PENDAM
KAWA
BALAI PENGK
BADAN PENE
LAPORAN AKHI R
AMPI NGAN PENGEMBANG
WASAN KOMODI TAS CABA
DI BENGKULU
RUSWENDI
GKAJI AN TEKNOLOGI PERTANI AN BE
NELI TI AN DAN PENGEMBANGAN PER
2015
Kode Registrasi :
NGAN
BAI
LAPORAN AKHI R
PENDAMPI NGAN PENGEMBANGAN
KAWASAN KOMODI TAS CABAI
DI BENGKULU
Rusw endi
Eddy Makruf
Sri Suryani Rambe
Hertina Artanti
Waluyo
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. Berkat rahmat,
karunia dan hidayah-Nya, sehingga laporan akhir Kegiatan Diseminasi
Pendampingan Pengembangan Kawasan Komoditas Cabai di Bengkulu telah
dapat diselesaikan. Laporan ini dibuat sebagai salah satu pertanggungjawaban
terhadap hasil pelaksanaan diseminasi inovasi teknologi pada kegiatan
pendampingan pengembangan kawasan komoditas cabai di Provinsi Bengkulu,
sampai dengan akhir Tahun 2015. Kegiatan pendampingan dilakukan pada lima
lokasi pengembangan kawasan cabai, yaitu Kabupaten : Rejang Lebong, Kaur,
Kepahiang, Lebong dan Mukomuko.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam pelaksananaan kegiatan dan
penyusunan laporan ini masih banyak ditemui berbagai kendala dan kekurangan.
Kritik dan saran yang sifatnya membangun akan kami jadikan sumber perbaikan,
mudah-mudahan dapat memberi manfaat bagi kita semua.
Kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dan membantu
pelaksanaan kegiatan diseminasi pendampingan pengembangan kawasan
pertanian nasional tahun 2015 untuk komoditas cabai sampai selesai, diucapkan
terima kasih. Semoga kegiatan ini dapat memberikan manfaat bagi penerapan
dan peluang diseminasi dan implementasi inovasi teknologi dalam
pengembangan kawasan komoditas cabai di Bengkulu.
Bengkulu, Desember 2015 Penanggungjawab Kegiatan,
I r. Ruswendi, MP.
LEMBARAN PENGESAHAN
1. Judul RODHP : Pendampingan Pengembangan Kawasan
Komoditas Cabai di Bengkulu
2. Unit Kerja : Balai PengkajianTeknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu
3. Alamat Unit Kerja : Jln. I rian Km 6,5 PO Box 1010 Bengkulu 38001
4. Sumber Dana : Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP) Bogor
c.2. Fungsional : Penyuluh Pertanian Madya
7. Lokasi Kegiatan : Kabupaten: Rejang Lebong, Kepahiang, Lebong, Kaur dan Mukomuko
8. Agroekosistem : Lahan Kering Dataran Tinggi dan Dataran Rendah I klim Basah
9. Tahun Mulai : 2015
10. Tahun Selesai : 2017
11. Output Tahunan : Peningkatan produktivitas melalui kegiatan pendampingan inovasi teknologi produksi pada kawasan komoditas cabai merah
12. Output Akhir : Peningkatan produksi dan kualitas cabai merah pada kawasan agribisnis pengembangan komoditas cabai
13. Biaya : Rp. 86.557.500 (Delapan Puluh Enam Juta
Lima Ratus Lima Puluh Tujuh Ribu Lima Ratus Rupiah)
Koordinator Program, Penanggung Jawab Kegiatan,
Dr. Wahyu Wibawa, MP I r. Ruswendi, MP
NI P.19690427 199803 1 001 NI P.19610320 198903 1 003
Mengetahui;
Kepala BBP2TP, Kepala BPTP Bengkulu,
DAFTAR I SI
3.1. Waktu dan Lokasi Kegiatan ... 8
3.2. Pendekatan Kegiatan ... 8
3.3. Ruang Lingkup Kegiatan ... 8
3.4. Tahapan Kegiatan ... 9
3.5. Parameter ... 11
3.6. Pengolahan Data dan Metode Analisis ... 11
I V. HASI L DAN PEMBAHASAN ... 12
4.1. Koordinasi Pelaksanaan Kegiatan dan Sinergi Program ... 12
4.2. Bentuk Pendampingan... 14
4.3. Diseminasi I novasi Pendampingan ... 18
V. KESI MPULAN DAN SARAN ... 23
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Lokasi program pengembangan kawasan hortikultura komoditas cabai di Provinsi Bengkulu dan sinergi pendampingan oleh BPTP
Bengkulu Tahun 2015 ... 13
2. Paket teknologi unit percontohan pertanaman cabai diluar musim mendukung program gerakan tanam cabai musin kemarau (GTCK) .. 17
3. Perbaikan pengetahuan petani cabai terhadap komponen teknologi pupuk organik, bibit dan sistim tanam melalui pendampingan pengembangan kawasan komoditas cabai ... 20
4. Daftar Risiko ... 27
5. Daftar Penangan Risiko ... 27
6. Jadwal Kegiatan Kerja ... 28
7. Rencana Anggaran Belanja Kegiatan ... 29
8. Realisasi Anggaran ... 30
DAFTAR LAMPI RAN
Halaman 1. Melakukan koordinasi dan hunting lokasi dengan pihak terkait dalam
rangka menggali informasi perkembangan komoditas cabai serta program daerah untuk sinergi pelaksanaan kegiatan pendampingan pengembangan kawasan komoditas cabai Tahub 2015 di Kabupaten Rejang Lebong ... 33
2. Melakukan sosialisasi pada petani dan petugas di wilayah sentra pengembangan cabai di Kecamatan Selupu Rejang dalam rangka menyampaikan rencana pelaksanaan penggalian teknologi eksisting 33
3. Melakukan kegiatan pendampingan inovasi pengembangan kawasan komoditas cabai Tahun 2015 dengan tahapan kegiatan pengenalan proses pengolahan pupuk organik/ kompos dan persiapan lahan percontohan teknologi produksi komoditas cabai merah di Desa Karang Jaya, Kabupaten Rejang Lebong ... 34
4. Melakukan tahapan kegiatan pembibitan cabai dan pemasangian mulsa plastik hitam perak (MPHP) pelaksanaan kegiatan pendampingan pengembangan kawasan komoditas cabai Tahun 2015 di Kabupaten Rejang Lebong ... 34
5. Melakukan tahapan kegiatan penanaman cabai dan pemeliharaan tanaman kegiatan kegiatan pengembangan cabai di Kecamatan Selupu Rejang dalam rangka menyampaikan rencana pelaksanaan penggalian teknologi eksisting ... 35
6. Melakukan kegiatan pendampingan inovasi pengembangan kawasan komoditas cabai lamgsung dilapangan melalui diskusi antara petani, petugas lapang dan pendamping dari BPTP membahas berbagai kendala dan rencana tindak, diikuti diskusi antara Kepala BPTP Bengkulu dengan kooperataor percontohan membahas perkembangan tahapan pelaksanaan percontohan teknologi produksi komoditas cabai merah di Desa Karang Jaya, Kabupaten Rejang Lebong ... 35
7. Melakukan pemeliharaan tanam cabai diluuar musim (GTCK) melalui penyiraman tanaman akibat gangguan kemarau yang ekstrim untuk menghindari kekeringan pada tanaman cabai kegiatan percontohan usahatani pendampingan pengembangan kawasan komoditas cabai Tahun 2015 di Kabupaten Rejang Lebong ... 36
8. Melakukan kegiatan pertemuan dan pendampingan dengan petani cabai di wilayah sentra pengembangan cabai desa Mangkurajo Kecamatan Tes dan kondisi lahan usahatani pada kawasan sentra cabai di Kabupaten Lebong... 36
9. Melakukan kegiatan pendampingan pada petani cabai di w ilayah sentra pengembangan cabai desa Bumi Mulya Kecamatan Penarik dan Desa Rawa Mulya Kecamatan XI V Koto Kabupaten Mukomuko. 37
dan kegiatan pertemuan pendampingan dengan petani cabai di wilayah sentra pengembangan cabai desa Tangsi Duren Kecamatan Kabawetan Kabupaten Kepahiang... 37
11. Melakukan kegiatan pendampingan dan sinergi program dengan petani cabai di wilayah sentra pengembangan cabai Kabupaten Rejang lebong dan persiapan pendampingan usahatani menggunakan Reishelter di Kabupaten Mukomuko... 38
RI NGKASAN
1. Judul : Pendampingan Pengembangan Kawasan Komoditas Cabai di Bengkulu
2. Unit Kerja : Balai PengkajianTeknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu
3. Tujuan : 1. Meningkatkan produktivitas melalui kegiatan percontohan teknologi produksi cabai merah
2. Meningkatkan pengetahuan petani melalui pendampingan dan penyebaran inovasi teknologi produksi cabai merah
3. Meningkatkan kinerja kelembagaan petani cabai melalui pembinaan kelompok
4. Keluaran/ Output : 1. Peningkatan produktivitas melalui kegiatan percontohan teknologi produksi cabai merah
2. Peningkatan pengetahuan petani melalui pendampingan dan penyebaran inovasi teknologi produksi cabai merah
3. Peningkatan kinerja kelembagaan tani cabai melalui pembinaan kelompok
6. Capaian : Diseminasi hasil pendampingan pengembangan kawasan komoditas cabai memberikan gambaran dan dampak dalam pelaksanaan kegiatan dan dukungan pemerintah daerah sebagai pengambil kebijakan, sekaligus dapat mensinergikan program terkait di daerah dalam pengembangan kawasan, permasalahan dan rencana tindak. Terjadi perbaikan: produksi cabai merah sampai panen ke 2 untuk VUB (Kencana) mecapai 130 g/ batang dibanding varietas biasa (Lokal) hanya 120 g/ batang; tingkat pengetahuan petani terhadap komponen teknologi: Pupuk organik kompos; Bibit; dan Sistim tanam sebesar 39,05% ; 29,36% dan 23,53% ; serta peningkatan kinerja kelembagaan terhadap aktifitas pertemuan kelompok; dimana sebelumnya frekuensi rata-rata 3 bulan menjadi 1 bulan sekali; anggota hadir rata-rata 10 – 15 orang menjadi 20 – 30 orang/ pertemuan; dan topik bahasan terfokus pada 1 topik menjadi 2 - 3 topik (dari 1 bahasan menjadi 1 – 3 bahasan teknologi). Disamping itu juaga terjadi peningkatan kompetensi penyuluh dan petugas lapang, terhadap peningkatan intensitas kunjungan petugas pada petani dari rata-rata 0,82 kali menjadi 2,09 kali setiap bulannya
7. Manfaat : Dapat meningkatkan produktivitas tanaman dan pengetahuan petani, pengembangan usahatani serta pendapatan petani pada kawasan pengembangan komoditas cabai di Bengkulu.
8. Dampak : Diseminasi hasil pendampingan akan berdampak pada; • Peluang peningkatan produktivitas dan
pengembangan usahatani cabai merah di Bengkulu • Peluang peningkatan pengetahuan dan pendapatan
usahatani pada kawasan komoditas cabai merah • Peluang peningkatan kinerja kelembagaan agribisnis
hortikultura komoditas cabai merah di Bengkulu
9. Jangka Waktu : Satu Tahun
SUMMARY
1. Title : Development Area of Chili Commodities Assistance in Bengkulu
2. I mplementing Unit : Assessment I nstitute for Agricultural Technology of Bengkulu
3. Objectives : 1. I mprove productivity through the pilot activity production technology of red chili.
1. I mprove the farmer knowledge through assistance and dissemination innovation technology of chili production.
2. I mprove the institutional performance chili farming grup through group coaching
4. Output : 1. Enhancement productivity through the pilot activity production technology of red chili
2. Enhancement farmer knowledge through assistance and dissemination innovation technology of chili production.
3. Enhancement the institutional performance chili farming grup through group coachingProcedure.
6. Achievement : Dissemination of the results of regional development assistance chili commodities provide an overview and impact in the implementation and support of local government as policy makers, as well as to synergize related programs in the region in the development of the region, issues and action plans. I mprovements: red chili production until harvest to 2 to VUB (Kencana) mecapai 130 g/ trunk than ordinary varieties (Local) only 120 g/ rod; the level of knowledge of farmers on the technology components: Organic manure compost; Seeds; and cropping systems by 39.05% ; 29.36% and 23.53% ; as well as the improvement of institutional performance against the activities of a group meeting; where previously the average frequency of 3 months to 1 month; members were present on average 10-15 people be 20-30 people/ meetings; and the discussion topics focused on one topic became 2-3 topics (from 1 discussion became 1-3 discussion of technology). Besides, increased competence of extension and field officers, to increase the intensity of officers visit farmers an average of 0.82 times to 2.09 times per month.
7. Benefit : I mprove the productivity and farmer knowledgement, farming development and farmers income in the development area chili commodities in Bengkulu.
8. I mpact : This assessment will have an impact on;
1. The potential of increasing the productivity and development farming red chili in Bengkulu
2. The potential of increasing knowledge and farming income in red chili commodity area
3. The growth agribussiness horticulture institution red chili commodity in Bengkulu
9. Duration : 3 (three) years
86.557.500,-I . PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pendekatan pembangunan pertanian di Provinsi Bengkulu dilakukan melalui
pengembangan agribisnis dan agroindustri, dimana sektor pertanian merupakan salah
satu prioritas kebijakan dalam swasembada berkelanjutan melalui diversifikasi dan
peningkatan produktivitas usahatani. Hal ini menuntut adanya pengembangan
teknologi pertanian secara terpadu dan terencana, guna mendapatkan nilai tambah
setiap produk/ komoditi pertanian. Selain itu, sektor pertanian juga sebagai salah satu
sektor penyedia lapangan kerja terbesar yaitu lebih dari 40% kesempatan kerja
masyarakat berasal dari sektor pertanian (Syafa’at et al., 2003). Termasuk komoditas
cabai yang merupakan salah satu dari 7 (tujuh) komoditas pangan strategis nasional,
yaitu; padi, jagung, kedelai, daging sapi, gula, cabai dan bawang merah (Permentan
Momor: 131 Tahun 2014).
Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis tanaman
sayuran bernilai ekonomi tinggi dan termasuk ke dalam kategori komoditas
hortikultura utama, selain bawang merah, kentang, tomat, mentimun, dan kubis.
Komoditas cabai ini memiliki karakteristik yang unik, selain merupakan ikon nasional
juga sebagai pemicu inflasi, memiliki sebaran wilayah luas, potensi pasar cukup besar
di dalam maupun luar negeri, sehingga pengembangan komoditas ini memerlukan
dukungan pemerintah (Dirjen Hortikultura, 2013).
Provinsi Bengkulu merupakan salah satu daerah yang mempunyai potensi
dalam pengembangan komoditas hortikultura, termasuk cabai merah sebagai
komoditas pangan unggulan nasional yang pengembangannya tersentra di daerah
dataran tinggi Kabupaten Rejang Lebong dan Kepahiang. Tanaman cabai merah
mempunyai daya adaptasi cukup luas dari dataran tinggi sampai dataran rendah,
namun rerata produktivitas cabai merah relatif rendah yaitu hanya sekitar 5,61 t/ ha
(Kementerian Pertanian, 2011) bila dibandingkan dengan potensi hasil yang berkisar
antara 12–20 t/ ha (Soetiarso dan Setiawati, 2010).
Masih banyak kendala yang dihadapi pada peningkatan produksi cabai merah,
termasuk; kondisi iklim yang berubah-ubah, kelembaban, ketersediaan air, serangan
hama dan penyakit yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman tidak optimal serta
Beckerman (2004) pada umumnya penyakit tanaman, seperti cabai dapat
berkembang cepat pada kelembaban relatif tinggi.
Sehinga petani cabai merah umumnya akan memilih periode atau musim tanam
yang dianggap paling tepat untuk penanaman cabai, pemilihan musim tanam inilah
yang memicu terjadinya fluktuasi produksi cabai merah sepanjang tahun dan
seringkali tidak menguntungkan petani. Pada musim tertentu produksi cabai merah
melimpah harga cabai merah turun dan dilain waktu produksi sangat sedikit harga
cabai merah naik, hal ini tercermin pula pada pola produksi cabai merah di I ndonesia
yang tidak tetap sepanjang tahun. Luas tanam tertinggi terjadi pada Bulan Desember,
Januari dan Februari, sedangkan luas tanam terendah terjadi pada Bulan September
dan Oktober namun permintaan relatif stabil sepanjang tahun (Dirjen Hortikultura
2006). Sehingga diperlukan pola produksi cabai merah yang dapat menghasilkan
sepanjang tahun, sekaligus mendukung pendapatan petani cabai merah lebih stabil
dan terus-menerus.
Selain dari permintaan cabai merah yang relatif tetap sepanjang tahun, pada
beberapa tahun belakangan ini juga terdapat permintaan produk cabai merah yang
berkualitas, baik dari segi penampilan maupun aman untuk dikonsumsi. Dalam
rangka memenuhi permintaan produk cabai merah yang berkualitas, baik untuk
permintaan lokal maupun potensi untuk ekspor diperlukan kontinuitas produktivitas
cabai sepanjang tahun. Sehingga diperlukan dukungan teknologi produksi dan
pengembangan cabai merah yang sesuai dengan kondisi wilayah dan kebutuhan
petani.
Untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani serta
produktivitas cabai diperlukan suatu sistem pengembangan dan diseminasi yang
dapat mengimplementasikan inovasi teknologi langsung bagi pengguna, melalui
pendampingan dalam suatu wilayah kawasan komoditas terkait. Sehingga diperlukan
suatu upaya pendekatan sesuai sistem dengan arahan kebijakan yang berdasarkan
apresiasi atau kebutuhan masyarakat (bottom up), yaitu berupa pendekatan lansung
dalam bentuk pendampingan terhadap pengembangan kawasan komoditas
(Kementerian Pertanian, 2014) maupun suatu kebijakan dalam peningkatan
produktivitas dan pengembangan pada suatu kawasan sentra produksi. Dimana
keberhasilannya tentu perlu pendampingan dan dukungan inovasi, serta dalam
Pendampingan merupakan salah satu kegiatan diseminasi teknologi dan
informasi yang dihasilkan oleh Balitbangtan melalui Balai-balai penelitian komoditas
maupun secara spesifik lokasi oleh BPTP di daerah-daerah. Diseminasi merupakan
kegiatan yang ditujukan untuk menyampaikan teknologi dan informasi hasil penelitian
dan pengkajian (litkaji) kepada pengguna, sehingga teknologi dan informasi hasil
litkaji dapat dimanfaatkan dan diadopsi oleh pengguna yang dalam
penyelenggaraannya disesuaikan dengan kebutuhan, metode diseminasi dan media
komunikasi yang berlandaskan pada pertimbangan efektivitas dan efisiensi (cost
efective) untuk khalayak sasaran. Melalui pendampingan kegiatan pengembangan
kawasan agribisnis hortikultura diharapkan minimal dapat menggunakan 25% inovasi
teknologi Balitbangtan (Hendayanaet al., 2009).
Kebijakan pendampingan pengembangan kawasan pertanian nasional,
merupakan suatu wujud peningkatan produksi pangan nasional dan pendapatan
petani melalui implementasi inovasi dan transfer teknologi dalam suatu model
diversifikasi usahatani secara terpadu. Termasuk pendampingan pengembangan
komoditas cabai yang merupakan salah satu pangan unggulan nasional, diharapkan
mampu mengoptimalkan penggunaan sumberdaya pertanian dan mewujudkan
pemerataan pendapatan maupun pertumbuhan ekonomi di daerah.
Hal ini sangat memberi peluang pada petani cabai untuk mengembangkan
usaha dan meningkatkan pengetahuan maupun keterampilan, guna menjamin
kualiltas dan kuantitas hasil tanaman cabai diwilayah sentra produksi, perluasan
jangkauan penggunaan teknologi dan percepatan penyebaran atau diseminasi inovasi
pada pengguna melalui berbagai pembinaan dan pendampingan pengembangan
berwawasan agribisnis. Baik itu aspek perbaikan teknologi prapanen, pascapanen,
pemberdayaan petani, penguatan kelembagaan serta mendorong terjadinya
kemitraan. Sehingga perlu dukungan dalam pengembangannya, yaitu melalui
pendampingan pengembangan kawasan produksi dan introduksi inovasi teknologi
sesuai kondisi wilayah. Adanya sinergisme serta kebijakan dukungan program daerah
dalam mewujudkan pengembangan komoditas cabai merah, melalui penguatan
inovasi (teknologi, diseminasi dan kelembagaan) usahataninya.
Untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani, maka
diperlukan suatu sistem penyuluhan yang dapat menginformasikan inovasi teknologi
langsung di lapangan antara perakit dan pengguna teknologi, yaitu melalui
sumber pendapatan, juga dapat meningkatkan efisiensi usahatani melalui aplikasi
inovasi spesifik lokasi (Kementerian Pertanian, 2014). Disamping itu tentunya
teknologi dikembangkan harus bisa diadaptasikan pada kondisi lingkungan sosial
budaya, lingkungan sosial ekonomi, biofisik dan memiliki dukungan ketersediaan
tenaga kerja. Sekaligus juga merupakan media diseminasi dalam mempercepat
proses transfer dan adopsi teknologi pertanian yang bertujuan untuk
mempertemukan petani dengan penelit i, penyuluh, petugas pelayanan melalui
penggunaan berbagai saluran diseminasi baik itu berupa percontohan, pertemuan,
diskusi, media elektronik dan media cetak maupun implementasi langsung oleh
pengguna.
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Akhir
1. Meningkatkan produksi dan kualitas cabai merah di Bengkulu
2. Meningkatkan pendapatan petani cabai merah di Bengkulu
3. Penguatan kelembagaan agribisnis cabai merah di Bengkulu
1.2.2. Tujuan Tahun 2015
1. Meningkatkan produktivitas melalui kegiatan percontohan teknologi produksi
cabai merah
2. Meningkatkan pengetahuan petani melalui pendampingan dan penyebaran
inovasi teknologi produksi cabai merah
3. Meningkatkan kinerja kelembagaan petani cabai melalui pembinaan kelompok
1.2.3. Tujuan Tahun 2016
1. Meningkatkan keterampilan petani melalui pelatihan dan penerapan inovasi
teknologi cabai merah
2. Mendiseminasikan inovasi teknologi produksi cabai merah sesuai kondisi wilayah
melalui temu lapang dan penyebaran bahan informasi
3. Meningkatkan peranan petugas lapang dalam penumbuhan kelembagaan melalui
pertemuan dan pembinaan lapang
1.2.4. Tujuan Tahun 2017
1. Meningkatkan produksi dan kualitas cabai merah pada kawasan pengembangan
2. Mengatasi permasalahan dalam usahatani cabai di Bengkulu melalui percontohan
diluar musim dan ramah lingkungan
3. Menumbuhkan simpul-simpul penunjang agribisnis komoditas cabai di Bengkulu
1.3. Keluaran
1.3.1. Keluaran Akhir
1. Peningkatan produksi dan kualitas komoditas cabai merah di Bengkulu
2. Peningkatan pendapatan petani komoditas cabai merah di Bengkulu
3. Penguatan kelembagaan agribisnis komoditas cabai merah di Bengkulu
1.3.2. Keluaran Tahun 2015
1. Peningkatan produktivitas melalui kegiatan percontohan teknologi produksi cabai
merah
2. Peningkatan pengetahuan petani melalui pendampingan dan penyebaran inovasi
teknologi produksi cabai merah
3. Peningkatan kinerja kelembagaan tani cabai melalui pembinaan kelompok
1.3.3. Keluaran Tahun 2016
1. Peningkatan keterampilan petani melalui pelatihan dan penerapan inovasi
teknologi cabai merah
2. Terdiseminasikannya inovasi teknologi produksi cabai merah sesuai kondisi
wilayah melalui temu lapang dan penyebaran bahan informasi
3. Peningkatan peranan petugas lapang dalam penumbuhan kelembagaan melalui
pertemuan dan pembinaan lapang
1.3.4. Keluaran Tahun 2017
1. Peningkatan produksi dan kualitas cabai merah pada kawasan pengembangan
komoditas cabai
2. Teratasinya permasalahan dalam usahatani cabai di Bengkulu melalui
percontohan diluar musim dan ramah lingkungan
I I . TI NJAUAN PUSTAKA
Bidang pertanian harus menyesuaikan perkembangan lingkungan strategis yang
terjadi secara global melalui peningkatan kemampuan petani. Teknologi hasil
penelitian dan pengkajian tidak bermanfaat jika tidak sampai, tidak diterima atau
tidak diadopsi oleh petani. I mplementasi teknologi hasil penelitian akan memberikan
manfaat, jika proses adopsi berjalan secara informatif, aplikatif dan efektif bagi
usahataninya. Untuk itu BPTP memerlukan suatu sistem diseminasi atau penyebaran
informasi dan alih teknologi yang efektif dan efisien agar khalayak pengguna dapat
memperoleh informasi maupun teknologi yang dibutuhkan dengan mudah dan relatif
cepat (Fawzia, 2002).
Kebijakan pendampingan pengembangan kawasan pertanian nasional,
merupakan suatu wujud peningkatan produksi pangan nasional dan pendapatan
petani melalui implementasi inovasi dan transfer teknologi dalam suatu model
diversifikasi usahatani secara terpadu. Termasuk pendampingan pengembangan
komoditas cabai yang merupakan salah satu pangan unggulan nasional dan
diharapkan mampu mengoptimalkan penggunaan sumberdaya pertanian,
mewujudkan pemerataan pendapatan maupun pertumbuhan ekonomi di daerah
(Kementerian Pertanian, 2014).
Umumnya tanaman cabai merah ini tersentra di daerah dataran tinggi, namun
saat sekarang pengembangan kawasan cabai tidak hanya didataran tinggi namun
juga sudah dikembangkan di dataran rendah. Akan tetapi dalam peningkatan
produktivitasnya terkendala pada kondisi iklim yang berubah-ubah, sekaligus juga
memicu serangan hama dan penyakit yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman
tidak optimal serta menurunkan kualitas maupun kuantitas cabai merah yang
diproduksi. Hal ini menuntut adanya pengembangan teknologi pertanian secara
terpadu dan terencana, guna mendapatkan nilai tambah setiap produk komoditi
pertanian. Seperti halnya memanfaatkan teknologi produksi cabai merah di bawah
naungan atau mulsa, diharapkan masalah rendahnya hasil dengan kualitas yang
rendah serta fluktuasi produksi cabai merah sepanjang tahun dapat teratasi. Hasil
beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan mulsa plastik hitam perak
meningkatkan hasil beberapa tanaman sayuran seperti cabai merah (Fahrurrozi, et
Keputusan petani untuk menerima atau menolak teknologi baru bukan tindakan
sekali jadi, melainkan merupakan proses yang terdiri dari serangkaian tindakan dalam
jangka waktu tertentu. Karena itulah maka adopsi suatu inovasi teknologi
berlangsung secara bertahap dan berdasarkan konsep tersebut, maka model
percepatan adopsi akan terbangun oleh peubah-peubah yang berhubungan dengan
proses menarik perhatian, menumbuhkan minat, membangkitkan hasrat sehingga
akhirnya memutuskan untuk menerapkan inovasi. Menurut Tjiptopranoto (2000)
dalam penerapan teknologi yang akan dikembangkan harus disesuaikan dengan
potensi sumberdaya setempat dengan biaya murah dan mudah untuk diterapkan,
akan tetapi dapat memberikan kenaikan hasil dengan cepat. Hal ini menjadi aspek
penting untuk keberlanjutan penerapan teknologi maupun sistem usahatani yang
dianjurkan dan dengan demikian diharapkan petani mampu mengadopsi dan
menerapkan teknologi dimaksud dalam usahataninya, sehingga pendapatan menjadi
meningkat.
Untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani serta
produktivitas cabai diperlukan suatu sistem pengembangan dan diseminasi yang
dapat mengimplementasikan inovasi teknologi langsung bagi pengguna, melalui
pendampingan dalam suatu wilayah kawasan komoditas terkait. Sehingga diperlukan
suatu upaya pendekatan sesuai sistem dengan arahan kebijakan yang berdasarkan
apresiasi atau kebutuhan masyarakat (bottom up), yaitu berupa pendekatan lansung
dalam bentuk pendampingan terhadap pengembangan kawasan komoditas
(Kementerian Pertanian, 2014) maupun suatu kebijakan dalam peningkatan
produktivitas dan pengembangan pada suatu kawasan sentra produksi. Dimana
keberhasilannya tentu perlu pendampingan dan dukungan inovasi, serta dalam
I I I . PROSEDUR PELAKSANAAN
3.1 Waktu dan Lokasi
Kegiatan diseminasi pendampingan pengembangan kawasan komoditas cabai
Tahun 2015 dilaksanakan selama 3 tahun, mulai Tahun 2015 sampai Tahun 2017
pada 5 (lima) wilayah kawasan pengembangan komoditas cabai, meliputi; 1)
Kabupaten Rejang Lebong, 2) Kabupaten Kepahiang, 3) Kabupaten Lebong, 4)
Kabupaten Kaur, dan 5) Kabupaten Mukomuko.
3.2. Pendekatan Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan pendampingan pengembangan kawasan komoditas cabai
dilaksanakan secara bertahap dengan menggunakan pendekatan; secara parisipatif,
pengembangan inovasi sesuai kondisi wilayah dan strategi diseminasi teknologi
memanfaatkan berbagai jalur komunikasi sesuai karakteristik melalui berbagai media
informasi secara simultan dan terkoordinasi.
3.3. Ruang Lingkup Kegiatan
Kegiatan pendampingan pengembangan kawasan cabai dilakukan berdasarkan
program pengembangan kawasan cabai Provinsi Bengkulu pada 5 (lima) wilayah
kawasan pengembangan komoditas cabai, meliputi; 1) Kabupaten Rejang Lebong, 2)
Kabupaten Kepahiang, 3) Kabupaten Lebong, 4) Kabupaten Kaur, dan 5) Kabupaten
Mukomuko. Untuk kegiatan percontohan dilaksanakan pada lahan petani secara
partisipatif, yaitu; di Kabupaten Rejang Lebong seluas 0,2 ha untuk 2 kooperator dan
Kabupaten Kepahiang 0,1 ha untuk 1 kooperator. Bentuk pendampingan dilakukan
dalam bentuk pertemuan, pelatihan, narasumber, penyiapan dan penyebaran bahan
informasi sesuai kondisi.
Cakupan kegiatan dalam pelaksanaan pendampingan kawasan komoditas cabai,
meliputi:
1) koordinasi pelaksanaan dengan tim dan stakeholder terkait;
2) identifikasi potensi sumber daya pengembangan kawasan cabai dan kebutuhan
pengawalan teknologi;
3) penguatan SDM melalui sosialisasi, pelatihan, nara sumber dan penyebaran
media informasi;
4) pendampingan aspek teknis inovasi teknologi produksi sesuai kebutuhan, melalui
5) pendampingan kelembagaan tani melalui pembinaan kelompok, sinergisme dan
padupadan program pada kawasan pengembangan komoditas cabai.
3.4. Tahapan Kegiatan 3.4.1. Persiapan
• Desk study, pertemuan tim penyusunan dan penyempurnaan RODHP serta juklak, pengumpulan informasi awal tentang pengembangan kawasan cabai dan
potensi sumberdaya pendukung lainnya
Koordinasi internal dengan tim dan koordinasi eksternal dengan Dinas Pertanian,
BP4K dan pihak pengambil kebijakan lain untuk;
1. Mendiskusikan lokasi dan padupadan program dalam pendampingan
Kawasan cabai
2. Meyampaikan tujuan pendampingan yang dilakukan BPTP (Peningkatan;
penerapan/ adopsi inovasi, produksi/ produktivitas)
Hunting lokasi dan merumuskan rencanana pelaksanaan kegiatan berdasarkan
kondisi lapangan serta identifikasi inovasi yang akan didiseminasikan,
penyusunan daftar pertanyaan dan parameter pengukuran
3.4.2. Pelaksanaan
• I dentifikasi potensi sumberdaya pengembangan kawasan cabai dan kebutuhan pengembangan teknologi dilakukan melalui pengumpulan data sekunder dari
pihak terkait Dinas Pertanian Provinsi/ Kabupaten pendampingan, BP4K, Balai
Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K), Badan Pusat Statistik
dan lain-lain
• I dentifikasi teknologi eksisting dan kebutuhan pendampingan teknologi untuk petani dilaksanakan melalui pengallian pada dinas/ instansi terkait, pengurus
gabungan kelompok tani (gapoktan), kelompok tani (poktan), tokoh masyarakat
dan petugas lapang. Disamping itu juga dilaksanakan pertemuan terfokus untuk
mengetahui kondisi, inovasi dan pengembangan kawasan yang sudah
dilakukan, untuk penajaman dapat diikuti dengan pengisian kusioner dan daftar
pertanyaan terkait.
• Sosialisasi/ apresiasi hasil identifikasi kebutuhan pendampingan dilaksanakan untuk menyampaikan sasaran kegiatan, menyamakan persepsi, mendapat
umpan balik dengan instansi terkait dan untuk membagi peran/ distribusi kegiatan
petugas lapang, tokoh masyarakat, petani kooperator dan KTNA dalam
mendukung pelaksanaan kegiatan dan menumbuhkan minat pelaku terkait.
• Melakukan penguatan SDM melalui kegiatan pembinaan, pelatihan, bimbingan tekhnis, penyebaran bahan informasi menggunakan berbagai saluran
(stakeholder, swasta, gapoktan dan poktan), menggunakan berbagai media
diseminasi (elektronik; RRI / website/ pemutaran film dan tercetak; leaflet/
buku/ brosur/ peta singkap) serta bertindak sebagai narasumber dalam
pengembangan kawasan sesuai kebutuhan kegiatan dan sinergisme program
daerah di 5 Kabupaten pengembangan kawasan cabai (Rejang Lebong,
Kepahiang, Lebong, Kaur dan Mukomuko).
• I mplementasi pendampingan aspek teknis inovasi teknologi produksi sesuai kebutuhan, melalui display dan percontohan inovasi teknologi langsung dilahan
petani, terhadap inovasi komponen teknologi produksi komoditas cabai yang
berkaitan dengan permasalahan lapangan; bibit sesuai kondisi wilayah,
pengolahan tanam, dosis dan cara pemupukan, cara dan sistim tanam,
pengendalian hama penyakit pada tanaman cabai. Untuk penyebaran hasil
pendampingan melalui percontohan pengembangan inovasi akan didukung
dengan kegiatan temu lapang atau apresiasi inovasi teknologi produksi
berkembang kegiatan pendampingan sebagai penerjemahan dari pilihan terbaik
terhadap tindakan yang bertujuan meningkatkan pengetahuan, keterampilan,
dan pendapatan petani. Kegiatan yang dilakukan berupa : (a) inovasi teknologi
produksi, pengendalian OPT, panen dan pascapanen, (b) pemberdayaan
poktan/ gapoktan (pasar, permodalan, serta kemitraan).
• I mplementasi pendampingan kelembagaan melalui pembinaan dan pemberdayaan poktan/ gapoktan (pasar, permodalan, serta kemitraan),
sinergisme dan padupadan program pada kawasan pengembangan komoditas
cabai, untuk meningkatkan kinerja (fungsi dan peran) saluran diseminasi dalam
mempercepat transfer teknologi yang dilakukan secara berkala dan sesuai
kebutuhan lapangan maupun pengguna teknologi.
3.4.3. Pelaporan Kegiatan
Penyusunan laporan pelaksanaan kegiatan pendampingan dilakukan setiap
bulan (Laporan Bulanan), pada pertengahan tahun (Laporan Tengah Tahun) dan
dalam pelaksanaan pendampingan, dilakukan seminar terhadap hasil pelaksanaan
pendampingan
3.5. Parameter
1. Produktivitas tanaman cabai merah
2. Tingkat pengetahuan petani yang memahami inovasi budidaya teknologi
produksi dan pengendalian hama penyakit pada tanaman cabai merah.
3. Peningkatan aktivitas kelompok tani/ gapoktan usahatani cabai merah
3.6. Pengumpulan Data dan Metode Analisis
Data yang diambil tetrdiri dari data primer meliputi; karakteristik, timgkat
pengetahuan responden terhadap usahatani cabai. Data dikumpulkan melalui
wawancara, tatap muka dan pertemuan terfokus dengan menggunakan daftar
pertanyaan (kuesioner).
Diseminasi hasil kajian yang dikembangkan adalah untuk mengetahui tingkat
pengetahuan, penyebaran inovasi teknologi serta pendampingan dan pembinaan
kelembagaan tani cabai dengan mengumpulkan data terkait selama kegiatan. Data
terkumpul dianalisis menggunakan metode analisis secara deskriptif dengan
membandingkan hasil dicapai dengan hasil sebelumnya (before and after) atau
dengan hasil pembanding sekitarnya (with and without). Peningkatan hasil dianalisis
menggunakan rumus :
dimana : N = nilai hasil SP = skor didapat SM = skor maksimum
N = SP x 100%
I V. HASI L DAN PEMBAHASAN
Hasil pelaksanaan kegiatan diseminasi pendampingan pengembangan
kawasan komoditas cabai Provinsi Bengkulu dilaksanakan di 5 (lima) wilayah kawasan
pengembangan komoditas cabai Provinsi Bengkulu, meliputi; 1) Kabupaten Rejang
Lebong, 2) Kabupaten Kepahiang, 3) Kabupaten Lebong, 4) Kabupaten Kaur, dan 5)
Kabupaten Mukomuko, dilaksanakan sesuai dengan tahapan kegiatan lapangan yang
meliputi:
3.1. Koordinasi Pelaksanaan Kegiatan dan Sinergi Program
Kajian diseminasi pengembangan kawasan agribisnis hortikultura yang
dilaksanakan di wilayah Kabupaten Rejang Lebong, Kabupaten Kepahiang, Kabupaten
Kaur, Kabupaten Lebong, dan Kabupaten Mukomuko terfokus pada kegiatan
pendampingan inovasi teknologi pada kawasan pengembangan komoditas cabai.
Untuk itu dalam pelaksanaan kegiatan, telah dikoordinasikan dengan Pemerintah
Provinsi Bengkulu dan pemerintah wilayah kabupaten yang memiliki program
pengembangan kawasan komoditas cabai. Kondisi ini menggiring diseminasi kegiatan
pendampingan yang dilakukan dalam pelaksanaan dilapangan dapat bersinergi
dengan berbagai program terkait dan daerah yang dibutuhkan masyarakat dalam
pengembangan kawasan tanaman cabai. Hasil koordinasi mengambarkan pemerintah
daerah melalui dinas terkait memberikan apresiasi sangat baik dengan adanya
kegiatan pendampingan oleh BPTP Bengkulu, sehingga dapat mendorong pencapaian
pelaksanaan program hortikultura di Provinsi Bengkulu dalam pengembangan
usahatani dan produktivitas cabai yang sebagian besar terfokus pada usahatani cabai
merah.
Pada Tahun 2015 Provinsi Bengkulu yang memiliki ekosistem lahan kering
beriklim basah mendapatkan program pengembangan kawasan hortikultura
komoditas cabai yang tersebar pada 5 (lima) wilayah kabupaten, baik untuk dataran
tinggi maupun untuk dataran rendah. Untuk dataran tinggi meliputi w ilayah;
Kabupaten Rejang Lebong; Kabupaten Kepahiang; dan Kabupaten Lebong serta
untuk dataran rendah; Kabupaten Kaur dan Kabupaten Mukomuko. Program
pengembangan kawasan cabai Tahun 2015 merupakan program pusat (Dirjen
Tanaman Pangan) dengan luasan kawasan yang dikembangkan mencapai 163 ha
Hasil pengamatan lapangan dan koordinasi dengan pemerintah kabupaten
yang wilayahnya memiliki program pengembangan kawasan cabai, pelaksanaan
program pengembangan kawasan cabai tahun ini sedikit mengalami keterlambatan
akibat pengaruh anomali cuaca kemarau panjang dengan kondisi sangat panas dan
kekeringan. Hasil identifikasi dan verifikasi terhadap wilayah pengembangan kawasan
cabai yang tersebar di 5 Kabupaten pada tahun 2015, teridentifikasi pengembangan
kawasan berada pada 40 kecamatan di 106 desa/ kelurahan melibatkan 122 kelompok
dengan sasaran pertanaman seluas 175 ha (Tabel 1.).
Tabel 1. Lokasi program pengembangan kawasan hortikultura komoditas cabai di Provinsi Bengkulu dan sinergi pendampingan oleh BPTP Bengkulu Tahun 2015
No Kabupaten Lokasi Pendampingan Kawasan Cabai Keterangan Kecamatan Desa/ Kel Luas (ha) Poktan
1. Rejang Lebong 7 28 41 40 Gerak tanamcabai
luar musim(20%)
Berdasarkan hasil koordinasi, diskusi dan pertemuan terfokus sasaran lokasi
dan pelaku usaha untuk didampingi serta pendistribusian kebutuhan inovasi dan
pengembangan teknologi dalam pelaksanaan kegiatan pendampingan oleh BPTP
dilakukan sesuai kondisi dan kebutuhan pengembangan usahatani komoditas cabai
setiap wilayah. Pelaksanaan koordinasi sekaligus sebagai penyampaian informasi
pelaksanaan kegiatan diseminasi memberikan hasil positif dengan berbagai pihak
terkait dan pengambil kebijakan dilingkup pemerintah kabupaten lokasi
pendampingan, melalui koordinasi ini pelaksanaan kegiatan akan mendapat
dukungan penuh pemerintah daerah sebagai pengambil kebijakan terhadap
pengembangan bidang pertanian maupun pengguna teknologi dan diharapkan
pelaksanaan kegiatan pendampingan ini dapat mendukung program pengembangan
kawasan komoditas cabai di daerah serta dalam pelaksanaannya bersinergi antar
program terkait. Menurut Balitbangtan (2011) penyampaian informasi teknologi dari
sumber teknologi kepada pengguna perlu dilakukan dengan mengoptimalkan
pemangku kepentingan (stakeholder) dan memanfaatkan berbagai media diseminasi
3.2. Bentuk Pendampingan
Bentuk pendampingan kegiatan pengembangan kawasan komoditas cabai
dilakukan melalui pertemuan dan pembinaan langsung, dimulai dari pelaksanaan
sosialisasi, identifikasi kebutuhan inovasi, penguatan SDM, pemdampingan inovasi
secara tatap muka, pelatihan dan percontohan langsung dilapangan, serta
pendampingan kelembagaan. Dalam pelaksanaan pendampingan perencanaan dan
penguatan diseminasi merupakan kunci utama keberhasilan yang dilakukan
berdasarkan kebutuhan dan kondisi masing-masing wilayah kawasan pendampingan.
Penguatan diseminasi sangat berperan dalam memfasilitasi penumbuhan, pembinaan
dan peningkatan kemampuan masyarakat dan pemerintah setempat melalui unit -unit
percontohan, pengadaan sistim pendukung penerapan teknologi, penyediaaan
informasi, konsultasi, pertemuan terfokus (FGD) dalam pengembangan inovasi
teknologi (Balitbangtan, 2013).
3.2.1. Sosialisasi kegiatan pendampingan
Kegiatan sosialisasi dimaksudkan untuk menginformasikan kepada pihak
terkait, baik itu petugas kecamatan dan lapangan, pemuka masyarakat serta petani
cabai maupun kelompoktani pada kawasan sentra cabai dan wilayah sekitarnya pada
5 (lima) kabupaten pengembangan kawasan hortikultura komoditas cabai Tahun
2015 di Bengkulu. Sosialisasi dilakukan secara simultan pada wilayah pengembangan
kawasan cabai; Kabupaten Rejang Lebong pada Gapoktan desa karang Jaya dilokasi
percontohan, Kabupaten Kepahiang pada 1 kelompoktani kooperator percontohan,
Kabupaten Kaur kelompoktani lingkup Kecamatan Bukit Kemuning, Kabupaten
Lebong desa Mangkurajo, dan Kabupaten Mukomuko 2 kecamatan (Penarik dan XI V
Koto). Untuk menyampaikan informasi program pelaksanaan kegiatan diseminasi
pendampingan inovasi teknologi produksi cabai merah kepada petani, kelompok tani
cabai dan pemangku kebijakan wilayah kawasan usahatani cabai. Terutama dalam
hal peningkatan dan pengaturan produksi untuk menjaga stabilitas fluktuasi harga
cabai dimusim hujan maupun musim kemarau, serta penyampaian langkah-langkah
kegiatan dalam pelaksanaan pengembangan diseminasi inovasi usahatani cabai
merah. Dimana kawasan hortikulutura (termasuk komoditas cabai) merupakan suatu
hamparan atau sebaran usahatani cabai dengan kesamaan ekosistem yang disatukan
oleh fasilitasi infrastruktur dalam berbagai bentuk kegiatan usahatani berbasis
pengolahan pascapanen, pemasaran serta bebagai kegiatan pendukungnya
(Balitbangtan, 2012).
Selain itu juga diinformasikan, bahwa kegiatan pendampingan pengembangan
kawasan hortikultura komoditas cabai dilaksanakan berdasarkan kondisi wilayah
terkait pengembangan kawasan melalui berbagai metode dan alur diseminasi inovasi
teknologi, yang dirumuskan secara kongrit untuk menyusun strategi dan perencanaan
dilapangan dalam mendorong peningkatan produktivitas dan kemampuan pelaku
utama menghasilkan produk berdaya saing tinggi. Dengan perencanaan yang
sistematis, maka proses diseminasi dapat dilakukan secara efektif dan adopsi inovasi
teknologi dapat berjalan debgab cepat (Balitbangtan, 2012).
Begitu juga dengan beberapa informasi berkaitan dengan kondisi wilayah lokasi
pengembangan kawasan, termasuk; kondisi biofisik, sosial, budaya dan tatanan
kelembagaan yang sangat menentukan sekali dalam penyiapan kebutuhan inovasi
akan diterapkan dalam menyusun model rancang bangun pengembangan kawasan
komoditas cabai merah di Bengkulu.
Pertemuan yang dilakukan menggunakan metoda FGD juga dimaksudkan untuk
mengetahui karakteristik petani, kondisi usahatani, luas tanam, produktivitas,
pemasaran, kelembagaan, permasalahan dan upaya tindak lanjutnya serta hasil
pembinaan yang didapat dari berbagai pihak terkait atau narasumber beberapa tahun
terakhir ini. Sehingga dalam pelaksanaan pendampingan akan memudahkan
penyusunan rencana dan penguatan diseminasi apa harus dilakukan berdasarkan
kebutuhan dan kondisi masing-masing wilayah kawasan pendampingan.
3.2.2. Pendampingan Penguatan SDM
Penguatan sumberdaya manusia dilokasi kegiatan pengembangan kawasan
hortikultura komoditas cabai dilakukan melalui upaya pembinaan petani dan
kelompok tani dalam mengembangkan usahatani cabai, mulai dari penggalian
informasi penerapan dan pengembangan inovasi, pengumpulan masalah yang ada
dan upaya apa yang harus dilakukan dalam menyikapi permasalahan tersebut.
Bentuk pendampingan ini dilakukan melalui kunjungan dan pertemuan tatap muka
langsung dengan pengguna teknologi, baik itu petani, kelompoktani, tokoh
masyarakat dan petugas lapang. Upaya penguatan kemampuan petani dan pelaku
lainnya, sudah dilakukan melalui pembinaan inovasi teknologi produksi cabai pada
tebuka untuk memberikan kesempatan pada pelaku dalam berpendapat dan
menyampaikan pengalaman usahatani cabai. Melalui metode pembinaan ini telah
mendorong petani dalam pengembangan pengetahuanya, meningkatkan kemampuan
serta penanganan dan antisipasi permasalahan yang ada dan akan timbul. Menurut
Demitria, et,. all. (2006) Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses
untuk meningkatkan pengetahuan, kreativitas, keterampilan, dan kemampuan petani.
3.2.3. Percontohan inovasi teknologi
Pendampingan aspek teknis inovasi teknologi dilakukan melalui display dan
percontohan inovasi teknologi produksi langsung dilahan petani, dengan luasan 0,3
ha yang dilakukan di Kecamatan Selupu Rejang Kabupaten Rejang Lebong 1 unit
dilakukan pada musim kering (Agustus 2015); 1 unit musim hujan (November 2015)
dan 1 unit di Kecamatan Kabawetan Kabupaten Kepahiang (November 2015).
Percontohan seluas 0,1 ha pada musim kering merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk menunjang program tanaman diluar musim atau dikenal juga dengan
Gerakan Tanam cabai Musim Kemarau (GTCK). Pertanaman dimulai pada bulan
Agustus 2015, menerapakan inovasi teknologi produksi yang difokuskan pada
penerapan pupuk organik kompos, VUB (Kencana), sistim tanam 2 baris zig-zag dan
pemupukan sesuai anjuran (Tabel 2).
I ntroduksi VUB mnggunakan varietas Kencana (dibibitkan Balitsa Lembang),
dibandingkan varietas Lokal (merupakan benih dibibitkan sendiri oleh petani).
Pemupukan pupuk organik memanfaatkan bahan baku kotoran sapi dan kulit kopi
yang terlebih dahulu dikomposkan melalui fermentasi menggunakan decomposer
Tricho, biasanya petani menggunakan pupuk organik kotoran ayam kering atau
kotoran kambing dikomposkan langsung dilahan (KLD).
Saat pertanaman dimulai sampai berbunga dan pembuahan pertama kondisi
cuaca dalam kondisi kemarau ekstrim dan tidak pernah turunn hujan, sehingga untuk
penegendalian pertanaman dilakukan penyiraman secara berkala dengan
mengecorkan air pada setiap tanaman melalui lonbang mulsa dan pertumbuhan
tanaman cabai cukup normal. Tanaman cabai sangat peka terhadap kekurangan air,
sehingga cabai sangat memerlukan air dalam jumlah cukup agar dapat tumbuh
secara baik. Apabila tanaman cabai mengalami defisit air yang terjadi pada fase
pertumbuhan tanaman (vegetatif), akan berakibat pertumbuhan tanaman jadi lambat
Tabel 2. Paket teknologi unit percontohan pertanaman cabai diluar musim mendukung program gerakan tanam cabai musin kemarau (GTCK)
No. Komponen Paket I ntroduksi
7. Pemupukan Dasar : Pupuk organik 2 t (dikompooskan)
Pupuk Urea; ZA; SP-36; KCl; NPK; (20; 30; 20; 20; 20) kg (I = 40% ) dan Phonska 20 kg
8. Pemupukan susulan (60% ) : Cara siram ke tanah mulai umur 30 Hst, setiap 10 hari sekali dengan dosis 2-4 g/ liter air dengan volume siram 200 cc/ tan 9. Pemakaian mulsa : Mulsa Plastik Hitam Perak (MPHP)
10. Penyiraman : Sesuai keadaan pertanaman di lapangan 11. Pengendalian OPT : Sistim PHT (preventif & kuratif)
12. Panen : Mengikuti kondisi
13. Penanganan Pascapanen : Sesuai tujuan produksi (Pasar/ konsumsi atau benih)
Namun pada saat berbunga terjadi kerontokan bunga, saat pembentukan buah
sebagian buah mengalami kerontokan dan menjadi kerdil serta keriting. Kondisi ini
menurut Kahana (2008) disebabkan, apabila tanaman cabai pada saat terjadi
kekurangan air diawal fase pembungaan biasanya bunga menjadi mudah rontok dan
kekurangan air terjadi pada fase pembentukan buah maka bentuk buah cabai tidak
normal dan berkerut. Dilihat dari hasil panen ke 1 dan ke 2 terhadap pengukuran
berat hasil rata-rata perbatang tanaman cabai untuk varietas Kencana 60 g/ batang
dan 70 g/ batang dibanding dengan varietas Lokal 50 g dan 70 g/ batang. Hasil panen
ke 1 terlihat produksi cabai varietas Kencana lebih baik dari varietas Lokal (60
g/ batang : 50 g/ batang) dan saat panen ke 2 terlihat peningkatan produksi cabai
varietas Lokal lebih baik dari varietas Kencana (20 g/ batang : 10 g/ batang) atau
produksi varietas Kencana 60 g/ batang dan varietas Lokal 70 g/ batang).
Namun secara umum terlihat produksi tanaman cabai varietas Kencana sedikit
lebih baik dari tanaman cabai yang biasa ditanam masyarakat disekitar kawasan
sentra cabai di Kecamatan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong yang diukur
varietas Kencana panen ke 1 dan ke 2 rata-rata sebesar 130 g/ batang dibanding
varietas Lokal rata-rata sebesar 120 g/ batang. Kondisi ini memperlihatkan adanya
peningkatan produksi dengan introduksi VUB (Kencana) yang mecapai 130 g/ batang,
dibanding mengunakan varietas biasa (Lokal) hanya 120 g/ batang.
Bila dilihat dari kondisi buah yang dihasilkan sampai panen ke 2, terlihat buah
cabai varietas lokal lebih panjang dari Kencana (15,38 cm : 12,63 cm). Namun bila
kita ukur berat buah dalam jumlah yang sama hampir tidak mengalami perbedaan,
dimana rata-rata berat buah cabai varietas Kencana mencapai 3,035 g/ buah sedikit
dibawah varietas Lokal 3,057 g/ buah. Dari gambaran kondisi buah terlihat adanya
keunggulan dari varietas Kencana terhadap berat buahnya, walau pun buahnya lebih
pendek tetapi beratnya hampir tidak mengalami perbedaan. Sehingga bisa diprediksi
bahwa produktivitas varietas Kencana cukup tinggi, hal ini didukung oleh deskripsi
varietas Kencana memiliki potensi produksi 16,1 t/ ha – 18,9 t/ ha dengan ukuran
panjang mencapai 13,2 cm/ buah dan berat mencapai 4,9 g/ buah (Balitsa, 2011) .
Sementara itu diseminasi inovasi percontohan teknologi produksi komoditas
cabai yang dilakukan pada musim hujan secara parsipatif di lahan petani,
pertanamannya baru dimulai bulan November dan sampai saat ini baru dilaksanakan
pada tahapan pertanaman umur 8 minggu. Sehingga implementasi inovasi teknolgi
produksi yang diharapkan dapat meningkatkan produktivitas tanaman cabai, belum
memberikan hasil.
Pendampingan inovasi dari aspek teknis yang langsung dicontohkan pada lahan
petani akan memberikan respon langsung pada pelaku lainnya untuk mengambil
sikap menerima atau tidak, sehingga penyebaran inovasi akan lebih cepat dipahami
dan teradopsi oleh pengguna. Menurut Azwar (2001) respon adalah merupakan suatu
gambaran pernyataan evaluatif atau reaksi perasaan dari diri seseorang untuk
mengambil sikap terhadap suatu obyek. Bentuk respon tersebut dapat berwujud
dalam suatu kesimpulan baik atau buruk, positif atau negatif, menyenangkan atau
tidak menyenangkan, suka atau tidak suka yang kemudian mengkristal sebagai
potensi reaksi atau kecenderungan untuk bersikap.
3.3. Diseminasi I novasi Pendampingan
Pelaksanaan inovasi diseminasi pengembangan kawasan cabai sudah dilakukan
pengolahan kompos atau pupuk organik melalui inovasi fermentasi berbahan baku
kotoran sapi (limbah dari ternak sapi).
Diseminasi inovasi melalui pengenalan pengolahan kompos ini diikuti dengan
sangat antusias oleh petani cabai, walaupun secara nyata selama ini petani sudah
menggunakan pupuk organik berupa pupuk kandang dikeringkan (pukan) dalam
waktu lama dengan jalan menumpuknya selama 4 - 6 bulan baru digunakan. Namun
melalui implementasi pengenalan cara fermentasi pupuk organik langsung oleh
petani, telah dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani terhadap
pengolahan limbah pertanian dan kotoran ternak sapi untuk dapat diolah dan
dijadikan kompos hanya dalam waktu singkat (3 - 4 minggu).
Melalui pendampingan dan diseminasi inovasi terlihat, timbulnya dorongan
minat pengguna terhadap dukungan ketersediaan teknologi tepat guna dan
sumberdaya manusia terampil untuk mewujudkan suatu persepsi sistem pertanian
berorientasikan agribisnis dan tersedianya informasi teknologi tepat guna spesifik
lokasi yang dapat didifusi dan diadopsi petani secara lebih baik. Kecepatan adopsi
dan difusi inovasi teknologi terkait dengan persepsi petani terhadap sifat-sifat inovasi
itu sendiri, dan faktor lingkungan strategis juga merupakan hal yang perlu menjadi
perhatian (Fagi, 2008). Selain itu aspek lokasi pengguna dengan sumber informasi
serta sistem dan nilai-nilai norma sosial juga turut memberi pengaruh dalam proses
adopsi inovasi oleh pengguna (Subagiyoet al., 2005).
3.3.1. Peningkatan Pengetahuan Petani
Hasil pelaksanaan identifikasi inovasi teknologi dan pengggalian secara
terfokus melalui pertemuan dengan petugas lapang, tokoh masyarakat, petani cabai
dan kelompoktani di lokasi wilayah pengembangan kawasan dan sentra komoditas
cabai. Umumnya petani cabai di Bengkulu sudah memahami tentang budidaya
usahatani cabai merah (eksisiting) dan biasa melakukan pertanaman pada musim
hujan dengan pola tanam cabai – sayuran (tomat, Kol, sawi, daun bawang dan
wortel). Namun dilihat dari penerapan komponen teknologi petani cabai,
teridentifikasi belum optimalnya pemahaman dan penggunaan pupuk organik,
penggunaan varietas unggul dan pengaturan jarak tanam.
Dilihat dari komponen pemupukan petani sudah memahami pentingnya
penggunaan pupuk organik untuk pebaikan lahan dan tanaman, namun dalam
tanpa proses pengomposan dan sebagian ada melakukan pengomposan dengan cara
pengolahan kompos langsung dilahan (KLD) bersamaan pada saat pengolahan lahan.
Begitu juga dengan varietas cabai yang ditanam menggunakan bibit lokal
yang dibibitkan sendiri dari seleksi pertanaman sebelumnya dan bibit hibrida
komersial yang dijual di toko saprodi, selain itu juga belum memperhatikan apakah
benih digunakan berlabel atau tidak berlabel. Sedangkan penerapan sistem tanam
sudah menerapkan penggunaan mulsa (MPHP) pada setiap bedengan dengan sistem
tanam 1 jalur atau 2 jakur tanam sejaj ar. Untuk pengendalian penyakit dan
organisme pengganggu tanaman, umunya sudah dilakukan secara baik, namun masih
belum optimal dalam pengendalian terhadap serangan penyakit antraknos dan virus
kuning.
Setelah melalui pendampingan dan pengawalan inovasi baik melalui
pertemuan, pelatihan, percontohan dan penyebaran bahan informasi berupa folder
secara berkala, terlihat adanya perubahan terhadap penerapan inovasi yang semakin
optimal. Sekaligus memperlihatkan adanya peningkatan perbaikan pengetahuan
petani terhadap komponen teknologi penggunaan pupuk organik, penggunaan
varietas unggul dan sisitem tanam 2 baris secara zig-zag dikawasan pengembangan
komoditas cabai (Tabel 3).
Tabel 3. Perbaikan pengetahuan petani cabai terhadap komponen teknologi pupuk organik, bibit dan sistem tanam melalui pendampingan pengembangan kawasan komoditas cabai.
No Kompoenen Teknologi Perbaikan Pengetahuan (% ) Bentuk Pendampingan Sebelum Sesudah Meningkat
1. Pupuk organik kompos 39,05 rerata
- pengertian 35,39 76,47 41,08 pertemuan, folder
- pengolahan 23,53 70,59 47,06 pelatihan, folder
- penerapan 47,06 76,47 29,01 percontohan/ display
2. Bibit 29,37 rerata
- berlabel 35,39 58,82 23,43 pertemuan
- minat VUB 29,41 64,71 35,30 percontohan, folder
3. Sistim Tanam
- 2 baris zig-zag 64,71 88,26 23,53 percontohan, folder
Pada Tabel 3. Terlihat adanya perbaikan komponen teknologi pupuk organik
kompos terhadap pengertian, pengolahan dan penerapan dari 35,39% ; 23,53; dan
berlabel dan unggul baru (VUB) mengalami perbaikan dari 35,39% dan 29,41%
menjadi 58,82% dan 64,71% atau meningkat sebesar 23,43% dan 35,30% serta
terhadap sistem tanam 2 baris zig-zag 64,71% menjadi 88,24% atau meningkat
sebesar 23,53% . Sehingga secara umum terjadi peningkatan pengetahuan petani
setelah dilakukan pendampingan inovasi teknologi produksi cabai, rata-rata terhadap
komponen teknologi: Pupuk organik kompos sebesar39,05% ; Bibit sebesar 29,36% ;
dan Sistim tanam sebesar 23,53% .
Meningkatnya pengetahuan petani terhadap komponen teknologi,
memperlihatkan adanya pengaruh positif yang diterima masyarakat melalui kegiatan
pendampingan pengembangan kawasan komoditas cabai dalam bentuk kegiatan
diseminasi inovasi melalui pengawalan, percontohan, pelatihan dan pertemuan.
Balitbangtan (2013), menyebutkan bahwa kegiatan percontohan dibangun atau
dilakukan untuk mediasi percepatan dan perluasan penggunaan teknologi di daerah
sentra produksi berbasis komoditas unggulan dan adanya sinergi antara program
dengan kebutuhan dan pengembangan teknologi. Menurut Sudiman (2006) aktivitas
yang dapat dilakukan individu untuk meningkatkan kualitas keahliannya adalah
melalui pendidikan dan pelatihan.
3.3.2. Pendampingan peningkatan kinerja kelembagaan tani
Pendampingan kelembagaan tani melalui pembinaan dan pemberdayaan
kinerja poktan/ gapoktan dalam hal mengukur aktifitas pada pertemuan (frekuensi;
anggpta hadir; jumlah topik dibahas) sinergisme dan padupadan program pada
kawasan pengembangan komoditas cabai, untuk meningkatkan kinerja (fungsi dan
peran) saluran diseminasi dalam mempercepat transfer teknologi yang dilakukan
secara berkala dan sesuai kebutuhan lapangan maupun pengguna teknologi.
Pendampingan dan pembinaan terhadap pemberdayaan poktan/ gapoktan
memberikan dampak terhadap peningkatan aktifitas kelompok usahatani cabai yang
didampingi, dimana aktifitas peningkatan pada: frekuensi pertemuan kelompok yang
sebelumnya rata-rata setiap 3 bulan sekali (bila ada hal penting) menjadi jadwal
bulanan; jumlah anggota yang hadir sebelumnya rata-rata 10 – 15 orang/ pertemuan,
menjadi 20 – 30 orang/ pertemuan; dan topik bahasan biasanya terfokus pada 1 topik
sekarang selalu membahas 2 - 3 topik. Terutama dalam hal pembahasan teknologi
biasanya terfokus pada 1 inovasi, sekarang selalu membahas 1 - 3 inovasi sesuai
Peningkatan kemampuan petani dan aktivitas kelompok juga memberi
dampak pada peningkatan kompetensi penyuluh dan petugas lapang, ini terlihat dari
intensitas kunjungan petugas pada petani, biasanya rata-rata setiap bulan kelompok
dikunjungi petugas 0,82 kali dan sekarang menjadi 2,09 kali. Kondisi ini juga
memberikan dorongan pengembangan terhadap implementasi inovasi yang tidak
terlepas dan harus selalu dikawal, didampingi dan didiskusikan bersama petugas
lapang maupun dinas wilayah terkait untuk mendapakan umpan balik permasalahan
dan diseminasi inovasi pengembangan kawasan cabai.
Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan
pengetahuan, kreativitas dan keterampilan, serta kemampuan petani (Demitria et.,
all. 2006). Melalui metode implementasi, diseminasi, aplikasi dan diskusi langsung
oleh petani bersama anggota kelompok pendampingan sebagai bentuk
pengembangan sumberdaya. Telah memberikan harapan bahwa pelaksanaan
percontohan dan penerapan langsung di lahan petani sebagai penguna teknologi,
dapat diadopsi langsung dan meningkatkan pengetahuan petani maupun kelompok
sasaran sebagai upaya proses diseminasi inovasi teknolopgi pada pelaku utama.
Menurut Hendayana (2009) untuk mempercepat adopsi teknologi usahatani perlu
didukung langkah peningkatan pengetahuan pengguna teknologi, serta dapat
dikompensasi dengan mengintensifkan pengawalan teknologi oleh petugas. Termasuk
peneliti maupun penyuluh terkait melalui perbaikan inovasi teknologi sekaligus
penumbuhan dan pembinaan terhadap kelembagaan agribisnis atau kelompoktani
terkait. Kelembagaan tersebut diantaranya adalah lembaga; sosial masyarakat,
agroinput, keuangan, pemasaran, dan lembaga penyuluhan (Rahman dan Subikta
V. KESI MPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Melalui percontohan teknologi produksi, terlihat perbaikan produksi cabai merah
sampai panen ke 2 mengunakan VUB (Kencana) mecapai 130 g/ batang
dibanding mengunakan varietas biasa (Lokal) hanya 120 g/ batang.
2. Melalui pendampingan dan penyebaran inovasi teknologi produksi, terlihat
perbaikan tingkat pengetahuan pet ani terhadap komponen teknologi: Pupuk
organik kompos; Bibit; dan Sistim tanam sebesar 39,05% ; 29,36% dan
23,53% .
3. Melalui pembinaan kelompok, terlihat peningkatan kinerja kelembagaan tani
terhadap; aktifitas pertemuan kelompok dari 3 bulan menjadi 1 bulan sekali;
anggota hadir dari 10 – 15 orang menjadi 20 – 30 orang/ pertemuan; dan topik
bahasan dari 1 topik menjadi 2 - 3 topik berkaitan inovasi.
5.2. S a r a n
1. Diseminasi inovasi percontohan teknologi produksi komoditas cabai secara
parsipatif oleh 2 petani koperator di Kabupaten Rejang Lebong dan Kabupaten
Kepahiang masing-masing 0,1 ha yang sampai saat ini baru memasuki umur
pertanaman 8 minggu tetap perlu pendampingan dan pengawalan lanjutan.
2. Mengoptimalkan pelaksanaan diseminasi inovasi teknologi pendampingan
pengembangan kawasan komoditas cabai sercara lebih terpadu melalui
peningkatan; pengembangan jalinan komunikasi yang lebih baik, pengetahuan
petugas melalui pelatihan khusus pendampingan komoditas cabai,
pemberdayaan petani dan kelompok berpartisipasi dalam meningkatkan usaha
maupun pendapatan.
3. Percepatan adopsi teknologi inovasi pengembangan kawasan agribisnis cabai
secara parsial maupun bersama-sama akan terealisasi, apabila kita jeli melihat
sampai sejauh mana tingkat adopsi oleh petani. Bila petani belum sampai pada
tahap menerapkan sebaiknya ada dukungan akses proses percepatan inovasi
KI NERJA HASI L PENGKAJI AN
Pendampingan kegiatan diseminasi pengembangan kawasan hortikultura
komoditas cabai dilakukan pada sentra cabai pada 5 (lima) wilayah kawasan
pengembangan komoditas cabai, meliputi Kabupaten Rejang Lebong; Kabupaten
Kepahiang; Kabupaten Lebong; Kabupaten Kaur, dan Mukomuko dengan kinerja
berupa :
1. Pendampingan pada kegiatan sinergi program daerah dan pusat dalam
pengembangan kawasan komoditas cabai Tahun 2015 seluas 175 ha.
2. Perbaikan pengetahuan petani dalam pengembangan inovasi teknologi produksi
komoditas cabai, dalam hal penerapan pupuk organik kompos fermentasi, VUB
dan sistim tanam.
3. Pelatihan mengolah limbah pertanian dan kotoran ternak sapi di fermentasi (3-4
minggu) sampai menjadi pupuk organik kompos.
4. Peningkatan keterampilan petani dalan usahatani cabai di luar musim melalui
percontohan seluas 0,3 ha (Kabupaten Rejang Lebong 0,2 ha 2 kooperator dan
Kepahiang 0,1 ha 1 kooperator).
5. Peningkatan kompetensi penyuluh dan petugas lapang, terhadap intensitas
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. 2002. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Penerbit CV. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Balitbangtan. 2011. Paduan Umum Spectrum Diseminasi Multi Channel (SDMC). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta.
Balitbangtan. 2012. Panduan Umum Program Dukungan Pengembangan Kawasan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian. Jakarta.
Balitbangtan. 2013. Panduan Umum Model Pengembangan Pembangunan Pertanian Perdesaan Melalui I novasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta.
Balitsa. 2011. Lounching dan Deskripsi Varietas Unggul Baru Sayuran. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta.
Beckerman, J.L 2004. Disease Management in High Tunnels, Minnesota High Tunnel Production Manual For Commercial Drowers, viewed 31 January 2012. www.extension.umn.edu/ distribution/ horticulture/ components/ 8-9.
Demitria D., Harianto, Sjafri M. dan Nunung. 2006. Peran Pembangunan Sumberdaya Manusia dalam Peningkatan Pendapatan Rumah Tangga Petani di Daerah I stimewa Yogyakarta. Forum Pascasarjana. I PB. Bogor. Vol.33. No.3. Juli 2010. hal. 155-164
Dirjen Hortikultura. 2006. Pola Produksi Cabai Merah Deptan Belum Dilaksanakan Daerah. diunduh 30 Oktober 2009, http: / / rafflesia.wwf.or.id/ admin/ attachment/ clips/ 2006-08-25-287-0014-001-03-0899
Dirjen Hortikultura. 2013. Program dan Kebijakan Pengembangan Hortikult ura TA. 2013. Makalah disampaikan pada acara Workshop Evaluasi Outcome. Analisis Potensi I mpact dan Baseline Study. Tanggal 16-19 April 2013 oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura di Solo. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Kementerian Pertanian. Jakarta.
Fagi, A. M. 2008. Alternatif Teknologi Peningkatan Produksi Beras Nasional. I ptek Tanaman Pangan. Pusat Penelitian dan Pengambangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Vol.3 No.1
Fagi, A. M., Subandrio dan Wayan, R. 2009. Sistem I ntegrasai Ternak Tanaman: Sapi-Sawit-Kakao. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Litbang Pertanian. Bogor
Fahrurrozi, N., Setyowati dan Sarjono. 2006. Efektivitas Penggunaan Ulang Mulsa Plastik Hitam Perak Dengan Pemberian Pupuk Nitrogen Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Cabai. Bionatura. Jakarta. no. 8 hlm. 17-23.
Tinggr Penyuluhan Pertanian Magelang, Jurusan Penyuluhan Perlanian Yogyakarta. Yokyakarta., 157-168.
Hendayana, R. 2009. Analisis Faktor-faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Percepatan Adopsi Teknologi Usaha Ternak: Kasus pada Usaha Ternak Sapi Potong di Boyolali, Jawa Tengah (Laporan Hasil Penelitian). Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Petanian. Bogor.
Kahana Budi P. 2008. Strategi Pengembangan Agribisnis Cabai Merah Di Kawasan Agropolitan Kabupaten Magelang. Tesis; Magister Agribisnis Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro. Semarang.
Kementerian Pertanian. 2012. Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian. Permentan no.50 tahun 2012. Jakarta.
Kementerian Pertanian. 2014. Rancangan Model Pengembangan Kawasan Pertanian Tahun 2015-2019. Kementerian Pertanaian RI . Jakarta.
Safa’at, N., S. Maryanto dan P. Simatupang. 2003. Dinamika I ndikator Ekonomi Makro Sektor Pertanian dan Kesejahteraan Petani. Dalam Analisis Kebijakan Pertanian (I ): Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
Subagiyo, dkk. 2005. Kajian Faktor-Faktor Sosial yang Berpengaruh Terhadap Adopsi I novasi Usaha Perikanan Laut di Desa Pantai Selatan Kabupaten Bantul, Daerah I stimewa Yogyakarta. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Vol 8 No 2. Pusat Penelitian dan Penembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor.
Sudiman. 2006. Kajian Teoritis Pelatihan Ketrampilan Usaha Terpadu Bagi Petani Sebagai Upaya Alih Komoditas.Tesis; Program Pascasarjana, Universitas Pendidikan I ndonesia. Jakarta.
Soetiarso, T.A dan Setiawati, W. 2010. Kajian Teknis dan Ekonomis Sistem Tanam Dua Varietas Cabai Merah Di Dataran Tinggi. Pusatlitbang Hortikultura. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. J. Hort., vol. 20, no. 3 Tahun 2010, hlm. 284-98. Tjitropranoto, P. 2000. Strategi Diseminasi Teknologi dan I nformasi Pertanian. Balai
ANALI SI S RI SI KO
Analisis risiko dalam kajian diseminasi sangat membantu dalam pencapaian dan
pelaksanaan kegiatan, untuk dapat mengantisipasi berbagai risiko yang mungkin
dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan pendampingan, kemudian apa penyebab dan
dampaknya telah disusun daftar dan analisis penanganan risiko berdasarkan
penyebab dan dampaknya baik secara antisipatif maupun responsif.
Tabel 4. Daftar Risiko
No. I dentifikasi Resiko Penyebab Dampak
1. Sinergi program tidak
No I dentifikasi Resiko Penyebab Penanganan risiko
1. Sinergi program tidak