BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Uang memegang peranan yang sangat penting di sepanjang kehidupan manusia.
Uang digunakan sebagai alat tukar yang dapat diterima secara umum, yang dimana alat
tukarnya itu dapat diterima oleh setiap masyarakat sebagai alat pembayaran dalam
proses pertukaran barang dan jasa serta untuk pembayaran utang. Pada umumnya setiap
manusia akan senantiasa mengejar uang tanpa mengenal lelah untuk memenuhi
kebutuhannya, hal ini membuktikan bahwa sangat pentingnya peranan uang didalam
suatu perekonomian.
Keberadaan uang memberikan kemudahan transaksi yang lebih tepat daripada
barter yang lebih rumit. Sistem barter kurang efisien digunakan dalam sistem
perekonomian modern karena membutuhkan orang yang memiliki keinginan yang sama
untuk melakukan pertukaran dan juga kesulitan dalam penentuan nilai. Efisiensi yang
didapat dengan menggunakan uang pada akhirnya akan mendorong perdagangan dan
pembagian tenaga kerja yang kemudian akan meningkatkan produktifitas dan
kemakmuran. Dalam kehidupan manusia di zaman sekarang tidak ada satu negara pun
yang tidak mengenal uang dan menggunakan uang. Jikalau pun ada maka perekonomian
dalam peradaban tersebut pasti tidak akan berkembang.
Pada awalnya di Indonesia, uang diterbitkan oleh pemerintah Republik
Indonesia, namun sejak dikeluarkannya UU No. 13 tahun 1968 pasal 26 ayat 1, hak
pemerintah untuk mencetak uang dicabut. Pemerintah kemudian menetapkan Bank
kartal. Hak untuk menciptakan uang itu disebut dengan hak oktroi. Bank Indonesia
mempunyai kewenangan dalam kebijakan moneter. Kewenangan BI tersebut antara lain
dalam menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan laju inflasi dan
melakukan pengendalian moneter.
Aktivitas perekonomian suatu negara tidak pernah terlepas dari kegiatan
pembayaran uang yang menyangkut jumlah uang beredar. Perubahan dalam jumlah
uang beredar akan berpengaruh terhadap kegiatan perekonomian diberbagai sektor.
Peningkatan jumlah uang beredar akan mengakibakan inflasi dimana harga -harga
barang dan jasa akan mengalami kenaikan dan penurunan jumlah uang beredar akan
berdampak pada deflasi yaitu terjadinya penuruhan harga-harga barang dan jasa. Jika
kondisi ini berlangsung secara terus-menerus, kemakmuran masyarakat pada gilirannya
akan mengalami penurunan. Hal ini melatarbelakangi upaya yang dilakukan oleh
otoritas moneter suatu negara dalam mengendalikan jumlah uang beredar dalam
perekonomian.
Seiring berjalannya waktu membuktikan bahwa pengaruh jumlah uang beredar
di luar kendali akan mengakibatkan konsekuensi atau pengaruh buruk bagi
perekonomian. Meningkatnya jumlah uang yang beredar secara berlebihan dapat
memicu peningkatan harga melebihi tingkat yang sudah ditentukan sehingga dalam
jangka panjang dapat menggangu pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, jika peningkatan
jumlah uang beredar sangat rendah, maka perekonomian akan menjadi melemah. Dalam
hal ini jumlah uang beredar, baik dalam arti sempit maupun dalam arti luas, akan selalu
mengecil tergantung dari kebutuhan perekonomian. Tujuan pengendalian uang beredar
ini adalah untuk tercapainya pertumbuhan ekonomi nasional yang sifatnya stabil.
Para ahli ekonomi aliran Klasik berpandangan, bahwa uang tidak mempunyai
pengaruh terhadap peningkatan output perekonomian. Hal ini berdasarkan asumsi
bahwa output ekonomi sudah diproduksi pada tingkat dimana faktor produksi ,
khususnya barang modal dan tenaga kerja, digunakan sepenuhnya (full employment).
Dengan demikian penambahan jumlah uang beredar hanya akan menimbulkan inflasi
yang proporsional dengan tingkat pertambahan jumlah uang beredar (Manurung dan
Rahardja, 2004).
Inflasi merupakan bagian dari indikator perekonomian yang penting, pergerakan
inflasi selalu diupayakan rendah dan stabil agar tidak menimbulkan penyakit
makroekonomi yang pada akhirnya berdampak pada ketidakstabilan dalam
perekonomian. Inflasi yang berada pada posisi tinggi dan tidak stabil merupakan
cerminan dari naiknya tingkat harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus
selama periode tertentu. Inflasi juga dapat menciptakan lingkungan yang tidak stabil
(unstable environment) bagi keputusan ekonomi. Jika sekiranya konsumen
memperkirakan bahwa tingkat inflasi dimasa mendatang akan naik, maka akan
mendorong mereka untuk melakukan pembelian barang-barang dan jasa secara
besar-besaran pada saat sekarang ketimbang mereka menunggu dimana tingkat harga sudah
meningkat lagi.
Periode 1990-1997 adalah periode yang menentukan dalam sejarah
Di sektor riil, memang terlihat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, mencapai rata-rata
7% per tahun. Inflasi kecuali di tahun 1997 juga senantiasa berada dibawah angka 10%
per tahun. Di sektor moneter sangat terlihat upaya para pemilik modal untuk
mengoptimalkan pendapatan dari aset finansialnya. Yang paling mencolok adalah
besarnya porsi uang kuasi terhadap M2, selama periode 1990-1997 angkanya berkisar
antara 75%-78% (Manurung dan Rahardja 2004:361).
Krisis ekonomi di Indonesia dimulai pada pertengahan tahun 1997, diawali
dengan krisis finansial pada bulan juli 1997 di Thailand dan mempengaruhi mata uang,
bursa saham, dan harga aset lainnya di beberapa negara asia. Pada bulan Juni 1997,
Indonesia terlihat jauh dari krisis. Indonesia memiliki inflasi yang rendah, perdagangan
surplus lebih dari 900 juta dollar, persediaan mata uang luar yang besar, lebih dari 20
miliar dollar, dan sektor bank yang baik. Ketika krisis melanda Thailand, nilai baht
terhadap dollar menurun dan menyebabkan nilai dollar menguat. Penguatan nilai tukar
dollar berimbas ke rupiah, di sekitar bulan juli 1997 nilai tukar rupiah terhadap dollar
AS melemah. Sejak saat itu, posisi mata uang indonesia mulai tidak stabil.
Untuk mengatasi krisis yang semakin merosot, banyak hal yang telah
diupayakan oleh pemerintah, namun tetap saja tidak menujukan hasil karena adanya
krisis kepercayaan terhadap kemampuan pengelolaan perekonomian yang semakin
melemah. Hal tersebut mengakibatkan kegiatan ekonomi mengalami kontraksi yang
tajam sehingga secara keseluruhan Produk Domestik Bruto pada tahun 1998 merosot
tajam hingga menjadi minus 13,68% dibandingkan 4,65% pada tahun 1997 dan laju
tahun 1997. Kelemahan fundamental mikroekonomi juga tercermin pada kerapuhan
(fragility) yang terdapat di dalam sektor keuangan, khususnya perbankan. Sebagian dari
kerapuhan tersebut terkait kondisi makroekonomi yang kurang stabil terutama berupa
gejolak nilai tukar rupiah dan tingginya tingkat suku bunga (Dahlan Siamat, 2005).
Berbeda dengan krisis ekonomi 1998, krisis ekonomi 2008 yang berdampak
pada negara Indonesia disebabkan karena adanya resesi ekonomi yang melanda
Amerika Serikat yang terjadi akibat adanya dorongan konsumsi yang berlebihan
(propicity to consume). Krisis global yang semakin dalam telah memberi efek depresiasi
terhadap mata uang. Kurs rupiah melemah Rp.11.711 per dollar AS pada November
2008 yang merupakan deperesiasi yang cukup tajam, karena pada bulan sebelumnya
Rupiah berada di posisi Rp.10.048.
Indonesia sebagai negara yang banyak mengimpor bahan baku industri
mengalami dampak dari ketidakstabilan kurs ini, yang dapat dilihat dari melonjaknya
biaya produksi sehingga menyebabkan harga barang-barang hasil produksi Indonesia
mengalami peningkatan. Melemahnya rupiah menyebabkan perekonomian Indonesia
menjadi goyah dan dilanda krisis ekonomi dan kepercayaan terhadap mata uang dalam
negeri.
Dari data yang diperoleh dari Bank Indonesia, tingkat suku bunga SBI selama
periode 2006-2008 terus mengalami penurunan. Pada tahun 2006 adalah sebesar
12,74%, yang menurun menjadi sebesar 9,75% pada tahun 2007, dan kembali menurun
oleh krisis keuangan global yang terjadi pada September 2008 yang pada akhirnya juga
mempengaruhi tingkat inflasi pada perekonomian indonesia.
Sementara inflasi pada krisis 2008 sempat mencapai level 12,14 persen pada
bulan september. Inflasi tersebut didorong dari lonjakan harga minyak dunia yang
mendorong dikeluarkannya kebijakan kenaikan harga BBM subsidi. Tekanan inflasi
makin tinggi akibat harga komoditi global yang tinggi. Namun inflasi tersebut
berangsur menurun di akhir tahun 2008 karena harga komoditi yang menurun dan
penurunan harga subsidi BBM.
Gambar 1.1 Pergerakan Inflasi Indonesia
Diolah dari: www.bi.go.id
Menurut teori ekonomi klasik, uang bersifat netral jika jumlah uang beredar
tidak mempengaruhi variabel-variabel riil. Terdapat situasi dimana perubahan dalam
jumlah uang beredar hanya akan menyebabkan perubahan variabel-variabel nominal,
uang beredar hanya akan menyebabkan depresiasi kurs dan naiknya inflasi. Sementara
itu aktivitas sektor riil tidak dipengaruhi sama sekali.
Netralitas uang (money neutrality) merupakan fenomena jangka panjang.
Penyesuaian harga bisa dilakukan secara instan, maka perubahan jumlah uang beredar
hanya akan mengakibatkan perubahan harga dan tidak akan diterjemahkan sebagai
perubahan dalam jumlah barang yang diproduksi. Implikasinya adalah ketika terjadi
krisis ekonomi, kenaikan jumlah uang bererdar tidak bisa dipakai sebagai instrumen
untuk mempercepat pemulihan ekonomi karena yang akan tercipta hanyalah kenaikan
harga.
Berdasarkan fenomena di atas, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
netralitas uang. Penelitian ini akan difokuskan terhadap obyek penelitian bagaimana
pengaruh jumlah uang beredar terhadap inflasi dan output riil jangka panjang selama
periode 2000-2014. Saya akan melakukan penelitian dalam skripsi ini yang berjudul:
“Analisis Netralitas Uang terhadap Inflasi dan Output Riil dalam Jangka Panjang
di Indonesia”
1.2 Rumusah Masalah
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan pada latar belakang penelitian, maka
penulis merumuskan masalah yang akan diteliti dan diidentifikasi sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh jumlah uang beredar terhadap inflasi (IHK) pada tahun
2000-2014?
2. Bagaimana pengaruh jumlah uang beredar terhadap output riil (PDB Riil) pada tahun
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Maksud dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data,
mengolah, menganalisis, dan menginterpretasikannya, guna mengkaji netralitas uang
serta pengaruh jumlah uang beredar dan output terhadap Inflasi.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh jumlah uang beredar terhadap inflasi (IHK) selama
periode 2000-2014.
2. Mengetahui pengaruh jumlah uang beredar terhadap output riil (PDB Riil)
selama periode 2000-2014.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Dengan adannya penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi penulis, sebagai salah satu media latihan untuk meningkatkan kemampuan
dan keterampilan sesuai disiplin ilmu yang dipelajari.
2. Bagi peneiti dan mahasiswa, sebagai data dasar dan tolok ukur bagi
penelitian-penelitian selanjutnya sehingga dapat berguna bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
3. Bagi para pengambil kebijakan dan pemerintah, sebagai bahan rekomendasi
dalam mengambil kebijakan dan sebagai rekomendasi implikasi pada