BAB II
TI NJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Teoritis
2.1.1 Kepemimpinan
2.1.1.1 Defenisi Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah proses dimana individu memengaruhi sekelompok individu untuk mencapai tujuan bersama (Northouse, 2013:5). Kepemimpinan melibatkan hubungan pengaruh yang mendalam, yang terjadi di antara orang-orang yang menginginkan perubahan signifikan, dan perubahan tersebut mencerminkan tujuan yang dimiliki bersama oleh pemimpin dan pengikutnya (bawahan). Pengaruh dalam hal ini berarti hubungan diantara pemimpin dan pengikut sehingga bukan sesuatu yang pasif, tetapi merupakan suatu hubungan timbal balik dan tanpa paksaan. Dengan demikian, kepemimpinan itu merupakan proses yang saling mempengaruhi.
Masalah kepemimpinan telah muncul bersamaan dengan dimulainya sejarah manusia yaitu sejak manusia menyadari pentingnya hidup berkelompok untuk mencapai tujuan bersama. Mereka membutuhkan seseorang atau beberapa orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan daripada yang lain, terlepas dalam bentuk apa kelompok manusia itu dibentuk. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena manusia selalu mempunyai keterbatasan dan kelebihan-kelebihan tertentu.
kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Menurut Hasibuan (2011 : 170), pemimpin adalah seseorang yang mempergunakan wewenang dan kepemimpinannya untuk mengarahkan orang lain serta bertanggung jawab atas pekerjaan orang tersebut dalam mencapai suatu tujuan.
2.1.1.2 Unsur Pokok Kepemimpinan
Rumusan kepemimpinan dari sejumlah ahli tersebut menunjukkan bahwa dalam suatu organisasi terdapat orang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi, mengarahkan, membimbing dan juga sebagian orang yang mempunyai kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar mengikuti apa yang menjadi kehendak dari pada atasan atau pimpinan mereka. Karena itu, kepemimpinan dapat dipahami sebagai kemampuan mempengaruhi bawahan agar terbentuk kerjasama di dalam kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. Apabila orang-orang yang menjadi pengikut atau bawahan dapat dipengaruhi oleh kekuatan kepemimpinan yang dimiliki oleh atasan maka mereka akan mau mengikuti kehendak pimpinannya dengan sadar, rela, dan sepenuh hati.
Gambar 2.1 Unsur-unsur Pokok dalam Kepemimpinan Pemimpin
Keinginan/Niat
Tanggungjawab Pribadi
Perubahan Pengaruh
Pengikut
Pemimpin mempengaruhi bawahannya, demikian sebaliknya. Orang-orang yang terlibat dalam hubungan tersebut menginginkan sebuah perubahan sehingga pemimpin diharapkan mampu menciptakan perubahan yang signifikan dalam organisasi dan bukan mempertahankan status. Selanjutnya, perubahan tersebut bukan merupakan suatu yang diinginkan pemimpin, tetapi lebih pada tujuan yang diinginkan dan dimiliki bersama. Tujuan tersebut merupakan sesuatu yang diinginkan, yang diharapkan, yang harus dicapai dimasa depan sehingga tujuan ini menjadi motivasi utama visi dan misi organisasi. Pemimpin mempengaruhi pengikutnya untuk mencapai perubahan berupa hasil yang diinginkan bersama (Anoraga, 2000:190). Kepemimpinan merupakan aktivitas orang-orang, yang terjadi di antara orang, dan bukan sesuatu yang dilakukan untuk orang-orang sehingga kepemimpinan melibatkan pengikut. Proses kepemimpinan juga melibatkan keinginan dan niat, keterlibatan yang aktif antara pemimpin dan pengikut untuk mencapai tujuan yang diinginkan bersama. Dengan demikian, baik pemimpin ataupun pengikut mengambil tanggung jawab pribadi (personal responbility) untuk mencapai tujuan bersama tersebut.
Sumber: Safaria (2004)
Gambar 2.2 Perbedaan orientasi atau Paradigma Lama dan Baru
Tugas seorang pemimpin pada garis besarnya ada tiga (Anoraga, 2000: 193) yaitu :
1. Memberikan struktur terhadap situasi
Tugas pemimpin memberikan struktur terhadap suatu situasi maksudnya adalah menyederahanakan dan mencarikan alternatif pemesahan/solusi terhadap berbagai masalah yang dihadapi kelompoknya.
2. Mengendalikan tingkah laku kelompok
Mengawasi, memantau dan mengendalikan tingkah laku kelompok yang mungkin dapat merugikan atau tingkah laku individu yang dapat merugikan kemlompok.
3. Sebagai juru bicara kelompoknya.
Memberikan informasi yang benar, meluruskan informasi kepada masyarakat tentang sesuatu yang diperlukan dalam rangka mengamankan kelompoknya. Juga memberikan informasi ke bawahan tentang sesuatu yang dibutuhkan bawahan.
Dalam kehidupannya sebagai pemimpin di dalam kelompok social organisasi, seorang pemimpin akan dituntut oleh beberapa hal, yang meliputi
Realitas Baru bagi Pemimpin
Paradigma Lama Paradigma Baru
Masa Industri Masa Informasi
Stabilitas Kontrol
Kompetisi Kolaborasi
sekumpulan peran yang kompleks, dan demikian pula dengan fungsinya. Dalam kaitannya dengan fungsi dan peran, seorang pemimpin dapat mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab kepada para pembantunya sesuai dengan kedudukan yang ada dan berlaku.
Peranan pemimpin yang dimaksud (Anoraga, 2000:194) adalah : 1. Pemimpin sebagai perencana
2. Pemimpin sebagai pembuat kebijakan 3. Pemimpin sebagai ahli
4. Pemimpin sebagai pelaksana 5. Pemimpin sebagai pengendali
6. Pemimpin sebagai pemberi hadiah dan hukuman 7. Pemimpin sebagai sebagai teladan dan lambing 8. Pemimpin sebagai tempat menimpa segala kesalahan 9. Pemimpin sebagai pengganti peran anggota lain
Kepemimpinan memiliki kaitan yang erat degan kekuasaan. Dalam hal ini Boone dan Kurzt dalam Anoraga (2000,195) mengemukakan: “Apa pun
bentuknya kepemimpinan selalu melibatkan penggunaan kekuasaan. Mereka juga mengemukakan defenisi kekuasaan sebagai : Kemampuan seseorang dalam mempengaruhi perilaku orang lain.”
2.1.2 Gaya Kepemimpinan Tranformasional
2.1.2.1 Defenisi Gaya Kepemimpinan Transformasional
memimpin antara satu organisasi dengan organisasi yang lain berbeda-beda sesuai dengan kondisi organisasi dan pola kerja anggota organisasi, sehingga dalam penerapannya gaya kepemimpinan ini akan meningkatkan kinerja para anggota organisasi.
Menurut Hasibuan (2011 : 170), gaya kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Robbins (2009), gaya kepemimpinan adalah cara yang digunakan seseorang untuk mempengaruhi kelompok menuju tercapainya sasaran. Dalam hal ini usaha menselaraskan persepsi di antara orang yang akan mempengaruhi perilaku dengan orang yang perilakunya akan dipengaruhi menjadi amat penting kedudukannya.
Menurut Northouse (2013,176) Kepemimpinan transformasional merupakan proses dimana orang terlibat dengan orang lain, dan menciptakan hubungan yang meningkatkan motivasi dan moralitas dalam diri pemimpin dan pengikut. Jenis pemimpin ini memiliki perhatian pada kebutuhan dan motif pengikut, serta mencoba membantu pengikut mencapai potensi terbaik mereka.
Menurut Tjiptono dan Syakhroza dalam Pramesti (2013) kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang mencakup upaya perubahan organisasi (sebagai kepemimpinan yang dirancang untuk mempertahankan status quo). Perubahan yang dilakukan organisasi ini dikarenakan cara-cara organisasi lama sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi pada saat medatang.
mempromosikan satu sama lain untuk tingkat yang lebih tinggi moralitas dan motivasi . Pemimpin transformasional membantu pengikut mereka untuk melihat masalah lama melalui perspektif baru . Mereka merangsang pengikut mereka untuk mencoba lebih tinggi dari tingkat biasanya . Pemimpin transformasional menginspirasi para pengikutnya untuk berpikir lebih dari mereka sendiri bertujuan dan kepentingan dan untuk fokus pada tim yang lebih besar , organisasi , tujuan nasional dan global, memberikan perspektif masa depan , pemimpin seperti ini mempengaruhi lebih dari pengikut mereka dengan cara menganggap bahwa perspektif sebagai tujuan mereka sendiri dan menunjukkan upaya yang tinggi untuk mencapainya . Para pemimpin ini mampu memindahkan organisasi terhadap perspektif yang ideal dengan mengkoordinasikan karyawan dan mengintegrasikan semua sistem komponen.
Bass dalam (Northouse, 2013:179) bahwa kepemimpinan transformasional memotivasi pengikut untuk melakukan lebih dari yang di harapkan dengan:
a. Meningkatkan tingkat pemahaman pengikut akan kegunaan dan nilai dari tujuan yang rinci dan ideal;
b. Membuat pengikut mengalahkan kepentingan sendiri demi tim atau organisasi;
c. Menggerakan pengikut untuk memenuhi kebutuhan tingkatan yang lebih tinggi.
pencapaian perubahan nilai-nilai, kepercayaan, sikap, perilaku, emosional dan kebutuhan bawahan menuju perubahan yang lebih baik di masa depan. Pemimpin transformasional merupakan seorang agen perubahan yang berusaha keras untuk melakukan transformasi ulang organisasi secara menyeluruh sehingga organisasi bisa mencapai kinerja yang lebih maksimal di masa depan.
Menurut Bass, pemimpin transformasional ini mampu membawa organisasi menuju kinerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemimpin transaksional. Iklim dan akibat yang di peroleh bawahan dari pemimpin transformasional adalah dengan meningkatnya motivasi kerja, antusiasme, komitmen, kepuasan kerja, kesejahteraan dan kesehatan bawahan.
2.1.2.2 Karakteristik Gaya Kepemimpinan Transformasional
Dari hasil penelitiannya, Devanna dan Tichy dalam (Luthans : 2001) mengemukakan beberapa karakteristik dari pemimpin transformasional yang efektif, antara lain :
1. Mereka mengidentifikasi dirinya sendiri sebagai agen perubahan. 2. Mereka mendorong keberanian dan pengambilan resiko.
3. Mereka percaya pada orang-orang. 4. Mereka dilandasi oleh nilai-nilai.
5. Mereka adalah seorang pembelajar sepanjang hidup (lifelongs learners). 6. Mereka memiliki kemampuan untuk mengatasi kompleksitas, ambiguitas,
dan ketidakpastian.
Berhasil atau tidaknya sebuah perusahaan sangat ditentukan oleh kepemimpinan, karena pemimpin bertanggungjawab atas kegagalan pelaksanaan pekerjaan, sebaliknya kesuksesan dalam memimpin sebuah organisasi merupakan keberhasilan seseorang mempengaruhi orang lain untuk menggerakkan atau menjalankan visinya, selain itu adanya koordinasi atau kerjasama yang baik antara pimpinan dan bawahannya. Pernyataan tersebut sebagaimana diuraikan oleh (Wahjosumidjo, 2001:172) kepemimpinan mempunyai kaitan yang erat dengan motivasi karena keberhasilan seorang pemimpin dalam menggerakkan orang lain dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sangat tergantung kepada kewibawaan, selain itu bagaimana menciptakan motivasi dalam diri setiap karyawan, kolega maupun pimpinan itu sendiri.
pengembangan diri masing-masing pengikutnya dengan cara memberikan semangat dan dorongan untuk mencapai tujuannya.
2.1.2.3 Faktor-faktor Gaya Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan tarnsformasional peduli dengan perbaikan kinerja pengikut, dan mengembangkan pengikut ke potensi maksimal mereka. Orang yang menampilkan kepemimpinan transformasional sering sekali memiliki kumpulan nilai serta prinsip internal yang kuat. Mereka efektif dalam memotivasi pengikut untuk bertindak dalam cara yang mendukung kepentingan yang lebih besar, daripada kepentingan mereka sendiri. Menurut Northouse dalam Jandaghi et al,. (2009) ada beberapa faktor dalam kepemimpinan transformasional, yaitu :
a. Pengaruh Ideal
Pengaruh ideal mendeskripsikan pemimpin yang bertindak sebagai teladan yang kuat bagi pengikut. Pengikut menghubungkan dirinya dengan pemimpin ini dan sangat ingin menirukan mereka. Pemimpin ini biasanya memiliki standar yang sangat tinggi akan moral dan perilaku yang etis, serta bisa diandalkan untuk melakukan hal yang benar. Meraka sangat dihargai oleh pengikut yang biasanya sangat percaya kepada mereka. Mereka memberi pengikut visi dan pemahaman akan misi. Faktor ideal diukur dengan dua komponen: komponen pengakuan yang merujuk pada pengakuan pengikut kepada pemimpin yang didasarkan pada persepsi yang mereka miliki atas pemimpin mereka, dan komponen perilaku yang merujuk pada observasi pengikut akan perilaku pemimpin.
Faktor ini menggambarkan pemimpin yang mengkomunikasikan harapan tinggi pada pengikut, menginspirasi mereka lewat motivasi untuk menjadi setia pada, dan menjadi bagian dari visi bersama dalam organisasi. Pada praktiknya, pemimpin menggunakan symbol dan daya tarik emosional guna memfokuskan upaya anggota kelompok, guna mencapai lebih daripada apa yang akan mereka lakukan untuk kepentingan pribadi mereka. Semangat tim ditingkat oleh jenis kepemimpinan inti. Contoh dari faktor ini bisa saja seorang manajer penjualan yang memotivasi anggota tenaga penjual untuk hebat dalam pekerjaan mereka. Mereka melakukannya lewat kata-kata yang mendorong dan percakapan singkat, untuk memberi semangat yang jelas-jelas mengkomunikasikan peran penting yang mereka mainkan dalam pertumbuhan perusahaan di masa depan.
c. Rangsangan Intelektual
upaya setiap pekerja untuk mengembangkan cara unik, guna memecahkan masalah yang telah menyebabkan kemerosotan dalam produksi.
d. Pertimbangan yang Diadaptasi
Faktor ini mewakili pemimpin yang memberikan iklim yang mendukung, dimana mereka mendengarkan dengan seksama kebutuhan masing-masing pengikut. Pemimpin bertindak sebagai pelatih dan penasihat, sambil mencoba untuk membantu pengikut untuk benar-benar mewujudkan apa yang diinginkan. Pemimpin ini mungkin menggunakan delegasi untuk membantu pengikut tumbuh lewat tantangan pribadi. Sebagai contohnya seorang manajer yang meluangkan waktu untuk memperlakukan setiap karyawan, dalam cara yang unik dan peduli. Untuk sejumlah karyawan, pemimpin ini bisa memberi hubungan yang kuat. Untuk orang lain, pemimpin ini bisa memberi perintah tertentu dengan tingkatan struktur yang tinggi. Intinya kepemimpinan transformasional memiliki dampak besar dan menghasilkan kinerja yang lebih daripada yang diharapkan.
Gambar 2.3 Faktor-faktor Kepemimpinan Transformasional Pengaruh Ideal
Motivasi yang Menginsipirasi
Rangsangan Intelektual
Pertimbnagan yang Diadaptasi
Di dalam tahap pengembangan yang ada, pendekatan transformasional memiliki sejumlah kekukatan (Northouse, 2013:189) yaitu :
1. Kepemimpinan transformasional telah secara luas diteliti dari banyak perspektif berbeda, termasuk serangkaian penelitian kualitatif tentang pemimpin dan CEO yang unggul di perusahaan besar yang terkenal.
2. Kepemimpinan transformasional memiliki daya tarik alami.
3. Kepemimpinan transformasional memperlakukan kepemimpinan sebagai proses yang terjadi antara pengikut dan pemimpin.
4. Pendekatan transformasional memberi pandangan yang lebih luas tentang kepemimpinan yang meningkatkan model kepemimpinan lain.
5. Kepemimpinan transformasional memberikan penekanan yang kuat pada kebutuhan, nilai, dan moral pengikut.
2.1.3 Kecerdasan Emosional
2.1.3.1 Defenisi Kecerdasan Emosional
kecerdasan emosional berkaitan dengan pengarahan tindakan seseorang dalam kehidupan pribadi maupun sosial. Bar-On (Sumiyarsih dkk, 2012)) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mengatasi tututan dan tekanan lingkungan.
Individu perlu memiliki kecerdasan emosional karena kondisi emosional dapat mempengaruhi pikiran, perkataan, maupun perilaku, termasuk dalam pekerjaan. Individu yang memiliki kecerdasan emosional akan mampu mengetahui kondisi emosionalnya dan cara mengekspresikan emosinya secara tepat sehingga emosinya dapat dikontrol dan memberikan banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari. Banyak orang cerdas secara akademik tetapi kurang mempunyai kecerdasan emosional, ternyata gagal dalam meraih kesuksesan di tempat kerja. Kecerdasan emosional juga mampu menentukan potensi seseorang untuk mempelajari ketrampilan-ketrampilan praktis dan mendu-kung kinerja.
lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Salovey dan Mayer dalam Naseer et al., (2011) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan untuk memonitor sendiri dan perasaan dan emosi orang lain , untuk membedakan antara mereka dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan seseorang . model mereka termasuk fitur kecerdasan , penyesuaian dan dorongan .
Menurut Robbins dan Judge (2009, 335) Kecerdasan emosional (emotional intelligence) adalah kemampuan seseorang untuk mendeteksi serta mengelola petunjuk-petunjuk dan informasi emosional. Orang-orang yang mengenal emosi-emosi mereka sendiri dan mampu dengan baik membaca emosi orang lain dapat menjadi lebih efektif dalam pekerjaan mereka. Hal tersebut pada intinya adalah tema yang mendasari riset kecerdasan emosional akhir-akhir ini. Kecerdasan Emosional terdiri ada lima dimensi:
1. Kesadaran Diri : sadar atas apa yang dirasakan.
2. Manajemen Diri : kemampuan mengelola emosi dan dorongan-dorongan diri sendiri.
3. Motivasi Diri : kemampuan bertahan dalam menghadapi kemunduruan dan kegagalan.
2.1.3.2 Kemampuan Utama Kecerdasan Emosional
Gardner dalam Yanuarita (2014:11-15) mendefenisikan kemampuan kecerdasan emosional menjadi lima kemampuan utama, yaitu:
a. Mengenali Emosi Diri
Mengenali emosi diri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional, yakni kesadaran orang akan emosinya sendiri. Kesadaran diri membuat seseorang lebih waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang waspada akan individu menjadi mudah larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi.
Kesadaran diri tidak terbatas pada mengamati diri dan mengenali perasaan akan tetapi juga menghimpun kosa kata untuk perasaan dan mengetahui hubungan antara pikiran, perasaan, dan reaksi. Menurut Goleman kesadaran seseorang terhadap titik lemah serta kemampuan pribadi seseorang juga merupakan bagaian dari kesadaran diri. Kesadaran diri sangat penting dalam pembentukan konsep diri yang positif. Konsep diri adalah pandangan pribadi terhadap diri sendiri, yang mencakup tiga aspek yaitu :
Kesadaran emosi, yaitu tahu tentang bagaimana pengaruhnya emosi
terhadap kinerja, dan kemampuan menggunakan nilai-nilai untuk memandu pembuatan keputusan.
Penilaian diri secara akurat, yaitu perasaan yang tulus tentang
Percaya diri, yaitu keyakinan tentang harga diri dan kemampuan diri.
b. Mengelola Emosi
Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangai perasaan agar dapat terungkap dengan tepat, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju kesejahteran emosi. Emosi berlebihan, yang meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan. Kemampaun ini mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditumbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menek
c. Memotivasi Diri Sendiri
Motivasi merupakan suatu energy yang dapat menimbulkan tingkat antusiasme dalam melaksanakan suatu aktivitas, baik yang bersumber dari dalam diri individi itu sendiri (motivasi instrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Istilah motivasi mengacu pada sebab atau mengapa, suatu organsisme yang dimotivasi akan lebih efektif daripada tidak dimotivasi.
Dalam motivasi terkandung adanya keinginan, dorongan, harapan, kebutuhan, tujuan, sasaran, dan insentif. Hal tersebut dapat dijelaskan menjadi beberapa komponen utama yaitu :
Kebutuhan : hal ini terjadi jika individu merasa ada ketidakseimbangan
antara apa yang ia miliki dan apa yang ia harapkan.
Dorongan : kekuatan internal untuk melakukan kegiatan dalam rangka
seperti kebutuhan makan dan minum. Kondisi seperti ini akan memotivasi pelaku untuk mengulangi kebutuhan tersebut.
Tujuan : hal yang ingin dicapai seorang individu. Tujuan tersebut
mengarahkan perilaku dalam hal ini perilaku belajar. Kekuatan mental atau kekuatan motivasi belajar dapat diperkuat dan dikembangkan.
Selain itu yang berkaitan dengan motivasi adalah optimisme. Menurut Goleman optimisme seperti harapan memiliki pengharapan yang kuat bahwa secara umum, segala sesuatu dalam kehidupan akan sukses kendati ditimpa kemunduran dan frustasi. Dari titik pandang kecerdasan emosional, optimisme merupakan sikap yang menyangga orang agar jangan sampai jatuh dalam keputusasaan atau depresi saat menghadapi kesulitan, karena optimisme membawa keberuntungan dalam kehidupan.
d. Mengenali Emosi Orang Lain
Makna empati adalah memahami perasaan dan masalah orang lain serta berpikir dengan sudut pandang mereka, menghargai perbedaan persasaan orang mengenai berbagai hal. Menurut Goleman kemampuan indera perasaan seseorang sebelumn yang bersangkutan mengatakannya merupakan intisari empati. Empati memahami cara-cara komunikasi yang dibangun di atas kecakapan-kecakapan yang lebih mendasar, khususnya kesadaran diri (self awareness) dan kendali diri (self control).
e. Keterampilan Sosial
Keterampilan social, adalah kemampuan untuk menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan social, berinteraksi dengan lancar, menggunakan keterampilan untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah, meyelesaikan perselisihan untuk bekerjasama dalam tim.
Kemampuan ini dimulai dengan mengelola emosi diri sendiri dan berlanjut pada kemampuan menangani emosi orang lain. Menurut Goleman, menangani emosi orang lain merupakan seni yang mantap untuk menjalin hubungan, membutuhkan kematangan dua keterampilan emosional lain, yaitu manajemen diri dan empati. Dengan kedua landasan tersebut, keterampilan berhubungan dengan orang lain akan matang. Ini merupakan kecakapan social yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan orang lain.
2.1.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional
a. Faktor Internal
Faktor internal adalah apa yang ada dalam diri individu yang mempengaruhi kecerdasan emosinya. Faktor internal ini memiliki dua sumber yaitu:
Segi Jasmani : faktor pisik dan kesehatan individu, apabila fisik dan
kesehatan seseorang terganggu dapat dimungkinkan mempengaruhi proses kecerdasan emosinya.
Segi Psikologis : mencakup di dalamnya pengalaman, perasaan,
kemampuan berpikir dan motivasi. b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah stimulus dan lingkungan dimana kecerdasan emosi berlangsung. Faktor eksternal meliputi :
Stimulus itu sendiri : kejenuhan stimulus merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam memperlakukan kecerdasan emosi tanpa distorsi
Lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi proses
kecerdasan emosi : objek lingkungan yang melatarbelakangi merupakan kebulatan yang sangat sulit dipisahkan.
2.1.3.4 Pendukung dan Penentang Kecerdasan Emosional
Robbin dan Judge (2009, 336-337) menjelaskan bahwa kecerdasan emosional memiliki beberapa hal pendukung, yaitu :
Terdapat banyak daya tarik intuitif pada konsep kecerdasan emosional. Sebagian besar orang akan setuju bahwa adalah baik untuk memiliki kecerdasan jalanan dan kecerdasan sosial. Orang-orang yang dapat mendeteksi emosi orang lain, dan mengendalikan emosi mereka sendiri, dan menangani interaksi sosial dengan baik akan mempunyai kaki yang kuat untuk berdiri di dalam dunia bisnis, jadi pemikiran ini berlanjut. 2. Kecerdasan Emosional Meramalkan Kriteria yang Penting
Terdapat banyak bukti yang memperkuat bahwa kecerdasan emosional tingkat tinggi memengaruhi kinerja seseorang menjadi lebih baik dalam pekerjaannya. Sebuah penelitian lainnya menemukan bahwa kemampuan mengenali emosi pada ekspresi pada wajah orang lain dan secara emosional dapat meramalkan peringkat rekan kerja terhadap seberapa berharga orang-orang tersebut untuk organisasi mereka. Akhirnya, penelitian mengidentifikasi bahwa secara keseluruhan EI berhubungan secara moderat dengan kinerja pada pekerjaan.
3. EI Berbasis Biologis
secara neurologi dalam sedemikian rupa yang tidak berhubungan dengan ukuran-ukuran standar kecerdasan, dan orang-orang yang menderita kerusakan neurologi tersebut memiliki nilai lebih rendah pada EI dan membuat keputusan yang lebih burur dibandingkan orang-orang yang lebih sehat dalam hal ini.
Dalam Robbin dan Judge (2009, 336-337) juga menjelaskan bahwa kecerdasan emosional juga memiliki beberapa hal yang menentangnya, yaitu :
1. EI adalah Sebuah Konsep yang Samar 2. EI Tidak Dapat Diukur
3. Validitas EI Masih Dipertanyakan 2.1.4 Keberhasilan Usaha
2.1.4.1 Defenisi Keberhasilan Usaha
Astamoen (2005:251) Keberhasilan usaha adalah suatu proses dari seseorang dalam mencapai tujuan atau prestasi dengan cara yang terbaik dan benar sehingga mencapai keberhasilan. Di dalam proses termasuk resiko yang harus dihadapi bahkan kegagalan yang harus dialami.
Nasution (2001:12), sebuah perusahaan dikatakan meraih keberhasilan usaha jika dana usahanya bertambah, hasil produksi meningkat, keuntungan bertambah, perputaran dana berkembang cepat serta penghasilan anggota dari perusahaan tersebut bertambah.
dilaksanakan usaha tersebut, apapun jenis usaha yang dilakukan. Suryana (2006:7) menggambarkan seorang yang berhasil berwirausaha sebagai orang yang mampu menggabungkan nilai, sifat utama dan sikap dengan modal pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan praktik.
Keberhasilan suatu usaha ditunjukkan dengan adanya hubungan yang signifikan antara keuntungan, jumlah penjualan dan pertumbuhan yang dimiliki usaha tersebut (Dalimunthe dalam Tanjung, 2012). Suatu usaha yang baik dapat terus tumbuh dan berkembang jika memiliki sensitivitas yang baik terhadap perubahan yang terjadi, adaktif, memiliki rasa kebersamaan dan rasa saling memiliki terhadap identitas usaha yang dijalankan, memiliki toleransi sehingga mampu terbuka pada setiap peluang yang ada dan pada umumnya sangat konservatif (De Geus dalam Situmorang, 2011:83).
Menurut Tanjung (2012), ada beberapa langkah-langkah menuju keberhasilan usaha yaitu :
1. Adanya ide serta visi misi yang jelas pada bisnis
2. Membuat perencanaan usaha, pengorganisasian, dan cara menjalankannya. 3. Kemauan dan keberanian menghadapi resiko.
4. Mengembangkan hubungan yang baik kepada semua pihak yang terkait dengan kepentingan usaha.
2.1.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Usaha
Menurut Basrowi (2014, 19-26) ada beberapa faktor yang mempengaruhi dalam mencapai keberhasilan usaha yaitu :
b. Usia
c. Pengalaman d. Pendidikan
Sedangkan menurut Tarigan dan Yenawan (2013) juga memaparkan beberapa faktor yang mempengaruhi dalam mencapai keberhasilan usaha, yaitu : a. Pendidikan yang tepat dan sesuai bisa membantu dalam mencapai kesuksesan. b. Pola pikir yang tepat, karena pola pikir yang salah dapat menghalangi untuk
meraih kesuksesan.
c. Pareto, yakni 20/80. Hukum pareto berarti 20% dari aktivitas tertentu dalam hidup dapat memberikan kontribusi 80% untuk mencapai kesuksesan.
d. Memiliki kebiasan (perilaku positif) seperti orang sukses. e. Adanya passion di dalam diri.
Kerzner dalam Pramesti (2013) menerangkan kriteria keberhasilan adalah sesuai dengan waktu, biaya dan kinerja. Tetapi sesuai dengan perkembangan zaman dimodifikasi sebagai berikut :
a. Sesuai dengan waktu yang ditetapkan b. Kinerja yang dihasilkan pada level tertentu c. Sesuai dengan biaya
d. Diterima oleh klien
e. Sesuai dengan mutu yang telah disepakati
Sumber: Tarigan dan Yenawan (2013)
Gambar 2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha 2.1.4.3 Faktor Penyebab Keberhasilan Usaha
Keberhasilan hidup pada dasarnya merupakan dambaan setiap orang sehingga orang akan melakukan apa saja untuk mencapainya. Dalam banyak studi, para peneliti mengidentifikasi karakteristik seorang wirausaha yang berhasil sebagai berikut (Basrowi, 2013:21) :
a. Komitmen dan ketabahan hati secara total.
b. Bergerak maju untuk mencapai tujuan dan tumbuh. c. Peluang dan orientasi pada tujuan.
d. Mengambil inisiatif dan tanggung jawab pribadi. e. Konsisten terhadap pemecahan masalah.
f. Realisme dan mempuinyai sense of humor.
g. Mengambil risiko yang telah diperhitungkan dan mencari risiko. h. Memiliki obsesi untuk mendapatkan peluang
i. Memiliki kreatifitas dan fleksibilitas. Pendidikan
Pola Pikir Passion
Pareto Perilaku
k. Selalu terbuka untuk bekerja sama. l. Keinginan untuk belajar dari kegagalan. m. Memiliki motivasi yang besar untuk sukses.
n. Berkemauan dan bekemampuan melihat, megakui dan mengharagai potensi pihak orang lian.
o. Berorientasi pada masa depan.
Menurut Situmorang (2012:84) ada beberapa faktor yang menghambat suatu usaha masuk dalam kategori usaha yang luar biasa, yaitu :
1. Faktor Psikologis
Pemimpin tidak berani mengambil resiko dan cenderung merasa nyaman dengan kondisi yang ada (comfort zone).
2. Resitensi Karyawan
Sumberdaya manusia yang ada tidak merasa tertantang untuk mengembangkan diri, memberikan ide mereka, ataupun melakukan inovasi. Hal ini disebabkan oleh lingkungan perusahaan yang membiasakan hal tersebut. Begitu juga ditambah dengan masalah pengelolaan SDM yang kurang baik.
3. Tekanan dari Pihak Luar
Tekanan eksternal bisa berasal dari keluarga, lingkungan sekitar dan sebagainya.
2.1.4.4 Upaya Mencapai Keberhasilan Usaha
risiko kerugian, tetapi pada suatu ketika memperoleh keuntungan. Sehingga dalam dunia usaha selalu ada risiko atau ketidakpastian usaha. Untuk mencapai keberhasilan usaha, seorang wirausahawan setidaknya melakukan upaya sebagai berikut (Sunyoto, 2013:93) :
a) Mempunyai keyakinan usaha untuk berhasil. b) Menerima gagasan/ide baru.
c) Menaklukan diri sendiri. d) Menerima saran orang lain.
e) Mempunyai keinginan yang kuat untuk selalu belajar. f) Mempunyai motivasi kerja yang tinggi
Selain berpikir positif, seorang wirausahwan dalam menggali peluang pasar setidaknya mempunyai modal utama untuk meraih keberhasilan (Sunyoto, 2013:93) yaitu :
1. Pola pikir yang mengarah pada sikap dan kemauan untuk sukses. 2. Kepribadian yang kuat untuk sukses.
3. Kecakapan dalam mengelola untuk sukses. 4. Menerapkan manajemen usaha yang baik. 5. Berani memikul risiko dalam usaha
Tabel 2.2 Karakteristik wirausahawan yang berhasil dalam usaha
No. Karakteristik Ciri
1 Percaya Diri Mengandalkan tingkat percaya dirinya yang tinggi dalam mencapai sukses.
2 Pemecahan Masalah Cepat mengenali dan memecahkan masalah yang dapat menghalangi kemampuannya mencapai tujuan sukses.
3 Berprestasi Tinggi Bekerja keras dan bekerja sama dengan para ahli untuk memperoleh prestasi.
menghindari risiko tinggi jika dimungkinkan. 5 Ikatan Emosi Tidak akan meperbolehkan hubungan emosional
yang menggangu sukses usahanya. 6 Tingkat Energy
Tinggi
Berdedikasi tinggi dan bersedia bekerja dengan jam kerja yang panjang untuk membangun usahanya. 7 Pengendalian
Pribadi
Mengenali arti pentingnya pribadinya bagi kegiatan usahanya.
8 Pemikiran Kreatif Akan selalu mencari suatu cara yang lebih baik dalam melakukan sesuatu di dalam usaha.
9 Pengendalian Diri Mengendalikan semua yang mereka lakukan. 10 Pemilik obyektif Mengakui jika terjadi kesalahan.
Sumber: Danang Sunyoto (2013:94-95) 2.1.4.5 Menghindari Kegagalan
Menurut Basrowi (2011) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mencapai keberhasilan usaha agar terhindar dari kegagalan yaitu :
1. Mengenali Bisnis Secara Mendalam.
2. Mengembangkan rencana Bisnis yang Matang. 3. Mengelola Sumber Daya Keuangan.
4. Memahami Laporan Keuangan.
5. Belajar Mengelola Manusia Secara Efektif. 6. Menjaga Kondisi Diri.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu sangat penting sebagai dasar pijakan dalam rangka
penyusunan penelitian ini. Kegunaannya untuk mengetahui hasil yang telah dilakukan
3 Fonthip
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
Hasil yang diperoleh menyatakan bahwa dalam peneltiian ini memberikan
sumbangan efektif sebesar 0.559, artinya
OCB karyawan
sebesar 55,9% ditentukan oleh kecerdasan emosional, dan 44,1% sisanya ditentukan oleh factor lain yang tidak diungkap dalam penelitian ini dan diduga turut berperan
terhadap OCB
6 Zainab Naseer, linear sederhana, hasil penelitian
menunjukkan adanya pengaruh yang positif dan signifikan dari
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa kepemimpinan
transformasional
Dari hasil penelitian ini dapa dilihat bahwa kepemimpinan
2.3 Kerangka Konseptual
Kepemimimpinan Transformasional merupakan proses dimana orang terlibat dengan orang lain dan menciptakan hubungan yang meningkatkan motivasi dan moralitas dalam diri pemimpin dan pengikut. Yang memiliki perhatian pada kebutuhan dan motif pengikut, serta mencoba membantu pengikut mencapai potensi terbaiknya (Northouse, 2013:176).
bawahannya untuk melalukan pekerjaan dengan baik. Sehingga dapat lebih berupaya dalam mencapai keberhasilan usaha.
Berdasarkan penelitian oleh Manthey (2011) menjelaskan bahwa gaya kepemimpinan transformasional menunjukkan adanya pengaruh positif dan signifikan terhadap keberhasilan usaha. Pinos et al (2006) juga berpendapat bahwa gaya kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh yang positif terhadap kinerja karyawan dalam mencapai keberhasilan usaha. Sehingga apabila kinerja karyawan dapat berjalan dengan maksimal, maka perusahaan dapat mencapai keberhasilannya.
Goleman dalam (Yanuarita, 2014:10) mendefinisikan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi, menjaga keselarasan emosi, dan pengungkapannya melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.
Dalam penelitian Hermana (2013) dinyatakan bahwa kecerdasan emosional wirausaha berpengaruh terhadap keberhasilan usaha pengusaha sebesar 59,40%, berpengaruh positif terhadap keberhasilan usaha. Penelitian tersebut juga didukung oleh Naseer, et al (2011) bahwa kecerdasan emosional memiliki dampak yang positif terhadap kinerja tim dalam mencapai keberhasilan usaha. Dalam penelitian Dyan (2010) menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional dan kecerdasan emosional berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan dalam mencapai keberhasilan usaha. Dengan kata lain semakin baik kepemimpinan transformasional dan kecerdasan emosional maka dapat meningkatkan kinerja karyawan. Sehingga dari peningkatan kinerja karyawan tersebut perusahaan dapat mencapai keberhasilan usaha dari perusahaan tersebut.
Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa gaya kepemimpinan transformasional dan kecerdasan emosional memiliki pengaruh yang positif dalam mencapai suatu keberhasilan usaha. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka kerangka konseptual untuk penelitian ini adalah sebagai berikut :
Sumber : Northouse (2013), Manthey (2011), Pinos, et al (2006), Yanuarita (2014), Hermana (2013), Naseer et.al (2011)
Gambar 2.5 Hubungan Antar Variabel Gaya Kepemimpinan
Transformasional X1
Kecerdasan Emosional X2
2.4 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut :
H1 : Gaya Kepemimpinan Transformasional memiliki pengaruh terhadap Keberhasilan Usaha pada Maripro Photo Studio.
H2 : Kecerdasan Emosional memiliki pengaruh terhadap Keberhasilan Usaha pada Maripro Photo Studio.