• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of PENGARUH DIABETES SELF MANAGEMENT EDUCATION (DSME) TERHADAP KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES TYPE II DI BALAI BESAR LABORATORIUM KESEHATAN MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "View of PENGARUH DIABETES SELF MANAGEMENT EDUCATION (DSME) TERHADAP KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES TYPE II DI BALAI BESAR LABORATORIUM KESEHATAN MAKASSAR"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH DIABETES SELF MANAGEMENT EDUCATION (DSME)

TERHADAP KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES TYPE II DI

BALAI BESAR LABORATORIUM KESEHATAN MAKASSAR

Nuradhayani

1

, Arman

2

, Sudirman

3

1Pasca Sarjana UMI Makassar

2Pasca Sarjana UMI Makassar

3Pasca Sarjana UMI Makassar

Alamat Korespondensi:nuradhayanirawan@gmail.com/081342788710

ABSTRAK

DSME terhadap resiko terjadinya ulkus Diabetik pada pasien DM tipe 2, terbukti DSME memberikan pengaruh yang efektif karena bisa memperbaiki hasil klinis pasien sehingga resiko terjadinya ulkus Diabetik pada kelompok intervensi dapat berkurang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Menganalisis pengaruh DSME terhadap kadar gula darah pasien DM tipe 2 di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Makassar tahun 2017. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif. Penelitian ini merupakan penelitian Quasi Eksperimental (Eksperimen Semu) dengan rancangan

Randomized Pretest and Postest Control Group Design. Pada desain ini sampel dipilih secara acak

dengan teknik pengambilan sampel simple random sampling, kemudian dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu kelompok perlakuan (eksperimen) maupun kelompok control. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa hasil uji statistic saat pre test didapatkan nilai p= 0.154 (p > 0.05) yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan rata-rata kadar glukosa darah responden antara kelompok intervensi dengan kelompok control. Sedangkan pada post test nilai P= 0.002 (p < 0.05) yang menunjukkan terjadi perubahan yang signifikan rata-rata kadar glukosa darah responden setelah pelaksanaan intervensi pada kedua kelompok penelitian.

Kata Kunci : Diabetes Self Management Education (Dsme), Terhadap Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Type II

PENDAHULUAN

Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (PERKENI 2011).

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2011 menunjukkan jumlah penderita Diabetes Melitus di dunia sekitar 200 juta jiwa dan diprediksikan akan meningkat dua kali, 366 juta jiwa tahun 2030 (WHO, 2011). Berdasarkan problem data Internasional Diabetes Federation (IDF) tingkat prevelensi global penderita DM pada tahun 2012 sebesar 8,4% dari populasi penduduk dunia dan mengalami peningkatan 382 kasus pada tahun 2013. IDF memperkirakan pada tahun 2035 jumlah insiden DM akan mengalami peningkatan menjadi 55% (592 juta) diantara usia penderita DM 40-59 tahun (IDF, 2013).

Di Asia Tenggara terdapat 12,3 juta jiwa pada tahun 2011 diperkirakan meningkat menjadi hingga 19,4 juta jiwa pada tahun 2020 (WHO, 2011). Indonesia menempati peringkat pertama di Asia Tenggara, dengan Prevelensi penderita sebanyak 8,246,000 jiwa di tahun

2000 dan di proyeksi meningkat 2,5 kali lipat sebanyak 21,257,000 penderita pada tahun 2030 (WHO,2009).

Pada tahun 2013, proporsi penduduk Indonesia yang berusia > 15 tahun dengan DM adalah 6,9%. Prevelensi DM yang terdiagnosis dokter, tertinggi terdapat di DI Yogyakarta 2,6%, DKI Jakarta 2,5%, Sulawesi Utara 2,4% dan Kalimantan Timur 2,3%. Prevelensi DM yang terdiagnosis dokter atau berdasarkan gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah 3,7%, Sulawesi Utara 3,6%, Sulawesi Selatan 3,4% dan Nusa Tenggara Timur 3,3% (Kemenkes, 2013).

(2)

Sulawesi Selatan yaitu sebesar 41,56% (Dinkes Provinsi Sulawesi Selatan, 2012).

Peningkatan kasus DM juga terjadi di tingkat kabupaten/kota, khususnya kota Makassar. Diabetes Melitus menempati peringkat kelima dari sepuluh penyebab utama kematian di Makassar tahun 2007 dengan jumlah sebanyak 65 kasus. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Makassar, angka kejadian penyakit Diabetes Melitus pada tahun 2011 yaitu 5700 kasus. Pada tahun 2012 angka kejadian kasus DM meningkat menjadi 14.067 kasus, tahun 2013 menjadi 14.604 kasus dan semakin meningkat di tahun 2014 menjadi 21.452 kasus (Dinkes Kota Makassar, 2015). Di tahun 2015, diantara 10 jenis penyebab utama kematian di kota Makassar, Diabetes Melitus menduduki urutan ke-4 dimana terdapat 191 penduduk yang mati akibat penyakit tersebut. (P2PL Dinkes Kota Makassar).

Berdasarkan data yang didapatkan dari rekam medic Balai Besar Laboratorium Kesehatan Makassar pada tahun 2016, diperoleh data terdapat jumlah pasien yang melakukan pemeriksaan laboratorium sebanyak 46001 orang. Dari 2017 pasien yang periksa kadar gula darah terdapat 84 pasien yang mempunyai hasil pemeriksaan kadar gula darah diatas normal dan terdiagnosis menderita penyakit Diabetes Melitus setelah melakukan pemeriksaan kadar gula darah secara berkala dengan hasil kadar gula darah rata-rata diatas normal (Rekam Medis BBLK, 2017).

Terdapat dua tipe utama Diabetes Melitus yaitu Diabetes Melitus Tipe 1 (DMT1) dan Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2). DMT1 adalah penyakit autoimun dimana tubuh tidak dapat menghasilkan insulin dan lebih sering terjadi pada anak-anak dan remaja. Sedangkan Diabetes Melitus (DMT2) atau yang sering disebut dengan Non-Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) adalah gangguan metabolisme dimana produksi insulin ada tetapi jumlahnya tidak adekuat atau reseptor insulin tidak dapat berespon terhadap insulin. DMT2 atau DM Tipe 2 merupakan jenis DM yang jumlahnya meningkat secara signifikan di dunia. Angka insiden DM Tipe 2 berada pada angka tertinggi di Negara ekonomi berkembang. Resiko DM tipe 2 terus meningkat di seluruh dunia karena pertambahan penduduk, penuaan, urbanisasi dan meningkatnya prevelensi dari aktivitas fisik dan obesitas (Javanbakht, 2011).Di Indonesia khususnya dari seluruh populasi penderita DM kurang lebih 90% pasien mengalami DM Tipe 2 yaitu tidak tergantung insulin (Baynes, 2003).

Kriteria diagnosis dari DM menurut WHO (2006) adalah apabila kadar glukosa darah

puasa >7,0 mmol (126 mg/dl) atau glukosa darah 2 jam setelah puasa adalah >11,1 mmol (200 mg/dl). Diabetes Melitus dikarakteristikkan dengan peningkatan kadar glukosa di dalam darah, peningkatan kadar glukosa darah biasa disebabkan karena penurunan atau tidak adanya produksi insulin dalam pancreas yang mengontrol kadar gula darah melalui pengaturan dan penyimpanan glukosa.

Diabetes Melitus dapat menjadi serius dan menyebabkan kondisi kronik yang membahayakan apabila tidak diobati. Akibat dari Hiperglikemi dapat terjadi komplikasi metabolic akut seperti Ketoasidosis Diabetik (KAD) dan keadaan hiperglikemi dalam jangka waktu yang lama berkontribusi terhadap komplikasi kronik pada kardiovaskuler, ginjal, penyakit mata dan komplikasi neuropatik. Diabetes Melitus juga berhubungan dengan peningkatan kejadian penyakit makrovaskuler seperti stroke (Smeltzer dan Bare, 2008). Menurut WHO (2006), penderita diabetes beresiko mengalami kerusakan mikrovaskuler seperti retinopati, nefropati dan neuropati. Hal ini akan mengakibatkan efek terhadap kualitas hidup pasien. Penurunan kualitas hidup mempunyai hubungan yang signifikan terhadap angka kesakitan dan kematian serta mempengaruhi usia harapan hidup pasien DM. Untuk Mencegah terjadinya komplikasi dari diabetes mellitus, maka diperlukan pengontrolan yang terapeutik dan teratur melalui perubahan gaya hidup pasien DM yang tepat, tegas dan permanen. Pengontrolan diabetes mellitus diantaranya adalah pembatasan diet, peningkatan aktivitas fisik, pengobatan yang tepat, control medis teratur dan pengontrolan metabolic secara teratur melalui pemeriksaan Laboratorium (Golien et al dalam Yusra,2011).

Pemeriksaan Laboratorium yang sering dilakukan pada penderita DM adalah pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaaan tersebut dapat dilakukan dengan spektrofotometer maupun glukometer. Adapun jenis-jenis pemeriksaan laboratorium untuk menentukan hasil glukosa darah, antara lain Glukosa darah sewaktu (GDS), Glukosa darah Puasa (GDP),Glukosa 2 jam PP,TTGO dan pendeteksian gula secara dini 3 bulan terakhir dengan HbA1C.

(3)

pentingnya pengendalian dan pemantauan DM, penyulit dan resikonya, intervensi farmakologis dan non farmakologis dan lain-lain.

Salah satu aspek yang memegang peranan penting dalam penatalaksanaan DM type 2 adalah edukasi. Edukasi kepada pasien DM tipe 2 penting dilakukan sebagai langkah awal pengendalian DM tipe 2. Edukasi diberikan kepada pasien DM dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan pasien sehingga pasien memiliki perilaku preventif dalam gaya hidupnya untuk menghindari komplikasi DM tipe 2 jangka panjang (Smelter & Bare, 2001). Salah satu bentuk edukasi yang umum digunakan dan terbukti efektif dalam memperbaiki hasil klinis dan kualitas hidup pasien DM tipe 2 adalah Diabetes Self Management Education (DSME) (McGowan, 2011).

Diabetes Self Management Education (DSME) merupakan komponen penting dalam perawatan pasien DM dan sangat diperlukan dalam upaya memperbaiki status kesehatan pasien. DSME merupakan suatu proses berkelanjutan yang dilakukan untuk memfasilitasi pengetahuan, keterampilan dan kemampuan pasien DM untuk melakukan perawatan mandiri (Funnel et,al,2008). DSME merupakan suatu proses memberikan pengetahuan kepada pasien mengenai aplikasi strategi perawatan diri secara mandiri untuk mengoptimalkan control metabolic, mencegah komplikasi dan memperbaiki kualitas hidup pasien DM (Sidani& Fan,2009).

Adapun tujuan umum DSME adalah mendukung pengambilan keputusan, perilaku, perawatan diri, pemecahan masalah dan kolaborasi aktif dengan tim kesehatan untuk memperbaiki hasil klinis, status kesehatan dan kualitas hidup (Funnell et.al. 2008).

Berbagai penelitian mengenai DSME telah dilakukan diantaranya. Penelitian yang dilakukan oleh McGowan (2001) mengenai the Efficacy of Diabetes Patient Education and Self-Management Education in Type 2

Diabetes. Hasil dari penelitian tersebut adalah

terdapat perubahan A1C dan berat badan pada kelompok intervensi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa DSME memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku dan hasil klinis pasien DM tipe 2.

Penelitian yang sama juga dilakukan Alvida Yuanita (2013) mengenai pengaruh DSME terhadap resiko terjadinya ulkus Diabetik pada pasien DM tipe 2, terbukti DSME memberikan pengaruh yang efektif karena bisa memperbaiki hasil klinis pasien sehingga resiko terjadinya ulkus Diabetik pada kelompok intervensi dapat berkurang.

Penelitian lain mengenai DSME juga dilakukan oleh kristanti (2016) menunjukkan bahwa DSME memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penurunan gula darah pasien DM dan meningkatkan pengetahuan managemen dirinya.

Berdasarkan data dan latar belakang diatas, serta dari hasil penelitian-penelitian yang dilakukan yang berkaitan dengan pengaruh edukasi terhadap pasien diabetes melitus, peneliti bermaksud meneliti pengaruh DSME terhadap kadar gula darah pasien DM tipe 2 di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Makassar tahun 2017.

BAHAN DAN METODE

Lokasi Populasi dan Sampel

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif, penelitian Quasi Eksperimental (Eksperimen Semu) dengan rancangan Randomized Pretest and Postest Control

Group Design Penelitian ini direncanakan di

Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) Makassar. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang melakukan pemeriksaan laboratorium kadar gula darah di Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) Makassar tercatat mulai bulan Mei - Juli 2017 sebanyak 79 orang dan jumlah sampel Sehingga jumlah yang memenuhi criteria yang ditentukan yaitu sebanyak 40 orang pasien yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok intervensi dan kelompok control, yang masing-masing diperoleh 20 orang.

Pengolahan Data 1. Editing

Editing adalah tahap pertama dalam melakukan pengolahan data yang dilakukan dengan menyunting data yang terkumpul dari lokasi penelitian di lapangan.

2. Coding

Coding data dilakukan dengan cara memberi tanda atau kode pada tehadap setiap data yang akan diinput, sehingga mempermudah pada saat analisis dan mempercepat entri data.

3. Entri

Entri Data adalah proses memasukkan data dalam computer dengan menggunakan perangkat lunak progam computer, yakni menggunakan program SPSS.

4. Cleaning

(4)

Analisis Data 1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran umum mengenai karakteristik pasien dan memperoleh pemaparan secara deskriptif. Variabel penelitian berupa variable independen (pemberian DSME) dan variable dependen (kadar gula darah) dengan menggunakan tabel distribusi frekuansi.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariatdilakukan untuk melihat apakah ada efek intervensi setelah melakukan pembelian diabetes Self Management Education (DSME) dengan cara membandingkan kadar gula darah

sebelum dan setelah dilakukan intervensi tersebut dengan menggunakan uji t bepasangan. Selain itu untuk melihat hubungan antara variabel independen dan dependennya dilakukan uji t tidak berpasangan.

HASIL PENELITIAN

1. Kadar Glukosa Berdasarkan Karakteristik Responden

Rata-rata kadar glukosa darah pada saat pre-test hingga post-test pada ke dua kelompok penelitian berdasarkan karakteristik responden dapaat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Distribusi rata-rata kadar glukosa darah responden berdasarkan karakteristik umum.

Karakteristik

Responden Pre Intervensi Kontrol

Test Post Test Beda Pre Test Post Test Beda

Umur

30-39 296,5 216,5 80 361 299 62

40-49 240,66 207,66 33 294 308,83 14,83

50-59 264,12 234,50 29,62 240 248,5 8,5

60-69 265,85 258,71 7,14 289,75 311 21,25

70-79 - - - 294 297,5 3,5

80-89 - - - 576 499 77

Jenis Kelamin

Laki-laki 273,3 239,6 33,7 315,33 307,88 7,45

Perempuan 255,6 234,7 20,9 287 300 13

Pendidikan Terakhir

SMP/Sederajat 335 304 31 200 253 53

SMA/Sederajat 279,44 260 19,44 335,1 322,1 13

S1 243,90 209,9 34 274,75 288 13,25

S2 - - - 247 301 54

Pekerjaan

Wiraswasta 257 242 15 293,7 292,4 1,3

PNS/TNI/POLRI 282,25 230,25 52 318,57 337 18,43

Karyawan swasta 314,5 293 21,5 346,33 320,33 26

Pensiunan 221 225 4 210,5 226,5 16

Tidak bekerja 241,5 174,5 67 221 200 21

Riwayat Penyakit

Ada riwayat 245,25 249,37 4,12 294,14 309 14,86

Tidak ada riwayat 27,25 229 48,25 302,84 301,15 1,69

(5)

2.Rata-rata Kadar Glukosa Darah

Rata-rata kadar glukosa darah pada penderita DM tipe 2 pada kedua kelompok penelitian disajikan dalam tabel berikut: Tabel 2. Gambaran rata-rata kadar glukosa darah pada penderita DM tipe 2 pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol .

Variabel Intervensi

Tabel 2.menunjukkan bahwa rata-rata kadar glukosa kelompok intervensi pada saat pre test adalah 264,45 mg/dl dengan standar deviasi 56,153 sedangkan paa saat post test menjadi 237,15 mg/dl dengan standar deviasi 50,811 yang berarti terjadi peningkatan sebesar 27,30. Sedangkan pada kelompok kontrol rata-rata kadar glukosa padasaat pretest adalah 299,80 mg/dl dengan standar deviasi 92,985 dan pada saat post test menjadi 303,95 mg/dldengan standar deviasi 74,622 yang berarti terjadi peningkatan sebesar 4,150. Perbandingan kadar glukosa pada kedua kelompok penelitian sebagai berikut:

3.Pengaruh Diabetes Self Management Education (DSME)

Pada tahap ini dilakukan analisis untuk mengetahui pengaruh DSME terhadap kadar glukosa darah baik itu sebelum dan setelah ddilakukan intervensi terhadap penderita DM tipe 2. Selain itu untuk melihat perbedaan antara kelompok yang diberi intervensi dan kelompok yang tidak diberi intervensi (kelompok kontrol) dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3. Distribusi rata-rata kadar glukosa darah penderita DM tipe 2 pada kelompok intervensi saat pre test dan post test.

Nilai peningkatan rata-rata kadar glukosa darah penderita DM 2 setelah dilakukan DSME. Hasil uji statisstik yang didapatkan p= 0,013

(p<0,05) yang artinya ada perbedaan yang signifikan rata-rata kadar glukosa darah sebelum dan setelah intervensi.

PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan eksperimen semu (Quasi

Experiment) dengan rancangan randomized

control group Pre Test Post Test Design pada

40 responden yang menderita diabetes Melitus tipe 2 sebagaimana telah terdiagnosis dan tercatat di buku rekam medic Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) Makassar selama 3 bulan yaitu Mei-Juli 2017. Pemilihan kelompok yang diberikan intervensi berupa Diabetes Self Management Education (DSME) dan pemberian leaflet DM dilakukan secara

simple randomsampling dengan cara diundi.

Waktu pelaksanaan penelitian ini kurang lebih 7 Minggu yaitu dimulai pada tanggal 12 Agustus sampai 30 September 2017 dengan jarak antara pelaksanaan pre test dan post test selama sekitar 7 Minggu. Hal ini sesuai dengan Transtheoritical Theory Model (TTM) yang dikemukakan oleh Prochasca yang menyatakan bahwa untuk mengukur perubahan yang masih dalam tahap persiapan (orang berniat mengambil tindakan dalam waktu dekat yang dalam hal ini bisa diartikan sebagai sikap) diperlukan waktu 1 bulan (Kholid, 2012).

Hasil analisis data yang dilakukan pada 40 responden pada ke dua kelompok penelitian tersebut yaitu kelompok intervensi dan kelompok control yang dipilih sebagai sampel diuraikan sebagai berikut:

1. Pengaruh Diabetes Self Management Education terhadap kadar Gula Darah

Diabetes Self Management Education (DSME) merupakan suatu proses memberikan pengetahuan kepada pasien mengenai aplikasi strategi perawatan diri secara mandiri untuk mengoptimalkan control metabolic, mencegah komplikasi dan memperbaiki kualitas hidup pasien DM (Sidani & Fan, 2009)

(6)

intervensi, namun jika dibandingkan pada kelompok kontrol hasil yang didapatkan adalah selisih antara pre test dan post testnya yaitu sebesar 4,150 mg/dl dengan p=0,601 (p>0,05)yang artinya tidak ada perbedaan yang signifikan pada saat pretest hingga post test.

Jadi dapat dikatakan bahwa penelitian ini menunjukkan intervensi DSME dan pemberian leaflet DM mampu menahan laju kenaikan kadar glukosa pada penderita DM 2, hal ini dibuktikan bahwa jika dibandingkan selisih kenaikan glukosa darah terjadi perubahan yang signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Kristanti (2016) yang menunjukkan bahwa DSME memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penurunan gula darah pasien DM. Hal tersebut bisa didapatkan dari hasil proses edukasi. Saat pelaksanaan edukasi berlangsung responden diberikan pemahaman mengenai penyakitnya sehingga dapat menyadari kondisi diri dengan penyakit yang diderita, yang kemudian diajak untuk mengelola penyakitnya dan selanjutnya merencanakan tindakan apa saja yangdilakukan dalam mengelola penyakitnya. Pada akhirnya edukasi ini membuat responden dapat menerima penyakitnya dan lebih bijaksana dalam menjalani penyakitnya sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya dan dapat meminimalkan terjadinya komplikasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Sourav (2010) di India yang menilai pengaruh edukasi pasien terhadap management penyakit yang berdampak pada kualitas hidup pasien DM tipe 2. Hasil penelitian ini menemukan bahwa nilai control Glukosa Plasma Puasa (GPP) dan Tingkat Glukosa Postprandial Plasma (PPG) berkurang secara signifikan 180 ± 2,597 (p<0,05) dan 194 ±2,596 (p<0,01) masing-masing setelah 45 hari pasien diberi Edukasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian edukasi mengenai pengelolaan penyakit dan modivikasi gaya hidup pasien efektif diimplementasikan dan pengaruh terhadap kualitas hidup pasien DM sehingga meningkatkan angka harapan hidup pasien DM.

Mahant (2013) dalam

penelitiannya di India juga menunjukkan peningkatan kualitas hidup pasien meningkat setelah mendapatkan edukasi oleh petugas kesehatan yang terlihat dalam hal pemantauan glukosa daraah secara rutin. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p <

0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa Edukasi dapat memberikan efek jangka panjang berupa control metabolic management perawatan diri bagi pasien DM.

Dalam mengontrol glukosa darah pasien agar tetap stabil dan tidak mengalami komplikasi perlunya kesadaran bagi setiap penderita DM untuk meningkatkan kualitas hidupnya, Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, selain edukasi yang telah dijelaskan, perubahan gaya hidup juga sangat penting untuk dilakukan seperti diet DM, hindari stres, dan melakukan aktivitas fisik yang rutin misalnya senam untuk diabetes. Dalam hasil penelitian Mona (2012) menyatakan bahwa ada hubungan frekuensi pemberian konseling gizi dengan kepatuhan diet penderita DM tipe 2. Hal ini sama juga dalam hasil penelitian Octa (2011) bahwa konseling gizi yang rutin dan modivikasi gaya hidup memperbaiki kadar glukosa darah, hal ini serupa pada hasil penelitian Ni Komang (2009) menyatakan bahwa aktivitas fisik yang rendah memiliki resiko DM tipe 2, 3 kali lebih besar dibandingkan dengan aktivitas fisik yang tinggi.

2. Perbandingan kadar glukosa antara kelompok intervensi dan kelompok control.

Dalam Penatalaksanaan DM dikenal 4 pilar utama pengelolaan antara lain : edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan intervensi farmakologi. Ketidakpatuhan pasien terhadap cara pengelolaan penyakitnya merupakan salah satu kendala pada pelayanan diabetes, edukasi DM merupakan komponen utama keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Edukasi merupakan pilar terpenting untuk keberhasilan pengelolaan DM mencapai kadar glukosa sasaran yang dianjurkan dan pada gilirannya bertujuan untuk mencegah komplikasi kronik DM pada berbagai organ tubuh. Edukasi DM tersebut dapat dalam bentuk Diabetes Self Management

Education (DSME) seperti dalam penelitian

yang telah dilakukan.

(7)

terjadi karena kecilnya angka perbedaan yang ditunjukkan dari kadar glukosa darah pasien DM tipe 2 baik pada kelompok intervensi maupun kelompok control karena pada kedua kelompok tersebut sama-sama mengalami peningkatan kadar glukosa darah, tetapi jika dilihat secara seksama kelompok intervensi kenaikannya lebih kecil daripada kelompok control sehingga dapat dikatakan intervensi yang dilakukan berupa DSME dan pemberian leafleat DM dapat berpengaruh terhadap kadar glukosa darah.

KESIMPULAN

Tidak ada perbedaan signifikan rata-rata kadar glukosa darah responden antara kelompok intervensi dengan kelompok control. Sedangkan pada post test nilai P= 0.002 (p < 0.05) yang menunjukkan terjadi perubahan yang signifikan rata-rata kadar glukosa darah responden setelah pelaksanaan intervensi pada kedua kelompok penelitian.

SARAN

Dalam penelitian ini keluarga dengan penderita DM tipe 2 tidak diiukutsertakan dalam pemberian DSME , dimana dukungan keluarga merupakan hal penting dalam penurunan kadar glukosa darah.

DAFTAR PUSTAKA

AanSutandi (2012), Self Management Education (DSME) sebagai metode alternative dalam perawatan mandiri pasien Diabetes Melitus di dalam keluarga.

Balai Besar Laboratorium Kesehatan (2016), Profil. www.bblkmakassar.com

Depkes RI (2008), Pedoman Tekhnis penemuan dan tatalaksana penyakit Diabetes Melitus. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular.

Ihsan (2010), Laboratorium Kesehatan :Glukosa Darah.

Kholid,A (2012), Promosi Kesehatan: Dengan Pendekatan Teori Perilaku, Media dan Aplikasinya untuk Mahasiswa dan Praktisi Kesehatan. Jilid I .Jakarta: rajawali Press.

Lemone& Burke (2008), Medical Surgical Nursing : Critical Thingking in Client Care (4 thed). New Jersey : Person Prentice Hall.

LaurentiaMihardja (2009), Faktor yang berhubungan dengan pengendalian gula darah pada penderita Diabetes Mellitus di perkotaan Indonesia, RasearchArticle , volume 59 Nomor 9.

MonaEva, BiufanaS& AstutiRahayu (2012), Hubungan Frekuensi Pemberian konsultasi Gizi dengan Kepatuhan Diet Serta Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan di Rumah Sakit Tugurejo Semarang. Jurnal Gizi Universitas Muhammadiyah Semarang, November 2012, Vol.1 No.1.

Ni Komang (2009), Hubungan antara Aktivitas Fisik dan kejadian Diabetes Melitus (DM) tipe 2. Jurnal Skala Husada Volume 6 No.1 2009: 59-64.

NurHikmah B (2015), Pengaruh Konseling Home Care terhadap Kualitas Hidup penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Talise kota Palu. Tesis Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. PERKENI (2006), Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta. PERKENI (2011), Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.

Schteingart (2006), Pankreas : Metabolisme Glukosa dan Diabetes Melitus dalam Sylvia & Lorraine. Patofisiologis: Konsep Klinis Proses Penyakit(hal 1114-1119). Jakarta: EGC.

Smeltzer& Bare (2008), Social Support Survay.Social Science and Medicine. 32 (6) 705-706.

Soegondo (2006), Farmakoterapi pada Pengendalian Glikemia Diabetes Melitus Tipe 2.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

St.Nurliya (2013), Pengaruh Konseling Gizi dan Gaya Hidup terhadap Kadar Glukosa Darah dan indeks Massa Tubuh (IMT) pada penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Minasa Upa Kota Makassar.Tesis Fakultas Kesehatan Masyarakat bagian Epidemiologi Universitas Hasanuddin.

Gambar

Tabel 1. Distribusi rata-rata kadar glukosa darah responden berdasarkan karakteristik umum

Referensi

Dokumen terkait

yaitu mengenai bentuk perlindungan dari orang tua terhadap anak. yang mengalami kekerasan dan mengenai kewajiban orang

Prosedur kerja bagi pegawai di UPTD Pendidikan Kecamatan Tuntang sudah di tunjukan dengan adanya struktur organisasi, akan tetapi dalam pelaksanaan pekerjaan belum

Dengan ini, Pokja Pengadaan Barang, Jasa Konsultansi Dan Jasa Lainnya I pekerjaan tersebut di atas, mengundang penyedia barang/jasa untuk melaksanakan rapat klarifikasi dan

Atribut merupakan bagian penting yang harus diperhatikan oleh perusahaan karena jika kita mengelola atribut dengan baik hal tersebut dapat menarik perhatian dari konsumen yang

Dari awal sebelumnya sudah di sepakati bah- wa tarif ini bisa turun tetapi dengan perim- bangan subsidi silang, yang mana dalam hal ini yang mampu harus menanggung dari yang

Sesuai dengan pernyataan Suseno dan Riswan dalam Sofyan (1991) menyatakan bahwa banyaknya jumlah individu sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan yang sesuai

Warga desa Medali identik dengan warga pertanian yang me miliki pendidikan rendah hingga sedang dan juga skill yang rendah, warga desa Medali hanya mela kukan konflik yang

Sedangkan bagi responden yang menjadi peserta menyatakan bahwa kegiatan latihan keterampilan klinik dengan menggunakan metode PAL sangat membantu dalam