• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Komposisi Makanan Bagi Penderita Obesitas Pada Orang Dewasa Menggunakan Algoritme Particle Swarm Optimization (PSO)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Optimasi Komposisi Makanan Bagi Penderita Obesitas Pada Orang Dewasa Menggunakan Algoritme Particle Swarm Optimization (PSO)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Fakultas Ilmu Komputer

Universitas Brawijaya

7120

Optimasi Komposisi Makanan Bagi Penderita Obesitas Pada Orang

Dewasa Menggunakan Algoritme

Particle Swarm Optimization

(PSO)

Shinta Anggun Larasati1, Imam Cholissodin2, Marji3

Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya Email: 1[email protected], 2[email protected], 3[email protected]

Abstrak

Obesitas terjadi dikarenakan adanya penumpukan lemak dalam tubuh yang sangat tinggi. Sehingga menyebabkan berat badan menjadi tidak ideal. Obesitas juga dapat menimbulkan komplikasi penyakit, beberapa diantaranya dapat membahayakan nyawa. Untuk mendapatkan berat badan ideal serta biaya yang dikeluarkan minimum, penderita perlu mengendalikan banyaknya asupan makanan yaitu dengan cara mengatur komposisi makanan yang masuk kedalam tubuh. Penelitian yang dilakukan adalah optimasi komposisi makanan bagi penderita obesitas pada orang dewasa menggunakan algoritme

Particle Swarm Optimization (PSO). Dalam penelitian ini, pembentukkan partikel awal dilakukan secara

random berdasarkan jumlah makanan yang ada sehingga tidak perlu mengkonversikan ke dalam indeks makanan. Hasil yang akan ditampilkan oleh program adalah berat badan aktual, berat badan ideal, status gizi, kebutuhan energi, kebutuhan protein, kebutuhan lemak dan kebutuhan karbohidrat. Sedangkan hasil pengujian didapatkan parameter yang optimal diantaranya adalah jumlah partikel = 80, jumlah iterasi berdasarkan uji konvergensi sebesar 703, 𝜔𝑚𝑖𝑛 = 0,4, 𝜔𝑚𝑎𝑥 = 0,7 c1i = 1,5 dan c1f= 0,3, c2i = 0,3 dan c2f = 1,5. Hasil dari program dengan parameter tersebut pasien pertama menghasilkan rata-rata selisih data aktual dengan data dari program sebesar -2,08% dan dapat mengurangi biaya pengeluaran sampai dengan 6,85%. Sedangkan pada pasien kedua menghasilkan rata-rata selisih data aktual dengan data dari program sebesar -1,06% dan dapat mengurangi biaya pengeluaran sampai dengan 5,93%.

Kata kunci: Algoritme Particle Swarm Optimization (PSO), Obesitas, Dewasa, Komposisi Makanan. Abstract

Obesity occurs due to buildup of fat in the body is very high. Thus causing weight gain be not ideal. Obesity can also cause disease complications, some of which can endanger lives. To get the ideal body weight and the minimum cost incurred, the patient needs to control the amount of food intake is by regulating the composition of food that enters the body. The research was done by optimizing food composition for obese people in adults using Particle Swarm Optimization Algorithm (PSO). In this study, the initial particle formation of the particle random based on the amount of food so there is no need to convert that into food index. The results displayed by the program is actual body weight, ideal weight, nutritional status, energy needs, the needs of protein, fat and carbohydrate needs needs. While the test results obtained the optimal parameters such as the number of particles = 80, the number of iterations based on testing convergence of 703, 𝜔𝑚𝑖𝑛 = 0,4, 𝜔𝑚𝑎𝑥 = 0,7 c1i = 1,5 and c1f= 0,3, c2i = 0,3

and c2f = 1,5. The results of the program with the first patient parameters produce an average difference

between the actual data with the data from the program registration -2,08% and it can reduce the cost of expenditure up to 6,85%. While the second patient the average of the actual data difference with data from the program amounted to -1,06% and it can reduce the cost of expenditure up to 5,93%.

Keywords: Particle Swarm Optimization Algorithm (PSO), Obesity, Adult, Food Composition.

1. PENDAHULUAN

Obesitasdmerupakan penumpukan lemak yang sangat tinggi di dalam tubuh. Hal ini mengakibatkanoberat badan berada di luar batas

ideal. Sejumlah komplikasi penyakitedapat timbul akibatdobesitas, bahkan beberapa di

antaranya dapatemembahayakan nyawa.

(2)

terjadi di negara maju dan berkembang, termasukdiantaranya adalahcIndonesia.

Menurut Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013, Indonesiacdengan prevalensi penduduk laki-lakicdewasa usia lebih dari 18 tahun terkena penyakit Obesitascsebanyak 19,7%. Selisih 5,8% dari tahun 2007 yang semula 13,9% dan selisih 11,9% pada tahun 2010 yang semula 7,8%. Tidak hanya penduduk laki-laki saja yang mengalami kenaikanpersentase jumlahpenyakit obesitas. Namuncpenduduk wanita juga

mengalami kenaikan presentase jumlah

penyakitcobesitas. Hal inicterbukti pada Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013, Indonesia dengan prevalensicpenduduk wanita dewasa usia lebih dari 18 tahun terkena obesitas sebanyak 32,9%. Selisih 19%cdari tahun 2007 yang semula 13,9% dan selisih 17,4% dari tahun 2010 yang semula 15,5%.

Keadaan obesitas terjadi ketika terlalu banyaknya asupan makanan namun aktivitas fisik yang dilakukan terlalu sedikit, ataupun

keduanya (Misnadierly, 2007). Dengan

demikian setiap orang perlu memperhatikan banyaknya asupan makanan yang disesuaikan dengan kebutuhan tenaga sehari-hari dan aktivitas fisik yang dilakukan. Keadaan obesitas ditentukan dengan mengklasifikasikan status gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT).

Seseorang dianggap menderita obesitas

jika indeks massa tubuh (IMT), memiliki berat lebih dari 30 kg/m2.

Dari permasalahan tersebut diperlukan diet

untuk mengendalikan banyaknya asupan

makanan yaitu dengan cara mengatur komposisi makanan sehingga penderita akan mendapatkan berat badan yang ideal. Karena kurangnya pengetahuan dan sulitnya dalam memvariasi komposisi makanan serta jumlah biaya yang

harus dikeluarkan maka alternative yang

diperlukan adalah mengembangkan perangkat lunak yang dapat merekomendasi komposisi

makanan bagi penderita obesitas

padaaorangsdewasa dengan variasi menu selama beberapa hari dengan biaya yang minimum.

Untuk permasalahan serupa sudah pernah dibahas oleh peneliti sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Diani, et. al (2017) dengan objek Bahan Makanan bagi Penderita Rawat Jalan Penyakit Jantung. Peneliti menggunakan algoritme Swarm Optimization (PSO) untuk menyelesaikan permasalahan yang diangkat.

Adapun data yang digunakan yaitu jumlah

makanan yang dikonsumsi yaitu jumlah

makanan sumber karbohidrat, sumber protein

hewani,sumberproteinnabati, jumlahsayuran, jumlah buah – buahan,minyaklemak,susudan biaya pengeluaran dalam sehari. Untuk hasil

yang didapatkan sistem mampu memberikan

komposisi bahan makanan terbaik serta harga semininalmungkin.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Eliantara, et. al (2016) membahas tentang kebutuhan gizi keluarga. Penyelesaian algoritme

Swarm Optimization (PSO) tidak hanya dapat diterapkan dalam bidang kesehatan namun algoritme ini juga dapat diterapkan dalam bidang pertanian atau penjadwalan mata kuliah dalam Instansi. Seperti yang dilakukan oleh peneliti Sengupta, et. al (2017) dengan objek Penyakit pada tanaman padi dan peneliti Rachman, et. al (2012) dengan objek Penjadwalan Kuliah.

Daripermasalahandiataskmaka,kdibuatlah sistem untukoptimasiikomposisi makanan bagi penderita obesitas pada orang dewasa dengan

menggunakan algoritme Particle Swarm

Optimization (PSO). Dengan menggunakan algoritme Particle Swarm Optimization (PSO)

dapat menyelesaikan permasalahan yang

kompleks berdasarkan keberhasilan dalam penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya.

2. DASAR TEORI 2.1 Obesitas

Obesitas merupakan kelebihan lemak

dalamtubuh yang umumnya terjadi penimbunan dalamjaringanbawahkulit,sekitar organ tubuh (Misnadierly, 2007). Seseorang dikatakan obesitas dengan melihat Indeks Massa Tubuh (IMT). Obesitas terjadi jika kelebihan berat badan 20% karena lemak pada pria dan 25% pada wanita (Ganong, 2002).

2.2 Perhitungan Asupan Gizi 2.2.1 Indeks Massa Tubuh (IMT)

Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan indikator sederhana yang menunjukkan status gizi.IMT akan digunakan untuk mengukur ideal atau tidaknya berat badan seseorang. Menurut WHO tahun 2000 cara perhitungan nilai IMT didapatkan dari pengukuran berat badan dalam kilogram dan tinggi dalam meter lalu dimasukkan ke dalam Persamaan 1.

IMT = 𝑩𝑩 (𝒌𝒈)

𝑻𝑩(𝒎)𝟐 (1)

Keterangan:

(3)

Kemudian penilaian berat badan berdasarkan IMT dapat menggunakan batas ambang seperti yang terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi IMT Yang Diusulkan Untuk Penduduk Asia Dewasa

Klasifikasi IMT (kg/m2)

Berat Badan Kurang < 18,5

Berat Badan Normal 18,5 – 22,9 Berat Badan Lebih:

- Beresiko 23 – 24,9

- Obesitas I 25 – 29,9

- Obesitas II >30

2.2.2 Angka Metabolisme Basal (AMB) Setelah diketahui IMT penderita untuk mencari Angka Metabolisme Basal (AMB). BB yang digunakan dapat dibedakan menjadi:

1. Normal (IMT 18,5 – 22,9) menggunakan BB asli.

2. Gemuk (IMT > 23-24,9) menggunakan BB ideal yang ada dalam Persamaan 2.

BB Ideal = (TB – 100) – 10% (TB – 100) (2)

3. Obesitas (IMT >25) menggunakan BB

Adjusted yang ada dalam Persamaan 3.

BB Adjusted = BB Ideal + [(BB – BB Ideal) x 25%]

(3)

Selanjutnya untuk menentukan Angka Metabolisme Basal (AMB) dapat menggunakan rumus Harris Benedict (1919) dapat dilihat pada Persamaan 4 dan 5.

Laki-laki = 66,5 + (13,7 x BB) + (5 x TB) –

(6,8 x U) (4)

Perempuan = 655 + (9,6 x BB) + (1,8 x TB) – (4,7

x U) (5)

Keterangan:

BB : Berat Badan dalam kg. TB : Tinggi Badan dalam cm.

U : Umur dalam tahun.

2.2.3 Aktivitas Fisik

Setelah mendapatkan nilai AMB kemudian mencari Total Energi Expenditure (TEE). Nilai kebutuhan energi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kebutuhan Energi Menurut Aktivitas

Aktivitas Gender

Laki – laki Perempuan

Sangat ringan 1,30 1,30

Ringan 1,65 1,55

Sedang 1,76 1,70

Berat 2,10 2,00

Jumlah energi atau kalori yang dibutuhkan yang sesuai dengan aktivitas sehari-hari dapat dihitung dengan Persamaan 6.

TEE = AMB x Aktivitas Fisik (6)

Langkah selanjutnya menghitung jumlah karbohidrat, protein, dan lemak yang dibutuhkan pada Persamaan (7), (8), dan (9) sebagai berikut:

𝐾𝑎𝑟𝑏𝑜ℎ𝑖𝑑𝑟𝑎𝑡 (𝑔𝑟𝑎𝑚) =60% 𝑥 𝑇𝐸𝐸4 (7)

𝑃𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 (𝑔𝑟𝑎𝑚) =15% 𝑥 𝑇𝐸𝐸4 (8)

𝐿𝑒𝑚𝑎𝑘 (𝑔𝑟𝑎𝑚) =25% 𝑥 𝑇𝐸𝐸9 (9)

2.2.4 Algoritme Particle Swarm

Optimization (PSO)

Algoritme Particle Swarm Optimization

(PSO) diperkenalkan oleh Kennedy dan Eberhart pada tahun 1995, proses algoritmenya yang meniru proses yang terjadi dalam kehidupan populasi burung (flock of bird) dan ikan (school of fish) dalam bertahan hidup. Untuk rumus yang digunakan pada algoritme PSO dapat dilihat pada Persamaan 10 – 15.

Rumus Pemutakhiran Kecepatan (Velocity) dapat dilihat dalam persamaan (10) dibawah ini:

𝑣𝑖,𝑗𝑡+1= 𝑤. 𝑣𝑖,𝑗𝑡 + 𝑐1𝑟𝑎𝑛𝑑1× (𝑃𝑏𝑒𝑠𝑡𝑖,𝑗𝑡 − 𝑥𝑖,𝑗𝑡 ) +

𝑐2𝑟𝑎𝑛𝑑2× (𝐺𝑏𝑒𝑠𝑡𝑔,𝑗𝑡 − 𝑥𝑖,𝑗𝑡 ) (10)

Keterangan:

𝑣𝑖,𝐽𝑡+1 : Kecepatan.

𝑤 : Bobot inersia.

c1 : Nilai koefisien akselerasi ke-1.

c2 : Nilai koefisiean akselerasi ke-2. 𝑟𝑎𝑛𝑑1 : Nilai random [0 ; 1].

𝑟𝑎𝑛𝑑2 : Nilai random [0 ; 1]. 𝑥𝑖,𝑗𝑡 : Posisi dari partikel.

𝑃𝑏𝑒𝑠𝑡𝑖,𝑗𝑡 : Posisi dengan nilai fitness terbaik.

𝐺𝑏𝑒𝑠𝑡𝑔,𝑗𝑡 :Nilai Pbest terbaik dari seluruh

populasi partikel.

i : Partikel.

j : Dimensi.

t : Iterasi.

Dalam implementasi PSO, terkadang ditemukan kecepatan partikel bergerak ke nilai yang besar dengan cepat. Oleh karena itu, diperlukan teknik pembatasan velocity clamping.

Menurut Walczak & Marini, batasan lower dan

upper kecepatan yang digunakan dalam proses ini berdasarkan nilai minimum dan maksimum pada setiap dimensi, dimana dapat dilihat pada Persamaan 11 – 12.

𝑣𝑚𝑖𝑛𝑗= − 𝑣𝑚𝑎𝑥𝑗 (11)

𝑣𝑚𝑎𝑥𝑗= 𝑘𝑥𝑚𝑎𝑥𝑗2−𝑥𝑚𝑖𝑛𝑗 𝑘 ∈ 0,1(12)

Keterangan:

vminj : Batas bawah.

(4)

𝑥𝑚𝑎𝑥𝑗 : Nilai maksimum pada setiap dimensi.

𝑥𝑚𝑖𝑛𝑗 : Nilai minimum pada setiap dimensi.

𝑘 : Konstanta.

Persamaan 13 dan Persamaan 14 berikut ini merupakan batasan kecepatan atau threshold

yang digunakan (Marini & Walczak, 2015):

Jika vi,jt+1> vmaxj maka vi,jt+1= vmaxj

(13)

Jika 𝑣𝑖,𝑗𝑡+1< − 𝑣𝑚𝑎𝑥𝑗 maka 𝑣𝑖,𝑗𝑡+1= − 𝑣𝑚𝑎𝑥𝑗

(14)

Rumus pemutakhiran Posisi dapat dilihat dalam persamaan 15.

𝑥𝑖,𝑗𝑡+1 = 𝑥𝑖,𝑗𝑡 + 𝑣𝑖,𝑗𝑡+1 (15)

Keterangan:

𝑥𝑖,𝑗𝑡+1 : Posisi partikel ke-i pada iterasi

ke-(t+1).

𝑥𝑖,𝑗𝑡 : Posisi partikel ke-i pada iterasi ke-t.

𝑣𝑖,𝑗𝑡+1 : Kecepatan partikel ke-i pada iterasi

ke-(t+1).

2.2.5 Time Variant Particle Swarm Optimization

Time variant yang digunakan adalah Time Varying Acceleration Coefficients (TVAC) dan

Time Varying Inertia Weight (TVIW). Bobot inertia 𝑤 diperbaharui untuk mendapatkan nilai

w yang adaptif untuk setiap Iterasi, sehingga nilainya bisa dinamis dan mampu meningkatkan hasil optimasi yang diharapkan, semakin besar nilai Iterasinya, maka nilai w akan semakin kecil, dan sebaliknya. Detail uraiannya seperti pada Persamaan 16 TVIW (Chen at all, 2011):

𝑤 = 𝑤𝑚𝑖𝑛+ (𝑤𝑚𝑎𝑥− 𝑤𝑚𝑖𝑛)(𝑡𝑚𝑎𝑥𝑡𝑚𝑎𝑥−𝑡) (16)

Keterangan:

𝑤𝑚𝑎𝑥 : Nilai maksimum bobot inertia w.

𝑤𝑚𝑖𝑛 : Nilai minimum bobot inertia w.

𝑡 : Iterasi awal dari algoritme. 𝑡𝑚𝑎𝑥 : Nilai maksimum Iterasi.

Menurut Chen, 𝑐1 dan 𝑐2 adalah koefisien percepatanuntukkeseimbangan yanglebihbaik antara global eksplorasixdanxlokalxeksploitasi.

Konsepinixakan diadopsi untuk solusipencarian yang lebih baik. Inti TVAC adalah 𝑐1 menurunkan dari nilai inisial 𝑐1𝑖sampai 𝑐1𝑓, saat 𝑐2 menaikan dari 𝑐2𝑖 sampai 𝑐2𝑓 berdasarkan Persamaan 17 dan persamaan 18 TVAC secara matematika (Chen at all, 2011):

𝑐1= (𝑐1𝑓− 𝑐1𝑖)𝑡𝑡

𝑚𝑎𝑥+ 𝑐1𝑖 (17)

𝑐2= (𝑐2𝑓− 𝑐2𝑖)𝑡𝑚𝑎𝑥𝑡 + 𝑐2𝑖 (18)

2.2.6 Nilai Fitness

Nilai fitness digunakan sebagai acuan untuk menentukan Gbest dan Pbest pada langkah selanjutnya. Pada penelitian yang dilakukan oleh Eliantara (2016) dengan menggunakan metode

Particle Swarm Optimization (PSO) nilai fitness

didapatkan dari Persamaan 19.

𝐹𝑖𝑡𝑛𝑒𝑠𝑠 = 𝑃𝑒𝑛𝑎𝑙𝑡𝑖𝐺𝑖𝑧𝑖1 . 𝑐𝑜𝑛𝑠𝑡1 +

1

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎. 𝑐𝑜𝑛𝑠𝑡2 + 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑠𝑖 (19)

Dimana const1 dan const2 merupakan penyeimbang nilai fitness. Ketidakseimbangan dapat diatasi dengan penggunaan konstanta const1 dan const2, dimana konstanta const1

digunakan untuk pembagian PenaltiGizi

sedangkan const2 digunakan untuk pembagian total harga dengan nilai konstanta const1 = 100000 dan konstanta const2 = 1000000.

3. PERANCANGAN

Gambar 1. Diagram Alir Proses Penyelesaian Masalah Dengan Algoritme Particle Swarm

Optimization (PSO)

Berdasarkan Gambar 1. langkah – langkah yang

dapat dilakukan untuk menyelesaikan

Mulai

Data penderita obesitas, parameter PSO

Hitung Kebutuhan Gizi

Inisialisasi Populasi Awal

For i= 1 to itermax

Pemutakhiran Kecepatan

Pemutakhiran Posisi dan Hitung fitness

Pemutakhiran Pbest

Pemutakhiran Gbest

i

Partikel Terbaik

(5)

permasalahan optimasi komposisi makanan bagi penderita obesitas menggunakan algoritme

Particle Swarm Optimization (PSO) adalah:

1. Inisialisasi parameter awal

2. Menghitung kebutuhan energi harian penderita.

3. Inisialisasi populasi awal 4. Pemutakhiran kecepatan.

Jika kecepatan partikel bergerak ke nilai yang besar dengan cepat, maka akan dilakukan velocity clampling.

5. Pemutakhiran posisi dan menghitung nilai fitness.

6. Pemutakhiran Pbest.

7. Pemutakhiran Gbest.

8. Ulangi langkah 3-7 hingga sejumlah itermax.

9. Output partikel terbaik.

3.1 Input Data

Berikut ini merupakan contoh data penderita dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Data Penderitta Obesitas Umur

Berikut ini merupakan contoh parameter PSO dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Parameter PSO

Jumlah

3.2 Menghitung Kebutuhan Gizi Penderita Langkah pertama yaitu menghitung IMT terlebih dahulu dengan Persamaan 1. Setelah mendapatkan hasil dari IMT lihat Tabel 2, penderita ini termasuk dalam kategori obesitas, maka rumus yang digunakan menggunakan Persamaan 3. Namun untuk menggunakan Persamaan tersebut, sebelumnya mencari berat badan ideal. Untuk mencari berat badan ideal dapat menggunakan Persamaan 2.

Setelah berat badan ideal diketahui maka selanjutnya adalah menghitung BB Adjusted

dengan menggunakan Persamaan 3. Perhitungan dengan menggunakan BB Adjusted hanya digunakan jika penderita mengalami obesitas. Selanjutnya menentukan Angka Metabolisme Basal (AMB). Untuk menentukan Angka Metabolisme Basal (AMB) berdasarkan jenis kelamin dapat menggunakan rumus Harris Benedict (1919). Karena contoh kasus adalah perempuan maka menggunakan Persamaan 5.

Setelah mendapatkan nilai AMB kemudian mencari Total Energi Expenditure (TEE) yang dibutuhkan. Bobot dari aktivitas fisik dapat dilihat pada Tabel 2. Kemudian untuk

menghitung TEE dapat menggunakan

Persamaan 6. Setelah menghitung Total Energi Expenditure (TEE) langkah terakhir yaitu menghitung jumlah karbohidrat, protein, dan lemak yang dibutuhkan dengan menggunakan Persamaan 7 sampai 9.

3.3 Inisialisasi Populasi Awal

3.3.1 Inisialisasi Kecepatan

Pada setiap partikel akan bernilai nol (0) nilai kecepatan awalnya (v).

3.3.2 Inisialisasi Partikel

Masing-masing jenis makanan akan diwakili satu dimensi oleh setiap partikel sehingga terdapat 126 dimensi berdasarkan dari 7 hari 3 kali makan dan 6 jenis makanan. Jenis makanan berjumlah 99 berdasarkan jenis Makanan Pokok sebanyak 15, Protein Hewani sebanyak 21, Protein Nabati sebanyak 21, Sayuran sebanyak 25, Buah-buahan sebanyak 13 dan susu sebanyak 4. Partikel dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Inisialisasi Partikel

3.3.3 Inisialisasi Pbest Dan Gbest

Nilai Pbest pada awal Iterasi bernilai sama dengan posisi awal partikel. Pada Tabel 6. menunjukkan nilai Pbest.

(6)

Partikel Posisi Fitness

Partikel ke-1

11 9 … 13 1 290.4745

Partikel ke-2

6 18 … 12 4 1179.474

Partikel ke-3

4 15 … 11 2 226.975

Sedangkan untuk nilai Gbest berasal dari nilai fitness Pbest dengan nilai yang tertinggi. Pada Tabel 7. menunjukkan nilai Gbest.

Tabel 7. Inisialisasi Gbest

Partikel Posisi Fitness

Partikel ke-2

6 18 … 12 4 1179.474

3.3.4 Pemutakhiran Kecepatan

Untuk menghitung pemutakhiran

kecepatan, langkah yang harus dilakukan adalah menghitung nilai 𝑤. Untuk menghitung nilai 𝑤 (TVIW) dapat menggunakan Persamaan 16.

𝑤 = 0,4 + (0,9 − 0,4)(2−1)2 = 1,4

Setelah diketahui nilai w maka langkah selanjutnya adalah mencari nilai c1 dan c2.

Untuk menghitung c1 dan c2 dapat

menggunakan Persamaan 17 dan 18.

𝑐1= (0,5 − 2,5)12+ 2,5 = 1,5

𝑐2= (2,5 − 0,5)12 + 0,5 = 1,5

Setelah mendapatkan nilai 𝑤, c1, dan c2 lalu menghitung kecepatan menggunakan Persamaan 10:

𝑣1,10+1= 1.4 ∗ 0 + 1.5 ∗ 0,295108 ∗ (11 − 11) + 1.5 ∗

0.131817 ∗ (6 − 11)

𝑣1,10+1= -0,98863

Tabel 8. Pemutakhiran Kecepatan Pada Iterasi Ke-1

Partikel Iterasai ke-1

Partikel

ke-1 -0.98 1.77 … -0.19 0.59

Partikel

ke-2 0 0 … 0 0

Partikel

ke-3 0.39 0.59 … 0.19 0.39

Dikarenakan ada beberapa kecepatan yang keluar dari batas kecepatan yang ditentukan sehingga menghasilkan posisi partikel yang jauh dari posisi tetangga dan individu terbaik maka dilakukan pembatasan kecepatan minimum dan maksimum atau threshold. Batasan kecepatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Nilai Batasan Kecepatan Atau Threshold

vminMP -1,4 vminPH -2 vminPN -2

vmaxMP 1,4 vmaxPH 2 vmaxPN 2

vminS -2,4 vminB -1,2 vminSU -0,3

vmaxS 2,4 vmaxB 1,2 vmaxSU 0,3

Berdasarkan batasan kecepatan tersebut maka kecepatan berubah sesuai dengan Persamaan 13 sampai dengan Persamaan 14. Berikut ini hasil dari velocity clamping

kecepatan pada Iterasi ke-1 akan ditunjukkan pada Tabel 10.

Tabel 10. Kecepatan Dibatasi Pada Iterasi ke-1

Partikel Kecepatan Yang Sudah Dibatasi

Partikel ke-1

-0,98 1,77 -1,4 … -0,19 0,3

Partikel

ke-2 0 0 0 0 0

Partikel

ke-3 0,39 0,59 -1,4 0,19 0,3

3.3.5 Pemutakhiran Posisi dan Hitung

Fitness

Setelah melakukan pemutakhiran kecepatan yang disertai pembatasan kecepatan minimum dan maksimum tahap selanjutnya adalah

pemutakhiran posisi. Untuk menghitung

pemutakhiran posisi menggunakan Persamaan 15. Dibawah ini contoh perhitungan manual pemutakhiran posisi:

𝑥𝑖,𝑗𝑡+1 = 𝑥𝑖,𝑗𝑡 + 𝑣𝑖,𝑗𝑡+1

𝑥1,10+1 = 11 + (−0,98)

𝑥1,10+1 = 10,01137

Tabel 11. menunjukkan contoh hasil

pemutakhiran posisi pada perhitungan manual.

Tabel 11. Contoh Hasil Pemutakhiran Posisi Iterasi Ke-1

Partikel Iterasi ke-1

Partikel

ke-1 10,01 10,77 12,80 1,3

Partikel

ke-2 6 18 12 2

Partikel

ke-3 4,39 15,59 11,19 2,3

Setelah melakukan tahapan Pemutakhiran Posisi langkah selanjutnya adalah menghitung nilai fitness posisi terbaru. Perhitungan fitness dapat dilakukan dengan melihat Persamaan (19).

𝐹𝑖𝑡𝑛𝑒𝑠𝑠(1) = 510.,812 1 100000 +375201 1000000 +

18 = 240,4192

𝐹𝑖𝑡𝑛𝑒𝑠𝑠 (2) = 87,4579 1 100000 +498331 1000000 +

(7)

𝐹𝑖𝑡𝑛𝑒𝑠𝑠 (3) = 183,035 1 100000 +437881 1000000 + 16 = 585,1809

Tabel 12. menunjukkan contoh hasil fitness

pada perhitungan manual.

Tabel 12. Nilai Fitness Terbaru

Partikel Iterasi ke-1 fitnes

s

3.3.6 Pemutakhiran Pbest dan Gbest

Untuk mendapatkan nilai Pbest adalah dengan cara membandingkan nilai fitness Pbest

saat ini dengan nilai fitness Pbest sebelumnya.

PemutakhiranGbest merupakan langkah untuk mengetahui nilai terbesar dari Pbest terbaru. Berdasarkan Tabel 13. merupakan hasil dari pemutakhiran nilai Pbest.

Tabel 13. Hasil Pemutakhiran Pbest Iterasi ke-1

Partikel Posisi Fitness

Partikel

ke-Berdasarkan Tabel 14. merupakan hasil dari pemutakhiran nilai Gbest.

Tabel 14. Pemutakhiran Nilai Gbest

Partikel Posisi Fitness

Partikel ke-2

6 18 … 12 4 1179.474

4. PENGUJIAN DAN ANALISIS 4.1 Pengujian Jumlah Partikel

Dilakukan percobaan selama 10 kali dengan kelipatan jumlah partikel 10 sampai 100. Kemudian nilai rata – rata hasil dari fitness akan dibandingkan. Parameter yang digunakan yaitu jumlah iterasi sebesar 100, 𝜔𝑚𝑖𝑛 = 0,4, 𝜔𝑚𝑎𝑥 = 0,7, c1 = [2,5 ; 0,5], c2 = [0,5 ; 2,5], k = 0,2. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perubahan pada jumlah partikel terhadap nilai fitness maksimum yang dihasilkan. Grafik Hasil Pengujian Jumlah Partikel ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Pengujian Jumlah Partikel

Berdasarkan Grafik Hasil Pengujian Jumlah Partikel, didapatkan rata-rata nilai fitness

terendah sebesar 29,03684 ketika jumlah partikel 10. Rata-rata nilai fitness tertinggi sebesar 30,40055 ketika jumlah partikel 80. Pada grafik tersebut memperlihatkan jika semakin besar jumlah partikel maka akan menghasilkan rata – rata fitness yang semakin besar. Hal tersebut dikarenakan banyaknya jumlah partikel merepresentasikan solusi optimal yang dapat dipilih lebih bervariasi (Khusna, et., 2016).

Pada grafik tersebut juga memperlihatkan terjadinya penurunan nilai rata – rata fitness. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena jumlah partikel yang digunakan semakin besar. Selain

itu, adanya nilai random pada rumus

pembangkitan populasi partikel. Hal ini dikarenakan, nilai random tidak bisa menjamin partikel yang dibangkitkan akan semakin bagus atau bisa jadi sebaliknya.

4.2 Pengujian Bobot Inertia

Dilakukan percobaan selama 10 kali dengan kombinasi bobot inertia maksimum dan minimum pada rentang 0,4 sampai 0,9. Parameter yang digunakan yaitu jumlah partikel = 80, jumlah iterasi = 100, 𝜔𝑚𝑖𝑛 = rentang 0,4 sampai 0,9, 𝜔𝑚𝑎𝑥 = rentang 0,4 sampai 0,9, c1 = [2,5 ; 0,5], c2 = [0,5 ; 2,5], k = 0,2. Pengujian bobot inertia dilakukan untuk mengetahui kombinasi 𝜔𝑚𝑖𝑛 dan 𝜔𝑚𝑎𝑥. Gambar 3. menunjukkan hasil pengujian bobot inertia.

(8)

Gambar 3. Pengujian Bobot Inertia

Berdasarkan Grafik Hasil Pengujian Bobot Inertia, Didapatkan Kombinasi Bobot Inertia Terbaik 𝜔𝑚𝑖𝑛 Sebesar 0,4 dan 𝜔𝑚𝑎𝑥 Sebesar 0,7 Dengan Rata-Rata Fitness Sebesar 30,32865. Bobot Inertia digunakan untuk mengatur eksplorasi dan eksploitasi partikel.

Semakin besar nilai 𝜔 maka keragaman partikel akan mengarah ke arah eksplorasi. Begitu pun sebaliknya, semakin kecil nilai 𝜔 maka keragaman partikel akan mengarah ke arah eksploitasi dan jika nilai 𝜔 terlalu kecil akan membuat eksplorasi partikel akan rentan untuk menghilang.

4.3 Pengujian Koefisien Akselerasi

Dilakukan percobaan selama 10. Parameter yang digunakan yaitu jumlah partikel = 80, jumlah iterasi sebesar 100, 𝜔𝑚𝑖𝑛 = 0.4, 𝜔𝑚𝑎𝑥 = 0,9, c1 = rentang 2,5 sampai 0,5, c2 = rentang 0,5 sampai 2,5, k = 0,2. Pengujian Koefisien

Akselerasi dilakukan untuk mengetahui

kombinasi koefisien akselerasi 1 yang terdiri dari c1i dan c1f dan koefisien akselerasi 2 yang terdiri dari c2i dan c2f untuk mengetahui solusi yang optimal. Gambar 4. menunjukkan hasil pengujian koefisien akselarasi.

Gambar 4. Hasil Pengujian Koefisien Akselarasi.

Berdasarkan Grafik Hasil Pengujian Koefisien Akselerasi, didapatkan kombinasi Koefisien Akselerasi 1 c1i sebesar 1,5 dan c1f sebesar 0,3 dan Koefisien Akselerasi 2 c2i sebesar 0,3 dan c2f sebesar 1,5. Nilai c1 dan c2 berguna untuk mengatur pergerakan partikel pada iterasi. Nilai c1 berguna untuk mengontrol jarak perpindahan yang dipengaruhi oleh posisi

personal best. Sedangkan Nilai c2 berguna untuk mengontrol jarak perpindahan yang dipengaruhi oleh global best.

Jika nilai tersebut dimasukkan kedalam Persamaan 17 dan Persamaan 18, nilai c1 yang diperoleh mengecil seiring bertambahnya iterasi. Sedangkan nilai c2 yang dihasilkan akan bertambah seiring dengan bertambahnya iterasi. Hal ini dikarenakan partikel cenderung melakukan eksplorasi pada saat awal proses optimasi lalu diakhir proses optimasi partikel cenderung melakukan eksploitasi.

4.4 Pengujian Konvergensi

Pengujian konvergensi dilakukan dengan menggunakan seluruh parameter terbaik yang telah diperoleh dari pengujian sebelumnya, kecuali jumlah Iterasi. Selain itu, pengujian dilakukan sebanyak 10 kali percobaan. Gambar 5. menunjukkan hasil pengujian konvergensi.

Gambar 5. Hasil Pengujian Konfergensi

(9)

Pada percobaan pertama nilai fitness stabil atau konvergen pada saat iterasi sebesar 620 ke atas. Namun hal ini tidak terjadi pada saat percobaan berikutnya. Pada percobaan kedua nilai fitness stabil atau konvergen pada saat iterasi sebesar 130 ke atas. Pada percobaan ketiga nilai fitness stabil atau konvergen pada saat iterasi sebesar 469 ke atas. Pada percobaan keempat nilai fitness stabil atau konvergen pada saat iterasi sebesar 235 ke atas. Pada percobaan kelima nilai fitness stabil atau konvergen pada saat iterasi sebesar 365 ke atas. Pada percobaan keenam nilai fitness stabil atau konvergen pada saat iterasi sebesar 20 ke atas. Pada percobaan ketujuh nilai fitness stabil atau konvergen pada saat iterasi sebesar 209 ke atas. Pada percobaan kedelapan nilai fitness stabil atau konvergen

pada saat iterasi sebesar 460 ke atas. Pada percobaan kesembilan nilai fitness stabil atau

konvergen pada saat iterasi sebesar 488 ke atas. Pada percobaan kesepuluh nilai fitness stabil atau konvergen pada saat iterasi sebesar 703 ke atas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai

fitness terbaik sebesar 29.71605976, telah mencapai optimum global (konvergen) pada saat iterasinya sebesar 703 pada percobaan kesepuluh.

Berdasarkan pada grafik diatas dapat diketahui bahwa adanya proses perbaikan yang jelas dan berjenjang yang dimulai ketika iterasi kecil hingga besar. Hai ini menandakan bahwa konvergensi dini tidak terjadi pada saat iterasi kecil. Sehingga pada saat iterasi sebesar 703 merupakan iterasi yang cukup ideal bagi PSO dengan menggunakan parameter terbaik.

5. ANALISIS GLOBAL HASIL

PENGUJIAN

Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan terdapat beberapa parameter yang

dianggap optimal dalam menyelesaikan

permasalahan yang ada. Parameter tersebut adalah:

Parameter diatas digunakan untuk

pengujian terhadap data aktual penderita obesitas. Tabel 14. merupakan data aktual penderita obesitas yang didapat melalui observasi di daerah Karangploso kota Malang.

Tabel 14. Data Aktual Penderita Obesitas

No Jenis

Berdasarkan data aktual penderita diatas, maka dapat dihitung masing - masing kebutuhan gizi serta kandungan gizi makanan perharinya. Dengan rata – rata total pengeluaran harian yaitu sebesar Rp50.000 yang didapat dari hasil observasi. Tabel 15. merupakan tabel kebutuhan gizi dari masing – masing penderita.

Tabel 15. Kebutuhan Gizi Dari Masing – Masing Penderita.

Berdasarkan perhitungan selisih

kebutuhan

gizi

dengan

kandungan

gizi

hasil

rekomendasi sistem penderita ke-1 memiliki

rata – rata selisih energi sebesar 5,71%, rata – rata selisih karbohidrat sebesar 3,91%, rata – rata selisih protein sebesar -21,24% dan rata – rata selisih lemak sebesar 8,93%. Sedangkan penderita ke-2 memiliki rata – rata selisih energi sebesar 3,27%, rata – rata selisih karbohidrat sebesar -0,64%, rata – rata selisih protein sebesar -11,89%, dan rata – rata selisih lemak sebesar 5,02%. Berdasarkan batas toleransi yang diberikan oleh pakar yakni sebesar ±10%. Sehingga hasil rekomendasi sistem untuk kebutuhan kalori, karbohidrat dan lemak dapat memenuhi kebutuhan gizi kedua penderita obesitas. Namun untuk kandungan protein hasil rekomendasi sistem belum memenuhi standart pakar yang sudah ditentukan.

6. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis pengujian. maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. sebagai berikut:

1. Implementasi algoritme Particle Swarm

Optimization (PSO) untuk optimasi

(10)

pada orang dewasa dapat dilakukan dengan cara pembentukkan partikel awal secara

random berdasarkan jumlah makanan yang ada sehingga tidak perlu mengkonversikan ke dalam indeks makanan. Setelah itu dapat diketahui berat kandungan gizi dan harganya. Tahap selanjutnya dengan menghitung Fitness. Nilai fitness didapatkan dari selisih kebutuhan gizi yang diperlukan dengan kandungan gizi yang direkomdesaikan dengan total harga dan variasi. Setelah mendapatkan nilai fitness

setiap partikel maka langkah selanjutnya

yaitu Pemutakhiran Kecepatan.

Pemutakhiran Posisi. Pemutakhiran Pbest dan Gbest. Berdasarkan Langkah-langkah tersebut. Maka implementasi algoritme

Particle Swarm Optimization (PSO) untuk optimasi komposisi makanan bagi penderita obesitas pada orang dewasa terbukti dengan baik untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.

2.

Dari hasil pengujian tersebut. Didapatkan parameter PSO yang paling optimal diantaranya, jumlah partikel = 80. Kombinasi bobot inertia terbaik 𝜔𝑚𝑖𝑛 = 0,4 dan 𝜔𝑚𝑎𝑥 = 0,7 dengan rata-rata fitness

sebesar 30,32865. Pada pengujian koefisien akselerasi didapatkan kombinasi Koefisien Akselerasi 1 c1i sebesar 1,5 dan c1fsebesar 0,3 dan Koefisien Akselerasi 2 c2i sebesar 0,3 dan c2f sebesar 1,5. Pengujian

konvergensi digunakan untuk mengetahui Iterasi terbaik yang telah mencapai

konvergen (optimum global). Dimana dalam penelitian ini terjadi konvergen pada saat Iterasi mencapai 703 dengan nilai

fitness sebesar 29,71605976. Hasil dari program dengan parameter tersebut pasien pertama menghasilkan rata-rata selisih data aktual dengan data dari program sebesar -2,08% dan dapat mengurangi biaya

pengeluaran sampai dengan 6,85%.

Sedangkan pada pasien kedua

menghasilkan rata-rata selisih data aktual dengan data dari program sebesar -1,06% dan dapat mengurangi biaya pengeluaran sampai dengan 5,93%.

DAFTAR PUSTAKA

Diani. Cholissodin. & Suprapto. 2017. Optimasi

Komposisi Bahan Makanan bagi

Penderita Rawat Jalan Penyakit

Jantung dengan Menggunakan

Algoritme Particle swarm optimization (PSO). Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer. Vol. 1. No. 11. pp: 1385-1394.

Eliantara. Cholissodin. & Indriati. 2016.

Optimasi Pemenuhan Kebutuhan Gizi Keluarga Menggunakan Particle swarm

optimization. Politeknik Negeri

Banjarmasin. 9-10 Nopember 2016. Ganong. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.

Jakarta : EGC. pp: 255-256. 259. 261. HL Chen. at all. 2011. An Adaptive Fuzzy

K-Nearest Neighbor Method Based on Parallel Particle Swarm Optimation for Bankruptcy Prediction. Part 1 LNAI 6634 Page 249-264. Springer-Verlag Berlin Heidelberg.

Khusna R.A.. 2016. Implementasi Algoritme Particle Swarm Optimization Untuk Optimasi Pemerataan Guru Mata Pelajaran Di Kabupaten Lumajang. S1. Universitas Brawijaya. Malang.

Marini. F.. & Walczak. B.. 2015. Particle swarm optimization (PSO). A tutorial. IEEE Chemometrics and Intelligent La-boratory Systems. 13.

Misnadiarly. 2007. Obesitas sebagai Faktor Resiko beberapa Penyakit. Jakarta: Pustaka Obor Populer.

Rachman. Syarif. & Sari. 2012. Analisa dan Penerapan Metode Particle swarm

optimization Pada Optimasi

Penjadwalan Kuliah. Jurnal Teknik Informatika. Vol 1 September 2012. Program Studi Teknik Informatika Politeknik Caltex Riau. Pekanbaru. Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013.

Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. RS Dr.Cipto Mangunkusumo. 2004. Penuntun

Diet Edisi Baru. Jakarta: PT Gramedi Pustaka Utama.

Sengupta. & K. Das. 2017. Particle Swarm

Optimization Based Incremental

Classifier Design for Rice Disease Prediction. Computers and Electronics in Agriculture. pp: 443–451.

Gambar

Tabel 1. Klasifikasi IMT Yang Diusulkan Untuk Penduduk Asia Dewasa
Gambar 1. Diagram Alir Proses Penyelesaian Masalah Dengan Algoritme Particle Swarm Optimization (PSO)
Tabel 8. Pemutakhiran Kecepatan Pada Iterasi Ke-1
Tabel 12. menunjukkan contoh hasil fitness pada perhitungan manual.
+3

Referensi

Dokumen terkait

laporan akhir ini yang berjudul “ Swarm Robot Dalam Mendeteksi Gas Dengan Metode Algoritma Particle Swarm Optimization (PSO)” Shalawat beserta salam semoga selalu tercurah

Berdasarkan grafik pada Gambar 8 pada hasil pengujian dapat diambil kesimpulan bahwa permasalahan optimasi komposisi makanan diet bagi penderita Hipertensi Algoritme

Dalam penelitian ini peneliti memanfaatkan algoritma naive bayes dengan metode optimasi particle swarm optimization (PSO) dimana dataset yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Regression (SVR) dan metode Particle Swarm Optimization (PSO) yang sudah diuraikan, maka dirancang penelitian yang menggabungkan kedua metode yaitu “Optimasi

Untuk memenuhi persyaratan tersebut saya mengajukan skripsi yang berjudul “Penyelesaian VRP Menggunakan Algoritma Particle Swarm Optimization (PSO) Untuk Meminimasi

Aplikasi penjadwalan mata kuliah menggunakan Particle Swarm Optimization (PSO) berhasil dirancang dan dibangun untuk menghasilkan jadwal perkuliahan di Jurusan Teknik

Particle swarm optimization PSO is a swarm intelligence based algorithm finds a solution to an optimization problem in a search space predicts social behavior in the presence of

KESIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitain menunjukkan, metode Naïve Bayes dengan pombobotan atribut metode Particle Swarm Optimization PSO mendapatkan nilai akurasi yang lebih baik dari