BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
Peranan sektor pertanian dalam pembangunan di Indonesia tidak perlu
diragukan lagi. Pembangunan pertanian diarahkan untuk meningkatkan produksi
pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan dan kebutuhan industri dalam negeri,
meningkatkan ekspor, meningkatkan pendapatan petani, memperluas kesempatan
kerja dan mendorong pemerataan kesempatan berusaha. Konsep seperti ini, bila
kita perhatikan maka tidaklah terlalu mengherankan karena pengalaman
pembangunan ekonomi yang berhasil memang karena melalui proses seperti itu
(Soekartawi, 2005)
Pangan pokok adalah pangan yang muncul dalam menu sehari-hari,
mengambil porsi terbesar dalam hidangan dan merupakan sumber energi terbesar.
Sedangkan pangan pokok utama ialah pangan pokok yang dikonsumsi oleh
sebagian besar penduduk serta dalam situasi normal tidak dapat diganti oleh jenis
komoditas lain (Khumaidi, 1997).
Pangan merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial (karbohidrat,
lemak, protein, vitamin, mineral dan air) menjadi landasan utama manusia untuk
mencapai kesahatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan (Baliwati,dkk,
2004)
Beras merupakan bahan pangan pokok sumber karbohidrat yang masih
merupakan komoditas pertanian yang memiliki nilai strategis, baik dari segi
ekonomi, lingkungan hidup, sosial maupun politik. Komoditas padi telah menjadi
perhatian pemerintah agar beras tetap tersedia sepanjang tahun dengan harga yang
cukup terjangkau (Dermoredjo, 2008).
Pola pangan pokok menggambarkan salah satu ciri dari kebiasaan makan.
Di daerah dengan pola pangan pokok beras biasanya belum puas atau mengatakan
belum makan apabila belum makan nasi, meskipun perut sudah kenyang oleh
makanan lain nonberas (Khumaidi, 1994).
Diversifikasi pangan saat ini adalah kunci keberhasilan dalam
mempertahankan ketahanan pangan. Mungkin tak perlu langsung berganti secara
total dalam pola konsumsi. Berikan pemahaman kepada anak cucu kita bahwa
Indonesia ini kaya dengan bahan baku pangan. Bila perlu campur 3 bagian beras
dengan 1 bagian jagung atau singkong. Rasanya justru jadi luar biasa, eksotis dan
nikmat
(Himagizi, 2009).
Makanan pokok sumber hidrat arang tidak perlu terpaku hanya pada beras,
tetapi dapat diselingi dengan sumber hidrat arang yang lain. Dalam tubuh hidrat
arang berguna antara lain untuk mendapatkan energi, sebagai cadangan tenaga dan
memberi rasa kenyang. Salah satu keuntungan hidrat arang adalah mempunyai
volume yang besar. Hal ini disebabkan oleh serat pada bahan makanan merupakan
sumber hidrat arang. Volume yang besar ini dapat memberikan rasa kenyang
2.2. Jenis Makanan Pokok
2.2.1 Beras
Menurut warna berasnya, padi dibedakan menjadi tiga jenis yaitu padi beras
putih yang umumnya ditanam dan dimakan oleh kebanyakan orang. Padi beras
merah atau brown rice yang saat ini umum dijual di pasaran. Jenis yang ketiga
adalah padi beras hitam yang hanya tumbuh dan dibudidayakan di daerah tertentu
(Kristamtini,2009).
Beras yang berwarna putih Beras ini mendominasi pasar beras di
Indonesia, beras ini juga yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Beras
hitam merupakan jenis beras yang cukup langka harga dipasaranpun cukup tinggi
untuk beras jenis ini warna hitamnya disebabkan aleuron dan endospermia
memproduksi antosianin dengan intensitas tinggi sehingga berwarna ungu pekat
mendekati hitam. Selain beras biasa yang sering kita konsumsi ada juga jenis
Ketan (beras ketan) beras ini biasanya banyak digunakan untuk bahan pembuat
kue dan jajanan lainnya. beras ketan berwarna putih tidak transparan dan apabila
dimasak teksturnya lebih bening dan lebih kenyal dari beras biasa. (Anonimous,
2011)
Secara lebih detail jenis- jenis beras dan ciri- cirinya dikelompokkan
menjadi:
1. Pandan Wangi memiliki Ciri khas yang ada pada beras pandan wangi adalah
aromanya yang wangi sekilas aroma yang ditimbulkannya sangat mirip
dengan daun pandan.
2. IR 64 / Setra Ramos Beras IR 64 adalah beras yang paling banyak beredar di
masyarakat perkotaan. Normalnya beras jenis ini pulen jika dimasak menjadi
nasi, namun jika telah berumur terlalu lama (lebih dari 3 bulan) maka beras ini
menjadi sedikit pera dan mudah basi ketika menjadi nasi.
3. Rojolele memiliki ciri fisik cenderung bulat, memiliki sedikit bagian yang
berwarna putih susu dan tidak wangi seperti beras pandan wangi.
4. IR 42 Beras ini jika dimasak nasinya tidak pulen, namun pera sehingga cocok
untuk keperluan khusus seperti untuk nasi goreng, nasi uduk, lontong, ketupat
dan lain sebagainya. Biasanya harganya relatif lebih mahal daripada IR 64
karena beras ini jarang ditanam oleh petani.
2.2.2 Kedelai
Tanaman kedelai tergolong ke dalam golongan tanaman palawija (tanaman
pangan). Membentuk polong pada setiap cabang tanaman. Tanaman berbentuk
perdu atau semak (Cahyono, 2007).
Jenis kedelai dapat dibedakan menjadi 4 macam yaitu kedelai kuning,
kedelai hitam, kedelai hijau, dan kedelai coklat. Kedelai kuning adalah kedelai
yang kulit bijinya berwarna kuning, putih atau hijau. Kedelai hitam adalah kedelai
yang kulit bijinya berwarna hitam, kedelai ini biasa dibuat kecap. Kedelai hijau
adalah kedelai yang kulit bijinya berwarna hijau. Kedelai coklat adalah kedelai
yang kulit bijinya berwarna coklat (Cahyono, 2007).
Varietas unggul sebagai berikut : varietas Galungan, Wilis, Dempo,
Kelinci, Tidar, Rinjani, Lompo-batang, Bromo, Kawi, Burangrang, Tambora dan
Raung (Cahyono, 2007). Varitas yang dianjurkan untuk lahan kering adalah
varietas berumur genjah (75-80 hari), berbiji sedang dan warna biji kekuningan,
(85-90 hari) yang di anjurkan antara lain adalah Willis, Kerinci, Pangrango,
Tampomas dan Krakatau (Adisarwanto. 2000).
Varietas - varietas unggul kedelai yang berhasil dirakit sejak tahun 1974
ialah Orba, Galunggung, Lokon dan Guntur. Varietas lokal yang ma sih banyak
ditanam antara lain Si Nyonya, Presi, Petek, Genjah slawi, Kucir dan Mandakan
(Sumarno, 1989 dalam Oka, 2005).
2.2.3 Jagung
Tanaman jagung cocok ditanam di Indonesia, karena kondisi tanah dan
iklim yang sesuai. Di samping itu tanaman jagung tidak banyak menuntut
persyaratan tumbuh serta pemeliharaannya lebih mudah, maka wajar jika banyak
petani yang selalu mengusahakan lahannya dengan tanaman jagung (Aak, 1993).
kebanyakan orang Indonesia hanya mengenal 3 jenis Jagung yakni jagung
manis, biasa dan putren. Namun bila dikaji lebih dalam, ternyata jagung memiliki
beragam jenis, berikut adalah ulasannya :
1. Bijinya berukuran besar yang terbagi dalam beberapa baris dan berwarna
kuning, putih atau kadang-kadang berwarna lain dan cocok dibuat menjadi
tepung jagung.
2. Jagung Mutiara (Flint Corn) Di Indonesia jagung ini dimanfaatkan untuk
keperluan konsumsi manusia dan juga pakan ternak. Jenis jagung ini memiliki
bentuk biji yang agak bulat dan ukurannya lebih kecil dari pada biji jagung
gigi kuda.
3. Jagung Manis (Sweet Corn) Jagung manis ini biasanya digunakan sebagai
biji-biji yang masih muda dan bercahaya berwarna jernih seperti kaca sedangkan
biji yang telah masak dan kering akan menjadi berkerut. Jagung manis biasa
diolah sebagai masakan seperti campuran Sayur Asem dan Sayur Bayam,
Bakwan Jagung hingga Jagung Bakar.
4. Jagung Berondong (Pop Corn) Jenis jagung ini dibedakan atas dua tipe yaitu
rice popcorn yang bijinya pipih, meruncing, serta pear popcorn yang bijinya
bulat. Jagung ini cocok dijadikan aneka makanan kecil.
5. Jagung Pod (Pod Corn) Ciri khas jagung ini adalah bijinya diselubungi oleh
kelobot sehingga biji Pod corn seolah-olah tidak tampak.
6. Jagung Ketan (Waxy Corn) dapat menggantikan kedudukan tepung tapioka
dan bahan pengganti sagu serta cocok untuk bahan pakan ternak.
7. Jagung Tepung (Flour Corn) Ciri khas jagung tepung adalah hampir seluruh
bijinya terdiri atas pati yang menyerupai tepung dan lunak, sehingga apabila
terkena panas akan mudah pecah. Jenis jagung ini cocok diolah menjadi
tepung maizena.
Jenis tanaman jagung yang dapat ditanam di Indonesia, yaitu dent corn
(jagung gigi kuda Zea mays indentata) dan flint corn (jagung mutiara Zea mays
indurata). Jagung mutiara berbentuk bulat dan umumnya berwarna putih. Biji
bagian luar keras dan licin karena terdiri dari pati keras. Jagung jenis lokal
Indonesia umumnya adalah tipe jagung mutiara. Jenis jagung lain seperti sweet
corn (jagung manis Zea mays saccharata) dan pop corn (jagung berondong Zea
mays everta) mulai banyak dikenal oleh masyarakat. Di beberapa daerah terdapat
amilopektin lebih besar dalam endospermnya. Kandungan amilopektin yang tinggi
menyebabkan rasa pulen pada jagung (Siswadi, 2006).
2.2.4. Singkong atau Ubi Kayu
Ubi kayu atau singkong merupakan salah satu sumber karbohidrat yang
berasal dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi
kayu berasal dari benua Amerika, tepatnya dari Brasil. Penyebarannya hampir ke
seluruh dunia, antara lain Afrika, Madagaskar, India dan Tiongkok. Ubi kayu
berkembang di negara – negara yang terkenal dengan wilayah pertaniannya (
Purwono, 2009).
Berdasarkan deskripsi varietas singkong, maka penggolongan jenisnya
dapat dibedakan menjadi 2 macam :
1. Jenis ubi kayu manis, yaitu jenis ubi kayu yang dapat dikonsumsi langsung.
Contoh varietasnya : gading, adira 1, mangi, betawi, mentega, randu, lanting
dan kaliki.
2. Jenis ubi kayu pahit, yaitu jenis ubi kayu untuk diolah atau bila akan
dikonsumsi harus melalui proses. Contoh varietasnya : karet, bogor, SPP dan
adira 2 (Rukmana, 1997 ). Bila rasa ubi kayu semakin pahit maka kandungan
sianidanya tinggi ( Winarno,F. G, 2001 ).
Dari segi ilmu gizi sebenarnya ubi kayu atau umbi-umbian lainnya
tidaklah tepat digunakan sebagai pengganti beras, karena selain memberi
kandungan protein yang jauh lebihrendah juga kandungan energi kurang.
makanan pokok sering terkena penyakit busung lapar yangdisebabkan
kekurangan protein (Moehji, 1989).
Ada jenis-jenis singkong yang mengandung racun asam sianida atau HCN.
Jenis singkong ini biasanya digunakan untuk membuat tapioka, karena kadar
patinya sangat tinggi. Susunan hidangan yang berdasarkan singkong sebagai
bahan makanan pokok memerlukan suplementasi kebutuhan zat-zat gizi yang
lebih banyak pada lauk-pauk dan sayuran, serta buah. Bila hal tersebut kurang
makan akan terjadi defisiensi. Kadar protein singkong sangat rendah, tidak
mengandung vitamin A maupun vitamin C. Kuantitas dan kualitas lauk pauk
harus ditingkatkan termasuk sayuran hijau (Sediaoetama, 1999).
2.2.5. Ubi jalar
Ubi jalar sebagai bahan baku pada pembuatan tepung mempunyai
keragaman jenis yang cukup banyak terdiri dari jenis-jenis lokal dan beberapa
varietas unggul. Jenis-jenis ubi jalar tersebut mempunyai perbedaan yaitu pada
bentuk, ukuran, warna daging umbi, warna kulit, daya simpan, komposisi kimia,
sifat pengolahan dan umur panen (Antarlina, 1998).
Menurut Juanda dan Cahyono (2004), ubi jalar dibedakan menjadi beberapa
golongan sebagai berikut.
1. Ubi jalar putih, yakni jenis ubi jalar yang memilki daging umbi berwarna putih.
2. Ubi jalar kuning, yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna
kuning, kuning muda atau putih kekuning-kuningan.
3. Ubi jalar orange, yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna
4. Ubi jalar jingga, yakni jenis ubi jalar yang memilki daging umbi berwarna
jingga jingga muda.
5. Ubi jalar ungu, yakni jenis ubi jalar yang memilki daging umbi berwarna ungu
hingga ungu muda.
Secara fisik kulit ubi jalar lebih tipis dibandingkan kulit ubi kayu dan
merupakan umbi dari bagian tanaman. Warna kulit ubi jalar bervariasi dan tidak
selalu sama dengan warna umbi. Warna daging umbinya bermacam-macam, dapat
berwarna putih, kuning, jingga kemerahan atau keabuan. Demikian pula bentuk
umbinya sering kali tidak seragam (Syarief dan Irawati, 1986).
Berdasarkan warna umbinya ubi jalar terdiri dari ubi jalar putih, ubi jalar
kuning, ubi jalar orange, ubi jalar jingga dan ubi jalar ungu. Warna daging
berhubungan dengan beta karoten yang terkandung didalamnya (Adrianto dan
Indarrto, 2004)
Bentuk ubi biasanya bulat sampai lonjong dengan permukaan rata sampai
tidak rata. Kulit ubi berwarna putih, kuning, ungu atau ungu kemerah-merahan,
tergantung jenis varietasnya. Daging ubi berwarna putih, kuning atau jingga
sedikit ungu. Kulit ubi maupun dagingnya mengandung pigmen karotenoid dan
antosianin yang menentukan warnanya. Kombinasi dan intesitas yang
berbedabeda dari keduanya menghasilkan warna putih, kuning, oranye, atau ungu
2.3. Landasan Teori
Menurut Pratiwi dalam Sari (2007), pola konsumsi masyarakat ditentukan
oleh beberapa faktor, seperti kondisi geografi, agama, tingkat sosial ekonomi,
pengetahuan akan pangan dan gizi, serta ketersediaan pangan. Menurut Kamus
Istilah Ketahanan Pangan, pola konsumsi didefinisikan sebagai susunan makanan
yang mencakup jenis dan jumlah bahan makanan rata-rata per orang per hari yang
umum dimakan/dikonsumsi penduduk dalam waktu tertentu. Secara khusus, pola
konsumsi menunjukkkan bagaimana makanan dikonsumsi, termasuk jumlah,
jenis, keragaman dan frekuensi konsumsinya.
Pola konsumsi merupakan cara mengkombinasikan elemen konsumsi
dengan tingkat konsumsi secara keseluruhan (Magrabi et al., 1991). Dalam hal ini
konsumsi didefinisikan sebagai penggunaan komoditi-komoditi oleh rumah
tangga. Menurut Kyrk (1933) sebagaimana dikutip oleh Magrabi et al. (1991),
terdapat 3 (tiga) cara untuk menjelaskan tigkat konsumsi, yaitu : (1) berdasarkan
jenis atau macam dan jumlah barang dan jasa yang dikonsumsi rumah tangga, (2)
menurut pengelompokan penggunaan komoditi dan (3) menurut nilai
(pengeluaran) dari komoditas yang dikonsumsi. Berdasarkan kategori
konvensional, barang dan jasa yang dikonsumsi rumah tangga dikelompokkan ke
dalam konsumsi pangan, perumahan, pakaian, pendidikan, kesehatan dan rekreasi.
Pola Konsumsi Pangan adalah susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah
bahan makanan rata-rata perorang perhari yang umum dikonsumsi/dimakan
Pengaruh barang lain terhadap permintaan suatu barang dapat dibedakan
menjadi dua sifat, yaitu memiliki sifat substitusi dan bersifat komplementer. Suatu
barang bersifat substitusi apabila memiliki fungsi yang sama dan kandungan yang
sama dengan barang lain (Manurung dan Prathama, 2002). Barang substitusi
adalah suatu barang langsung dipengaruhi oleh harga barang lain. Apabila suatu
barang mengalami permintaan akan turun, maka permintaan akan barang
substitusi dari barang tersebut akan meningkat. Sedangkan barang komplementer
adalah suatu barang yang permintaannya cateris paribus, dipengaruhi secara
terbalik oleh barang lain (Miller dan Minner, 2000).
Menurut (suryana et al,1990) jagung adalah salah satu komoditi subtitusi
beras yang dapat dijadikan dengan berbagai olahan sehingga dengan
meningkatnya produksi jagung dapat mengurangi ketergantungan konsumsi beras
dan juga dapat mengurangi impor beras di Sumatera Utara, sedangkan menurut
Depertemen Kesehatan produksi kedelai setiap tahunnya di Sumatera Utara akan
mempengaruhi pola konsumsi pangan di Sumatera Utara karena kedelai adalah
salah satu komoditi subtitusi konsumsi beras (Depkes, 1998)
Berbagai olahan jagung yang dapat dikembangkan menjadi berbagai
produk olahan adalah kerupuk jagung, emping, cookies, kastengels, bolu kukus
jagung, susu jagung dan mie jagung (Saptoningsih, 2011)
Berbagai jenis olahan bahan baku singkong yang telah berkembang antara
lain ubi rebus, ubi goreng, keripik, crakers, tape, gethuk (Litbang Deptan, 2011),
sementara itu hasil olahan makanan berbahan baku kedelai yakni tempe, oncom,
Juanda et al (2000) menyatakan bahwa pengembangan produk ubi jalar
segar umumnya merupakan produk olahan rumah tangga, misalnya ubi rebus, ubi
goreng, kolak, ubi bakar, getuk dan lain-lain. Pengembangan produk ubi jalar siap
santap merupakan produk olahan ubi jalar dalam bentuk makanan. Contoh produk
siap santap antara lain timus, nagasari, petolo, kelepon, cenil, kue lumpang,
keripik, selai dan asinan.
Menurut Husodo dalam Asis (2007) mengemukakan pada masa ini sedang
terjadi berbagai perubahan mendasar dalam pola konsumsi pangan masyarakat
kita. Perubahan-perubahan penting tersebut antara lain:
1. Meningkatnya konsumsi pangan yang berasal dari gandum seiring dengan
meningkatnya pendapatan masyarakat, terutama kelompok berpendapatan
tinggi, juga oleh modernisasi dan globalisasi. Konsumsi roti dan mie
meningkat tinggi, sementara gandum tidak bisa kita produksi, menyebabkan
impor gandum cenderung terus meningkat setiap tahunnya.
2. Menurun secara pesat tingkat konsumsi umbi-umbian (ubi kayu dan ubi
rambat) untuk konsumsi manusia langsung. Namun untuk bahan baku industri,
permintaan umbi-umbian cenderung meningkat.
3. Konsumsi pangan olahan dan siap konsumsi meningkat dengan cepat dan
pangan jenis ini bahan bakunya sebagian berasal dari impor, khususnya untuk
masyarakat kota yang berpendapatan tinggi.
4. Meningkatnya konsumsi jagung dan kedelai untuk pakan ternak.
Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat dan pola konsumsi
1. Tingkat Pendapatan
Pada umumnya jika tingkat pendapatan naik, jumlah dan jenis makanan
cenderung membaik juga (Suhardjo, 2008). Keluarga yang tergolong mampu
dalam setiap masyarakat mempunyai persediaan pangan yang mencukupi bahkan
berlebih untuk sepanjang tahun, sedangkan pada keluarga kurang mampu pada
masa-masa tertentu sering mengalami kurang pangan. Hal ini menyangkut dalam
peluang mencari nafkah (Sajogyo dkk, 1994). Tingkat pendapatan yang nyata dari
keluarga menentukan jumlah dan kualitas makanan yang diperoleh. Pada tingkat
pendapatan yang rendah sumber energi utama diperoleh dari padi-padian,
umbi-umbian dan sayur (Suhardjo, 2008). Pendapatan rumah tangga sangat besar
pengaruhya terhadap tingkat konsumsi. Biasanya makin baik (tinggi) tingkat
pendapatan, tingkat konsumsi semakin tinggi. Karena ketika tingkat pendapatan
meningkat, kemampuan rumah tangga untuk membeli aneka kebutuhan konsumsi
menjadi makin besar. Atau mungkin juga pola hidup makan konsumtif, setidak
-tidaknya semakin menuntut kualitas yang baik. Contoh yang amat sederhana
adalah jika pendapatan sang ayah masih sangat rendah, biasanya beras yang
dipilih untuk konsumsi juga beras kelas rendah/menengah (Khoirina, 2011).
2. Jumlah Anggota Keluarga
Sumber pangan keluarga terutama mereka yang miskin akan lebih mudah
memenuhi kebutuhan makanannya jika yang harus diberi makan jumlahnya
sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin cukup
untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga yang besar tersebut (Suhardjo,
1996). Besar kecilnya jumlah keluarga akan mempengaruhi pola konsumsinya.
3. Tingkat pendidikan
Menurut Djauhari dan Friyanto dalam Cahyaningsih (2008), dalam
memilih menu makanan yang mempunyai kandungan energi dan protein yang
memadai serta pemilihan komposisi jenis makanan yang tepat, diperlukan tingkat
pengetahuan yang relatif tinggi, terutama tingkat pengetahuan kepala keluarga dan
istri yang berperan sangat tinggi dalam menentukan keputusan konsumsi rumah
tangga.
4.Umur
Umur mempunyai pengaruh dalam mengambil suatu keputusan. Dengan
meningkatnya usia akan mempengaruhi kematangan dalam berpikir dan bertindak
sehingga dapat mengambil keputusan secara rasional.
5. Harga Beras
Menurut Sari (2007), harga beras adalah harga tertinggi setiap kilogram
yang dibayar ibu rumah tangga atau kepala rumah tangga pada pembelian rata-rata
dan dinyatakan dalam rupiah.
6. Frekuensi Konsumsi Makanan Pengganti Beras
Banyaknya mengkonsumsi makanan lain selain beras misalnya makanan
cepat saji (Fast Food) maupun mie instan. Hal ini mengakibatkan konsumsi beras
Menurut Aswar dalam Asis (2007) mengemukakan pola pangan lokal
seperti jagung dan ubi kayu telah ditinggalkan masyarakat, berubah ke pola beras
dan pola mie. Kualitas pangan juga masih rendah, kurang beragam dan masih
didominasi pangan sumber karbohidrat. Ketergantungan akan beras yang masih
tinggi di kalangan masyarakat dan meningkatnya tingkat konsumsi mie secara
signifikan menjadikan upaya diversifikasi konsumsi pangan belum menunjukkan
keberhasilan, bahkan salah arah. Pola pangan masyarakat sebenarnya telah
beragam, walaupun tingkatannya masih belum seperti yang diharapkan, terutama
dalam standar kualitas dan kuantitasnya. Dengan demikian tingkat
keanekaragaman pangan akan berbeda menurut kelompok masyarakat. Pola
makan yang beragam diduga lebih disebabkan karena peningkatan pendapatan dan
sebagai hasil komunikasi antara produsen (industri) pangan dan konsumen, yang
disebabkan tidak ditunjukkan untuk mendorong keanekaragaman pangan
masyarakat tetapi untuk mempromosikan produk yang dihasilkan.
Pola konsumsi masyarakat Indonesia beberapa tahun terakhir cenderung
mengalami perubahan dari nonberas ke beras (Suryana, 2009), salah satunya
ditandai dengan kebutuhan akan beras/tepung yang meningkat setiap tahunnya.
Berubahnya pola konsumsi masyarakat dari pangan lokal ke pangan beras dan
pangan berbahan dasar terigu disebabkan kurang tersedianya bahan baku berbasis
pangan lokal dan harganya di pasaran yang cenderung lebih tinggi dibanding
harga beras bila dilihat dari segi kuantitas. Ketersediaan pangan dapat dipenuhi
dari tiga sumber yaitu: (1). Produksi dalam negeri, (2). Impor pangan dan (3).
2.4.Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian terdahulu, Marini Lubis (2011) dalam judul Analisis
Time Series Konsumsi Beras dan Jagung di Sumatera Utara mengatakan
konsumsi beras penduduk Sumatera Utara akan terus meningkat, sedangkan
konsumsi jagung penduduk Sumatera Utara akan menurun. Untuk dapat menjaga
ketahanan pangan Sumatera Utara, maka alternative kebijakan pangan yang dapat
diupayakan yakni Diversifikasi Pangan, khususnya Diversifikasi Konsumsi
Pangan. Kebijakan ini dilaksanakan, yakni dengan merubah pola konsumsi bahan
pangan khususnya bahan pangan pokok yang semula terkonsentrasi pada beras
menjadi nonberas. Salah satunya dengan memanfaatkan jagung yang juga
merupakan bahan pangan sumber karbohidrat.
Penelitian Gusti Setiavani dan Nurliana Harahap yang berjudul Analisis
Ketersediaan Pangan Lokal Dalam Mendukung Diversifikasi Pangan di provinsi
Sumatera Utara diketahui bahwa produksi jagung, ubi jalar, kacang tanah dan
kacang hijau diramal akan mengalami peningkatan sepuluh tahun ke depan,
sementara produksi ubi kayu dan kedelai diramal akan menurun sepuluh tahun ke
depan. Dengan produksi jagung, ubi jalar, kacang tanah dan kacang hijau yang
meningkat dapat menjamin ketersediaan bahan baku bagi agroindustri berbasis
komoditi tersebut. Semakin menurunnya produksi ubi kayu dan kedelai di
Provinsi Sumatera Utara dapat menganggu perkembangan diversifikasi pangan
yang sudah mulai memasyarakat saat ini.
Penelitian Emma Regina Pinem (2008) yang berjudul Analisis
Pangan di Sumatera Utara menyatakan bahwa kendala-kendala yang dihadapi
dalam diversifikasi pangan adalah kurangnya pemahaman masyarakat mengenai
diversifikasi pangan, apa tujuan dari diversifikasi pangan, masyarakat tidak
mengerti pola pangan harapan dan pemenuhan gizi, adanya anggapan masyarakat
yang menyatakan bahwa makanan pokok hanya beras, teknologi yang kurang
berkembang, pendidikan yang rendah dan masyarakat tidak tahu bagaimana cara
pengolahan bahan pangan nonberas.
Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara (2008) yang
berjudul Pangan SDA 4 menyatakan bahwa trend produksi beras di Provinsi
Sumatera Utara dan beberapa kabupaten menunjukkan koefisien positif
(meningkat) kecuali Kabupaten Asahan, sementara itu produksi ubi kayu di
Provinsi Sumatera Utara mengalami peningkatan, namun di beberapa kabupaten
mengalami penurunan yaitu di Kabupaten Langkat, Asahan, Karo, Tapanuli
Utara/ Humbang Hasundutan/ Tobasa/Samosir dan Nias/Nias Selatan.
2.5. Kerangka Pemikiran
Dalam perencanaan pangan, maka hal yang akan dimulai adalah dengan
menentukan perkiraan ketersediaan beras yang didasarkan melalui pendekatan
tingkat produksi beras dan tingkat konsumsi beras itu sendiri. Faktor lain yang
juga merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi tingkat konsumsi
beras adalah jumlah pangan lainya, seperti volume produksi kedelai, jagung, ubi
kayu dan produksi ubi jalar.
Ketergantungan konsumsi beras di masyarakat saat ini masih banyak,
rendah. Beberapa masyarakat di daerah tertentu masih ada kerawanan pangan
yang disebabkan oleh kurangnya produksi beras akibat gagal panen, rendahnya
pendapatan masyarakat dan kurangnya tingkat adopsi dalam pengolahan.
Pengembangan pangan yang hanya berfokus pada satu jenis pangan saja
akan dapat menyebabkan pemanfaatan potensi sumberdaya lainya semakin
berkurang. Hambatan dalam diversifikasi pangan dalam pencapaian
keanekaragaman pangan adalah faktor budaya masyarakat bahwa tidak ada
pengganti sumber energi selain beras, pendapatan masyarakat yang kurang
merata, dalam pengelolaanya lebih praktis dibanding dengan pengolahan pangan
lainya.
Setelah mengetahui katersediaan beras dan kebutuhan beras, apabila
terdapat pemasalahan-permasalahan yang dihadapi pemerintah provinsi Sumatera
Utara maka diberi upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengatur
ketersediaan beras dan kebutuhan beras di provinsi Sumatera Utara.
Diversifikasi pangan diharapkan dapat mendorong masyarakat dalam
penganekaragaman pangan yang lebih bermutu. Dengan demikian diharapkan
dinas pemerintahan yang terkait melakukan berbagai kebijakan pangan, teknologi
Gambar 2.1. Skema Kerangka Pemikiran
Keterangan:
: Hubungan
: Pengaruh
2.5. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari sebuah penelitian yang akan
dilakukan. Oleh karena itu jawaban sementara yang menjadi hipotesis dari
penelitian ini adalah:
1. a. Perkembangan volume produksi kedelai, jagung, ubi kayu dan ubi jalar di
Sumatera Utara cenderung meningkat.
b. Perkembangan tingkat konsumsi beras di Sumatera Utara cenderung
menurun.
2. H1 : Ada pengaruh nyata volume produksi kedelai, jagung, ubi kayu dan ubi
jalar terhadap tingkat konsumsi beras di Sumatera Utara.
H0 : Tidak ada pengaruh nyata volume produksi kedelai, jagung, ubi kayu dan
ubi jalar terhadap tingkat konsumsi beras di Sumatera Utara. Produksi Kedelai
Produksi ubi jalar
Produksi ubi kayu
Produksi jagung