• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN “7E” BERBANTUAN PERTANYAAN METAKOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII B SMP NEGERI 4 SUKSA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN “7E” BERBANTUAN PERTANYAAN METAKOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII B SMP NEGERI 4 SUKSA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

102

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN “7E”

BERBANTUAN PERTANYAAN METAKOGNITIF

UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII B SMP NEGERI 4 SUKSASDA

Evi Dwi Krisna

Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas MIPA Universitas Pendidikan Ganesha

email: evidwikrisna@gmail.com

ABSTRACT

This study aims to determine the improvement of students' mathematics learning outcomes of the learning model application "7E" aided metacognitive question. This type of research is classroom action research involving subjects as many as 32 students of classVIIB inSMP4 Sukasada. This research was conducted in three cycles, each of which consists of planning, action, observation and evaluation, and reflection. The results showed that the application of learning models "7E" aided metacognitive question succeeded in improving learning outcomes math class VII B SMP Negeri 4 Sukasada. This is evident from the average score of students' mathematics learning outcomes for cognitive domains, namely 54.25 in early reflection stage increased by 9.51% to 59.41 in the first cycle, increased by 15.09% to 68.38 on the second cycle and increased by 12.92% to 77.22 in the third cycle. While the average score of students' mathematics learning outcomes for the affective domain that is 2,81 (good enough category) at the stage of early reflections increased by 11.39% to 3.13 (both categories) in the first cycle, increased by 15.01% to 3.60 (both categories) in the second cycle, and increased by 13.61% to 4.09 (very good category) in the third cycle.

Keywords: 7E, metacognitive question,learning outcomes

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar matematika siswa dari model pembelajaran aplikasi "7E" dibantu pertanyaan metakognitif. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang melibatkan subyek sebanyak 32 siswa kelas VIIB di SMP4 Sukasada. Penelitian ini dilakukan dalam tiga siklus, yang masing-masing terdiri dari perencanaan, tindakan, observasi dan evaluasi, dan refleksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran "7E" dibantu pertanyaan metakognitif berhasil meningkatkan hasil belajar matematika kelas VII B SMP Negeri 4 Sukasada. Hal ini terbukti dari rata-rata skor hasil belajar matematika siswa untuk domain kognitif, yaitu 54,25 pada tahap refleksi awal meningkat sebesar 9,51% menjadi 59,41 pada siklus I, meningkat 15,09% menjadi 68,38 pada siklus kedua dan meningkat 12,92% menjadi 77,22 pada siklus ketiga. Sedangkan nilai rata-rata hasil belajar matematika siswa untuk domain afektif yaitu 2,81 (kategori cukup baik) pada tahap refleksi awal meningkat sebesar 11,39% menjadi 3,13 (kedua kategori) pada siklus I, meningkat sebesar 15,01% menjadi 3,60 (kedua kategori) pada siklus kedua, dan meningkat sebesar 13,61% menjadi 4,09 (kategori sangat bagus) pada siklus ketiga.

(2)

103 PENDAHULUAN

Perkembanganilmu

pengetahuan dan teknologi dewasa ini meningkat dengan sangat cepat. Untuk dapat mengikuti perkembangan tersebut, dituntut adanya sumber daya yang handal dan berkompetensi sehingga diperlukan keterampilan tinggi yang melibatkan pemikiran kritis, sistematis, logis, dan kreatif. Cara berpikir seperti itu dapat dikembangkan melalui pembelajaran matematika.Berbagai upayatelah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan khususnya pendidikan matematika. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah menyempurnakan Kurikulum 1994 menjadi Kurikulum 2004 atau Kurikulum Berbasis

Kompetensi (KBK) kemudian

disempurnakan kembali menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Dengan diterapkannya KTSP, menuntut terjadinya perubahan paradigma pembelajaran dari berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa. Tugas dan peran guru tidak hanya sebagai pemberi informasi, tetapi juga untuk memberikan motivasi

dan memfasilitasi siswa agar dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuan melalui berbagai aktivitas yang menuntut peran aktif siswa. Hal ini sejalan dengan pandangan Mohamad Nur dkk (1998) yang menyatakan bahwa tugas pendidikan tidak hanya menuangkan sejumlah informasi ke

dalam benak siswa tetapi

mengusahakan bagaimana agar konsep dapat tertanam di benak siswa. Ini berarti mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa (transmission of knowledge), melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Namun demikian, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran matematika di beberapa sekolah belum mencapai hasil yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat dari masih rendahnya hasil belajar matematika siswa di beberapa sekolah. Rendahnya hasil belajar matematika siswa juga terjadi di kelas VII B SMP N 4 Sukasada.Berdasarkan hasil observasi didapatkan hasil sebagai berikut.

(3)

104 guru hanya terfokus pada upaya untuk menyampaikan materi yang ada dalam kurikulum tanpa menanyakan terlebih dahulu kepada siswa sejauh mana pengetahuan awal siswa tentang materi yang akan dipelajari. Hal ini dapat menjadi penghambat bagi siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan dalam pembelajaran yang dilaksanakan. Pemahaman siswa terhadap materi ajar pun tidak optimal.(2)Guru terlihat cukup antusias dalam penyampaian materi pembelajaran, namun cenderung bersifat monoton dan konvensional (ceramah, contoh dan tugas). Artinya dalam ceramahnya guru hanya menerangkan hal-hal yang telah ada dalam buku paket serta guru terlihat dominan dalam pembelajaran sehingga kurang memberikan kesempatan siswa untuk bekerja dan berpikir secara mandiri. Sedangkan contoh soal yang diberikan hanya merupakan aplikasi dari rumus yang ada sehingga kurang mengarahkan siswa untuk berpikir, begitu juga dengan tugas yang diberikan serupa dengan contoh tanpa ada pengayaan. (3) Di samping itu dalam kegiatan pembelajaran lebih ditekankan pada langkah-langkah penyelesaian soal matematika tanpa melibatkan siswa membentuk konsep sehingga sebagai

implikasinya siswa kurang memahami konsep matematika dan berdampak pada hasil belajar siswa yang rendah.(4)Sebagian besar dari siswa kurang aktif dalam pembelajaran, baik dalam hal menjawab pertanyaan guru ataupun menanggapi jawan dari temannya.Dari informasi di atas, tampaknya siswa belum memiliki pengalaman atau keterampilan dalam menyelesaikan masalah matematika yang lebih bervariasi. Hal ini berakibat kemampuan siswa dalam memecahkan permasalahan matematika masih rendah.Selain itu sesuai hasil wawancara yang dilakukan secara mendalam dengan guru matematika didapatkan informasi sebagai berikut: (1)Guru memandang bahwa sebagian besar siswa kurang memiliki minat dan motivasi belajar. Hal ini mengakibatkan pembelajaran belum maksimal, bahkan guru sering mengeluh siswa kurang antusias dalam pembelajaran matematika dikelas.

(2)Siswa kurang mampu untuk

merumuskan penyelesaian dari permasalahan-permasalahan yang diberikan. Analisis terhadap masalah yang diberikan sangat sulit dilakukan

oleh siswa.(3)Guru juga

(4)

105 bertanya mengenai hal-hal yang belum dimengerti yang menyebabkan guru susah memprediksi pemahaman siswa terhadap suatu materi. Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa minat dan perhatian siswa terdapat pembelajaran

matematika rendah dan

menyebabkan pemahaman terhadap materi pun kurang optimal sehingga mengakibatkan siswa kurang mampu untuk merumuskan penyelesaian dari permasalahan yang diberikan dan mengakibatkan hasil belajar yang dicapai belum maksimal.

Berdasarkan beberapa informasi di atas, tampaknya proses pembelajaran di kelas VII B SMP N 4 Sukasada masih mengalami kendala, sehingga hasil belajar matematika siswa masih sangat jauh dari harapan. Untuk itu pembelajaran matematika di kelas VII B SMP 4 Sukasada harus

diperbaiki dengan model

pembelajaran yang konstruktivis, memperhatikan pengetahuan awal siswa, mampu memberikan stimulus bagi siswa dan mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Model pembelajaran itu adalah model pembelajaran “7E” berbantuan pertanyaan metakognitif. Model pembelajaran “7E” adalah

pengembangan dari model

pembelajaran “5E” (Eisekraft, 2003) yang merupakan perwujudan dari filosofi konstruktivisme, bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran pemelajar.

Model pembelajaran “7E” megandung tujuh fase pembelajaran yang meliputi fase Elicit, Engagement, Exploration, Explanation, Elaboration, Evaluation, dan Extend (Eisenkrfat, 2003). Keunggulan model pembelajaran

“7E” adalah: (1)Proses

pembelajarannya memperhatikan pengetahuan awal siswa. Karena

menurut Ausubel (1978)

pembelajaran yang tidak

(5)

106 cenderung menghafal,(3)Proses pembelajarannya dapat membantu

siswa untuk dapat

mengkomunikasikan ide-ide atau gagasan yang dimilik siswa. Karena model pembelajaran “7E” adalah model pembelajaran yang menitik beratkan pada terjadinya diskusi yang mendalam mengenai konsep-konsep matematika baik secara refleksif dalam diri pebelajar sendiri maupun secara eksternal dengan kelompok pemelajar.

Melalui model pembelajran “7E”, siswa akan dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran melalui kegiatan diskusi secara mendalam yang dapat mengantarkan siswa untuk sampai pada konsep matematika yang benar dan substansial serta dapat membentuk siswa yang aktif, kritis, dan kreatif. Melalui tujuh fase dalam model pembelajaran “7E” maka diharapkan dapat memfasilitasi siswa untuk meningkatkan kemampuan ranah koginitfnya melalui pengkontruksian pengetahuan yang lebih bermakna. Ini juga didukung oleh temuan dalam penelitian yang dilakukan oleh Setiawati (2008) yang menyatakan bahwa pemahaman siswa terhadap materi meningkat dengan menerapkan

model pembelajaran “7E” karena melalui pembelajaran ini siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan secara optimal.

Sedangkan menurut Zemira R. Mevarech dan B. Kramarski (dalam Suparta Wiratha, 2006) pertanyaan metakognitif adalah pertanyaan-pertanyaaan yang didalamnya terdapat tiga jenis pertanyaan yaitu, pertanyaan pemahaman, pertanyaan koneksi dan pertanyaan strategi. Pertanyaan ini dirancang untuk membantu siswa agar menyadari proses pemecahan masalah yang ditempuhnya dan dapat mengatur sendiri kemajuan dalam proses pemecahan masalah tersebut. Dengan

diberikannya pertanyaan

(6)

107 Berdasarkan uraian di atas, ditemukan fakta bahwa permasalahan yang dihadapi di kelas VII B mendesak untuk dipecahkan sehingga peneliti melakukan penelitian yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran “7E” Berbantuan Pertanyaan Metakognitif untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII B SMP Negeri 4 Sukasada”.

METODE PENELITIAN

Penelitian yang akan dilaksanakan termasuk jenis penelitian tindakan kelas (PTK) yang secara umum bertujuan meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII B SMP Negeri 4 Sukasada. Penelitian ini direncanakan dalam 3 siklus dimana setiap siklus melibatkan 4 tahap yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan evaluasi serta refleksi.

Data dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, hasil belajar yang diukur hanya dibatasi pada ranah kognitif dan afektifnya saja. Data hasil belajar yang diambil dalam penelitian ini adalah prestasi belajar matematika dan sikap siswa. Tes hasil belajar yang digunakan

adalah tes dalam bentuk uraian yang dilaksanakan pada setiap akhir siklus atau tindakan. Pemberian tes yang dilaksanakan bertujuan untuk mendeskripsikan hasil belajar matematika siswa setelah diberikan tindakan pada masing-masing siklus. Data hasil belajar ranah afektif siswa dalam penelitian ini terdiri atas 5 indikator yang akan dituangkan dalam lembar observasi ranah afektif siswa. Adapun indikator dari ranah afektif hasil belajar matematika yang digunakan adalah (1) Kehadiran, (2) Membawa buku pelajaran, (3) Ketepatan waktu mengerjakan tugas, (4) Santun dalam komunikasi, dan (5) Mandiri mengerjakan tes.

Teknik Analisis Data

Indikator keberhasilan yang

digunakan untuk melakukan

(7)

108 dengan menghitung skor rata-rata ranah afektif siswa.

Prosedur Penelitian

Penelitian ini diawali dengan melaksanakan refleksi awal yang dilanjutkan dengan persiapan untuk melaksanakan tindakan penelitian. Pelaksanaan tindakan dirancang dalam tiga siklus dan masing-masing siklus terdiri atas empat tahapan: (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi hasil observasi. Sebelum melaksanakan siklus terlebih dahulu diadakan refleksi awal di sekolah tempat penelitian berlangsung.

Refleksi Awal

Refleksi awal ini meliputi pencarian data-data terkait dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukandikelas VII B SMP Negeri 4 Sukasada dengan observasi, menggunakan angket, tes awal dan wawancara. Pengumpulan data- data tersebut bertujuan untuk memperoleh suatu gambaran yang jelas mengenai masalah yang dihadapi saat pelaksanaan proses pembelajaran

matematika di kelas yang

bersangkutan.

Berdasarkan observasi, pemberian angket, tes awal dan

wawancara tersebut diperoleh suatu gambaran tentang hasil belajar siswa kelas VII B SMP N 4 Sukasada masih rendah sebagaimana yang telah dipaparkan pada latar belakang. Berdasarkan hasil observasi kelas dan wawancara, diperoleh kesepakatan untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa Kelas VII B SMP N 4 Sukasada diterapkan model pembelajaran “7E“ berbantuan pertanyaan metakognitif.

Siklus I

Siklus I dilaksanakan dalam 4 kali pertemuan. Dari 4 kali pertemuan yang dilakukan, 3 kali digunakan sebagai pelaksanaan tindakan sedangkan 1 kali pertemuan terakhir untuk pemberian tes hasil belajar. Materi yang dibahas pada siklus I adalah Segitiga.

a) Perencanaan I

Dalam tahap perencanaan ini

dilaksanakan beberapa kegiatan, yaitu :

(1)pembuatan rencana pembelajaran

yang didasarkan atas model

pembelajaran “7E” berbantuan

pertanyaan metakognitif. Rencana

pembelajaran ini dapat disusun dengan

(8)

109 di sekolah. Dengan demikian rencana

pembelajaran ini merupakan skenario

dari model pembelajaran “7E”

berbantuan pertanyaan metakognitif

untuk meningkatkan hasil belajar

matematika siswa.(2) Pembuatan atau

pengadaan alat peraga pembelajaran

yang diperlukan.(3) Penyusunan

instrumen penelitian berupa lembar

observasi untuk hasil belajar sisiwa

pada ranah afektif, tes untuk

mengukur hasil belajar pada ranah

kognitif matematika siswa, serta

angket untuk mengumpulkan data

tentang respons siswa.(4) Penyamaan

persepsi dengan guru mengenai model

pembelajaran “7E” berbantuan

pertanyaan metakognitif.(5)merancang

pembentukan kelompok

diskusi.(6)Penyusunan kisi-kisi tes

hasil belajar matematika.

b. Pelaksanaan tindakan

Pada tahap pelaksanaan tindakan siklus I ini, guru melaksanakan pembelajaran berdasarkan rencana pembelajaran

yang telah disusun pada tahap perencanaan yaitu rencana pembelajaran yang mengaju pada model pembelajaran “7E”

berbantuan pertanyaan

metakognitif kaitannya untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Pada tahap pelaksanaan digunakan acuan sintak model pembelajaran “7E”

berbantuan pertanyaan

metakognitif. Pada pertemuan kedua dan ketiga, langkah-langkah kegiatan yang dilakukan selama proses pembelajaran sama dengan langkah-langkah pada pertemuan pertama, hanya saja materi atau konsep yang akan dipelajari adalah lanjutan dari materi dari pertemuan pertama.Pada pertemuan keempat siswa diberikan tes untuk mengetahui hasil belajar siswa yang telah dicapai selama proses pembelajaran.

c) Observasi dan Evaluasi

(9)

110

dialami dalam proses

pembelajaran.

Evaluasi dilaksanakan pada akhir siklus, dalam hal ini yang dievaluasi adalah hasil belajar matematika siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran. Hasil belajar siswa dievaluasi menggunakan tes uraian dengan materi sesuai yang dibahas pada siklus I.

d) Refleksi

Refleksi siklus I dilaksanakan di akhir siklus I untuk memeriksa kembali tindakan yang telah dilakukan sehingga dapat dilihat hambatan-hambatan dan kekurangan-kekurangan yang terjadi selama pelaksanaan tindakan di siklus I. Acuan yang digunakan dalam tahap refleksi ini adalah hasil observasi dan evaluasi yang telah dilakukan sebelumnya. Hasil refleksi ini digunakan sebagai dasar perencanaan dan pelaksanaan tindakan pada siklus II.

Siklus II

Seperti pada siklus I, pada siklus II juga dilaksanakan langkah-langkah perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan evaluasi, serta refleksi. Siklus II dilaksanakan dalam empat kali

pertemuan yaitu tiga kali pertemuan untuk pelaksanaan tindakan dan satu kali pertemuan untuk pelaksanaan tes hasil belajar matematika.

SIKLUS III

Siklus III dilaksanakan dalam 4 kali pertemuan. Dari 4 kali pertemuan yang dilakukan, 3 kali digunakan sebagai pelaksanaan tindakan sedangkan 1 kali pertemuan terakhir untuk pemberian tes hasil belajar dam angket respons siswa. Materi yang dibahas pada siklus III adalah bangunbelah ketupat dan layang-layang.

a) Perencanaan Tindakan

Pada dasarnya perencanaan tindakan pada siklus III tidak jauh berbeda dengan perencanaan tindakan pada siklus I dan siklus II, hanya saja perencanaan pada siklus III disesuaikan dengan hasil refleksi yang dilakukan pada siklus II dan merupakan hasil penyempurnaan terhadap tindakan yang telah dilaksanakan pada siklus II. Pelaksanaan Tindakan

(10)

111 penerapan model pembelajaran “7E” berbantuan pertanyaan metakognitif sebagaimana yang telah disepakati pada saat penyamaan persepsi. Dalam pelaksanaan tindakan, guru mencermati kembali hambatan-hambatan yang dialami pada siklus I dan siklus II sehingga tidak terjadi lagi pada siklus III.

c) Observasi dan Evaluasi III

Sebagaimana halnya pada siklus I dan siklus II, observasi kelas dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai kendala-kendala yang dihadapi serta kemajuan-kemajuan yang didapat selama proses pembelajaran. Pada siklus III juga dilakukan evaluasi yang dilaksanakan pada akhir siklus. Pelaksanaan evaluasi pada siklus ini pada dasarnya sama dengan pelaksanaan evaluasi pada siklus I dan siklus II, dalam hal ini yang dievaluasi adalah hasil belajar matematika siswa (ranah kognitif)

selama mengikuti kegiatan

pembelajaran menggunakan tes uraian

dengan materi sesuai yang dibahas pada siklus III. Evaluasi yang dilakukan pada siklus III untuk mengetahui perubahan hasil belajar dari siklus II ke siklus III. Pada akhir pelaksanaan tindakan, siswa diberi angket respons siswa untuk mengetahui respons siswa terhadap penerapan model pembelajaran “7E” berbantuan pertanyaan metakognitif. a) Refleksi

Dalam refleksi pada siklus III

ini digambarkan tentang

perkembangan hasil belajar siswa setelah dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap kekurangan-kekurangan dalam pembelajaran yang ditemukan pada siklus I, siklus II, dan siklus III. Hasil refleksi pada akhir siklus III digunakan sebagai dasar untuk rekomendasi bagi guru mata pelajaran matematika yang ingin menerapkan model pembelajaran “7E” berbantuan pertanyaan metakognitif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Tabel 01 Ringkasan Data Hasil Belajar Matematika Siswa Ranah Kognitif

No Kategori R. Awal Siklus I Siklus II Siklus III

F P F P F P F P

1. Belum Tuntas 15 46,88% 12 37,50% 9 28,12% 2 6,25%

2. Tuntas 17 53,12% 20 62,50% 23 71,88% 30 93,75%

Jumlah 32 100% 32 100% 32 100% 32 100%

(11)

112

Daya Serap 54,25% 59,41% 68,38% 77,22%

Keterangan :

F : Frekuensi P : Persentase

Tabel 02Ringkasan Data Hasil Belajar Matematika Siswa Ranah Afektif

No Kategori R. Awal Siklus I Siklus II Siklus III

F P F P F P F P

1. Sangat Kurang Baik

2 6,25% – – – – – –

2. Kurang Baik 7 21,87% 3 9,37% 2 6,25% – –

3. Cukup Baik 0 0% 5 15,63% 2 6,25% 1 3,13%

4. Baik 19 59,38% 20 62,5% 11 34,37% 7 21,87

%

5. Sangat Baik 4 12,5% 4 12,5% 17 53,13% 24 75%

Jumlah 32 100% 32 100% 32 100% 32 100%

Rata-Rata 2,81 3,13 3,60 4,09

Kategori Cukup Baik Baik Sangat

Baik

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan selama tiga siklus menunjukkan terjadinya peningkatan hasil belajar matematika siswa dengan penerapan model pembelajaran “7E” berbantuan pertanyaan metakognitif.

Berdasarkan analisis data, pemberian tindakan pada siklus I menunjukkan adanya peningkaan hasil belajar matematika dibandingkan sebelumnya (refleksi awal), meskipun peningkatan tersebut belum memenuhi KKM. Hal ini dapat dilihat dari

perolehan rata-rata skor hasil belajar matematika siswa ranah kognitif adalah 59,41, daya serap siswa secara klasikal adalah 59,41% dan ketuntasan belajar siswa secara klasikal adalah 62,50%, sedangkan rata-rata skor hasil belajar matematika siswa ranah afektif adalah 3,13 dan termasuk dalam kategori baik.

(12)

113 klasikal belum sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan yakni rata-rata skor hasil belajar ranah kognitif ≥ 60, daya serap ≥ 60% dan ketuntasan belajar siswa yang tercapai ≥ 75%.

Persentase peningkatan rata-rata skor hasil belajar matematika siswa ranah kognitif dari refleksi awal samapai siklus I adalah 9,51% dan persentase peningkatan rata-rata skor hasil belajar matematika siswa ranah afektif dari refleksi awal samapai siklus I adalah 11,39%

Untuk mengatasi kendala-kendala dan permasalahan yang ditemui pada siklus I seperti yang telah dipaparkan pada hasil refleksi siklus I, dilakukan tindakan perbaikan sebagai berikut.

Pertama, menjelaskan kembali strategi pembelajaran yang sedang diterapkan. Hal ini dilakukan agar siswa lebih paham dengan prosedur pembelajaran yang harus dilakukan sehingga membiasakan siswa mengikuti pembelajaran ”7E” berbantuan pertanyaan metakognitif. Serta meningkatkan bimbingan dan pengawasan kepada kelompok ataupun siswa yang sering membuat keributan di dalam kelas

Kedua, untuk mengatasi rendahnya keaktifan siswa dalam

diskusi yakni dengan memberikan dorongan kepada siswa yang sudah memahami masalah yang diberikan untuk dapat memberikan bimbingan kepada teman anggota kelompoknya. Pemberian motivasi agar siswa bekerja sama dalam kelompok terus dilakukan. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa ”hasil belajar akan optimal jika ada motivasi yang tepat” (Sardiman, 2004:75). Karena itu motivasi dilakukan terus-menerus untuk merangsang siswa menjadi lebih aktif. Untuk siswa yang enggan bertanya, guru mendekati siswa tersebut dan mendorong siswa untuk mau mengungkapkan masalah yang dialami. Hal ini akan melatih keberanian siswa untuk bertanya, menyampaikan pendapat maupun dalam memberikan tanggapan terhadap pendapat yang disampaikan oleh temannya.

(13)

114 permasalahan yang dihadapi dapat lebih mudah untuk diselesaikan.

Keempat, memfasilitasi siswa dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan metakognitif agar dapat mengarahkan pendapat siswa pada jawaban yang benar. Pertanyaan metakognitif yang sering muncul pada siklus I adalah “Pernahkah kamu menemui permasalahan seperti itu sebelumnya?” dan “Apa kamu mengerti dengan masalah yang ingin dipecahkan atau yang ingin dicari solusinya dalam soal yang diberikan?”. Pertanyaan metakognitif ini terbukti membantu siswa untuk memahami

lebih mendalam mengenai

permasalahan matematika yang sedang dipelajari, karena siswa dibiasakan untuk memahami permasalahan matematika tersebut sebelum

mengerjakannya dan

menghubungkannya dengan

permasalahan yang pernah di selelesaikan sebelumnya.

Kelima, membimbing siswa dalam mengerjakan soal pemecahan masalah dengan lengkap dari mengumpulkan informasi-informasi

yang diketahui kemudian

merencanakan penyelesaiannya dan mengunakan rencana tersebut untuk menyelesaikan masalah matematika.

Berdasarkan perbaikan proses pembelajaran yang dilaksanakan, ternyata cukup berhasil meningkatkan hasil belajar matematika siswa pada siklus II, yaitu dari rata-rata skor 59,41 menjadi 68,38 dengan persentase peningkatan sebesar 15,09% dari rata-rata skor pada siklus I. Daya serap siswa secara klasikal adalah 68,38% dan ketuntasan belajar siswa secara klasikal adalah 71,88%, sedangkan rata-rata skor hasil belajar matematika siswa ranah afektif adalah 3,60 atau termasuk dalam kategori baik dengan persentase peningkatan sebesar 15,09% dari rata-rata skor pada siklus I.

(14)

115 Selama pelaksanaan siklus II ditemui beberapa kendala seperti yang telah dipaparkan pada refleksi siklus II. Untuk mengatasi kendala-kendala dan permasalahan yang ditemui pada siklus II, dilakukan tindakan perbaikan sebagai berikut.

Pertama, dengan cara terus menerus memberikan motivasi kepada siswa yang belum mempunyai keberanian dalam menyampaikan ide, pendapat ataupun gagasannya agar aktif selama diskusi.

Kedua, memberikan dorongan kepada siswa untuk bertanya dan berdiskusi dengan teman satu kelompoknya sehingga masalah yang diberikan di dalam LKS dapat dipecahkan secara bersama-sama. Guru juga menunjuk salah satu perwakilan kelompok secara acak untuk dapat mempresentasikan hasil pekerjaan kelompoknya di depan kelas

Ketiga, memberikan bimbingan terhadap siswa yang masih mengalami kesulitan dalam menjawab soal-soal pengembangan dengan tepat serta memberikan pertanyaan-pertanyaan metakognitif agar jawaban siswa mengarah pada jawaban yang benar dan merangsang siswa untuk melakukan pemikiran lebih mendalam saat proses penyelesaian masalah.

Pertanyaan metakognitif yang sering muncul pada siklus II adalah(1) mengapa kamu memilih menggunakan strategi ini?; (2) mengapa strategi, taktik atau prinsip dipandang paling sesuai bagi masalah tersebut?;(3) dapatkah kamu memikirkan strategi lain yang dapat digunakan?; dan sebaran pertanyaan metakognitif pada siklus II.

Hasil refleksi siklus III menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran sudah berlangsung dengan baik. Kondisi pembelajaran tampak lebih kondusif. Siswa menjadi lebih aktif dan semangat dalam mengikuti pembelajaran. Siswa sudah menunjukkan hal yang positif pada saat bekerja dalam kelompok. Hal ini terlihat dari antusiasme yang ditunjukkan setiap anggota kelompok dalam kegiatan diskusi. Setiap anggota

kelompok sudah mampu

(15)

116 sudah dapat berlangsung dengan baik sesuai yang diharapkan.

Hasil belajar siswa juga mengalami peningkatan pada pembelajaran siklus III. Hal ini terlihat dari rata-rata skor hasil belajar matematika ranah kognitif siswa pada siklus III meningkat dari68,38menjadi 77,22 dengan persentase peningkatan sebesar 12,92% dari rata-rata skor pada siklus II. Daya serap siswa secara klasikal adalah 77,22% dan ketuntasan belajar siswa secara klasikal adalah 93,75%, sedangkan rata-rata skor hasil belajar matematika siswa ranah afektif adalah 4,09 atau termasuk dalam kategori sangat baik. Dengan demikian, semua indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini sudah tercapai pada siklus III yakni rata-rata skor hasil belajar ranah kognitif tidak kurang dari 60, nilai hasil belajar aspek afektif minimal kategori baik, daya serap siswa tidak kurang dari 60%, dan ketuntasan belajar secara klasikal minimal 75%.

Disamping itu, analisis data respons siswa menunjukkan bahwa rata-rata skor respons siswa adalah sebesar 41,47. Berdasarkan kriteria penggolongan respons siswa yang telah ditetapkan maka respons siswa kelas VII B SMP Negeri 4 Sukasada

terhadap penerapan model

pembelajaran “7E” berbantuan pertanyaan metakognitif tergolong kategori positif. Hal ini berarti bahwa

siswa dapat mengakomodasi

pembelajaran dengan baik setelah diterapkannya model pembelajaran “7E” berbantuan pertanyaan metakognitif. Siswa memandang “7E” berbantuan pertanyaan metakognitif cocok diterapkan dalam pembelajaran matematika.

(16)

117 (7) Extend fase untuk merangkum atau menyimpulkan hasil pembelajaran dan mengaitkan ke dalam kehiduan sehari- hari yang lebih kompleks.

Dengan penerapan model pembelajaran “7E”, proses pembelajarannya memperhatikan pengetahuan awal siswa. Jika guru tidak mengingat dan memperhatikan pengetahuan awal siswa sebelum membelajarkan konsep-konsep baru maka pengetahuan awal itu justru dapat menimbulkan kesulitan belajar yang sangat berdampak negatif pada hasil belajar siswa. Siswa juga dibiasakan untuk melakukan diskusi yang mendalam mengenai konsep matematika yang sedang dipelajari serta mendorong siswa dalam kelompoknya untuk berperan aktif dalam mengajukan argumentasinya, mendengar pendapat temannya, mencermati apa yang disampaikan temannya, bertukar pikiran, membenahi konsep yang masih keliru serta melengkapi pengetahuannya sehingga konsep tersebut akan dapat dipahami oleh siswa dengan benar.

Temuan dalam penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang yang dilaksanakan oleh Setiawati (2008) yang menyatakan bahwa pemahaman siswa terhadap materi

meningkat dengan menerapkan model pembelajaran “7E. Hasil penenitian yang dilakukan oleh Purnami (2008)

juga menunjukkan bahwa

implementasi model pembelajaran “7E” dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.

Melalui pertanyaan

metakognitif, siswa diarahkan untuk dapat memecahkan masalah-masalah matematika yang pada dasarnya akan dapat meningkatkan kemampuan analisis, sintesis, dan evaluasi karena menurut Slavin (1994) pertanyaan metakognitif merupakan suatu strategi yang dapt membantu siswa untuk meninjau dan memeriksa ulang alur jawaban yang sudah dibuat. Dengan cara seperti ini siswa dapat mendiskusikan dan dapat menemukan kekeliruan yang terjadi selama penyelesaian tugas-tugas yang diberikan secara individu atau kelompok sehingga akan berdampak pada pemahaman materi yang baik yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Dari paparan di atas, penelitian ini secara umum telah mampu menjawab rumusan masalah sekaligus

telah mampu memecahkan

(17)

118 Negeri 4 Sukasada.Penerapan model pembelajaran“7E”berbantuan

pertanyaan metakognitif dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIIB di SMP Negeri 4 Sukasada. Hal ini juga didukung oleh respons positif siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan. Dengan kata lain penelitian tindakan kelas yang dilakukan sudah berhasil.

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. (2004). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Depdiknas.

Arikunto, S. (2002). Prosedur penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Ausubel, D P, et al.(1978). Education

Psychology : A Cognitive View 2nd. New York : Holt Rinchart and Winsstone.

Badan Nasional Pendidikan. (2007). Permen 41 Tahun 2007, Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.

Depdiknas. (2002). Kurikulum dan Hasil Belajar. Jakarta.

Departemen Pendidikan Nasional. (2005). Permen 23 Tahun 2005. Jakarta:Depdiknas

Deyanti, Ni Putu. (2008). Implementasi Model Pembelajaran Learning Cycle “5E” Berbantuan LKS

Terstruktur untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematika Siswa Kelas VIIIA SMP Negeri 6 Singaraja Laporan Penelitian. (Tidak Diterbitkan). Universitas Pendidikan Ganesha.

Eisenkraf, A. (2003). The Science Teacher ”5E Model Expanding A Proposed 7E Model Emphazies” transfer of learning and the importance of eliciting Prior Understanding. http://www.its-

about- time.com

/html/ap/eisenkraftts.pdf.

Hudojo, Herman. (1998). Mengajar Belajar Matematika. Jakarta : Depdikbud Dirjen Dikti.

Kemis, W. C., & Taggart, R. M. (1998). The action research planner. Geelong victoria: Deakin university.

Mudjiono dan Dimyanti. (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta

Nur, Mohamad, dkk. (1998). PendekatanKonstruktivis dalam Pembelajaran. Surabaya : IKIP Surabaya.

Parwata, I Putu dan I Gusti Ngurah Agung Suryaputra. (2007). Strategi Simulasi Computer Berbantuan Pertanyaan-Pertanyaan Resitasi Dan Konstruksi Untuk Meningkatkan Minat, Aktivitas Dan Hasil Belajar Dalam Mata Kuliah Biokimia Lanjut (Implementasi Model Pembelajaran Konstruktivis). Laporan Penelitian. (Tidak Diterbitkan). Universitas Pendidikan Ganesha. Pusat Kurikulum. (2002). Kurikulum

Berbasis Kompetensi. Jakarta. Depdiknas.

(18)

119 Rahman, Taufik. (2007). Efek

Petanyaan Pengarah Terhadap Pembelajaran Sains dalam Penguasaan Konsep Pada Siswa SLTP. http://educare.e-fkipunla. Diakses tanggal 17 januari 2010 Ratumanan, Tanwey Gerson. (2002).

Belajar dan Pembelajaran. Surabaya: Unessa University Press.

Ratumanan, T.G. dan Theresia L. (2003). Evaluasi Hasil Belajar Yang Relevan dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Surabaya: Unesa University Press.

Sardiman. (2004). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Raja Grafindo Persada Setiawati,Kadek. (2008). Implementasi

model pembelajaran 7E dengan pendekatan Kontekstual sebagai upaya untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa kelas VII B3 SMP N 6 Skripsi (tidak diterbitkan). Universitas Pendidikan Ganesha.

Setyono.(2008).Metakognitif dalam Pemecahan Masalah. http://setyono.blogspot.com/2008

/12/metakognitif-dalam-pemecahan-masalah.html. Diakses tanggal 10 januari 2010. Slavin, R.E. (1994). Educational

Psychologi: Theory and Practice. Massachusetts: Paramount Publishing.

Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta.

---. (2008). Persepekif Baru Penelitian pendidikan Matematika. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. ---. (2010). Implementasi model pembelajaran Metakognitif Berlandaskan kearifan matematika Veda untuk Mengembangkan Kompetensi Matematis tingkat tinggi siswa SD Provinsi Bali. Hibah Strategi

Nasional (tidak diterbitkan) Universitas Pendidikan Ganesha Suherman, Erman. dkk. (2003).

Stretegi Pembelajaran Matematika Kontenporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Sudjana, Nana.(1989). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar,

Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Gambar

Tabel 01  Ringkasan Data Hasil Belajar Matematika Siswa Ranah Kognitif

Referensi

Dokumen terkait

Penyusunan skala ditentukan berdasarkan pada aspek yang.. telah dikemukakan dalam

tidak berasal dari dirinya –bulan- tetapi merupakan pantulan yang diterima dari cahaya matahari. Ayat ini memberikan isyarat- isyarat ilmiah tentang perjalanan/

DED Perkuatan Tebing Sungai Lematang Kabupaten Muara Enim , maka peserta yang masuk dalam calon daftar pendek dan telah melakukan pembuktian kualifikasi sehingga

Apabila pembelajaran sebelumnya dilakukan dengan menyajikan pokok berita dan ilustrasi gambar sebagai dasar penulisan teks berita siswa, pembelajaran menulis teks berita

The existence of this solutions is still kept putting the death pe- nalty in criminal law, whereas the effectiveness of the death penalty is scientifically still in

Sementara untuk emiten saham perusahaan anggota LQ45, menambah informasi terkait prediksi saham perusahaan mereka sehingga dapat melakukan langkah antisipasi terhadap

Keempat : M ewajibkan kepada penerima bantuan dana penelitian untuk membuat laporan akhir hasil penelitian yang disampaikan kepada Direktur Jenderal Pendidikan

terdapat perbedaan hasil belajar siswa pada materi ekosistem yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dan diajarkan menggunakan