• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Strategi Mekanisme Koping Orangtua yang Memiliki Anak dengan Retardas Mental di Sekolah Luar Biasa (SLB) E Negeri Kecamatan Sei Agul Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Strategi Mekanisme Koping Orangtua yang Memiliki Anak dengan Retardas Mental di Sekolah Luar Biasa (SLB) E Negeri Kecamatan Sei Agul Medan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Definisi Koping

Koping adalah perubahan kognitif dan perilaku secara konstan dalam upaya untuk mengatasi tuntunan internal dan atau tuntunan eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi individu (Lazarus& Foklman, 1985). Koping juga dapat digambarkan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan masalah dan situasi, atau menghadapinya dengan berhasil/sukses (Kozier, 2004). Sedangkan koping menurut Rasmun (2004) adalah proses yang dilalui oleh individu dalam menyelesaikan situasi stres. Koping tersebut merupakan respon individu terhadap situasi yang mengancam dirinya baik fisik maupun psikologis.

1.2 Mekanisme Koping

(2)

1.3 Penggolongan Mekanisme Koping

Penggolongan mekanisme koping dibagi menjadi dua. Stuard dan Suddeen (1995) mengemukan dua penggolongan mekanisme koping, yaitu:

A. Mekanisme koping adaptif

Mekanisme koping adaptif merupakan koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar, dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang, dan aktivitas konstruktif.

B. Mekanisme koping maladaptif

Mekanisme koping maladaptif merupakan mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi, dan cenderung menguasai lingkungan. Kategorinya adalah makan berlebihan/ tidak makan, bekerja berlebihan, menghindar.

(3)

1.4 Strategi mekanisme koping

Folkman dan Lazarus (1984) metode koping terdapat dua strategi yang bisa dilakukan:

A. Koping berfokus pada masalah (problem focused coping)

Problem focused koping yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur atau mengubah masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan terjadinya tekanan problem focused koping ditujukan dengan mengurangi demand dari situasi yang penuh dengan stres atau memperluas sumber untuk mengatasinya. Strategi yang dipakai dalam problem focused coping antara lain sebagai berikut:

1) Confrontative Coping

Usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara yang agresif, tingkat kemarahan yang cukup tinggi, dan pengambilan resiko.

2) Seeking social support

Usaha untuk mendapatkan kenyamanan emosional dan bantuan informasi dari orang lain

3) Planful problem solving

(4)

B. Koping berfokus pada emosi (Emotion focused coping)

Emotion focused coping yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur respon emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang dapat ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang dianggap penuh tekanan. Strategi yang digunakan dalam emotion focused copingantara lain sebagai berikut:

1) Self-control

Usaha untuk mengatur perasaan ketika mengetahui situasi yang menekan.

2) Distancing

Usaha untuk tidak terlibat dalam permasalahan, seperti menghindar dari permasalahan seakan tidak terjadi apa-apa atau menciptakan pandangan-padangan yang positif, seperti menganggap masalah seperti lelucon.

3) Positive reappraisal

Usaha mencari makna positif dari permasalahan dengan berfokus pada pengembangan diri, biasanya juga melibatkan hal-hal yang bersifat religius.

4) Accepting responsibility

(5)

5) Escape / avoidance

Usaha untuk mengatasi situasi menekan dengan lari dari situasi tersebut atau menghindarinya dengan beralih pada hal lain seperti makan, minum, merokok, atau menggunakan obat-obatan.

1.5 Respons Koping

Koping dapat diidentifikasi melalui respon, manifestasi (tanda dan gejala) dan pernyataan klien. Koping dapat dikaji melalui berbagai aspek yaitu fisiologis dan psikososial (Keliat, 1998).

A. Reaksi Fisiologis

Merupakan manifestasi tubuh terhadap stres dimana pupil melebar, keringat meningkat untuk mengontrol peningkatan suhu tubuh, denyut nadi meningkat, kulit dingin, tekanan darah meningkat, mulut kering, peristaltik menurun, pengeluaran urin menurun, kewaspadaan mental meningkat terhadap ancaman yang serius, dan ketegangan otot meningkat. Reaksi fisiologis merupakan indikasi klien dalam keadaan stres.

B. Reaksi Psikososial

Reaksi psikososial merupakan reaksi yang berorientasi pada ego yang sering disebut sebagai mekanisme pertahanan mental, seperti denial (menyangkal), projeksi, regresi,displacement, isolasi, dan supresi.

(6)

adalah menghindarkan sters terhadap karakteristik perilaku dari tahap perkembangan yang lebih awal. Displacement (menghindar) adalah peristiwa mengalihkan emosi yang seharusnya diarahkan pada orang atau benda tertentu ke benda atau orang yang netral atau tidak membahayakan.

Isolasi adalah proses pengurungan diri dari pencarian dukungan sosial keluarga mencari dukungan atau bantuan dari keluarga, tetangga, teman atau keluarga jauh. Reframing adalah peristiwa mengkaji ulang kejadian stres agar lebih dapat menanganinya dan menerimanya. Mencari dukungan spiritual, mencari dan berusaha secara spiritual, berdoa menemani pemuka agama atau aktif pada pertemuan ibadah. Menggerakkan keluarga untuk dapat menerima bantuan, keluarga berusaha mencari sumber-sumber komunitas dan menerima bantuan orang lain.

1.6 Sumber Koping

Stuart (2007) menyatakan bahwa sumber koping, pilihan, atau stategi membantu untuk menetapkan apa yang dapat dilakukan sebagaimana yang telah ditetapkan, mengidentifikasikan lima sumber koping yang dapat membantu individu beradaptasi dengan stessor yaitu ekonomi , keterampilan dan kemampuan, tehnik pertahanan, dukungan sosial, dan motivasi.

(7)

sumber keuangan meningkatkan pilihan koping seseorang dalam bentuk situasi stres. Pengetahuan dan intelegensia adalah sumber koping yang lainya yang memberikan individu untuk melihat cara lain untuk mengatasi stres. Sumber koping juga termaksuk kekuatan identitas ego, komitmen untuk jaringan sosial, stabilitas kultural, suatu genetik atau kekuatan konsitusional.

2. Retardasi Mental

2.1 Definisi Retardasi Mental

Retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai adanya hendaya (impairment), keterampilan (skills) selama perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia, yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial (WHO Geneva, 1992).

Retardasi mental adalah keadaan taraf perkembangan kecerdasan di bawah normal sejak lahir atau masa anak- anak, biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan (Dalami dkk, 2009. Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV (1994) mendefinisikan retardasi mental sebagai gangguan yang ditandai fungsi intelektual yang berfungsi secara bermakna di bawah rata-rata (IQ kira-kira 70 atau lebih rendah) yang bermula sebelum 18 tahun disertai defisit atau hendaya fungsi adaptif.

2.2 Diagnosa retardasi mental

(8)

maturasi, proses belajar, penyesuaian diri secara sosial. Kelainan ini dapat merupakan suatu gejala yang berhubungan dengan banyak penyebab, akan tetapi dapat pula dianggap sebagai suatu penyakit (Latief dkk 2007).

Latief dkk (2007) mendiagnosa retardasi mental berdasarkan kriteria sebagai berikut:

A. Riwayat perkembangan yang terlambat (dapat disertai atau tanpa disertai kelainan jasmani, atau akibat kerusakan otak) yang dapat dimulai saat anak dilahirkan atau mula-mula berkembang normal lalu terlambat akibat kelainan yang mengganggu otak.

B. Observasi kritis mengenai fungsi sekarang, termaksud prestasi dalam pelajaran, keterampilan motorik dan kematangan emosional dan emosional dan sosial.

WHO mengklasifikasikan pembagian Retardasi Mental berdasarkan tingkat IQ (Intelligent Quotient), yaitu borderline (IQ 65-85), mild (IQ 53-67), moderate (IQ 36-51), severe (IQ 20-35), profound (IQ kurang dari 20). Meskipun begitu, sebenarnya IQ bukan satu-satunya patokan untuk diagnosa atau penentuan beratnya kelainan.

Retardasi mental dapat juga dilihat dari sudut (Latief dkk, 2007) A. Tanpa gangguan tingkah laku.

(9)

C. Dengan gangguan tingkah laku reaktif yang merupakan akibat tindakan keluarga dan masyarakat yang menolak anak, sehingga gangguan tingkah laku yang terjadi merupakan akibat defisit dari perasaan frustasi, ketakutan dan kegelisahan diri anak. Dalam banyak hal anak lebih dilumpuhkan karena gangguan emosional dari retardasi mentalnya.

2.3 Karakteristik Retardasi Mental

Retardasi mental merupakan kondisi dimana perkembangan kecerdasannya mengalami hambatan sehingga tidak mencapai tahap perkembangan yang optimal.

Ada beberapa karakteristik retardasi mental, yaitu: (Somantri, 2007)

A. Keterbatasan inteligensi

(10)

B. Keterbatasan sosial

Disamping memiliki keterbatasan inteligensi, anak retardasi mental juga memiliki kesulitan dalam menyesuaikan diri dalam masayarakat, oleh karena itu mereka memerlukan bantuan.

Anak retardasi mental cenderung berteman dengan anak yang lebih muda usianya, ketergantungan terhadap orang tua sangat besar, tidak mampu memikul tanggung jawab sosial dengan bijaksana, sehingga mudah dipengaruhi dan cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya. C. Keterbatasan fungsi-fungsi mental lainya

D. Anak retardasi mental memerlukan waktu lebih lama untuk menyelesikan reaksi pada situasi yang baru dikenal. Mereka memperlihatkan reaksi terbaiknya bila mengikuti hal-hal yang rutin dan secara konsisten dialaminya dari hari ke hari. Anak retardasi mental tidak dapat menghadapi sesuatu kegiatan atau tugas dalam jangka yang waktu yang lama.

Anak retaradsi mental memilki keterbatasan dalam penguasaan bahasa. Mereka bukannya mengalami kerusakan artikulasi, akan tetapi pusat pengolahan yang kurang berfungsi sebagaimana mestinya.

2.4 Klasifikasi Retardasi Mental

(11)

A. Retardasi mental ringan

Retardasi mental ringan ini secara kasar setara dengan kelompok retardasi yang dapat dididik (educable). Kelompok ini membentuk sebagian besar (sekitar 85%) dan kelompok retardasi mental. Pada usia prasekolah (0-5 tahun) dapat mengembangkan kecakapan sosial dan komunikatif, mempunyai sedikit hendaya dalam bidang sensorimotor, dan sering tidak dapat dibedakan dan anak yang tanpa retardasi mental, sampai pada usia yang lebih lanjut. Pada usia remaja, mereka dapat memperoleh kecakapan akademik sampai setara kira-kira tingkat enam (kelas 6 SD). Sewaktu masa dewasa, mereka biasanya dapat menguasai kecakapan sosial dan vokasional cukup sekedar untuk mandiri, namun mungkin membutuhkan supervisi, bimbingan dan pertolongan, terutama bila mengalami tekanan sosial atau tekanan ekonomi. Dengan bantuan yang wajar, penyandang retardasi mental ringan biasanya dapat hidup sukses di dalam masyarakat, baik secara mandiri atau dengan pengawasan.

B. Retardasi mental sedang

(12)

tingkat 2 (kelas 2 SD). Mereka dapat bepergian di Iingkungan yang sudah dikenal.

C. Retardasi mental berat

Kelompok retardasi mental ini membentuk 3-4% dari kelompok retardasi mental. Selama masa anak-anak sedikit saja atau tidak mampu berkomunikasi bahasa. Sewaktu usia sekolah mereka dapat belajar bicara dan dapat dilatih dalam kecakapan mengurus diri yang sederhana. Sewaktu usia dewasa mereka dapat melakukan kerja yang sederhana bila diawasi secara ketat. Kebanyakan dapat menyesuaikan diri pada kehidupan di masyarakat bersama keluarganya, jika tidak didapatkan hambatan yang menyertai yang membutuhkan perawatan khusus.

D. Retardasi mental sangat berat

Kelompok retardasi mental sangat berat membentuk sekitar 1-2% dan kelompok retardasi mental. Pada sebagian besar individu dengan diagnosis ini dapat diidentifikasi kelainan neurologik, yang rnengakibatkan retardasi rnentalnya. Sewaktu masa anak-anak, menunjukkan gangguan yang berat dalam bidang sensorimotor. Perkembangan motorik dan mengtirus diri dan kemampuan komunikasi dapat ditingkatkan dengan latihan-latihan yang adekuat, Beberapa di antaranya dapat melakukan tugas sederhana di tempat yang disupervisi dan dilindungi.

(13)

retardasi mental subkultural, fisiologik atau familial, yang gangguan mentalnya kurang berat (Lumbantobing, 2006).

2.5 Penyebab retardasi mental

Terdapat banyak penyebab cacat mental, seperti penyakit yang diderita semasa kehamilan, terusakan dalam metabolisme, penyakit pada otak polamal, daan yang tidak baik, dan perawatan yang tidak sesuai. Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memaparkan bahwa 30% dari anak-anak yang cacat mental serius disebabkan oleh ketidak normalan genetik, seperti down syndrom, 25% disebabkan oleh cerebrum palsy, 30% disebabkan oleh meningitis dan masalah pranatal sedangkan 15% sisanya belum dapat ditemukan (Muhammad, 2008).

Muhammad (2008), memaparkan 9 faktor yang menjadi penyebab timbulnya cacat mental : penyakit yang disebabkan minuman keras, trauma, metabolisme atau pola makan yang tidak baik dan penyakit dalam otak, pengaruh saat masa kehamilan yang tidak diketahui, kromosom yang abnormal, gangguan selama kehamilan, gangguan psikiatris dan pengaruh Iingkungan.

(14)

Etiologi retardasi mental menggambarkan pengaruh kait-mengkait antara faktor bakat (turunan) dan faktor lingkungan. Menurut Lumbantobing (2001) penyebab atau yang dicurigai sebagai penyebab retardasi mental (RM) antara faktor bakat (turunan) dan faktor lingkungan. Dalam mengkaji etiologi retardasi mental perlu disimak 3 faktor berikut, yaitu predisposisi genetik, faktor lingkungan, dan waktu pemaparan. Faktor predisposisi termasuk kepekaan yang dipengaruhi oleh faktor genetik terhadap agens atau faktor ekologis. Faktor lingkungan merupakan faktor yang dapat mengganggu organisme yang sedang tumbuh, misalnya keadaan nutrisi, radiasi, dan juga keadaan lingkungan psikososial. Waktu terjadinya pemaparan juga dapat memengaruhi beratnya kerusakan.

Gangguan gizi yang berat dan berlangsung lama sebelum umur 4 tahun ternyata sangat memengaruhi perkembangan otak dan mengakibatkan retardasi mental. Keadaan ini dapat diperbaiki dengan memperbaiki gizi sebelum umur 6 tahun. Perbaikan sesudah itu akan sukar ditingkatkan walaupun anak terus disuguhi dengan makanan bergizi (Lumbantobing, 2006).

(15)

2.6 Dampak Retardasi Mental Bagi Orangtua

Orang yang paling banyak menanggung beban akibat retardasi mental adalah orang tua dan keluarga anak tersebut. Oleh sebab itu, dikatakan bahwa penanganan anak retardasi mental merupakan resiko psikiatri keluarga. Keluarga yang memiliki anak dengan retardasi mental berada dalam resiko yang berat (Soematri, 2007)

Perasaan dan tingkah laku orang tua dalam menangani anak dengan retardasi mental berbeda- beda. Pembagian tingkah laku tersebut dapat dibagi dalam: (Soemantri, 2007).

A. Perubahan emosi yang tiba-tiba

Perubahan emosi yang tiba-tiba mendorong orang tua untuk menolak kehadiran anak dengan memberikan sikap dingin, menolak dengan rasionalisasi, menahan anaknya dirumah dengan mendatangkan orang terlatih untuk mengurusnya, merasa berkewajiban untuk mengasuh tetapi melakukan tanpa memberi kehangatan, dan mengasuhnya dengan berlebihan sebagai kompensasi terhadap perasaan menolak.

B. Perasaan bersalah

(16)

C. Kehilangan Kepercayaan

Kehilangan kepercayaan akan dialami oleh ibu yang ingin mempunyai anak yang normal lagi. Karena kehilangan kepercayaan tersebut orang tua cepat marah dan menyebabkan tingkah laku agresif. Kedudukan tersebut dapat mengakibatkan depresi. Pada permulaan, mereka segera mampu menyesuaikan diri sebagai orang tua anak retardasi mental, akan tetapi mereka terganggu lagi saat menghadapi peristiwa- peristiwa kritis.

D. Terkejut dan Kehilangan Kepercayaan Diri

Orang tua akan mengalami keterkejutan dan kehilangan kepercayaan diri. Rasa keterkejutan dan kehilangan kepercayaan diri tersebut akan muncul secara perlahan hingga tampak secara nyata. Kemudian, orang tua berkonsultasi untuk mendapat berita-berita yang lebih baik bagi kesehatan anaknya.

E. Perasaan Berdosa

Banyak tulisan yang menyatakan bahwa orang tua merasa berdosa. Sebenarnya perasaan itu tidak selalu ada. Perasaan tersebut bersifat kompleks dan mengakibatkan depresi pada orang tua.

F. Rasa Malu dan Bingung

(17)

anak tersebut normal, meninggalkan sekolah, orang tua bertambah tua sehingga tidak mampu untuk mengasuh anaknya yang cacat.(Soematri, 2007).

Pada saat kritis seperti ini biasanya orang tua lebih mudah menerima saran dan petunjuk. Setelah kejutan pertama, orang tua ingin mengetahui mengapa anaknya retardasi mental. Meraka dan anak-anaknya yang normal ingin mengetahui apakah sesudah melahirkan anak retardasi mental meraka dapat melahirkan anak normal.(Soemantri, 2007)

2.7 Perawatan retardasi mental

Referensi

Dokumen terkait

Artinya bahwa apabila terjadi perubahan (naik atau turunnya) modal usaha yang dimiliki para ibu ruma tangga nelayn sebesar 1 satun/skala per unit, maka akan

Pada pertemuan pertama metode pembelajaran adalah dalam bentuk ceramah dan diskusi kelas, sedangkan untuk pertemuan lainnya metode pembelajaran adalah dengan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa laba dan arus kas memiliki pengaruh yang signifikan dalam memprediksi kondisi keuangan yang terjadi pada seluruh

Praktikan dipercaya untuk melakukan penanganan pada telepon masuk pada PT. Innovasi Sarana Grafindo, karena dalam bidang Customer.. Service dan Telemarketing

Hasil uji Mann Whiney U Test pada perkembangan bahasa dengan nilai signifikan 0,01 (P<0,05), dan perkembangan motorik halus dengan nilai 0,061 (p>0,05) dapat

Pada penelitian ini dilakukan perhitungan mengenai pengaruh rain fading terhadap kualitas layanan HSDPA pada penggunaan video conference , berdasarkan parameter

Profil Kesehatan Kabupaten Kebumen Tahun 2009 memuat berbagai data tentang kesehatan, yang meliputi derajat kesehatan, upaya kesehatan, dan sumber daya

12 Mingg u/ tgl/ pngjr KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN MATERI PEMBELA JARAN ISI MATERI PEMBELAJARAN BENTUK PEMBELAJARAN KRITERIA (INDIKATOR) PENILAIAN