BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Adaptasi
2.1.1 Pengertian Adaptasi
Adaptasi/penyesuaian diri adalah mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan tetapi juga mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan diri). Mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan sifatnya pasif (autoplastik), misalnya seorang bidan desa harus dapat menyesuaikan diri dengan norma-norma dan nilai-nilai yang dianut masyarakat desa tempat ia bertugas. Sebaliknya, apabila individu berusaha untuk mengubah lingkungan sesuai dengan keinginan sendiri sifatnya adalah aktif (alloplastis), misalnya seorang bidan desa ingin
mengubah perilaku ibu-ibu di desa untuk menyusui bayi sesuai degan menajemen laktasi (Sunaryo, 2002).
Berdasarkan dua pengertian di atas dapat disimpulkan adaptasi merupakan pertahanan yang didapat sejak lahir atau diperoleh karena belajar dari pengalaman untuk mengatasi masalah. Yaitu secara individu atau kelompok dituntut beradaptasi ketika memasuki suatu lingkungan baru, misalnya; keluarga, perusahaan, Bangsa, menata atau menanggapi lingkungannya.
2.1.2 Macam- Macam Adaptasi
berbagai budaya yang mereka ciptakan berdasarkan pemikiran mereka.
Selanjutnya (Gudykunst,2002), memaparkan bahwa Adaptasi budaya merupakan suatu proses panjang penyesuaian diri untuk memperoleh kenyamanan berada dalam suatu lingkungan yang baru. Adaptasi manusia saat ini bisa jadi tidak akan sama dengan masa akan datang. Tetapi manusia akan terus belajar untuk menyesuaikan diri terhadap kapasitas budaya dan biologis mereka. Begitu juga dengan proses adaptasi yang dilakukan dalam sebuah keluarga, antara keluarga yang satu dengan yang lainnya pasti berbeda yang disesuaikan dengan keadaan budaya yang dianut tiap keluarga tersebut.
2.2 Keluarga Dan Pembagian Peran Dalam Keluarga
Menurut Efendy (2009), peran keluarga adalah seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Jika dilihat dalam konsep perkawinan tardisional pembagian tugas dan peran suami dan istri dalam suatu keluarga lebih mudah dilakukan karena segala urusan rumah tangga dan pengasuhan anak menjadi tanggung jawab istri, sedangkan suami bertugas mencari nafkah. Akan tetapi, Jika mengaitkan peran keluarga dengan upaya pemenuhan kebutuhan anak, keluarga merupakan lembaga pertama yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Jadi, peran keluarga adalah dukungan yang diberilan keluarga dalam bentuk pemenuhan kebutuhan anak termasuk dalam tahap tumbuh kembang anak (Fredman, 1998).
2.3 Peran Ganda Perempuan
Menurut (Munandar,1989), perempuan yang telah menikah mempunyai peran dalam keluarga inti yaitu sebagai istri dan ibu dan sebagai pengurus rumah tangga (peran domestik) yang merupakan pekerjaan utama . Bagi perempuan yang terikat perkawinan dalam kehidupan modern peran prempuan bertambah dengan kegiatan ekonomi, untuk menambah penghasilan keluarga (peran domestik), sehingga seorang perempuan terlibat dalam dalam beban peran yang harus di lakukan (berperan ganda).
2.4 Konflik Peran Wanita Bekerja Dalam Keluarga
Menurut Boushey (2011), konflik peran ganda mempunyai dua komponen yaitu, keluarga menggangu pekerjaan (Family Anterference With Work) dan bekerja mengganggu keluarga (work Interference with family). Family Anterference With Work artinya sebagian besar waktu dan perhatiannya digunakan untuk menyelesaikan urusan keluarga sehingga mengganggu pekerjaan. Sedangkan work Interference with family artinya sebagian besar waktu dan perhatian dicurahkan untuk melakukan pekerjaan sehingga kurang mempunyai waktu untuk keluarga.
2.5 Pengaruh Peran Ganda Terhadap Pemberian ASI Ekslusif
Pemberian ASI ekslusif (menyusui) adalah proses pemberian air susu ibu (ASI) kepada bayi, di mana bayi memiliki refleks menghisap untuk mendapatkan dan menelan ASI. Menyusui merupakan proses alamiah yang keberhasilannya tidak diperlukan alat-alat khusus dan biaya yang mahal namun membutuhkan kesabaran, waktu, dan pengetahuan tentang menyusui serta dukungan dari lingkungan keluarga terutama suami ( Roesli, 2000).
World Health Organization (WHO,2003) dan United
Nations Children’s Fund (UNICEF) menganjurkan
pemberian ASI secara eksklusif, yaitu ASI saja sampai bayi berusia 6 bulan, tanpa tambahan cairan ataupun makanan lain selain ASI. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 33 tahun 2012 pasal 6 menyatakan setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI Eksklusif kepada bayi yang dilahirkannya.
Kendala yang dihadapi yaitu ketika pergeseran fungsi /peran wanita dalam keluarga yakni tidak hanya sebagai ibu rumah tangga, tetapi juga pencari tambahan nafkah mempengaruhi pemberian ASI ekslusif pada anak. Hal ini terkait dengan alokasi waktu yang di sediakan ibu untuk memberikan ASI kepada anaknya berkurang. Selain itu, stress pada ibu bekerja juga memungkinkan terjadinya gangguan mood memiliki dampak yang signifikan pada kualitas pengasuhan dan motivasi ibu terhadap pemberian ASI (Jenifer, et al 2011).
Karlen et al (2011), menemukan sebagai pekerja profesional yang lebih diutamakan oleh para wanita yaitu pentingnya rutinitas,efisiensi, dan meminimalkan ganguan dari luar. Wanita bekerja akan meluangkan waktu yang sedikit untuk menyusui anak mereka karena kekuatiran akan pekerjaan menjadi yang pertama.
2.6 Adaptasi Keluarga Terhadap Peran Ganda Ibu Yang Menyusui
Menurut Marzali (2003), strategi adaptasi adalah perilaku manusia dalam mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki sehingga dapat menghadapi masalah-masalah sebagai pilihan-pilihan tindakan yang tepat sesuai dengan lingkungan sosial, kultural, ekonomi, dan ekologis dimana tepat meraka hidup.
Lingkungan awal tempat anak bertumbuh adalah keluarga, dan di bawah asuhan dan perawatan orang tua.(Fredmand,1998). Oleh sebab itu, selama bekerja ibu mempercayakan anggota keluarga lain seperti nenek, saudara perempuan, anak perempuan yang sudah besar, atau orang lain yang diberi tugas untuk mengasuh anak mereka. Sehingga, keluarga memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa tidak terjadi tindakan merusak pemberian ASI ekslusif pada bayi, karena keluarga merupakan pendukung yang harus aktif membantu perempuan dalam menyusui.(Kerlen,et al, 2011).
keluarga yang bersangkutan. Dan keluarga juga harus menunjukkan keseriusannya dalam menangani masalah work-family conflict, karena selain penting bagi setiap