PENGARUH BIMBINGAN KELOMPOK BERBASISASSERTIVE
TRAININGDALAM MENINGKATKANSELF CONCEPTANGGOTA
KARANG TARUNA YODHA MANDIRI DI DESA PACUH BALONGPANGGANG GRESIK
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Surabaya
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Bimbingan Konseling Islam (S.Sos)
Oleh: Lailatul Nikmah NIM. B03213011
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
ABSTRAK
Lailatul Nikmah (B03213011), Pengaruh Bimbingan Kelompok Berbasis
Assertive Training untuk meningkatkan Self Concept Anggota Karang
Taruna Yodha Mandiri di Desa Pacuh Balongpanggang Gresik.
Fokus penelitian ini adalah, Apakah terdapat pengaruh pelaksanaan Bimbingan Kelompok Berbasis Teknik Assertive Trainingdalam Meningkatkan Self Concept Anggota Karang Taruna Yodha Mandiri di Desa Pacuh Kecamatan Balongpanggang Kabupaten Gresik?
Dalam menjawab permasalahan tersebut, peneliti ini menggunakan metode kuantitatif dengan analisa data penelitian Eksperimen analisis uji t (Paired Sample
t-test). Sedangkan dalam pengumpulan data menggunakan angket pre-tet dan
post-test, observasi, wawancara, dan dokumentasi. Subyek penelitian adalah 15
anggota karang taruna Yodha Mandiri di Desa Pacuh Balongpanggang Gresik. Dalam penelitian ini proses konseling menggunakan bimbingan kelompok berbasis assertive training dalam meningkatkan self concept anggota karang
taruna Yodha Mandiri dengan topic materi “self concept the leader training”. Untuk melihat adanya pengaruh atau tidaknya Bimbingan Kelompok berbasis
Assertive Training dalam meningkatkan Self Concept anggota karang taruna
Yodha Mandiri di Desa Pacuh Balongpanggang Gresik. Dengan melihat hasil uji-t menunjukkan bahwa sebelum diberi treatment 60,93 dan sesudah diberi treatment 67,60. Nilai signifikansi 0,000 < 0,05. Sesuai dengan dasar pengambilan keputusan dalam Paired Sample t-test, diketahui bahwa hasil prosentasenya adalah 84,5% dengan melihat standar ujinya dapat dikatakan bahwa Bimbingan Kelompok berbasis Assertive Training dikategorikan “Sangat Berpengaruh”
dalam meningkatkan Self Concept Anggota karang taruna Yodha Mandiri di desa Pacuh Balongpanggang Gresik.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN... ii
PENGESAHAN ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN OTENTISTAS SKRIPSI... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI... ix
DAFTAR TABEL... xii
BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Definisi Operasional ... 7
1. Bimbingan Kelompok ... 7
2. Assertive Training ... 9
3. Self Concept ... 13
F. Metode Penelitian ... 17
1. Pendekatan dan jenis penelitian ... 17
2. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling... 19
3. Variabel dan Indikator Penelitian ... 22
4. Teknik Pengumpulan Data ... 24
5. Teknik Analisis Data... 27
G. Sistematika Pembahasan ... 30
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teoritik ... 32
1. Bimbingan Kelompok ... 32
a. Langkah Awal... 33
b. Perencanaan Kegiatan ... 33
c. Pelaksanaan Kegiatan ... 33
d. Evaluasi Kegiatan ... 35
e. Analisis dan Tindak Lanjut... 37
2.Assertive Training... 37
b. Perilaku Asertif... 41
c. TujuanAssertive Training... 41
d. ManfaatAssertive Training... 42
e. Tahapan PelaksanaanAssertive Training... 43
f. Prosedur yang Diberikan Kepada Klien... 46
g. Langkah-langkah StrategiAssertive Training... 46
3.Self Concept(Konsep Diri) ... 48
a. Pengertian Diri... 48
b. Hakikat Konsep Diri... 48
c. Proses Terbentuknya Konsep Diri ... 55
d. Pengembangan Konsep Diri ... 56
e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri ... 57
f. MateriSelf Concept(Konsep Diri) DalamTraining... 58
B. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 62
C. Hipotesis Penelitian... 65
BAB III : PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Umum Objek Penelitian ... 66
1. Profil Desa ... 66
a. Data Wilayah Desa Pacuh ... 66
b. Geografi dan Topografi Desa Pacuh ... 67
c. Ortobitas (Jarak Dari Pusat Pemerintahan) ... 67
d. Bidang Keluarga Berencana... 67
e. Keadaan Ekonomi Sosial dan Budaya Masyarakat Desa Pacuh ... 68
f. Prasarana Pendidikan Perhubungan Dan Keagamaan ... 70
g. Upaya-upaya Pembangunan Desa Pacuh ... 71
h. Permasalahan dan Hambatan Desa Pacuh... 73
i. Usaha Untuk Mengatasi Permasalahan... 74
2. Karang Taruna Yodha Mandiri... 75
a. Sejarah Perkembangan Karang Taruna Yodha Mandiri... 75
b. Tugas dan Wewenang Pengurus Karang Taruna Yodha Mandiri.... 76
c. Program Kerja Karang Taruna Yodha Mandiri... 81
d. Program Kerja yang Sudah Berjalan... 82
B. Deskripsi Hasil Penelitian... 82
1. Tahap Pelaksanaan Bimbingan Kelompok BerbasisAssertive Trainingdalam MeningkatkanSelf ConceptAnggota Karang Taruna Yodha Mandiri di Desa Pacuh Balongpanggang Gresik ... 82
a. Langkah Awal dan Perencanaan ... 82
b. Pelaksanaan ... 85
c. Kegiatan Penyampaian Isi Materi ... 89
d. Penutup, Renungan dan Evaluasi... 97
2. Deskripsi Hasil Penelitian Bimbingan Kelompok Berbasis Assertive Trainingdalam MeningkatkanSelf ConceptAnggota Karang Taruna Yodha Mandiri di Desa Pacuh Balongpanggang Gresik ... 98
b. Uji Realibilitas Data... 106
3. Pengujian Hipotesis ... 110
BAB IV : ANALISIS DATA A. Analisis Pengujian Hipotesis Data Bimbingan Kelompok Berbasis Assertive Training dalam Meningkatkan Self Concept Anggota Karang Taruna Yodha Mandiri di Desa Pacuh Balongpanggang Gresik... 112
1. Uji Prasyarat Analisis ... 112
a. Uji Normalitas ... 113
b. Uji Homogenitas ... 114
2. Uji Hipotesis ... 118
B. Analisis Pengujian Data Tingkat Pengaruh Bimbingan Kelompok Berbasis Assertive Training dalam Meningkatkan Self Concept Anggota Karang Taruna Yodha Mandiri di Desa Pacuh Balongpanggang Gresik... 122
BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 125
B. Saran ... 126 DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pemuda adalah generasi penerus bangsa yang di pundaknya
mengemban amanah untuk menjadikan suatu bangsa lebih maju dan
bernilai saing tinggi di tingkat dunia. Bisa juga dikatakan bahwa pemuda
ialahagent of change, pembawa generasi perubahan bagi peradaban dunia.
Maka wajib bagi setiap pemuda untuk senantiasa menambah khasanah
keilmuan dan wawasannya demi membawa perubahan yang lebih baik
untuk daerahnya, dimana sosok pemuda diharapkan dapat melanjutkan
perjuangan generasi sebelumnya. Suatu bangsa pastinya memiliki harapan
yang besar agar di masa yang akan datang pemuda dapat menjadikan
masyarakat Indonesia ini bangsa yang lebih maju. Oleh karenanya para
pemuda memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan harapan dan
cita-cita bangsa dari generasi sebelumnya. Seperti kata Ir. Soekarno dalam
pidatonya, “Beri aku seribu orang, dan dengan mereka aku akan
menggerakkan Gunung Semeru. Beri aku sepuluh pemuda yang membara
cintanya kepada Tanah Air, dan dengan mereka aku akan mengguncang
dunia” disinilah dapat diartikan bahwa pemuda adalah harapan Bangsa.
Begitupula jika suatu daerah memiliki sekumpulan pemuda yang
aktif untuk berbaur dalam membangun desa maka beruntunglah desa
2
pemuda namun banyak sekali yang merusaknya. Karena tidak semua
pemuda memiliki cita-cita luhur untuk menjadikan bangsa ini ke arah lebih
maju. Seperti halnya saat ini, banyak sekali fenomena yang tidak lagi jadi
wacana baru. Fakta yang terjadi akhir-akhir ini sering kita saksikan
pemberitaannya di berbagai media tentang maraknya kasus kenakalan
yang dilakukan oleh para remaja/pemuda, beberapa persoalan yang
memberikan bukti bahwa generasi muda saat ini banyak sekali yang
melanggar norma masyarakat, mulai dari bolos sekolah, pergaulan bebas,
mengkonsumsi narkoba, kasus asusila dan sebagainya. Sehingga
berdampak sangat buruk bagi diri pemuda jika dia tidak memiliki pagar
yang kokoh pada diri mereka sendiri, maka bisa saja ikut terjerumus pada
arus rusaknya moral anak bangsa, disini terjadi kehancuran karakter
dikalangan pemuda, karena yang demikian maka akan hancur pula masa
depan suatu peradaban.
Untuk memfasilitasi para pemuda agar mereka memiliki
pandangan hidup yang jelas dan terarah, yakni dengan adanya organisasi
kepemudaan yang berada di wilayah desa/kelurahan adalah Karang Taruna
yang sangat bermanfaat untuk menciptakan suatu pola pikir, dan konsep
diri yang lebih baik bagi para pemuda yang berada disuatu desa melalui
proses belajar, sebagaimana arahan Menteri Sosial,1 yang menyatakan
bahwa “Karang Taruna berkedudukan di desa/kelurahan di dalam wilayah
hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
1Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 77/HUK/2010 tentang Pedoman
3
Berkaitan dengan pengertian organisasi karang taruna, peraturan
Mentri Sosial menyebutkan bahwa,2 “Karang Taruna adalah organisasi
sosial kemasyarakatan sebagai wadah dan sarana setiap anggota
masyarakat yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan
tanggung jawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat terutama generasi
muda di wilayah desa/kelurahan terutama bergerak di bidang usaha
kesejahteraan sosial.”
Arti yang terkandung dari pernyataan diatas adalah bahwa karang
taruna adalah organisasi yang tepat dan sudah ditetapkan oleh Menteri
Sosial sebagai wadah pengembangan generasi muda di wilayah desa yang
harus dimanfaatkan.
Keberadaan karang taruna di desa juga mempunyai dampak positif
bagi warga di sekitarnya, hal ini dapat dilihat dari peran, tujuan dan
fungsinya. Karena keberadaannya yang berada di lingkungkungan
masyarakat setidaknya organisasi karang taruna peran dan fungsinya harus
mensejahterakan masyarakatnya dengan kegiatan-kegiatan yang sudah
dirancang. Begitupula dampak bagi para anggota karang taruna sendiri
yang mayoritas terbentuk dari sekumpulan pemuda yang berada disuatu
desa tersebut pastinya memberikan kontribusi yang positif. Dengan adanya
karang taruna diharapkan bisa menjadi wadah pembelajaran setiap
individunya untuk berorganisasi, dan lebih berani untuk
mengaktualisasikan dirinya.
2Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 77/HUK/2010 tentang pedoman
4
Organisasi karang taruna ini dapat berjalan sesuai dengan
fungsinya apabila masing-masing komponen melaksanakan tugasnya
dengan baik. Adapun tugas pokok dan fungsi karang taruna sebagaimana
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Sosial sebagai berikut,3 “Karang
Taruna memiliki tugas pokok secara bersama-sama dengan Pemerintah.
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota serta masyarakat
lainnya untuk menanggulangi berbagai masalah kesejahteraan sosial
terutama generasi muda, baik yang bersifat preventif, rehabilitasi maupun
pengembangan potensi generasi muda di lingkungannya.”
Namun Pembentukan organisasi karang taruna di desa Pacuh ini
terbilang masih sangat awal, karena masih awal tentunya disini
dikhawatirkan akan menimbulkan berbagai masalah, baik sosial maupun
dalam pembentukan kepribadian bagi para anggotanya, kebanyakan para
anggota tidak yakin akan amanah yang akan mereka emban. Hal ini
diungkapkan oleh beberapa anggota karang taruna Yodha Mandiri, yang
beranggapan bahwa mereka masih anak sekolah yang belum pernah terjun
dalam masyarakat. Sementara tanggung jawab yang diamanahkan
sangatlah berat, bahkan ketua yang terpilih pun masih tidak berani untuk
berbicara di depan para anggotanya, hingga akhirnya banyak timbul
permasalahan, ini adalah pandangan para anggota tentang diri mereka.
Yang terbangun dalam konsep diri seseorang adalah bagaimana cara
3Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 77/HUK/2010 tentang Pedoman
5
individu memandang dirinya secara utuh, fisikal, emosional, intelektual,
sosial, dan spiritual.4
Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas anggota karang taruna ini
memiliki sifat yang kurang asertif, dimana orang yang kurang asertif
adalah mereka yang memiliki ciri terlalu mudah mengalah atau lemah,
mudah tersinggung, mudah cemas, kurang yakin pada diri sendiri, sukar
dalam mengadakan komunikasi dengan orang lain, dan tidak bebas dalam
mengemukakan masalah. Konsep diri mereka yang tidak jelas karena
mereka tidak tahu peran apa yang mereka jalankan, tujuan apa yang harus
mereka capai, dan kurang yakin pada diri mereka sendiri.
Berangkat dari permasalahan inilah, penulis ingin melakukan
penelitian yang lebih mendalam untuk dapat meningkatkan konsep diri
para anggota karang taruna. Dengan cara melakukan penelitian yang
berjudul Pengaruh Bimbingan Kelompok Berbasis Assertive Training
dalam Meningkatkan Self Concept Anggota Karang Taruna Yodha Mandiri di Desa Pacuh, Balongpanggang–Gresik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka peneliti
memfokuskan permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
Apakah terdapat pengaruh pelaksanaan Bimbingan Kelompok
Berbasis Assertive Training dalam Meningkatkan Self Concept Anggota
4Keliat, Budi Anna, Dkk.Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. (Jakarta: EGC,
6
Karang Taruna Yodha Mandiri di Desa Pacuh Kecamatan
Balongpanggang Kabupaten Gresik?
C. Tujuan Penelitian
Searah dengan rumusan masalah yang tertera di atas, tujuan penelitian
secara umum adalah untuk mengetahui seberapa efektif untuk membantu
konselor dalam meningkatkan Self Concept pada anggota karang taruna
Yodha Mandiri melalui Bimbingan Kelompok berbasis Assertive Training
di Desa Pacuh Kecamatan Balongpanggang Kabupaten Gresik. Secara
rinci tujuan dari penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
Untuk mengetahui pengaruh Pelaksanaan Bimbingan Kelompok
Berbasis Assertive Training dalam Meningkatkan Self Concept Anggota
Karang Taruna Yodha Mandiri di Desa Pacuh Kecamatan
Balongpanggang Kabupaten Gresik.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
teoritis maupun secara praktis:
1. Dari segi teoritis
Dari segi teoritis, hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai rujukan
atau penambah referensi kepustakaan bagi peneliti berikutnya yang
ingin meneliti ataupun menganalisa penelitian tentang meningkatkan
7
2. Dari segi praktis
Sedangkan dari segi praktis, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi pada Karang Taruna lain dalam melaksanakan
kegiatan dan pengembangannya. Disamping itu, hasil penelitian ini
juga diharapkan untuk menjadi sumber inspirasi bagi yang
membutuhkan, terutama bagi yang sedang melakukan penelitian untuk
mempermudah dan melancarkan analisisnya.
E. Definisi Operasional
Pada dasarnya, konsep merupakan unsur yang sangat penting dari
suatu penelitian yang merupakan definisi singkat dari sejumlah fakta atau
gejala-gejala yang diamati, oeh sebab itu konsep-konsep yang dipilih
dalam penelitian ini sangat perlu dibatasi ruang lingkup dan batasan
masalahnya sehingga pembahasannya tidak akan melebar atau kabur.
Dalam pembahasan ini peneliti membatasi dari sejumlah konsep
yang diajukan dalam penelitian dengan judul “Bimbingan Kelompok
berbasis Assertive Training dalam Meningkatkan Self Concept Anggota
Karang Taruna Yodha Mandiri di Desa Pacuh Kecamatan
Balongpanggang Kabupaten Gresik”. Adapun definisi konsep dari
penelitian ini adalah :
1. Bimbingan Kelompok
Menurut Willis, di dalam karakteristik bimbingan (guidance)salah
8
kelompok adalah saat dimana konselor menghadapi banyak konseli.
Disini pembimbing/konselor lebih banyak bersikap sebagai fasilitator
untuk kelancaran diskusi kelompok dan dinamika kelompok. Masalah
yang dihadapi adalah persoalan bersama, misalnya meningkatkan
prestasi belajar, berorganisasi, kreativitas dan sebagainya.5
Sedangkan menurut Prayitno dan Amti, bimbingan kelompok
adalah kegiatan pemberian informasi untuk keperluan tertentu bagi
para anggota kelompok.6 dan menurut Winkel bimbingan kelompok
merupakan sarana untuk menunjang perkembangan optimal
masing-masing individu, yang diharapkan dapat mengambil manfaat dari
pengalaman pendidikan ini bagi dirinya sendiri.7 Sunawan juga
menyatakan bimbingan kelompok yaitu layanan yang membantu
dalam pengembanga pribadi, kemampuan hubungan social, kegiatan
belajar, karir/jabatan dan pengambilan keputusan serta melakukan
kegaiatan tertentu melalui dinamika kelompok.8
Dari beberapa uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
bimbingan kelompok merupakan suatu kegiatan layanan yang bersifat
membantu dalam situasi kelompok dengan tujuan mengoptimalkan
dengan menggunakan dinamika kelompok.
5Sofyan S. Willis.Konseling Individual, Teori dan Praktek, (Bandung: Penerbit Alfabeta,
2011). Hlm. 15
6Prayino dan Erman Amti.Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2004). Hlm. 20
7Winkel, WS. Dan Sri Hastuti.Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan,
(Yogyakarta: Media Abadi). Hlm. 38
9
Kegiatan ini banyak menggunakan alat-alat pelajaran seperti
cerita-cerita yang tidak tamat, boneka, dan film. Kadang-kadang dalam
pelaksanaanyya konselor mendatangkan ahli tertentu untuk
memberikan ceramah yang bersifat informatif. Penyelenggaraan
bimbingan kelompok memerlukan persiapan dan praktik pelaksanaan
kegiatan yang memadai, dari langkah awal sampai dengan evaluasi dan
tindak lanjutnya.9
Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan bimbingan
kelompok karena objek yang dihadapi adalah lebih dari satu orang, dan
dalam proses pelaksanaannya disini peneliti sebagai konselor dan
objek merupakan kliennya. Dalam kegiatannya klien yang terdiri dari
anggota karang taruna ini akan dibagi menjadi 3 kelompok, di dalam
prosesnya akan dimulai dengan:
a. Langkah awal dan perencanaan
b. Tahap pelaksanaan
c. Kegiatan penyampaian isi materi yang meliputi (citra diri/cermin
diri, identitas diri, harga diri, diri ideal)
d. Penutup, Renungan dan Evaluasi.
2. Assertive Training
Assertive training merupakan salah satu teknik dalam terapi
behavioral. Terapi behavioral berasal dari dua arah konsep yakni
9Achmad Juntika Nurihsan.Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling. (Bandung: PT.
10
Pavlovian dari Ivan Palov dan
S
kinerian dari B.F Skinner. Mula-mulaterapi ini dikembangkan oleh Wolpe untuk menanggulangi neurosis.
Willis menjelaskan bahwa Assertive Training merupakan teknik
dalam konseling behavioral yang menitikberatkan pada kasus yang
mengalami kesulitan dalam perasaan yang tidak sesuai dalam
menyatakannya. Assertive training adalah suatu teknik untuk
membantu klien dalam hal-hal berikut:10
a. Tidak dapat menyatakan kemarahan atau kejengkelannya.
b. Mereka yang sopan berlebihan dan membiarkan orang lain
mengambil keuntungan padanya.
c. Mereka yang merasakan tidak punya hak untuk menyatakan
pendapat dan pikirannya.
Selain itu Gunarsih dalam bukunya Konseling dan Psikoterapi
menjelaskan pengertian latihan asertif yaitu prosedur latihan yang
diberikan kepada klien untuk melatih perilaku penyesuaian sosial
melalui ekspresi diri dari perasaan, sikap, harapan, pendapat, dan
haknya.11
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa assertive training atau latihan asertif adalah
prosedur latihan yang diberikan untuk membantu peningkatan
kepercayaan diri dalam mengkomunikasikan apa yang diinginkan,
11
dirasakan dan dipikirkan pada orang lain namun tetap menjaga dan
menghargai hak-hak serta perasaan orang lain.
Dalam proses bimbingan yang akan dilakukan ini konselor
mengajarkan kepada klien untuk:
1. Bisa menyampaikan pendapat dan segala apa yang ada di dalam
hatinya, melalui training.
2. Konselor juga membimbing dan memperlihatkan model perilaku
yang lebih diinginkan klien dan klien mempraktekkan seperti apa
yang dicontohkan oleh konselor.
3. Klien kemudian berusaha untuk mengulangi respon yang diberikan.
3. Selain itu konselor mengajak klien untuk lebih dekat dengan orang
yang berada di sekelilingnya.
4. Konselor meminta klien untuk lebih berani dan terbuka tentang hal
apapun.
5. Klien dituntut untuk selalu aktif dalam menerima tantangan, terlibat
penuh saat diminta untuk maju kedepan, dan bisa menjelaskan
setiap materi yang telah diberikan.
Kegiatan ini dilakukan melalui training dalam bentuk
latihan-latihan yang berisikan materi tentang Self Concept, dan dalam
prosesnya terletak pada tahap pelaksanaan, penyampaian materi, dan
12
Pada tahap pelaksanaan bentuk assertive training dimulai saat
konselor mengajak klien (anggota karang taruna Yodha Mandiri)
berpartisipasi penuh dalam kegiatantraining, yang meliputi:
1. Pada tahap langkah awal dan perencanaan pembimbing/konselor
mengidentifikasi keadaan atau permasalahan yang sedang dialami
klien.
2. Setelah itu pembimbing/konselor memeriksa dan memikirkan
bantuan apa yang cocok untuk diberikan kepada klien.
3. Kemudian dipilih lah situasi khusus dimana klien melakukan
permainan peran (role playing) dengan mediatraining self concept.
4. Di dalam training ini (tahap pelaksanaan) pembimbing/konselor
memberikan umpan balik secara verbal dan visual, menekankan hal
yang positif dan menunjukkan hal-hal yang tidak sesuai (tidak
cocok) pada klien, dengan cara yang baik dan tidak menghukum
atau menyalahkan.
5. Pembimbing/ konselor memperlihatkan model perilaku yang
seharusnya dimiliki oleh klien.
6. Pembimbing atau konselor menjelaskan hal-hal yang mendasari
perilaku yang diinginkan klien.
7. Dalam proses training pembimbing/konselor juga memberi contoh
13
8. Selama training berlangsung, penyampaian materi ini berisikan
tentang hal yang meyakinkan tentang diri klien yang positif yang
kemudian diikuti oleh perilaku-perilaku (praktek) secara langsung.
9. Klien kemudian menirukan apa yang diminta pembimbing/konselor.
10. Pembimbing/konslor memberi penghargaan atas perkembangan yang
terjadi pada klien.
11. Dan terakhir pemberian tugas rumah dan tindak lanjut, yakni terjadi
saat proses perenungan. Pembimbing/konselor memberi tugas rumah
pada klien untuk mempraktekkan perilaku yang diharapkan, untuk
memaafkan dirinya dan lingkungan sekitarnya, dan lebih menerima
serta terbuka lagi pada diri sendiri. Dan konselor memeriksa perilaku
target apakah sudah dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
3.Self Concept
Menurut Keliat, konsep diri adalah cara individu memandang
dirinya secara utuh, fisikal, emosional, intelektual, sosial dan spiritual.12
Konsep diri adalah pandangan dan sikap individu terhadap diri sendiri.
Pandangan diri terkait dengan dimensi fisik, karakteristik individual,
dan motivasi diri. Pandangan diri tidak hanya meliputi
kekuatan-kekuatan individual, tetapi juga kelemahan bahkan juga kegagalan
dirinya.
12Keliat, Budi Anna, Dkk.Proses Kperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. (Jakarta: EGC,
14
Harlock memberikan pengertian tentang konsep diri sebagai
gambaran yang dimiliki orang tentang dirinya. Konsep diri ini
merupakan gabungan dari keyakinan yang dimiliki individu tentang
mereka sendiri yang meliputi karakteristik fisik, psikologis, sosial,
emosional, aspirasi dan prestasi.13
Konsep diri merupakan penentu sikap individu dalam bertingkah
laku, artinya apabila individu cenderung berpikir akan berhasil, maka
hal ini merupakan kekuatan atau dorongan yang akan membuat indiviu
menuju kesuksesan. Sebaliknya jika individu berpikir akan gagal,
maka hal ini sama saja mempersiapkan kegagalan bagi dirinya.
Dari beberapa pendapat dari para ahli diatas maka dapat
disimpulkan bahwa konsep diri adalah cara pandang secara
menyeluruh tentang dirinya, yang meliputi kemampuan yang dimiliki,
perasaan yang dialami, kondisi fisik dirinya maupun lingkungan
terdekatnya.
Komponen Konsep diri yakni terdiri dari Citra diri (Self Image),
Ideal Diri (Self Ideal), Harga diri (Self Esteem), Peran (Self Rool)dan
Identitas (Self Idencity).
a. Citra diri
Citra diri adalah sikap terhadap dirinya baik disadari
maupun tidak disadari. Dapat diartikan sebagai pengertian
seseorang terhadap dirinya sendiri, Pietrofesa dalam setiap
13Elizabeth B. Hurlock.Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
15
tulisannya secara konsisten menerangkan bahwa citra diri meliputi
semua nilai, sikap, dan keyakinan terhadap diri seseorang dalam
berhubungan dengan lingkungan, dan merupakan paduan dari
sejumlah persepsi diri yang mempengaruhi dan bahkan
menentukan persepsi atau tingkah laku. Ada ke khasan dari orang
ke orang dalam citra dirinya dan itu unik.14
b. Ideal Diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaiamana ia
seharusnya bertingkah laku berdasarkan standar pribadi. Standar
dapat berhubungan dengan tipe orang yang diinginkan/disukainya
atau sejumlah aspirasi, tujuan, nilai yang diraih. Ideal diri akan
mewujudkan cita-cita ataupun penghargaan diri.
c. Harga Diri
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang
dicapai dengan menganalisis seberapa banyak kesesuaian tingkah
lakudengan ideal dirinya. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan
orang lain yaitu: dicintai, dihormati, dan dihargai. Mereka yang
menilai dirinya positif cenderung bahagia, sehat, berhasil dan dapat
menyesuaiakan diri. Sebaliknya individu akan merasa dirinya
14Andi Mappiare AT.Pengantar Konseling dan Psikoterapi, (Jakarta: PT Raja Grafindo
16
negative, relatif tidak sehat, cemas, tertekan, pesimis, merasa tidak
dicinta atau tidak diterima di lingkungannya.15
d. Peran
Peran adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan
tujuan yang diharapkan oleh masyarakat dihubungkan dengan
fungsi inidividu di dalam kelompok sosial. Setiap orang disibukkan
oleh beberapa peran yang berhubungan dengan posisi pada setiap
waktu sepanjang daur kehidupannya. Harga diri yang tinggi
merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok
dengan ideal diri.
e. Identitas Diri
Identitas diri adalah kesadaran tentang diri sendiri yang
dapat diperoleh individu dari observasi dan penilaian dirinya,
menyadari bahwa individu dirinya berbeda dengan orang lain, dan
tidak ada duanya. Identitas berkembang sejak masa kanak-kanak,
bersamaan dengan berkembangnya konsep diri. Dalam identitas
diri ada otonomi yaitu mengerti dan percaya diri, respek terhadap
diri, mampu menguasai diri, mengatur diri dan menerima diri.
Oleh karena itu, dalam meningkatkan self concept dalam
penelitian ini peneliti menggunakan bimbingan kelompok berbasis
assertive training dengan harapan anggota karang taruna Yodha
Mandiri untuk bisa:
15Keliat, Budi Anna, Dkk.Proses Kperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. (Jakarta: EGC,
17
1. Memiliki citra diri (Self Image)yang baik.
2. Menjadikan dirinya Ideal (Self Ideal) yang bisa jadi panutan.
3. Memiliki harga diri (Self Esteem)yang tinggi.
4. Memiliki Peran (Self Rool) dan kontribusi yang penuh dalam
desa.
5. Serta memiliki Identitas Diri (Self Idencity) yang membedakan
dirinya dengan orang lain.
Hingga terbangun Konsep diri (Self Concept) yang jelas
pada masing-masing individunya, yang demikian itu akan sangat
bermanfaat bagi pengembangan kepribadian anggota karang taruna
Yodha Mandiri terlebih manfaatnya juga akan didapat oleh desa itu
sendiri, karena dengan memiliki konsep diri yang jelas maka akan
terlaksana dengan baik pula dalam melaksanakan program
kerjanya.
.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah
menggunakan pendekatan kuantitatif, penelitian kuantitatif adalah
penelitian yang menggunakan metode-metode yang didasarkan pada
18
dengan analisis-analisis statistik.16 Analisis yang ada di penelitian
kuantitatif menggunakan metode pengumpulan data atau pengukuran
variabel.17 Lebih jelasnya, penelitian kuantitatif adalah penelitian yang
menggunakan data berupa angka sebagai alat untuk menemukan
keterangan mengenai apa yang ingin diketahui, angka-angka terkumpul
sebagai hasil penelitian yang menggambaerkan situasi dan kejadian.18
MC. Milan dan Scumacher membedakan ada dua metode dalam
penelitian kuantitatif yaitu eksperimental dan non eksperimental. Non
eksperimental dapat berbentuk deskriptif, komparatif, korelasional, dan
survei. Selain dengan survei, data kuantitatif dapat diambil melalui
testing eksperimen atau kuesioner.
Adapun jenis penelitiannya, peneliti akan menggunakan penelitian
eksperimental, penelitian eksperimental dapat didefinisikan sebagai
metode yang dijalankan dengan menggunakan suatu perlakuan
(treatment) tertentu. Observasi pada penelitian eksperimental dilakukan
di bawah kondisi buatan(artifical condition) yang diatur oleh peneliti.19
Hal ini diambil karena peneliti ingin menggunakan suatu perlakuan
terhadap kelompok tertentu dengan kondisi yang akan diatur
sedemikian rupa dan kemudian hasilnya akan di evaluasi.
16Jane Stokes,How To Do Media And Cultural Studies: Panduan Untuk Melaksanakan
Penelitian, (Yogyakarta: Benteng Pustaka, 2003), Hlm. 4
17Nanang Martono,Metode Penelitian Kuantitatif: Analisis Isi dan Analisis Data
Sekunder(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), Hlm. 11
18Margono,Metodologi Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), Hlm. 103
19Restu Kartika Widi. AsasMetodologi Penelitian: Sebuah Pengantar dan Penuntun
19
Pre-Experimental Design (non design), khususnya One Group
Prerest-Posttest Design adalah bentuk penelitian eksperimental yang
dipilih oleh peneliti. Model ini dipilih karena peneliti hendak
memberikan tes pada saat sebelum dan sesudah diberi perlakuan.20
2. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling
a. Populasi
Secara etimologi populasi diartikan sebagai jumlah orang atau
benda di suatu daerah yang memiliki sifat universal21, sedangkan
populasi menurut Sugiono adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari
objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Sedang Suharsimi Arikunto mengartikan populasi
adalah keseluruhan objek penelitian.22 Dari pengertian tersebut peneliti
menyimpulkan bahwa populasi merupakan sekelompok orang atau
objek yang berhubungan dengan kriteria penelitian untuk dipelajari dan
ditarik kesimpulannya.
Populasi adalah keseluruhan subjek yang akan diteliti. Populasi
dibagi menjadi dua bagian, yaitu finite (terbatas) dan infinite (tidak
terbatas). Populasi terbatas artinya diketahui jumlahnya sedang tidak
20Sugiyono,Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta,
2009). Hlm. 74
21Mahi M Hikmat, Metode Penelitian Dalam Perspektif Ilmu Komunikasi dan Sastra,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), Hlm. 60
22Asep Saepul Hamdi & E. Bahrudin,Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi dalam
20
terbatas tidak diketahui jumlahnya.23 Populasi yang sudah ditentukan
disebut dengan populasi sasaran (target population). Dalam populasi
sasaran, peneliti menjelaskan secara spesifik batasan dari populasi yang
dipakai.24 Adapun dalam penelitian ini, peneliti menggunakan populasi
tidak terbatas yakni dari perangkat Desa Pacuh, masyarakat Desa Pacuh
dan seluruh anggota krang taruna desa pacuh.
b. Sampel
Sampel adalah bagian terkecil yang mampu mewakili suatu
kelompok secara keseluruhan yang lebih besar (populasi).25 Kemudian
dari sampel tersebut kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk
populasi yang bersangkutan. Oleh sebab itu sampel yang diambil harus
betul-betul representatif.26 Dari pengertian tersebut, dapat ditarik
pemahaman bahwa sampel yang diambil dari populasi inilah yang
mewakili keseluruhan populasinya.
Adapun sampel penelitian ini adalah 15 anggota karang taruna
Yodha Mandiri di Desa Pacuh yang dipilih dari masing-masing
perwakilan, penguruas harian (inti) berjumlah 6 orang, perwakilan dari
koordinator dan anggota tiap devisi 9 orang, jadi jumlah sampel
keseluruhan 15 orang.
23Wasis,Pedoman Riset Praktis, (Jakarta: EGC, 2006), Hlm. 44
24Eriyanto,Teknik Sampling Analisis Opini Publik, (Yogyakarta: LkiS, 2007), Hlm. 63 25Mahi M Hikmat, Metode Penelitian Dalam Perspektif Ilmu Komunikasi dan Sastra,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), Hlm. 61
26Sugiyono,Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D,(Bandung: Alfabeta,
21
Pemilihan sampel ini tidak terlepas dari kondisi dan kualitas
anggota karang taruna Yodha Mandiri di Desa Pacuh yang sangat susah
jika untuk dikumpulkan dalam sauatu tempat yang sama dengan bentuk
formal, dan jika dilakukan rapat biasanya hanyalah orang-orang tertentu
yang memiliki kesadaran untuk menghadirinya, oleh karenanya peneliti
hanya memilih orang-orang yang aktif saja. Aktif disini dalam artian
anggota yang selalu hadir saat rapat, dan selalu mengikuti kegiatan
program kerja karang taruna, yakni pengurus harian (anggota inti) dan
beberapa anggota dari devisi-devisi lainnya.
c. Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini berbasis pada
Probability Sampling. Probability Sampling adalah sebuah teknik
pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap
unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel sebuah
penelitian.27
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
Purpose Sampling (Sampling Bertujuan), yaitu teknik sampling yang
digunakan oleh peneliti jika peneliti mempunyai
pertimbangan-pertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampelnya.28
27Sugiyono,Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2012), Hlm. 120
22
d. Lokasi Penelitian
Lokasi dan waktu penelitian merupakan rencana tentang tempat
dan jadwal yang akan dilakukan oleh peneliti dalam melaksanakan
kegiatan penelitiannya. Dalam pembuatan proposal membuat jadwal
penelitian merupakan sesuatu yang harus dilakukan karena dapat
memberikan rencana secara jelas dalam prosees pelaksanaan penelitian.
Jadwal penelitian meliputi kegiatan persiapan, pelaksanaan dan
penyusunan laporan penelitian.29
Adapun lokasi penelitian ini adalah Balai Desa Pacuh yang terletak
di Dusun Gridi Jaya Desa Pacuh Kecamatan Balongpanggang
Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur.
3. Variabel dan Indikator Penelitian
Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian
suatu penelitian,30jadi variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk
apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh
informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan.31 Dalam
penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas (X) dan variabel terikat
(Y).
29A. Aziz Alimul Hidayat,Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data,
(Jakarta: Salemba Medika, 2012), Hlm. 23-24
30Suharsimi Arikunto,Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis,(Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2013), Hlm. 118
31Sugiyono,Metode Penelitian Pendidikan: Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
23
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yakni X (variabel bebas) dan Y
(variabel terikat).
a. Variabel bebas (VX) adalah Bimbingan Kelompok berbasis Assertive
Training.
b. Variabel terikat (VY) adalah Self Concept anggota karang taruna Yodha
Mandiri di Desa Pacuh Balongpanggang Gresik.
Dari variabel tersebut di uji dibuat indikator dari indikator di perjelas
menjadi indikator-indikator dalam penelitian ini adalah:
a. Indikator variabel bebas (X):
Bimbingan kelompok berbasisassertive trainingdibatasi pada32:
1.) Keberanian anggota dalam mengekspresikan pikiran, perasaan dan
kebutuhan dirinya, baik secara verbal, dan tanpa perasaan takut, cemas
dan khawatir.
2.) Mudah berkomunikasi, hangat, dan menjalin hubungan sosial yang baik
dengan orang lain.
3.) Mampu menyatakan perasaannya secara jelas, tegas, jujur, apa adanya
dan sopan.
4) Tidak mudah tersinggung, sensitif dan emosional.
5) Menolak permintaan yang dianggap tidak masuk akal, berbahaya, negatif
dan dapat merugikan oranglain.
b. Indikator variabel terikat (Y):
Self Conceptdalam hal ini dibatasi pada33:
32Gerald Corey.Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. (Bandung: PT. Refika
24
1) Mempunyai keyakinan akan kemampuan dirinya dalam menghadapi
kehidupan yang dijalaninya.
2) Menganggap dirinya berharga sebagai seorang manusia.
3) Bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya.
4) Menyadari dan tidak merasa malu akan keadaan dirinya.
5) Kelemahan yang dimilikinya tidak membuatnya menyalahkan dirinya
sendiri.
4. Teknik Pengumpulan Data
Hal yang harus dilakukan terlebih dahulu sebelum mengadakan penelitian
adalah menentukan teknik yang akan digunakan dalam mengumpulkan data,
harus diperlihatkan cara dan hakekat pemakaian metode pengumpulan datanya.
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.
Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan
mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.34
Teknik pengumpulan data adalah tahapan yang paling krusial, maka proses
ini harus dilakukan dengan cermat agar memperoleh hasil yang sesuai dan
dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.35 Data yang diperlukan dalam
penelitian ini dikumpulkan melalui 4 (empat) cara yaitu, melalui observasi,
33http://psikologi-komunikasi.blogspot.co.id/2014/05/konsep-diri.html?m=1, diunduh
pada tanggal 27 November 2016 paa pukul 02:59 WIB
34 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta,
2012), Hlm. 223
25
wawancara (interview), kuesioner (angket) dan dokumentasi yang dilakukan
dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
a.) Pada tahap awal dilakukan Observasi
Yaitu melakukan pengamatan secara sistematis dan terencana untuk
memperoleh data yang valid. Dalam hal ini selain peneliti melakukan
pengamatan pada aktivitas dan seluruh kegiatannya, peneliti juga ikut terjun
langsung mulai dari rapat hingga turun ke lapangan untuk mengamati atau
mengobservasi anggota karang taruna Yodha Mandiri di Desa Pacuh
Kecamatan Balongpanggang Kabupaten Gresik yang melakukan kegiatan
personal atau intrapersonal yang berhubungan dengan Self Konsep para
anggotanya.
b.) Pada tahap selanjutnya dilakukan Wawancara (interview)
Secara intensif dan mendalam terhadap para informan, dengan cara
wawancara yang tidak terstruktur dengan menggunakan panduan yang
memuat garis besar lingkup penelitian, dan dikembangkan dengan bebas
selama wawancara berlangsung akan tetapi tetap pada sebatas ruang lingkup
penelitian, dengan tujuan agar tidak kaku dalam memperoleh informasi
dengan mempersiapkan terlebih dahulu gambaran umum
pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. Wawancara mendalam secara umum
merupakan suatu proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan
26
pedoman wawancara dimana pewawancara dan informan terlibat dalam
kehidupan sosial yang relatif lama.36
Peneliti mengamati kenyataan dan mengajukan pertanyaan kepada
ketua karang taruna hingga beberapa dari anggotanya untuk mendapatkan
informasi, hal yang ditanyakan dalam wawancara ini tidak begitu formal,
dengan pertanyaan langsung dan terbuka hingga berkembang secara wajar
berdasarkan ucapan dan buah pikiran yang dicetuskan oleh orang yang
diwawancarai.37 Teknik ini digunakan oleh peneliti sebagai penguat hasil
observasi maupun angket yang telah diperoleh.
c.) Angket (Kuesioner)
Merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden
untuk dijawab.38
Peneliti menggunakan angket tertutup guna memperoleh data tentang
hal-hal yang berkaitan dengan bimbingan kelompok, dalam peneliaiannya
peneliti menggunakan angket dengan jenis rating scale, dengan ketentuan
sebagai berikut:
STS(Sangat tidak sesuai) : bernilai1
TS(Tidak Sesuai) : bernilai2
36 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan
Ilmu Sosial Lainnya(Jakarta: Kencana, 2010), h. 108
37 Andi Prastowo, Menguasai Teknik-teknik Koleksi Data Penelitian Kualitatif
(Yogyakarta: Diva Press, 2010), h. 14
38 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta,
27
S(Sesuai) : bernilai3
SS(Sangat sesuai) : berniali4
Peneliti akan memberikan angket sebelum diberikan perlakuan dan
sesudah diberikan perlakuan yang terkait dengan self concept anggota
karang taruna Yodha Mandiri Pacuh Balongpanggang Gresik.
d.) Studi dokumen (Dokumentasi)
Adalah rekaman peristiwa yang lebih dekat dengan percakapan,
menyangkut persoalan pribadi, memerlukan interpretasi yang berhubungan
sangat dekat dengan konteks rekaman peristiwa tersebut.39
Metode ini digunakan peneliti sebagai bukti otentik visual saat proses
pelaksanaan bimbingan kelompok berbasis assertive training pada anggota
karang taruna Yodha Mandiri.
5. Teknik Analisis Data
Di dalam penelitian kuantitatif, analisis data merupakan kegiatan setelah
pengumpulan data empirik. Secaara garis besar, kegiatan menganalisis datanya
adalah dimulai dari mengelompokkan data, menyajikan data setiap variabel,
melakukan perhitungan dan menjawab perumusan masalah, dan melakukan
perhitungan dengan menggunakan statistik.40
39Burhan Bungin,Metode Penelitian kualitatif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2006), Hlm. 130
40Asep Saepul Hamdi & Bahruddin,Metoe Penelitian Kuantitatif Aplikasi dalam
28
Peneliti menggunakan instrumen penelitian berupa angket (kuesioner),
setelah data terkumpul lalu data diukur dan dimasukkan dalam formulasi uji
Paired Samples T-test. Tujuannya adalah untuk melihat pengaruh dan
membandingkan antara variabel bebas dan variabel terikat. Sehingga dapat
menjawab rumusan masalah yang telah dijelaskan diatas.
thitung=
2
Keterangan:
=
Rata-rata sampel 1=
Rata-rata sampel 2= Simpangan baku sampel 1
= Simpangan baku sampel 2
= Varian 1
= Varian 2
r = Korelasi antar dua variabel
Sedangkan langkah-langkah analisis data dalam penelitian ini antara lain:
a. Memeriksa (editing)
Hal ini dilakukan setelah semua data yang kita kumpulkan melalui
kuesioner atau angket atau instrumen lainnya, langkah pertama yang perlu
29
Hal ini dilakukan denganmaksud untuk mengecek apabila terjadi kesalahan
maka responden diminta untuk mengisi angket kembali.
b. Memberi Tanda Kode(Coding)
Memberi tanda kode terhadap pertanyaan-pertanyaan yang telah
diajukan. Hal ini, dimaksudkan untuk mempermudah waktu mengadakan
tabulasi dan analisa.
c. Tabulasi Data
Tabulasi data dilakukan jika semua masalah editing dan coding
kita selesaikan, artinya tidak ada lagi permasalahan yang timbul dalam
editingdancodingatau semuanya telah selesai.
Analisis perhitungan rumus statistik dengan menggunakan tabel
data, ragam tabel data disesuaikan dengan kebutuhan komponen rumus
tersebut. Dengan demikian, rumus perhitungan analisis rumus-rumus
tersebut hanya dilakukan dalam tabel itu. Teknik analisis data
dimaksudkan untuk mengkaji kaitannya dengan kepentingan pengajuan
hipotesis penelitian, tujuannya adalah untuk mencari kebenaran data
tersebut.
Adapun ketiga teknik analisis data ini ditempuh untuk mengetahui
pengaruh dari treatment yang digunakan oleh peneliti yang berupa
Bimbingan kelompok berbasis assertive training (veriabel X) dalam
meningkatkan Self Concept anggota karang taruna Yodha Mandiri
30
H.Sistematika Pembahasan
Bab satu merupakan pendahuluan yang berisi tentang gambaran umum
yang memuat pola dasar penulisan skripsi ini yaitu latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional,
kerangka teori dan hipotesis serta metode penelitian yang meliputi:
pendekatan dan jenis penelitian, populasi, sampel dan teknik sampling,
variabel dan indikator penelitian. Teknik pengumpulan data, teknik analisis
data, dan sistematika pembahasan.
Bab dua membahas tentang kajian teoretik yang meliputi pengertian,
Tujuan, Fungsi, Langkah Penyelenggaraan, serta Teori – Teori yang
mendasari Bimbingan Kelompok, serta memaparkan tentang konsepAssertive
Training yang digunakan untuk pelaksanaan Proses Bimbingan Kelompok.
Juga dijabarkan hasil penelitian terdahulu yang relevan dan hipotesis
penelitian.
Bab tiga membahas tentang gambaran umum Desa Pacuh Kecamatan
Balongpanggang Kabupaten Gresik, seperti kondisi dan letak geografisnya,
sejarah dan perkembangannya, struktur Kepemerintahan Desa, kondisi
Anggota Karang Trauna serta kegiataan-kegiatan yang ada di Organisasi
Karang Taruna Yodha Mandiri Desa Pacuh Kecamatan Balongpanggang
Kabupaten Gresik.
Bab empat membahas tentang analisa Bimbingan Kelompok berbasis
31
Taruna Yodha Mandiri di Desa Pacuh Kecamatan Balongpanggang
Kabupaten Gresik.
Bab lima membahas tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian
32
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teoritik
1. Bimbingan Kelompok
Salah satu layanan bimbingan dan konseling adalah bimbingan kelompok, bimbingan kelompok dimaksudkan untuk mencegah berkembangnya masalah atau kesulitan pada diri konseli. Isi bimbingan kelompok terdiri atas penyampaian informasi yang berhubungan dengan masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi dan masalah sosial.
Informasi yang diberikan dalam bimbingan kelompok itu bertujuan untuk memperbaiki dan mengembangkan pemahaman diri dan pemahaman tentang orang lain, dan tujuan tidak langsungnya yakni perubahan pada sikap. Kegiatan bimbingan kelompok biasanya dipimpin oleh seorang konselor pendidikan atau seorang guru.41
Kegiatan bimbingan kelompok banyak menggunakan alat-alat pelajaran seperti cerita-cerita yang tidak tamat, boneka, dan film. Kadang-kadang dalam pelaksanaannya konselor mendatangkan ahli tertentu untuk memberikan ceramah yang bersifat informatif. Kegiatan ini pada umumnya menggunakan prinsip dan proses dinamika kelompok, seperti dalam kegiatan sosiodrama, diskusi panel dan teknik lainnya yang berkaitan dengan kegiatan kelompok.
33
Penyelenggaraan bimbingan kelompok memerlukan persiapan dan praktik pelaksanaan kegiatan yang memadai dari langkah awal sampai dengan evaluasi dan tindak lanjutnya.
a. Langkah Awal
Langkah atau tahap awal yang dilakukan dalam pembentukan kelompok sampai dengan mengumpulkan peserta yang siap melaksanakan kegiatan kelompok. Langkah awal ini dimulai dengan penjelasan tentang adanya layanan bimbingan kelompok bagi para peserta, juga tentang pengertiannya, tujuannya, dan kegunaan bimbingan kelompok. Setelah penjelasan ini langkah selanjutnya menghasilkan kelompok yang langsung merencanakan waktu dan tempat menyelenggarakan kegiatan bimbingan kelompok.
b. Perencanaan Kegiatan
Perencanaan kegiatan bimbingan kelompok meliputi: 1.) Materi layanan
2.) Tujuan yang ingin dicapai 3.) Sasaraan kegiatan
4.) Bahan atau sumber bahan untuk bimbingan kelompok 5.) Rencana penilaian
6.) Waktu dan tempat c. Pelaksanaan Kegiatan
34
1.) Persiapan menyeluruh yang meliputi persiapan fisik (tempat dan kelengkapannya), persiapan bahan, persiapan keterampilan, dan persiapan administrasi.
Mengenai persiapan keterampilan untuk penyelenggaraan bimbingan kelompok, pembimbing diharapkan mampu melaksanakan teknik-teknik berikut ini:
a.) Teknik umum, yaitu “Tiga M” (mendengar dengan baik, memahami secara penuh, merespon secara tepat dan positif) dorongan minimal, penguatan, dan keruntutan.
b.) Keterampilan memberikan tanggapan, mengenal perasaan peserta, mengungkapkan perasaan sendiri dan merefleksikan. c.) Keterampilan memberikan pengarahan, seperti memberikan
informasi, memberikan nasihat, bertanya secara langsung dan terbuka, mempengaruhi dan mengajak, menggunakan contoh pribadi, memberikan penafsiran, mengkonfrontasikan, mengupas masalah dam menyimpulkan, dan memantapkan asas kerahasiaan kepada seluruh peserta.
2.) Pelaksanaan tahap-tahap kegiatan Tahap Pertama: Pembentukan
Temanya pengenalan, pelibatan dan pemasukan diri. Meliputi kegiatan:
35
c.) Saling memperkenalkan dan mengungkapkan diri. d.) Teknik khusus.
e.) Permainan penghangatan/pengakraban. Tahap Kedua: Peralihan
Meliputi kegiatan:
a.) Menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya.
b.) Menawarkan atau mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya.
c.) Membahas suasana yang terjadi.
d.) Meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota. Tahap Ketiga: Kegiatan
Meliputi kegiatan:
a.) Pemimpin kelompok mengemukakan suatu masalah atau topik. b.) Tanya jawab antara anggota dan pemimpin kelompok tentang
hal-hal yang belum jelas yang menyangkut masalah atau topik yang dikemukakan pemimpin kelompok.
c.) Anggota membahas masalah atau topik tersebut secara mendalam dan tuntas.
d.) Kegiatan selingan. d. Evaluasi Kegiatan
36
mereka. Isi kesan-kesan yang diungkapkan oleh para peserta merupakan isi penilaian yang sebenarnya. Penialaian terhadap bimbingan kelompok dapat dilakukan secara tertulis, baik melalui essai, daftar cek, maupun daftar isian sederhana. Secara tertulis para peserta diminta mengungkapkan perasaannya, pendapatnya, harapannya, minat dan sikapnya terhadap berbagai hal, baik yang telah dilakukan selama kegiatan bimbingan kelompok (isi maupun proses), juga kemungkinan keterlibatan mereka untuk kegiatan serupa selanjutnya. Kepada para peserta juga dapat diminta untuk mengemukakan (baik lisan maupun tulisan) tentang hal-hal yang paling berharga atau kurang mereka senangi selama kegiatan bimbingan kelompok berlangsung.
Penilaian terhadap bimbingan kelompok berorientasikan pada perkembangan, yaitu mengenali kemajuan atau perkembangan positif yang terjadi pada diri peserta. Penilaian terhadap bimbingan kelompok
lebih bersifat penilaian “dalam proses” yang dapat dilakukan melalui:
1.) Mengamati partisipasi dan aktivitas peserta selama kegiatan berlangsung.
2.) Mengungkapkan pemahaman peserta atas materi yang dibahas. 3.) Mengungkapkan kegunaan bimbingan kelompok bagi mereka dan
perolehan mereka sebagai hasil dari keikutsertaan mereka.
37
5.) Mengungkapkan kelancaran proses dan suasana penyelenggaraan bimbingan kelompok.
e. Analisis dan Tindak Lanjut
Hasil penelitian kegiatan bimbingan kelompok perlu dianalisis untuk mengetahui lebih lanjut seluk beluk kemajuan para peserta dan seluk beluk penyelenggaraan bimbingan kelompok. Hal ini perlu dikaji apakah hasil-hasil pembahasan dan pemacahan masalah sudah dilakukan sealam atau setuntas mungkin, dan apakah sebenarnya masih ada aspek-aspek penting yang belum dijangkau dalam pembahasan itu.
Dalam analisis tersebut, satu hal yang menarik ialah analisis tentang kemungkinan dilanjutkannya pembahasan topik atau masalah yang telah dibahas sebelumnya. Usaha tindak lanjut mengikuti arah dan hasil analisis tersebut diatas. Tindak lanjut itu dapat dilaksanakan melalui bimbingan kelompok selanjutnya atau kegiatan dianggap sudah memadai dan selesai sehingga oleh karenanya upaya tindak lanjut secara tersendiri dianggap tidak diperlukan.42
2.Assertive Training
a. PengertianAssertive Training
Assertive training merupakan salah satu teknik dalam terapi
behavioral. Pada dasarnya pendekatan behavioral mempunyai beberapa teknik yaitu desentisasi sistematis, assertive training, pengkondisian
42Achmad Juntika Nurihsan,Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling, (Bandung: PT
38
aversi dan kontrak perilaku. Terapi behavioral berasal dari dua arah konsep yakni Pavlovian dari Ivan Palov dan skinerian dari B.F Skinner, mula-mula terapi ini dikembangkan oleh Wolpe untuk menanggulangi neurosis.
Willis menjelaskan bahwa assertive training merupakan teknik dalam konseling behavioral yang menitik beratkan pada kasus yang mengalami kesulitan dalam perasaan yang tidak sesuai dalam menyatakannya.Assertive trainingadalah suatu teknik untuk membantu klien dalam hal-hal berikut:43
1.) Tidak dapat menyatakan kemarahan atau kejengkelannya.
2.) Mereka yang sopan berlebihan dan membiarkan orang lain mengambil keuntungan padanya.
3.) Mereka yang merasakan tidak punya hak untuk menyatakan pendapat dan pikirannya.
Latihan asertif digunakan untuk melatih individu yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna utnuk membantu orang yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan
“tidak”, mengungkapkan afeksi dan respon positif lainnya.44
Selain itu Gunarsih dalam bukunya Konseling dan Psikoterapi menjelaskan pengertian latihan asertif yaitu prosedur latihan yang diberikan kepada klien untuk melatih perilaku penyesuaian sosial
39
melalui ekspresi diri dari perasaan, sikap, harapan, pendapat, dan haknya.45
Assertive training adalah bentuk pengembangan dari clasical
conditioningdengan target kliennya yang mengalami kecemasan sosial.
Terapi ini muncul karena adanya kecemasan pada diri individu, itu terjadi karena seseorang mempunyai masalah dengan kebiasaan menghindari ketegasan pada situasi kondisi dimana ketegasan itu sebenarnya menjadi kekuatan, jadi sederhananya paparan tersebut pada intinya untuk situasi serupa dan hasil dari beberapa macam respon asertif, mereka berkata bahwa itu tindakan yang penting untuk maju ke depan.
Pada dasarnya teknik asertive trainingadalah latihan keterampilan sosial untuk membantu seseorang dalam mengungkapkan perasaannya, berusaha berkomunikasi dengan orang lain. Intinya adalah latihan keterampilan sosial atau berkomunikasi sosial. Hal ini dapat diterapkan pada individu-individu yang mengalami kecemasan untuk mengungkapkan perasaannya, sulit berkomunikasi dan untuk mengungkapkan ekspresi kemarahannya dengan benar.
Sedangkan ada beberapa cara yang dapat digunakan dalam teknik
assertive training antara lain: role playing, modeling, dan diskusi
kelompok:46
1.)Role playing(bermain peran)
40
Adalah cara yang dapat digunakan dalam latihan asertif untuk membantu individu yang sulit mengungkpkan ekspresi atau perasannya pada seseorang yang merasa dia takuti. Dalam hal ini bermain peran dapat dilakukan konselor dan klien, misalnya: konselor menjadi seseorang yang dianggap orang yang mempunyai masalah dengan klien, dengan begitu klien akan mudah untuk mengungkapkan perasaannya.
2.)Modeling(permainan tingkah laku model)
Yaitu cara yang dilakukan untuk membantu individu dalam berperilaku asertif. Biasanya konselor memberikan model yang sesuai dengan memutarkan video seseorang yang bisa menginspirasi atau konselor berperan sebagai model dan klien berusaha menirukan.
3.) Diskusi Kelompok
41
b. Perilaku Asertif
Perilaku assertive merupakan terjemahan dari istilah assertiveness
atau assertion, yang artinya titik tengah antara perilaku non assertive
dan perilaku agresif. Frensterhim dan Bear mengatakan bahwa orang yang memiliki tingkah laku atau perilaku asertif yakni yang memiliki kepercayaan diri yang baik, dapat mengungkapkan pendapat dan ekspresi yang sebenarnya tanpa rasa takut dan berkomunikasi dengan orang lain secara lancar. Sebaliknya orang kurang asertif adalah mereka yang memiliki ciri terlalu mudah mengalah atau lemah, mudah tersinggung, cemas, kurang yakin pada diri sendiri, sukar mengadakan komunikasi dengan orang lain, dan tidak bebas mengemukakan masalah atau hal yang telah dikemukakan.
Berasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku asertif adalah perilaku seseorang dalam hubungan antar pribadi yang menyangkut, emosi, perasaan, pikiran serta keinginan dan kebutuhan secara terbuka, tegas dan jujur tanpa perasaan cemas atau tegang trhadap orang lain, tanpa merugikan diri sendiri dan orang lain.
c. TujuanAssertive Training
Teknik assertive training dalam pelaksanaannya tentu memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh konselor dan klien, menurut Corey terdapat beberapa tujuanassertive training yaitu47:
47Gerald Corey,Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung: PT. Refika
42
a.) Mengajarkan individu untuk menyatakan diri mereka dalam suatu cara sehingga memantulkan kepekaan kepadaa perasaan dan hak-hak orang lain.
b.) Meningkatkan keterampilan behaviornya sehingga mereka bisa menentukan pilihan apakah pada situasi tertentu perlu berperilaku seperti apa yang diinginkan atau tidak.
c.) Mengajarkan pada individu untuk mengungkapkan diri dengan cara sedemikian rupa sehingga terefleksi kepekaannya terhadap perasaan dan hak orang lain.
d.) Meningkatkan kemampuan individu untuk menyatakan dan mengekspresikan dirinya dengan enak dalam berbagai situasi sosial.
e. ) Menghindari kesalahpahaman dari pihak lawan komunikasi.
d. ManfaatAssertive Training
Menurut pendapat Corey48, manfaat latihan asertif yaitu membantu bagi orang-orang yang:
a.) Tidak mampu mengungkapkan kemarahan dan perasaan tersinggung.
b.) Menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya.
c.) Memiliki kesulitan untuk mengatakan “tidak”.
43
d.) Mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respon-respon positif lainnya dan merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri.
Berdasarkan pendapat diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa manfaat latihan asertif adalah membantu peningkatan kemampuan mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan pada orang lain namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan orang lain.
e. Tahapan PelaksanaanAssertive Training
Pada umumnya teknik untuk melakukan latihan asertif mendasarkan pada prosedur belajar dalam diri seseorang yang perlu diubah, diperbaiki dan diperbarui. Pelaksanaan asertive training memiliki beberapa tahapan atau prosedur yang akan dilalui ketika pelaksanaan latihan. Adapun tahapan-tahapannya yakni49:
1) Identifikasi terhadap keadaan khusus yang menimbulkan persoalan pada klien.
2) Memeriksa apa yang dilakukan atau dipikirkan klien pada situasi tersebut.
3) Dipilih sesuatu situasi khusus di mana klien melakukan permainan peran (role palying) sesuai dengan apa yang ia perlihatkan.
44
4) Terapis memberikan umpan balik secara verbal, menekankan hal yang positif dan menunjukkan hal-hal yang tidak sesuai (tidak cocok) dengan sikap yang baik dan dengan cara yang tidak menghukum atau menyalahkan.
5) Terapis memperlihatkan model perilaku yang lebih diinginkan, klien menerima model perilaku jika sesuai (terjadi pergantian peran). 6) Terapis membimbing, menjelaskan hal-hal yang mendasari perilaku
yang diinginkan.
7) Selama berlangsung proses peniruan, terapis meyakinkan pernyataan dirinya yang positif yang diikuti oleh perilaku.
8) Klien kemudian berusaha untuk mengulangi respon tersebut.
9) Terapis menghargai perkembangan yang terjadi pada klien dengan
strategi “pembentukan” (shaping) atau dukungan tertentu yang menyertai pembentukan respon baru (langkah nomor lima, enam, tujuh dan delapan, diulang sampai terapis dan klien puas terhadap respon-responnya yang setidaknya sudah berkurang ansietasnya dan tidak membuat pernyataan diri (selfsentiment) yang negatif. 10) Sekali klien dapat menguasai keadaan sebelumnya menimbulkan
sedikit ansietas, terapis melangkah maju ke hierarki yang lebih tinggi dari keadaannya yang menjadi persoalan.
45
bersama klien menyusun kembali urutan keseluruhannya secara lengkap.
12) Diantara waktu-waktu pertemuan, terapis menyuruh klien melatih dalam imajinasinya, respon yang cocok pada beberapa keadaan. Kepada mereka juga diminta meyertakan pernyataan diri yang terjadi selama melakukan imajinasi. Hasil apa yang yang dilakukan klien dibicarakan pada pertemuan berikutnya.
13) Pada saat klien memperlihatkan ekspresi yang cocok dari perasaan-perasaannya yang negatif, terapis menyuruhnya melakukan dengan respon yang paling ringan. Selanjutnya klien harus memberikan respon yang kuat kalau respon tidak efektif.
14) Terapis harus menentukan apakah klien sudah mampu memberikan respon yang sesuai dari dirinya sendiri secara efektif terhadap keadaan baru, baik dari laporan langsung yang diberikan maupun dari keterangan orang lain yang mengetahui keadaan klien.
46
f. Prosedur yang Diberikan Kepada Klien
Menurut Albert, salah seorang tokoh yang banyak menulis mengenai perilaku asertif atau terapi perilaku asertif – assertive
behaviour therapy, atau latihan asertif – social skill training, adalah
prosedur pelatihan yang diberikan kepada klien untuk melatih perilaku penyesuaian sosial melalui ekspresi diri dari perasaan, sikap, harapan, pendapat, dan haknya prosedurnya adalah:50
1) Latihan keterampilan, dimana perilaku verbal maupun nonverbal diajarkan, dilatih dan diitegrasikan dalam rangkaian perilakunya. 2) Mengurangi kecemasan, yang diperoleh secara langsung maupun
tidak langsung, sebagai tambahan dari latihan keterampilan.
3) Menstruktur kembali aspek kognitif , dimana nilai-nilai kepercayaan, sikap yang membatasi ekspresi diri pada klien, diubah oleh pemahaman dan hal-hal yang dicapai dari perilakunya.
g. Langkah-langkah strategiassertive training
Adapun langkah-langkah dalam strategi latihan asertif adalah sebagai berikut:
1) Rasional strategi: Yaitu konselor memberikan rasional/menjelaskan maksud penggunaan strategi. Konselor memberikan overview tahapan-tahapan implementasi strategi.
47
2) Identifikasi keadaan yang menimbulkan persoalan: Yaitu konselor meminta klien menceritakan secara terbuka permasalahan yang dihadapi dan sesuatu yang dilakukan atau dipikirkan pada saat permasalahan timbul.
3) Membedakan perilaku asertif dan tidak asertif serta mengeksplorasi target: Yaitu konselor dan klien membedakan perilaku asertif dan perilaku tidak asertif serta menentukan perubahan perilaku yang diharapkan.
4) Bermain peran: Pemberian umpan balik serta pemberian model perilaku yang lebih baik, klien bermain peran sesuai dengan permasalahan yang dihadapi, konselor memberi umpan balik secara verbal, pemberian model perilaku yang lebih baik, pemberian penguat positif dan penghargaan.
5) Melaksanakan latihan dan praktik: Klien mendemonstrasikan perilaku yang asertif sesuai dengan target perilaku yang d