Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Bab IV pasal 19 dan 20
menjelaskan bahwa Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan segala
bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau, Pemerintah
bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui
sistem jaminan social nasional bagi upaya kesehatan perorangan.
Pemerintah terus mendorong para pemangku kepentingan di institusi
kesehatan agar pelaksanaan upaya kesehatan diarahkan untuk mencapai tujuan
pembangunan kesehatan yaitu mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya melalui
peningkatan keterjangkauan (accesibility), kemampuan (affordability), kualitas
(quality) pelayanan kesehatan sehingga mampu mengantisipasi perubahan,
perkembangan, masalah dan tantangan dalam pembangunan kesehatan (Profil
Dinas Kesehatan Sumatera Utara, 2013).
Berdasarkan hal tersebut pemerintah sebagai instansi tertinggi yang
bertanggung jawab atas pemeliharaan kesehatan harus memenuhi kewajiban
dalam pelaksanaan penyediaan sarana pelayanan kesehatan dan jaminan
kesehatan. Pemerintah telah membuat kebijakan strategis dengan meluncurkan
program Program Jaminan Kesehatan Nasional(JKN)
JKN merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang
diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang
bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar
iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Program ini implementasinya telah
dilaksanakan tepat pada tanggal 1 Januari 2014.
Pemerintah melalui BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan kesehatan)
menjalin kerjasama dengan fasilitas kesehatan yang menjadi mitra BPJS
Kesehatan yaitu Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan
Rujukan Tingkat Lanjutan.Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang selanjutnya
disingkat FKTP adalah fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan
perorangan yang bersifat non spesialistik untuk keperluan observasi, diagnosis,
perawatan, pengobatan, dan/atau pelayanan kesehatan lainnya (Kemenkes RI,
2014).Diluncurkannya program jaminan sosial nasional, pemerintahmengeluarkan
kebijakan untuk seluruh puskesmas harus sudah di akreditasi dan terregistrasi.
Akreditasi puskesmas adalah pengakuan terhadap puskesmas yang diberikan oleh
lembaga independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri
setelah dinilai bahwa puskesmas telah memenuhi standar pelayanan puskesmas
yang telah ditetapkan oleh Menteri untuk meningkatkan mutu pelayanan
puskesmas secara berkesinambungan, registrasi adalah proses pendaftaran
Puskesmas yang meliputi pengajuan dan pemberian kode puskesmas.(Permenkes
No.75 Tahun 2014).
Pelayanan di bidang kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan
yang paling banyak dibutuhkan oleh masyarakat. Salah satu sarana pelayanan
kesehatan yang mempunyai peran sangat penting dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat adalah puskesmas. Puskesmas merupakan salah
pembangunan kesehatan, sarana kesehatan peran masyarakat, dan pusat pelayanan
pertama yang menyeluruh dari suatu wilayah.Puskesmas mempunyai tugas
melaksanakan kebijakan kesehatan untukmencapai tujuan pembangunan
kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan
sehat.Dalam melaksanakan tugas puskesmas menyelenggarakan fungsi
penyelenggaraan UKM (Upaya kesehatan Masyarakat) tingkat pertama di wilayah
kerjanya, dan penyelenggaraan UKP (Upaya Kesehatan Peroranagn) tingkat
pertama di wilayahkerjanya. Salah satu penyelenggaraan UKP adalah dengan
diselenggarakannya puskesmas rawat inap (Permenkes No.75 Tahun 2014)
Puskesmas dengan rawat inap adalah puskesmas yang diberi tambahan
sumber daya untuk menyelenggarakan pelayanan rawat inap dengan jumlah
tempat tidur paling banyak 10(sepuluh) tempat idur, sesuai pertimbangan
kebutuhan pelayanan kesehatan.Puskesmas rawat inap merupakan puskesmas
yang letaknya strategis terhadap puskesmas non rawat inap dan fasilitas kesehatan
tingkat pertama disekitarnya, yang dapat dikembangkan menjadi pusat
rujukan.Rawat inap di puskesmas hanya di peruntukkan untuk kasus-kasus yang
lama rawatnya paling lama 5 hari.Pasien yang memerlukan perawatan lebih dari 5
hari harus dirujuk ke rumah sakit secara terencana.Puskesmas rawat inap
berfungsi sebagai pusat rujukan dan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama
lainnya yang ada di sekitarnya, sebelum dapat di rujuk ke fasilitas kesehatan
rujukan (Permenkes No 75 Tahun 2014).
Puskesmas sebagai FKTP merupakan ujung tombak dari program JKN,
peran puskesmas sangat krusial dimana merupakan posisi pelayanan kesehatan
didalam masa JKN akan berdampak pada implementasi sistem kesehatan
nasional, yang menganut prinsip managed care yaitu terdapat 4 (empat) pilar
diantaranya adalah promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Prinsip ini akan
memberlakukan pelayanan kesehatan akan difokuskan di fasilitas kesehatan
tingkat pertama seperti di puskesmas, klinik atau dokter prakter perseorangan.
Untuk itu kualitas pelayanan kesehatan primer ini harus dijaga, mengingat efek
dari implementasi JKN ke depan, akan mengakibatkan naiknya permintaan
masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan karena kepastian jaminan
sudah didapatkan.
Puskesmas dalam perkembangannya dari tahun ke tahun jumlahnya terus
meningkat yang bertujuan agar pelayanan kesehatan dapat terjangkau oleh
masyarakat dan merata sampai di daerah terpencil. Berdasarkan data Kemenkes
RI (2014), melaporkan jumlah puskesmas di Indonesia sampai dengan Desember
2013 sebanyak 9.655 unit.Jumlah tersebut terdiri dari 3.317 unit puskesmas rawat
inap dan 6.338 unit puskesmas non rawat inap. Peningkatan jumlah terjadi pada
puskesmas rawat inap yaitu dari 2.704 unit pada tahun 2009 menjadi 3.317 unit
pada tahun 2013.
Peningkatan jumlah puskesmas juga terjadi di Provinsi Sumatera Utara
selama tahun 2009-2013, dari 501 unit pada tahun 2009 menjadi 570 unit pada
tahun 2013. Hal ini terjadi karena kebutuhan daerah dan adanya pemekaran
kabupaten / kota. Jumlah puskesmas perawatan mengalami peningkatan, dari 154
unit menjadi 170 unit, puskesmas non perawatan meningkat dari 347 unit menjadi
Merujuk pada Profil kesehatan kabupaten Deli Serdang tahun 2013
melaporkan bahwa, jumlah kunjungan rawat jalan dan rawat inap di seluruh
puskesmas di Provinsi Sumatera Utara adalah sebanyak 4.396.694 kunjungan,
jumlah ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2012 yaitu 3.740.818
kunjungan. Bila diperkirakan rata-rata tiap penduduk memanfaatkan puskesmas
adalah sebanyak 1,5 kali, maka tahun 2013 diperkirakan persentase penduduk
yang memanfaatkan puskesmas adalah sebanyak 21,99%, angka ini meningkat
dari tahun 2012 yaitu 18,87%, namun masih dibawah pencapaian tahun 2011
yaitu 29,83%.
Di Kabupaten Deli Serdang jumlah puskesmas terdiri dari 34 puskesmas,
dengan fasilitas rawat inap terdapat 17 puskesmas, dan fasilitas non rawat inap 17
puskesmas. Berdasarkan Data Dasar Final Puskesmas Sumatera Utara (2013),
Puskesmas Batang Kuis memiliki luas wilayah kerja 40,34 Ha dengan 11 cakupan
desa dan jumlah penduduk 57,993 jiwa. Fasilitas pelayanan rawat inap yang
menjadi mitra BPJS Kesehatan di sekitar Puskesmas Rawat Inap Batang Kuis ada
dua klinik dokter.
Puskesmas dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu
sesuai dengan masalah kesehatan masyarakat yang potensial berkembang di
wilayah kerjanya masing–masing, pelayanan puskesmas yang bermutu akan
menjadi salah satu faktor penentu upaya peningkatan status kesehatan masyrakat.
Sebagai pusat pelayanan kesehatan masyarakat, mestinya puskesmas dapat
menjadi tempat rujukan pertama dengan pelayanan prima yang dapat menangani
dimana petugas puskesmas tidak begitu tanggap dengan pelayanan medik, tetapi
lebih menekankan administrasi.
Menurut Wijino (1999), pelayanan kesehatan dikatakan bermutu jika berorientasi
pada kepuasan pasien yang menjadi strategi utama bagi organisasi pelayanan
kesehatan di Indonesia, agar tetap eksis di tengah persaingan global yang semakin kuat.
Salah satu strategi yang paling tepat dalam mengantisipasi adanya persaingan
terbuka adalah melalui pendekatan mutu paripurna yang berorientasi pada proses
pelayanan yang bermutu, dan hasil mutu pelayanan kesehatan yang sesuai dengan
keinginan pelanggan atau pasien. Di dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan
diupayakan dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai
tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta penyelenggaraannya sesuai dengan
standar dan kode etik profesi yang ditetapkan, dengan kata lain dapat disebut
sebagai pelayanan kesehatan yang bermutu. Sebaliknya apabila mutu pelayanan
yang baik, tetapi hanya menjangkau sasaran pelayanan yang sangat kecil,
dampaknya terhadap derajat kesehatan masyarakat tidak berarti (Azwar, 1996).
Menurut Parasuraman (1998) keberhasilan Institusi Kesehatan
(Puskesmas) dalam memberikan pelayanan yang bermutu kepada para
pelanggannya, pencapaian pangsa pasar yang tinggi, serta peningkatan profit
perusahaan tersebut sangat di tentukan oleh pendekatan yang digunakan, lima
dimensi kualitas pelayanan yaitu bukti fisik (tangibles), kendalan (realibility),
ketanggapan (responsiveness), jaminan dan kepastian (assurance), memberikan
perhataian yang tulus (emphaty).
Pengguna jasa pelayanan kesehatan (pasien) di puskesmas menuntut
secara fisik akan tetapi juga menyangkut kepuasan terhadap sikap, pengetahuan
dan keterampilan tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan serta
tersedianya sarana dan prasarana yang memadai dan dapat memberikan
kenyamanan. Pasien atau masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan
menganggap pelayanan kesehatan bermutu apabila terjadi hubungan timbal balik
yang baik antara pasien dengan tenaga kesehatan, sehingga keramahan dan
perhatian yang baik dari tenaga kesehatan serta fasilitas yang memadai akan
menimbulkan pendapat tentang mutu pelayanan yang semakin baik (Pohan,
2007)
Hasil peneitian sebelumnya oleh Selamat (2010) di RS Sembiring
menemukan ada pengaruh mutu pelayanan yaitu bukti fisik, keandalan, daya
tanggap, jaminan dan emphati terhadap keinginan pasien jamkesmas untuk di
rawat inap kembali di RS Sembiring. Rumita (2009) di Puskesmas Bromo Kota
Medan melaporkan bahwa kepuasan pasien tidak mempunyai hubungan dengan
minat berkunjung kembali (p>0,05). Amelia (2005) di Puskesmas Bandar
Khalipah, Percut Sei Tuan melaporkan bahwa kepuasan terhadap pelayanan
penerimaan, pelayanan tenaga medis, pelayanan perawat dan pelayanan makanan
dapat mempengaruhi respon purna pemanfaatan pelayanan sebesar 90,7%. Muli
(2009) dalam penelitiannya di puskesmas kota Medan menyatakan bahwa
keandalan, daya tanggap, jaminan dan empati berpengaruh terhadap kepuasan
pasien rawat inap di Puskesmas Kota Medan (p<0,05).
Berdasarkan survey awal di Puskesmas Batang Kuis pada bulan Februari
2015, puskesmas Batang Kuis telah menyelenggarakan dan mendukung program
kepala unit ruang rawat inap mengenai jumlah kunjungan pasien BPJS Kesehatan
yang memanfaatkan pelayanan rawat inap satu tahun terakhir yaitu: (1) bulan
Februari : sebanyak 1 pasien, (2) bulan Maret : sebanyak 3 pasien, (3) bulan April
: sebanyak 6 pasien, (4) bulan Juni : sebanyak 13 pasien, (5) bulan Juli : sebanyak
6 pasien, (6) bulan agustus : sebanyak 3 pasien, (7) bulan September : sebanyak 2
orang, (8) bulan Oktober : sebanyak 14 pasien, (9) bulan November : sebanyak 6
pasien, (10) bulan Desember : sebanyak 13 pasien. Data Pasien Jamkesda untuk 3
bulan terakhir yaitu 54 pasien.Berdasarkan hal tersebut keberadaan puskesmas
rawat inap masih di butuhkan oleh masyarakat di daerah Batang Kuis karena
pemanfaatannya tidak hanya digunakan oleh pasien peserta JKN saja.
Berdasarkan survey awal yang penulis lakukan dengan mewawancarai
pasien rawat inap peserta JKN di Puskesmas Batang Kuis ditemukan beberapa
keluhan. Adapun keluhan yang mereka sampaikan adalah ternyata pasien rawat
inap peserta jaminan kesehatan nsional merasa kurang puas berobat ke puskesmas
karena kurangnya pelayanan dan perhatian terhadap pasien peserta JKN, Pada
saat prosedur pendaftaran tenaga kesehatan yang dibagian administrasi tidak
ramah dalam melayani pasien ketika pendaftaran, jika berkas tidak terpenuhi
maka pasien akan di kategorikan sebagai pasien umum, petugas kurang tanggap
dengan pasien, kunjungan dokter yang tidak tepat waktu, pemberian obat yang
terlalu lama, komunikasi dengan tenaga kesehatan tidak berjalan dengan baik,
dokter ataupun perawat tidak menjelaskan mengenai tindakan medis yang
dilakukan, kamar mandi berhadapan dengan ruang rawat inap sehingga terkadang
tertarik untuk meneliti pengaruh mutu pelayanan kesehatan terhadap kepuasan
pasien rawat inap peserta JKN di Puskesmas Batang Kuis.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah Bagaimana pengaruh mutu pelayanan kesehatan terhadap
kepuasan pasien rawat inap peserta JKN di Puskesmas Batang Kuis, Kabupaten
Deli Serdang Tahun 2015.
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis bagaimana pengaruh dimensi mutu pelayanan
kesehatan (bukti fisik, kendalan, ketanggapan, jaminan dan kepastian,dan empati)
terhadap kepuasan pasien rawat inap peserta JKN di Puskesmas Batang Kuis,
Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015.
1.4 Hipotesis
Rumusan hipotesis pada penelitian ini adalah ada pengaruh mutu
pelayanan kesehatan terhadap kepuasan pasien rawat inap peserta JKN di
Puskesmas Batang Kuis.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dalam
rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan puskesmas khususnya di
wilayah kerja Puskesmas Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang 2015
2. Memberikan informasi kepada peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji lebih
lanjut tentang pengaruh mutu pelayanan kesehatan terhadap kepuasan pasien
3. Sebagai bahan masukan bagi penulis dalam menambah kemampuan dan