya Coriolis diselesaikan dengan cara

Ωw Ωv

j

Ωu Ωw

k

Ωv Ωu

i w v u Ω Ω Ω k j i V

Ω  x y z  y  z  z  x  x  y

 (2-7)

Besarnya komponen x, y, dan ztergatung pada sudut azimut .

ekuator x z y   y z

Gambar 2-1 : Perhitungan komponen kecepatan rotasi bumi terhadap sudut azimut

  sin Ω Ω cos Ω Ω 0 Ω z y x    (2-8)

Sedangkan untuk gaya gravitasi bekerja pada sumbu z

(23)

Untuk gaya gesekan atau turbulensi                                 2 2 z 2 2 y 2 2 x 2 2 z 2 2 y 2 2 x 2 2 z 2 2 y 2 2 x 2 2 z w A y w A x w A k z v A y v A x v A j z u A y u A x u A i kw) jv (iu A V A                   (2-10)

Dengan menggunakan metode pemisahan komponen tersebut diperoleh tiga

persamaan secara terpisah

x 2 2 z 2 2 y 2 2 x F z u A y u A x u A w cos 2 v sin 2 x p α dt

du

          (2-11a) x u F z u A y u A x u A + sin 2 y p α dt dv 2 2 z 2 2 y 2 2

x   

             (2-11b) w 2 2 z 2 2 y 2 2 x F z w A y w A x w A g v cos 2 z p α dt dw                  (2-11c)

Karena gerakan air laut lebih dominan secara horizontal dari pada vertikal w,

sehingga suku -2cos w dapat diabaikan. Suku gaya gesekan dapat dibagi kedalam

dua bagian yaitu horizotal

2 2 y 2 2 x 2 H H y A x A A    

 dan bagian vertikal

2 2 z 2 2 V z A z A     .

Tekanan pada sumbu z ialah p(x,y,z) = patm +  g (z + ). Dengan asumsi

(24)

8

y ζ g ζ) ρg(z p y α y p α x ζ g ζ) ρg(z p x α x p α atm atm                           (2-12)

Dengan memasukkan suku konvektif maka persamaan (2-11a) dan (2-11b)

dan f = 2  sin , maka diperoleh (lihat juga Sündermann, 1971,Stronach et. al, 1993, Rizal and Sündermann, 1994 dan Rizal, 1997):

2 2 V 2 H H z u A u A x ζ g fv z u w y u v x u u t u                    

 (2-13)

2 2 V 2 H H z u A v A y ζ g fu z v w y v v x v u t v                    

 (2-14)

Dalam arah sumbu z (2-11c) suku g relatif besar sehingga dapat disederhanakan

menjadi persamaan hidrostatika

ρg z p     (2-15)

Air laut diasumsikan incompresible maka persamaan kontinuitasnya menjadi

0 z w y v x u

V   

        (2-16)

Empat persamaan terakhir yang akan digunakan untuk pemodelan dinamika

(25)

Dengan tidak memasukkan suku konvektif maka diskrisitas yang dilakukan berupa 2 2 v 2 2 2 2 H z u A u Δy δ Δx δ A Δx Δζ g v f Δz Δu w Δt Δu              

 (2-17)

Diselesaikan untuk un+1, sehingga diperoleh

2 2 v 2 2 2 2 H 1 n z u t A u Δy δ Δx δ t A v tf Δx Δζ t g Δz Δu t w u u                      (2-18)

Dilakukan penyederhanaan L= ½ (x + y), maka

2x 2y

2 2 2 2 2 δ δ ΔL 1 Δy δ Δx δ       

Untuk sementara turbulensi vertikal hanya dihitung gesekan antara air dan dasar laut

1 n b 2 2 v γ z u

A  

  (2-19) dengan asumsi b 2 2 b 2 b H C v u g

γ   (2-20)

dimana Hb adalah ketebalan lapisan bawah dan C adalah koefesien gesek Chézy.

Sehingga persamaan (2-18) dapat dituliskan menjadi

(26)

10       b k , 1 b = k ), Δtγ 1/(1

Gx x (2-22)

Dalam Pendekatan semi implisit persamaan (2-21) menjadi:

(2 23)

z u t A u δ δ ΔL Δt A v tf α Δx Δζ t g α) (1 Δx Δζ t g Δz Δu t w F G u 2 2 v 2 y 2 x 2 H 1 n u x 1 n                                

Dengan memisahkan suku yang mengandung indek n dan n+1 maka diperoleh bentuk

         α Δx Δζ t g X G u 1 n x 1

n (2-24)

dimana suku dengan indek n nya

2

2 v 2 y 2 x 2 H u 1 n z u t A u δ δ ΔL Δt A v tf α) (1 Δx Δζ t g Δz Δu t w F X                (2-25)

Terlihat bahwa GxX sama dengan un+1 pada persamaan full implisit. Selanjutnya

dengan langkah yang sama dilakukan untuk komponen kecepatan v sehingga

diperoleh vn+1.

           α Δy Δζ t g Y G v 1 n y 1

n (2-26)

dengan       b k , 1 b = k ), Δtγ 1/(1

Gx x (2-27)

(27)

22 v 2 y 2 x 2 H v 1 n z u t A v δ δ ΔL Δt A u tf α) (1 Δv Δζ t g Δy Δv t w F Y                (2-28)

Diskritisitas Persamaan kontinuitas (2-16) dapat dituliskan dalam bentuk

Δy

v

Δx

u

Δz

Δw

(2-29)

persamaan 2-28 dilakukan pendekatan forward different untuk ruas kanan dan

backward different untuk ruas kiri. Karena z = zk+1 - z = -H, tanda minus karena

perubahan ke dalam menuju ke bawah dasar laut.

Δy v H Δx u H

Δw     (2-30)

Kuantitas ketebalan disesuaikan dengan posisi kecepatan.

x i 1 xi1

vHy vj 1Hyj1

Δy 1 H u uH Δx 1

Δw       (2-31)

Dengan menggantikan u  Xn+1 dan v  Yn+1 untuk memanfaatkan nilai sesudah

perhitungan sementara un+1 dan vn+1.

i1

yj1

1 n 1 j y 1 n x 1 n 1 i x 1 n H Y H Y Δy 1 H X H X Δx 1

Δw

 

 

 (2-32)

Kedua persamaan dapat digabungkan dengan menggunakan parameter implisitas .

y y j1

(28)

12

Persamaan kontinuitas ini dikerjakan untuk setiap lapisan dari dasar laut

dengan syarat batas pada dasar laut dan permukaan laut

t ζ w~ 0 w~ 1 k bottom k       (2-34)

sehingga diperoleh tinggi muka air laut sementara

1 k 1

n ζ Δw

ζ     (2-35)

Selanjutnya n+1 dapat diselesaikan dengan metode SOR (Backhaus 1983) ) ζ C ζ C ζ C ζ C ζ tw ( * ω ζ ) ω (1

ζ n 1

1 j y 1 n 1 i x 1 n 1 j y 1 n 1 i x j,1 i, 1 n 1 l 1, n 1 j 1 i           

 (2-36)

dimana l adalah indek iterasi,  parameter relaksasi yang bervariasi 0 dan 2 dan

y x y

x C C C

C

ω/(1

ω*  i-1j1   (2-37)

2 x 2 x Δx a α

Δt g C      

 (2-38)

2 y 2

y a α

Δy Δt g C      

 (2-39)

dengan

  b 1

1 k

x x x

x H k G H b

a (2-40)

  b 1

1 k

y y y

y H k G H b

a (2-41)

Iterasi dapat berhenti sampai syarat batas ζ n1,l1 ζ n1 ε dan untuk seluruh kisi

(29)

2.2 Dinamika Laut yang Mempengaruhi titik amphidromie

Perubahan titik amphidromie pasang surut dan titik amphidromie arus yang

terjadi pada seluruh lautan dunia dipengaruhi oleh:

2.2.1 Pasang Surut (Tides)

Pasang Surut (pasut) adalah gerakan naik turunnya permukaan air laut secara

periodik yang disebabkan oleh gaya tarik bulan dan matahari. Dalam mekanika alam

semesta, jarak lebih menentukan dari pada massa. Oleh karena itu, walaupun massa

matahari lebih besar daripada massa bulan, namun bulan mempunyai peranan yang

lebih besar dalam menentukan arus pasut. Pengaruh benda angkasa lainnya dapat

diabaikan karena letaknya yang jauh.

Adanya tarikan gravitasi bulan yang kuat mengakibatkan bagian bumi yang

terdekat ke bulan akan tertarik sehingga perairan di daerah tersebut akan naik dan

menimbulkan pasang. Pada saat yang sama, bagian bola bumi dibaliknya akan

mengalami keadaan serupa yakni pasang juga. Sementara itu, pada sisi yang lain yang

tegak lurus dengan poros bumi-bulan, airnya akan bergerak ke samping hingga

menyebabkan terjadinya keadaan surut.

Bulan mengelilingi bumi selama 24 jam 51 menit. Dengan mengabaikan faktor

lain, maka suatu tempat di bumi dalam sehari akan mengalami dua kali pasang dan

dua kali surut. Hal ini dikenal dengan M2 Tide, dengan periode 12.42 jam. M2 Tide

merupakan pasut yang sangat dominan di Laut Utara. Tipe pasang surutnya yaitu

(30)

14

bulan, sedangkan apabila ditinjau dalam waktu bulanan, pasang akan terjadi pada

bulan baru/muda dan bulan purnama.

Disamping pengaruh bulan,pasut juga dipengaruhi oleh matahari. Kedudukan

bulan dan matahari selalu berubah secara relatif terhadap bumi. Apabila bulan dan

matahari berada kurang lebih pada satu garis lurus dengan bumi, seperti pada saat

bulan muda dan bulam purnama, maka gaya tarik keduanya akan saling memperkuat.

Pada keadaan demikian terjadilah pasang surut purnama (spring tide) dengan tinggi

air yang luar biasa, sebaliknya surutnya pun sangat rendah. Jika bulan dan matahari

membentuk sudut siku-siku terhadap bumi, maka gaya tarik keduanya akan saling

meniadakan. Akibatnya perbedaan tinggi air antara pasang dan surut hanya sangat

kecil. Keadaan ini dikenal dengan pasang surut perbani (neap tide).

2.2.2 Rotasi Bumi

Rotasi bumi menyebabkan terjadinya siang dan malam di bumi. Benda-benda

langit terbit di timur dan tenggelam di barat, hal ini menunjukkan bahwa bumi

berputar pada sumbunya dari barat ke timur. Gerak air ternyata juga dipengaruhi oleh

rotasi bumi. Perputaran bumi pada porosnya dari barat ke timur, membuat air laut

terseret ke arah barat. Pengaruh ini akan terasa semakin besar jika semakin dekat ke

khatulistiwa.

Gaya Coriolis timbul sebagai akibat dari perputaran bumi pada porosnya yang

yang mempengaruhi aliran massa air, dimana gaya ini akan membelokkan arah air

dari arah yang lurus. Akibatnya akan timbul suatu aliran arus dimana makin

(31)

makin dibelokkan arahnya. Hubungan ini dikenal dengan Spiral Ekman (Sahala Hutabarat, 1985).

Kedalaman

Permukaan air angin

45 o

Gambar 2-2 Spiral Ekman

2.3 Titik Amphidromie dan gesekan dasar laut 2.3.1 Titik Amphidromie

Amphidromie adalah suatu lokasi titik nol dimana nilai disekitarnya naik dan

turun dengan garis pasang surut yang berotasi berlawanan dengan arah jarum jam

(anti-clockwise) yang biasanya terjadi di bagian utara bumi dan yang berotasi searah

(32)

16

Gambar 2-3 Amphidromie pasang surut M2 di North Sea (Fischer 1958)

2.3.2 Gesekan dasar laut dan efek air dangkal

Jika arus mengalir melalui dasar laut, gesekannya akan menghasilkan pola

arus spiral Ekman diatas dasar laut tersebut, tetapi arah rotasinya yang spiral relatif

terhadap lapisan Ekman dekat permukaan yang dipengaruhi oleh angin. Pola arus itu

diperlihatkan dalam gambar 2-4 dengan gesekan bekerja pada dasar laut.

(33)

Dengan mengasumsikan bahwa Az adalah konstan, persamaan Ekman masih

dipakai, tetapi syarat batasnya berbeda. Kecepatan tangensial harus dihilangkan pada

dasar laut (u=v=0) dan harus menjadi suatu nilai konstanta didaerah efek gesekan

terjadi (di lapisan Ekman), dengan asumsi bahwa aliran geostropik di lapisan ini tidak

bergantung pada z.

Persamaan Ekman dapat ditulis dalam bentuk:

0, z

u A

fv 2E

2 Z

E 

 

 (2-42)

0, z

v A

fu 2E

2 Z E    

 (2-43)

2.4 Efek parameter gesekan terhadap posisi amphidromie

Gerakan air laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor angin, pasang

surut, rotasi bumi, suhu, dan perbedaan distribusi kerapatan. Namun demikian

gerakan air laut juga dipengaruhi oleh gesekan baik itu gesekan udara dengan air,

gesekan air dengan air ataupun gesekan air dengan dasar bawah laut.

Efek gesekan terhadap posisi amphidromie pasang surut M2 dalam masalah

(34)

18

 = 0

 = 1 x 10-5 s-1

 = 5 x 10-5 s-1

 = 1 x 10-4 s-1

Gambar 2-5 Amphidromie pasang surut M2 dengan berbagai parameter gesekan ()

2.5 Syarat Batas dan Nilai Awal

Untuk menyelesaikan persamaan differensial beda hingga diperlukan syarat

batas untuk memperoleh penyelesaian yang khas. Namun dibutuhkan nilai awal untuk

titik yang lainnya untuk dapat memulai proses komputasi. Besarnya nilai awal tidak

akan berpengaruh pada solusi setelah interval yang cukup besar (Hansen, 1962).

Berarti kita mungkin memperoleh kecepatan arus dan tinggi muka air laut di laut

lepas informasi nilai awal. Pada pemodelan dinamika air laut digunakan nilai awal

(35)

u = v = w = 0 dan  = 0 untuk t =0 (2-44)

Syarat batas pada daerah batas tertutup di set normal kecepatannya sama dengan

nol karena air tidak dapat masuk maupun keluar dari daerah batas tertutup (dasar laut

dan tepi pantai).

0

vn  (2-45)

Sedangkan pada daerah batas terbuka (antara daerah air laut yang akan

dimodelkan dengan daerah diluar permodelan) didefinisikan:

a. Perubahan tinggi muka air laut dapat diramalkan dari data lapangan misal hasil

least square. Sedangkan untuk titik yang lain dilakukan dengan interpolasi linear

untuk amplitudo dan fasa gelombang harmonis.

b. Kecepatan tidak berubah pada arah normal

0 n vn    (2-46)

2.6 Kedalaman North Sea

North Sea seperti yang terlihat pada Gambar 2.6 terletak pada posisi sebagai

berikut:

 Pada posisi kiri bawah pada peta bathimetri mempunyai koordinat 48

LU, 4 BB

 Pada posisi kiri atas pada peta bathimetri mempunyai koordinat 60 LU,

(36)

20

 Pada posisi kanan bawah pada peta bathimetri mempunyai koordinat 48

LU, 1340' BT

 Pada posisi kanan atas pada peta bathimetri mempunyai koordinat 60 LU,

1340' BT

Adapun grid horizontalnya secara longitudinal, yaitu  = 20' dan secara

meridional, yaitu  = 12'. Secara vertikal North Sea dibagi menjadi 8 lapis sebagai

berikut:0 - 10, 10 - 20, 20 - 30, 30 - 60, 60 - 100, 100 - 200, 200-300, dan 300-600 m.

(37)

2.7 Perairan Indonesia

Letak geografis perairan Indonesia terletak diantara 18 S (bagian selatan)

sampai 15 N (bagian utara) dan 99 E (bagian timur) sampai 143 E (bagian timur).

Kontur kedalaman perairan Indonesia diperlihatkan pada gambar 2.7.

(38)

22

2.8 Perhitungan Amplitudo dan Fasa

Amplitudo dan fasa dihitung dengan cara berikut (Hansen, 1962):

2 2 2 1 ζ ζ

A  (2-47)

dan         2 1 1 ζ ζ tan  (2-48)

di mana A adalah amplitudo dan adalah fasa dari gelombang pasut M2, 1 dan 2

masing-masing adalah

)

ζ

(ζ 0.5

ζ T T/2

1 

(2-49)

dan

)

ζ

(ζ 0.5

ζ T/4 3T/4

2  

(2-50)

di mana ζ T/4,ζ T/2,ζ 3T/4 dan ζ T masing-masing adalah ketinggian muka air laut

pada waktu t = T/4, T/2, 3T/4 dan T. T adalah periode M2. Dan juga perhitungan

amplitudo dan fasa tersebut juga berlaku untuk kecepatan arus periode M2 dengan

(39)

23

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Komputasi Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Syiah Kuala yang dilaksanakan

pada bulan Maret sampai Juli 2000.

3.2 Perangkat Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian ini digunakan seperangkat komputer sebagai

alat bantu untuk menyelesaikan persamaan secara numerik dan juga pembuatan

visualisasi untuk memperlihatkan grafik yang berupa kontur-kontur. Perangkat lunak

(software) yang digunakan adalah program Fortran 77 under linux dan program

Matlab under windows.

3.3 Prosedur penelitian

Pelaksanaan penelitian pemodelan dinamika air laut untuk mendapatkan titik

amphidromie pasang surut dan arus pasang surut (tidal currens) dilakukan beberapa

tahap sebagai berikut:

1. Pemodelan dinamika air laut dimulai dengan pembacaan topografi batrimetri dan

(40)

24

surut komponen M2. Pemodelan ini bertujuan untuk menentukan posisi

amphidromie di North Sea.

2. Dalam pemodelan dinamika laut di North Sea menggunakan variasi gesekan

dengan faktor gesekan; r = 0,0016, r = 0,0020, 0,0025, 0,0030, dan 0,0035.

3. Menginterpolasikan data amplitudo dan fasa (Open Boundary) komponen M2agar

mendapatkan pasang surut dan kecepatan arus (u,v dan w) untuk mendapatkan

amplitudo, fasa pasut maupun arus pasut selanjutnya.

4. Data amplitudo, fasa pasut M2 dan arus pasut M2 disimpan, kemudian data

tersebut diplot contour dengan menggunakan matlab under windows untuk

melihat pola perubahan titik amphidromie akibat dari gaya gesekan (dengan

menvariasikan faktor gesekan (r) ).

(41)

25

PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian untuk mendapat amplitudo dan fasa (amphidromie)

tinggi muka air laut dan arus u,v komponen M2 dengan faktor gesekan yang

bervariasi dapat dilihat dalam bentuk kontur-kontur sebagai informasi yang efisien

dalam pengembangan sumber hayati maupun sebagai informasi pelayaran

kapal-kapal. Namun demikian prediksi amphidromie pasut dan arus sangatlah

bermanfaat untuk mencari sumber daya mineral dilaut.

Adapun data-data amplitudo dan fasa tinggi muka air laut maupun arus u,v

komponen M2 digambarkan dalam bentuk kontur-kontur yang memperlihatkan

titik-titik amphidromie, arus ellips dan orientasi pasut M2 yang berotasi

berlawanan dengan arah jarum jam (anti-clockwise) maupun yang berotasi searah

jarum jam (clockwise) sebagai informasi dinamika laut .

Disamping itu ditunjukkan juga gambar amphidromie pasut, arus

komponen M2 di North Sea dan Laut Cina Selatan yang dimodelkan oleh

(Müller-Navarra dan Mittelstaedt (1987) dan (Xia Zongwan, N. Carbajal dan

J. Sündermann 1995) serta Davies dan Furnes (1980) sebagai salah satu literatur

(42)

26

4.2 Analisa Data dan Pembahasan

Titik-titik amphidromie pasut dan arus M2 dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan 2.49 dan 2.50.

4.2.1 North Sea

Lampiran 2 sampai 4 memperlihatkan Amplitudo/Fasa (amphidromie) pasut

M2 di North Sea dengan suatu faktor gesekan r = 0.0016, r = 0.0020, r = 0.0025,

r = 0.0030 dan r = 0.0035. Dari lampiran tersebut dapat diartikan bahwa semakin

besar faktor r yang diberikan, posisi amphidromie akan sedikit bergerak ke utara

bumi (arah timur laut) ataupun akan sedikit bergerak ke selatan bumi. Secara

umum gambar yang ditunjukkan pada lampiran 2 sampai 4 sama seperti yang

dimodelkan oleh Fischer (1958), (Müller-Navarra dan Mittelstaedt (1987)) dan

(Xia Zongwan, N. Carbajal dan J. Sündermann 1995). Pola amphidromie pasut

M2 yang dimodelkan oleh Fischer (1958) (gambar 2-3) mendekati dengan pola

amphidromie pasut M2 dengan faktor gesekan r = 0.0035 yang diperlihatkan pada

lampiran 4. Sedangkan pola amphidromie pasut M2 yang dimodelkan oleh

(Müller-Navarra dan Mittelstaedt (1987)) dan (Xia Zongwan, N. Carbajal dan J.

Sündermann 1995) sedikit dekat dengan pola amphidromie pasut M2 dengan

faktor gesekan r = 0.0016 yang ditunjukkan pada lampiran 2.

Lampiran 7 sampai 11 ditunjukkan pola amplitudo/fasa (amphidromie) arus

u dan v pada lapisan atas (0 –10 m) untuk faktor gesekan r = 0.0016, r = 0.0020,

r = 0.0025, r = 0.0030 dan r = 0.0035, sedangkan lampiran 14 sampai 18

diperlhatkan juga pola amplitudo/fasa (amphidromie) arus u dan v lapisan bawah

(43)

Makna yang terkandung dalam pola amphidromie adalah distribusi arus u dan v

yang maksimum pada tiap-tiap titik di North Sea sebagai informasi arus tertinggi

dalam 1 periode M2. Fasa arus u dan v mempunyai maksud yaitu arah arus selama

1 periode pasang surut. Lampiran 7 sampai 11 dan 14 samapai 18 (dengan

mengambil Fasa arus u dan arus v) sudah valid dengan Fasa arus u dan arus v

yang dimodelkan oleh Davies dan Furnes (1980).

Lampiran 21 sampai 32 menjelaskan pola amplitudo/fasa (amphidromie)

arus maksimum lapisan atas (0 10 m) dan lapisan bawah yang diperoleh dari

arus u dan v untuk berbagai faktor gesekan. Lampiran ini menunjukkan resultan

kecepatan arus u dan v. Pergeseran posisi amphidromie kecepatan arus bila

dibesarkan faktor gesekan r maka arah geraknya seperti yang ditunjukkan

lampiran 1 - 3. Lampiran 21 sampai 26 secara garis besar sesuai dengan gambar

yang dimodelkan oleh (Xia Zongwan, N. Carbajal dan J. Sündermann 1995).

Lampiran 34 sampai 37 diperlihatkan arus ellips dan orientasi pasut M2.

Pada gambar ini memberikan informasi arah gerak arus ataupun bentuk rotasi

pasut selama 1 periode di North Sea. Lampiran 34 37 secara garis besar sudah

valid dengan model yang dikembangkan oleh (Xia Zongwan, N. Carbajal dan J.

Sündermann 1995).

4.2.2 Perairan Indonesia dan Laut Cina Selatan

Amplitudo/fasa (amphidromie) Pasut dan Arus M2 Perairan Indonesia

untuk berbagai faktor gesekan (r = 0.0016, r = 0.0025 dan r = 0.0035)

(44)

28

sampai 50. Pola amphidromie Pasut terbentuk disekitar laut Jawa dan laut Aru.

Perubahan faktor gesekan di perairan Indonesia terhadap posisi amphidromie

tidak dapat dibedakan dengan jelas. Akan tetapi untuk dapat dibedakan dengan

jelas kita ambil suatu bagian dari Perairan Indonesia yaitu Laut Cina Selatan/Selat

Malaka yang digambarkan pada lampiran 51 sampai 56. Dari lampiran 51 sampai

56 terlihat sedikit jelas memiliki perbedaan letak posisi amphidromie akibat dari

bertambahnya faktor gesekan r.Letak posisi amphidromie tersebut sedikit bergeser

ke arah timur laut (bagian utara) atau ke arah barat daya (bagian selatan).

Bentuk amphidromie pasut M2 yang diperlihatkan lampiran 51 sampai 56 secara

umum bentuk titik amphidromie sedikit sudah menyerupai model yang

dikembangkan oleh (Xia Zongwan, N. Carbajal dan J. Sündermann 1995).

Sedangkan bagian perairan Indonesia yaitu Selat Malaka secara umum, kontur

amplitudo dan Fasa Pasut serupa dengan yang dimodelkan oleh Rizal (1994).

Namun ada sedikit perbedaan yang mendasar. Hal ini disebabkan oleh penentuan

grid atau open boundary (syarat batas terbuka).

Lampiran 59 dan 61 ditunjukkan gambar elips dan orientasi arus di Laut

Cina Selatan / Selat Malaka sebagai informasi arah gerak atau rotasi pasut M2

selama 1 periode di Laut Cina Selatan / Selat Malaka. Gambar yang diperlihatkan

lampiran 59 sudah valid seperti yang dimodelkan oleh (Xia Zongwan, N. Carbajal

dan J. Sündermann 1995).

Perbandingan antara pergeseran amphidromie pasang surut M2di North Sea

dan di Perairan Indonesia akibat adanya variasi faktor gesekan dasar laut dapat

(45)

bahwa pergeseran amphidromie di Perairan Indonesia lebih cepat dibandingkan di

North Sea. Pergeseran tersebut lebih cepat di Perairan Indonesia dikarenakan

Perairan Indonesia dekat dengan garis khatulistiwa.

Berdasarkan hasil-hasil yang telah dijelaskan diatas, faktor gesekan yang

valid untuk perubahan posisi amphidromie tidak dapat diketahui berapa besarnya,

karena untuk pengukuran langsung di lapangan penulis belum mengukur nilai

amplitudo dan fasa pada titik-titik tertentu di North Sea maupun di Perairan

Indonesia. Disini penulis hanya memprediksikan amplitudo dan fasa dengan cara

pengesetan open boundary pada batas terbuka dengan menginterpolasikan nilai

amplitudo dan fasa agar memperoleh nilai selanjutnya pada titik-titik grid di North

(46)

30

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Titik Amphidromie pasang surut dan arus pasang surut di North Sea dan Perairan

Indonesia dapat disimulasikan dengan metode numerik.

2. Amphidromie pasang surut dan arus pasang surut merupakan amplitudo dan fasa

pada lokasi nol.

3. Akibat perubahan variasi faktor gesekan dasar laut, secara umum pergeseran

posisi amphidromie di Perairan Indonesia lebih cepat dibandingkan di North Sea.

4. Makin besarnya faktor gesekan dasar laut yang divariasikan, pola posisi

amphidromie di North Sea dan Perairan Indonesia akan bergeser kearah timur laut

(belahan bumi utara/BBU) atau kearah barat daya (belahan bumi selatan/BBS).

5. Posisi amphidromie di Perairan Indonesia terletak di sekitar laut Jawa dan

disekitar laut Aru.

5.2 Saran

1. Penelitian ini perlu dikembangkan lebih lanjut untuk mendapatkan faktor lain

yang mempengaruhi posisi amphidromie baik itu secara modelling maupun

(47)

2. Lautan yang sangat luas ini perlu diprediksi secara jelas guna diperoleh informasi

dinamika laut agar bermanfaat bagi pelayaran-pelayaran kapal maupun pencarian

sumber daya alam laut.

(48)

32

DAFTAR PUSTAKA

Davies, Furnes (1980): Observed and Computed M2 Tidal Currents in North Sea,

Journal of Physical Oceanography, Copyright American Meteorological Society.

Fischer, G. (1958): Ein numerisches Verfahren zur Errechnung von Windstau und Gezeiten in Randmeeren, International Meteorological Institute in Stockholm.

Hutabarat, Sahala dan Evans S (1985): Pengantar Oseanografi, Cet.2. UI Press. Jakarta.

Müller-Navarra, S.H. dan E. Mittelstaedt. (1987):Schadstoffausbreitung und Schad-stoffbelastung in der Nordsee–Eine Modellstudie, Deutsche hydrographische Zeit-schrift, Reihe B, Nr.18.

Pond, Stephen and G. L. Pickard. (1983): Introductory Dynamical Oceanography, Second Edition, New York, America: Pergamon Press.

Rienecker, Teubner (1980): A note on frictional effects in Taylor’s problem, Journal of Marine Research, Volume 38, No.2, 183191.

Rizal, S. dan J. Sündermann (1994): On the M2-tide of the Malacca Strait: a

numerical investigation, German Journal of Hydrography, Volume 46, No. 1, 61- 80.

Rizal, S. (1994): Numeical Study on the Malacca Strait (Southeast Asia) with a Three-Dimensional Hydrodynamical Model, Universität Hamburg, Reihe B,

Nr.5.

Rizal, S. (2000): Pembuatan Model Tiga Dimensi sebagai Upaya untuk Melindungi dan Memanfaatkan Sumberdaya Alam Laut, Laporan Riset Unggulan Terpadu V Bidang Teknologi Perlindungan Lingkungan (1997-2000), Kantor Menristek.

(49)

LAMPIRAN 1

Flow Chart

Mulai

Baca topoi,j

Inisial awal

, u, v, w =0

, Gx, Gy, Cx, Cy

Hx (i,j,k), Hy( i,j,k)

Xn+1, Yn+1 , w~n+1

Interpolasi A danφ pada Open boundary value

Proses SOR

n+1, l+1

un+1 , vn+1, w n+1

n = 0, 40 periode Simpan Nilai A danφ untukn+1

, un+1, dan vn+1

Selesai Baca Open Boundary

(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)
(110)
(111)
(112)
(113)
(114)
(115)
(116)
(117)
(118)
(119)
(120)
(121)
(122)
(123)
(124)
(125)
(126)
(127)
(128)
(129)
(130)
(131)
(132)
(133)
(134)
(135)
(136)
(137)
(138)
(139)
(140)
(141)
(142)
(143)
(144)
(145)
(146)
(147)
(148)
(149)
(150)
(151)
(152)
(153)
(154)
(155)
(156)
(157)
(158)
(159)
(160)
(161)
(162)
(163)
(164)
(165)

Data Pribadi

Nama : ICHSAN SETIAWAN

Alamat : Jl. Elang, Lr. Merpati No. 62 Kelurahan Ateuk

Pahlawan

Banda Aceh 23249

Tempat/Tanggal Lahir : Bireuen, 7 Juni 1978

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Kebangsaan : Indonesia

Pendidikan Formal

Periode Nama Lembaga Pendidikan

19841990 SD Negeri 20 Banda Aceh

19901993 SMP Negeri 3 Banda Aceh

19931996 SMA Negeri 2 Banda Aceh

19962000 FMIPA Unsyiah Jurusan Fisika

Judul Karya Tulis

Pengaruh Gesekan dasar laut terhadap perubahan pola posisi amphidromie pasang

surut dan arus pasang surut (Tidal Currents) di North Sea dan Perairan Indonesia

Gambar

Gambar 2-1 : Perhitungan komponen kecepatan rotasi bumi terhadap sudut azimut
Gambar 2-2 Spiral Ekman
Gambar 2-4 Efek gesekan
Gambar 2-5 Amphidromie pasang surut M2 dengan berbagai parameter gesekan ()
+3

Referensi

Dokumen terkait

(6) Apabila Anggota Direksi dan atau Pegawai tidak dapat melaksanakan pembayaran angsuran dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam SKTJM sebagaimana dimaksud pada

Penelitian “Analisis Perubahan Sosial Tokoh Utama dalam Novel Bilangan Fu karya Ayu Utami (Sebuah Pendekatan Sosiopsikologi Sastra)” berusaha mengungkap perubahan

Selain faktor komitmen organisasional, berdasarkan analisis yang dilakukan oleh penulis dan pengembangan hasil wawancara yang dilakukan bahwa faktor yang juga turut

Selain itu pengelolaan DAS dapat disebutkan merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang secara

Berdasarkan hasil analisis diperoleh kesimpulan bahwa profil penalaran kuantitatif dalam memecahkan masalah matematika ditinjau dari kecerdasan numerik tinggi kedua

Tujuan dari perancangan café dengan fasilitas go kart ini adalah membuat café sebagai bisnis makanan yang mempunyai sarana hiburan olahraga go kart sebagai salah satu daya

Rendahnya penemuan jenis burung di lokasi Anak Sungai Sibau karena pendeknya jalur pengamatan serta karakter sungainya yang merupakan sungai kecil.. Penemuan jenis burung