• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Kemampuan Sosial Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Cepu, Blora T1 132007019 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Kemampuan Sosial Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Cepu, Blora T1 132007019 BAB II"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI 2.1 Kemampuan Sosial

2.1.1 Pengertian Kemampuan Sosial

Menurut Combs & Slaby (Gimpel dan Merrell, 1998) memberikan pengertian kemampuan sosial (Social Ability) adalah kemampuan

berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosial dengan cara-cara yang khusus yang dapat diterima secara sosial maupun nilai-nilai dan disaat yang

sama berguna bagi dirinya dan orang lain.

Hargie et.al (1998) memberikan pengertian kemampuan sosial (Social Ability) sebagai kemampuan individu untuk berkomunikasi efektif dengan orang lain baik secara verbal maupun nonverbal sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat itu, di mana keterampilan ini merupakan perilaku yang dipelajari. Keterampilan sosial (Social Skill) akan mampu mengungkapkan perasaan baik positif maupun negatif dalam hubungan interpersonal, tanpa harus melukai orang lain.

Menurut Libet dan Lewinsohn (Cartledge dan Milburn, 1995) memberikan pengertian kemampuan sosial (Social Ability) sebagai kemampuan yang kompleks untuk menunjukkan perilaku yang baik dinilai secara positif atau negative oleh lingkungan, dan jika perilaku itu tidak baik akan diberikan punishment oleh lingkungan.

(2)

keahlian dalam melakukan atau mengerjakan beragam tugas dalam suatu pekerjaan atau suatu penilaian atastindakanseseorang.

Pada dasarnya kemampuan terdiri atas dua kelompok faktor (Robbin,2007:57) yaitu:

1. kemampuan intelektual (intelectual ability) yaitu kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktifitas mental-berfikir, menalar dan

memecahkan masalah.

2. kemampuan fisik (physical ability) yaitu kemampuan melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, keterampilan, kekuatan, dan karakteristik serupa.

2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Sosial

Faktor pembawaan merupakan potensi-potensi yang dibawa sejak lahir, dari potensi ini sebagai dasar seseorang berkembang. Berkembangnya potensi ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor dan tanpa adanya potensi tidak akan mungkin terjadi suatu perkembangan.

Faktor aktifitas merupakan salah satu faktor yang penting dalam perkembangan, karena merupakan faktor penggerak bagi perkembangan. Dengan adanya aktivited ini memungkinkan seseorang bersikap aktif. Aktivited dapat berupa kemauan dan potensi (kemampuan) yang menggerakkan dan mengarahkan perkembangan agar memiliki arah atau tujuan.

Beberapa faktor yang juga mempengaruhi kemampuan sosial menurut Syamsu Yusuf dalam psikologi anak dan remaja antara lain yaitu :

(3)

Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan

pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk

perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga

merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Proses

pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih

banyak ditentukan oleh keluarga, pola pergaulan, etika berinteraksi

dengan orang lain banyak ditentukan oleh keluarga.

b. Kematangan

Untuk dapat bersosilisasi dengan baik diperlukan kematangan

fisik dan psikis sehingga mampu mempertimbangkan proses sosial,

memberi dan menerima nasehat orang lain, memerlukan kematangan

intelektual dan emosional, disamping itu kematangan dalam berbahasa

juga sangat menentukan

c. Status Sosial Ekonomi

Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi

keluarga dalam masyarakat. Perilaku anak akan banyak memperhatikan

kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya.

d. Pendidikan

Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat

pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, anak

memberikan warna kehidupan sosial anak didalam masyarakat dan

kehidupan mereka dimasa yang akan datang.

e. Kapasitas Mental : Emosi dan Intelegensi

Kemampuan berfikir dapat banyak mempengaruhi banyak hal,

seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa.

(4)

anak. Anak yang berkemampuan intelek tinggi akan berkemampuan

berbahasa dengan baik. Oleh karena itu jika perkembangan ketiganya

seimbang maka akan sangat menentukan keberhasilan perkembangan

sosial anak.

Menurut Hill (Agustina, 2006), faktor-faktor yang

mempengaruhi kemampuan sosial remaja terdiri dari mengerti siapa diri

sendiri, rasa nyaman dan tidak bergantung, pembentukan relasi, adanya

reaksi setelah kontak fisik serta kemampuan menjadi anggota dalam

kelompok sosial.

2.1.3 Aspek-aspek Kemampuan Sosial

Menurut Sobur (2003) remaja dalam perkembangannya melibatkan beberapa

aspek, antara lain :

a. Perkembangan jasmani / biologis, nampak dengan jelas pada berat badan,

tinggi badan, dan pertumbuhan organ seksual.

b. Perkembangan Intelegensi, ingatannya lebih bersifat rasional. Dalam

mengingat hal-hal mengingat anak kecil lebih tinggi prestasinya.Ingatan

lebih bersifat mekanis, bahwa kecerdasan dipengaruhi oleh faktor

identifikasi yang mempersiapkan pembentukan pengalaman

identitas.Sedangkan sifat yang khas dari kelompok anak pra remaja atau

pra pubertas adalah mereka tidak menentang orang dewasa melainkan

justru menirukan mereka misalnya dalam olah raga, permainan dan

(5)

2.1.4 Bentuk Interaksi Sosial

a. Pembangkangan (Negativisme)

Bentuk tingkah laku melawan.Tingkah laku ini terjadi

sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua

atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Tingkah

laku ini mulai muncul pada usia 18 bulan dan mencapai puncaknya

pada usia tiga tahun dan mulai menurun pada usia empat hingga

enam tahun.

Sikap orang tua terhadap anak seyogyanya tidak

memandang pertanda mereka anak yang nakal, keras kepala, tolol

atau sebutan negatif lainnya, sebaiknya orang tua mau memahami

sebagai proses perkembangan anak dari sikap dependent menuju

kearah independent.

b. Agresi (Agression)

Yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal)

maupun kata-kata (verbal). Agresi merupakan salah bentuk reaksi

terhadap rasa frustasi ( rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan

atau keinginannya). Biasanya bentuk ini diwujudkan dengan

menyerang seperti ; mencubut, menggigit, menendang dan lain

sebagainya.

Sebaiknya orang tua berusaha mereduksi, mengurangi

agresifitas anak dengan cara mengalihkan perhatian atau keinginan

anak. Jika orang tua menghukum anak yang agresif maka egretifitas

(6)

c. Berselisih (Fight)

Sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung atau terganggu

oleh sikap atau perilaku anak lain.

d. Menggoda (Teasing)

Menggoda merupakan bentuk lain dari sikap agresif, menggoda

merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal

(kata-kata ejekan atau cemoohan) yang menimbulkan marah pada orang

yang digodanya.

e. Persaingan (Rivaly)

Yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu

didorong oleh orang lain. Sikap ini mulai terlihat pada usia empat

tahun, yaitu persaingan prestice dan pada usia enam tahun semangat

bersaing ini akan semakin baik.

f. Kerja sama (Cooperation)

Yaitu sikap mau bekerja sama dengan orang lain. Sikap ini

mulai nampak pada usia tiga tahun atau awal empat tahun, pada usia

enam hingga tujuh tahun sikap ini semakin berkembang dengan baik.

g. Tingkah laku berkuasa (Ascendant behavior)

Yaitu tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi

atau bersikap bossiness. Wujud dari sikap ini adalah ; memaksa,

(7)

h. Mementingkan diri sendiri (selffishness)

Yaitu sikap egosentris dalam memenuhi interest atau

keinginannya

i. Simpati (Sympaty)

Yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh

perhatian terhadap orang lain mau mendekati atau bekerjasama

dengan dirinya.

2.2 Kecerdasan Emosi

2.2.1 Pengertian Kecerdasan Emosi

Kecerdasan emosi atau Emotional Intellegence (EQ) adalah kemampuan untuk mengendalikan emosi dan kemampuan untuk membina hubungan dengan orang lain di lingkungan sekitanya. EQ dan IQ adalah dua hal yang berbeda karena memiliki tugas dan fungsi masing-masing.IQ lebih banyak berhubungan dengan otak kiri karena menyangkut tentang berfikir dan menganalisa.Sedangkan EQ lebih banyak menggunakan otak kanan karena menyangkut tentang emosi dan perasaan. Kecerdasan emosi harus selalu di asah karena untuk berhubungan dengan lingkungan di sekitar kita memerlukan banyak kemampuan untuk mengerti, memahami dan mengendalikan emosi diri terhadap orang lain dan lingkungan dengan baik.

EQ merupakan aspek yang ada dalam diri individu yang sudah ada sejak lahir dan harus terus- menerus dikembangkan serta dilatih.Untuk mendapatkan kecerdasan emosi yang baik, seorang

(8)

dalam setiap situasi dan kondisi yang dialaminnya. Apabila seoarang individu memiliki kecerdasan emosi tinggi, maka hak tersebut akan nampak dari perilakunya dan akan berpengaruh terhadap dirinya sendiri, misalnya seoarng individu akan terlihat bahagia, sehat baik jasmani maupun rohani.

Menurut Yusuf (2002) emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah atau dangkal maupun pada tingkat yang luas atau mendalam. Yang

dimaksud warna afektif ini adalah perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi ( menghayati ) suatu situasi tertentu. Contohya; gembira, bahagia, putus asa, terkejut, benci atau tidak senang dan sebagainya

Menurut Aristoteles (dalam Goleman, 2000) kecerdasan

emosional mencakup pengendalian diri, semangat dan ketekunan,

serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri.Selanjutnya

Goleman (1999) juga mengemukakan tentang kecerdasan emosional, yaitu kemampuan seperti kemampuan memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengandalkan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar bebas dari stres, tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa. Kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan serta mengatur keadaan jiwa (Goleman, 1997).

Simmon dan Simmons Jr (dalam Fakhrurrozi dan Anggrainie, 2001), mendefinisikan kecerdasan emosi yang kita miliki adalah

(9)

Menurut Salovey dan Mayer (Stein & Book, 2002) kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual.Sedangkan Bar-On (Stein & Book, 2002) kecerdasan emosi adalah serangkaian kemampuan, kompetensi, dan kecakapan non-kognitif yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk

berhasil mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan. Dalam bahasa sehari-hari, kecerdasan emosi biasa kita sebut sebagai street

smart atau kemampuan khusus yang kita kenal sebagai akal sehat,

yaitu terkait dengan kemampuan membaca lingkungan politik dan sosial, serta menatanya kembali, kemampuan memahami dengan spontan apa yang diinginkan dan dibutuhkan orang lain, kelebihan dan kekurangan mereka, kemampuan untuk tidak terpengaruh oleh tekanan, dan kemampuan untuk menjadi orang yang menyenangkan yang kehadirannya didambakan orang lain (Stein dan Book, 2002)

Cooper dan Sawaf (2002) berpendapat bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan merasakan, memahami dan menerapkan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh yang manusiawi.

(10)

Steiner (Riani & Farida, 2001), memberikan pengertian kecerdasan emosional sebagai suatu kemampuan untuk mengerti emosi diri sendiri dan orang lain serta mengetahui bagaimana emosi diri sendiri terekspresikan untuk peningkatan maksimal secara etis sebagai kekuatan pribadi.

Patton (2000) kecerdasan emosi adalah dasas-dasar

pembentukan emosi yang mencakup keterampilan-keterampilan

seseorang untuk mengadakan impuls-impuls dan menyalurkan emosi

yang kuat secara efektif.

Howes dan Herald (1999) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagaikomponen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosinya. Lebih lanjutdijelaskan, bahwa emosi manusia berada di wilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi dan sensasi emosi yang apabila diakui dan dihormati, kecerdasan emosionalakan menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain.

Berdasarkan pengertian dari para ahli di atas maka

kesimpulan dari kecerdasan emosi adalah kemamampuan seseorang

dalam mengatur dan memotivasi diri sendiri sebagai tanda

(11)

2.2.2 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi

Menurut Goleman (2000) mengemukakan bahwa ada lima faktor

kecerdasan emosional yaitu :

1. Kesadaran diri, yaitu kemampuan seseorang untuk mengetahui

apa yang ia rasakan pada suatu saat dan menggunakannya untuk

memandu dalam pengambilan keptuusan bagi diri sendiri.

2. Pengaturan diri yaitu kemampuan seseorang menangani

emosinya sendiri sehingga berdapak positif terhadap pelaksanaan

tugas, peka terhadap kata hati, sanggup menunda kenikmatan

sebelum tercapainya suatu sasaran, dan mampu pulih kembali

dari tekanan emosi.

3. Motivasi diri, kemampuan menggunakan hasrat yang paling

dalam untuk menggerakkan dan menuntun menuju sasaran,

mampu mengambil inisiatif dan bertindak secara efektif serta

mampu bertahan menghadapi kegagalan dan frustrasi.

4. Empati yaitu kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan

oleh orang lain, menumbuhkan hubungan saling percaya dan

mampu menyelaraskan diri dengan berbagai tipe orang

5. Keterampilan sosial yaitu kemampuan untuk mengendalikan

emosi dengan baik ketika berhubungan sosial dengan cermat

dapat berinteraksi dengan lancar, menggunakan ketrampilan ini

untuk mempengaruhi, memimpin, bermusyawarah,

(12)

Menurut Agustian (2007) faktor-faktor yang berpengaruh dalam peningkatan kecerdasan emosi yaitu:

a. Faktor Psikologi

Faktor psikologis merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu. Faktor internal ini akan membantu individu dalam mengelola, mengontrol, mengendalikan dan mengkoordinasikan keadaan emosi agar termanifestasi dalam perilaku secara efektif. Menurut Goleman (2007) kecerdasan emosi erat

kaitannya dengan keadaan otak emosional. Bagian otak yang mengurusi emosi adalah sistem limbik. Sistem limbik terletak jauh dalam hemisfer otak besar dan terutama bertanggung jawab atas pengaturan emosi dan impuls. Peningkatan kecerdasan emosi secara fisiologis dapat dilakukan dengan puasa. Puasa tidak hanya mengendalikan dorongan fisiologis manusia, namun juga mampu mengendalikan kekuasaan impuls emosi.

b. Faktor pelatihan emosi

(13)

c. Faktor Pendidikan

Pendidikan dapat menjadi salah satu sarana belajar individu untuk mengembangkan kecerdasan emosi.Individu mulai dikenalkan dengan berbagai bentuk emosi dan bagaimana mengelolanya melalui pendidikan. Pendidikan tidak hanya berlangsung di sekolah, tetapi juga di lingkungan keluarga dan masyarakat. Sistem pendidikan di sekolah tidak boleh hanya menekankan pada kecerdasan akademik saja, memisahkan kehidupan dunia dan akhirat, serta menjadikan ajaran agama sebagai ritual saja. Melalui puasa mampu mendidik

individu untuk memiliki kejujuran, komitmen, visi, kreativitas, ketahanan mental, kebijaksanaan, keadilan, kepercayaan, peguasaan diri atau sinergi, sebagai bagian dari pondasi kecerdasan emosi.

Menurut Goleman (2000) faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional meliputi :

a. Faktor yang bersifat bawaan genetik

(14)

b. Faktor yang berasal dari lingkungan

Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama kita untuk mempelajari emosi, dalam lingkungan yang akrab ini kita belajar begaimana merasakan perasaan kita sendiri dan bagaimana orang lain menanggapi perasaan kita, bagaimana berfikir tentang perasaan ini dan pilihan-pilihan apa yang kita miliki untuk bereaksi, serta bagaimana membaca dan mengungkap harapan dan rasa takut. Pembelajaran emosi bukan hanya melalui hal-hal yang diucapkan dan dilakukan oleh orang tua secara langsung pada anak-anaknya, melainkan juga

melalui contoh-contoh yang mereka berikan sewaktu menangani perassaan mereka sendiri atau perasaan yang biasa muncul antara suami dan istri. Ada ratusan penelitian yang memperhatikan bahwa cara orang tua memperlakukan anak-anaknya entah dengan disiplin yang keras atau pemahaman yang empati, entah dengan ketidakpedulian atau kehangatan, dan sebagainya berakibat mendalam dan permanen bagi kehidupan emosional anak.

Pendapat lain juga mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Faktor internal

(15)

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal adalah rangsangandan lingkungan dimana kecerdasan emosional berlangsung. Faktor eksternal meliputi: Stimulus, kejenuhan stimulus merupakan salah satu faktor yang mempengruhi keberhasilan seseorang dalam kecerdasan emosi tanpa distori dan lingkungan atau situasi adalah yang melatar belakangi kecerdasan emosi. Objek lingkungan yang melatar belakangi merupakan kebulatan yang sangat sulit dipisahkan (http/teori-psikologi.Blogspot.Com).

Berdasarkan paparan di atas, maka disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional seorang siswa dapat berupa emosi diri sendiri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan dengan orang lain serta faktor internal dan eksternal yang terjadi pada tiap-tiap individu.

2.2.3 Aspek- aspek Penting Kecerdasan Emosi

Kecerdasan emosional (EQ) tumbuh seiring pertumbuhan seseorang sejak lahir hingga meninggal dunia. Kecerdasan emosi menyangkut banyak aspek pnting, tetapi dalam penelitian ini hanya diambil beberapa aspek dasar kecerdasan emosional menurut Salovey dan Mayer (1995), yaitu :

a. Kemampuan mengenali emosi diri

(16)

dalam kekuasaan emosi.Kemampuan mengenali emosi diri sendiri ini meliputi kesadaran diri, tenggelam dalam permasalahan dan pasrah.

b. Kemampuan Mengelola Emosi

Kemampuan mengelola emosi merupakan kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang timbul karena kegagalan ketrampilan emosi dasar.Kemampuan mengelola emosi meliputi kemampuan penguasaan diri dan kemampuan

menenangkan diri kembali.

c. Kemampuan Memotivasi

Kemampuan menata emosi merupakan alat untuk mencapai tujuan dan sangat penting untuk memotivasi dan menguasai diri.Kemampuan ini didasari oleh kemampuan mengendalikan emosi, yaitu dengan menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati.Kemampuan ini meliputi kemampuan mengendalikan dorongan hati, kekuatan berfikir positif dan optimism.

d. Kemampuan Mengenali Emosi Orang Lain

Kemampuan ini sering disebut dengan istilah empati, yaitu kemampuan yang bergantung pada kesadaran diri emosional yang merupakan ketrampilan dasardalam bergaul.

e. Kemampuan Membina Hubungan Dengan Orang Lain

Seni membina hubungan sosial merupakan ketrampilan mengelola emosi orang lain, meliputi ketrampilan sosial yang menunjang popularitas,

(17)

2.2.4 Pengaruh Kecerdasan Emosi

EQ adalah sumber utama energi, autentisitas, aspirasi dan dorongan pada manusia yang mengaktifkan nilai-nilai dan tujuan hidup kita yang paling dalam. Melalui pengembangan EQ-lah kita belajar untuk siap mengakui dan menghargai hakikat perasaan dalam diri kita sendiri maupun orang lain dan secara tepat menanggapinya, mengenali bahwa emosi memberikan informasi yang vital dan berpotensi menguntungkan setiap saat. Umpan balik dari inilah yang menyalakan

bakat dan intuisi yang kreatif, membuat kita jujur terhadap diri kita sendiri, menjalin hubungan yang saling mempercayai, mengklarifikasi keputusan penting, memberikan penuntun nurani bagi hidup dan karier kita serta membimbing kita mendapatkan pemecahan terobosan dan peluang tak terduga

2.3 Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dan Kemampuan Sosial

Seberapa baik seorang siswa dalam mengelola dan mengarahkan emosinya adalah

tergantung pada tingkat kecerdasan emosinya. Apabila dia memiliki kecerdasan emosi yang

baik maka hal tersebut akan sangat mempengaruhi Kemampuan Bersosialisasinya.

Seseorang yang memiliki kecerdasan emosi yang baik akan mudah menerima hal-hal baru,

orang-orang baru, kritik dan ide-ide baru satu sama lain.Salah satu bentuk hubungan yang

dilakukan adalah persahabatan (Stewart & Logan, dalam Rahmawati 2007). Persahabatan

adalah suatu hubungan dimana dua orang menghabiskan waktu bersama, berinteraksi dalam

berbagai situasi, tidak membiarkan orang lain ikut dalam hubungan mereka, dan saling

memberikan dukungan emosional (Baron & Byrne, 2005). Sebagai makhluk sosial,

manusia pasti membutuhkan dan berinteraksi dengan orang lain. Begitu pula seorang

remaja yang dituntut untuk menjalin hubungan sosial dan melakukan penyesuaian diri

dengan lingkungan sosialnya. Hubungan sosial menjadi sangat penting karena remaja akan

(18)

pesat padanya dan status yang tidak jelas antara anak dan dewasa. Oleh karena itu, teman

sebaya dianggap sebagai seseorang yang dapat memahaminya (Rahmawati,2007).

Dengan demikian kualitas persahabatan seseorang dapat terlihat apakah mereka

mempunyai penyesuaian yang baik atau tidak. Remaja yang sehat dan normal akan selalu

mempunyai keinginan untuk melakukan tindakan yang dinamis agar keberadaannya diakui

dan berarti bagi orang lain. Remaja menganggap bahwa teman sebaya sebagai sesuatu yang

mampu memberikan dunia tempat kawula muda untuk melakukan perkembangan sosialnya,

dimana nilai-nilai yang berlaku bukanlah nilai-nilai yang ditetapkan orang dewasa

melainkan berasal dari teman-temannya. Remaja banyak menghabiskan waktu dengan

teman sebayanya melebihi waktu yang mereka habiskan dengan orang tua dan anggota

keluarga yang lain. Pada masa ini, remaja lebih berorientasi pada teman sebayanya serta

berusaha menyesuaikan diri dengan baik.Orientasi teman sebaya ini dibagi menjadi dua

tipe, yakni orientasi nasihat teman sebaya dan orientasi ekstrim teman sebaya (Indah,

2005).

Seseorang yang memiliki kecerdasan emosi yang baik akan lebih mudah memahami

hal-hal baru di sekelilingnya dibanding dengan orang-orang yang memiliki tingkat

kecerdasan emosi yang lebih rendah. Seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan emosi

yang lebih rendah akan lebih sulit menerima hal-hal baru dalam dirinya karena munculnya

perasan-perasaan seperti kurang percaya diri, sulit untuk membuka diri terhadap orang lain

atau lebih cenderung menutup diri atau hanya membatasi pergaulannya dengan orang-orang

yang telah lama dikenalnya.

2.4 Hipotesis

Merujuk pada latar belakang masalah dan kajian teori, maka hipotesis yang ada

dalam penelitian ini adalah “Ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosi dan

Referensi

Dokumen terkait

produk tas tiruan di Kota Denpasar. Pengetahuan produk akan menentukan keputusan pembelian dan secara tidak langsung berpengaruh juga nantinya pada intensitas pembelian.

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan aktivitas belajar peserta didik kelas V Sekolah Dasar Negeri 17 Rabak dalam pembelajaran ilmu pengetahuan

The stresses required to yield a material element under plane stress will depend on the current hardness or strength of the sheet and the stress ratio α. The usual way to define

Ketika anak memiliki hewan peliharaan dan telah terbentuk hubungan yang baik antara anak dan hewan peliharaannya, anak akan berfikir bahwa hewan tersebut sama

You must contact the nearest Apprenticeship and Trades Certification Divisional office to make request to write the IP Red Seal exam (See Appendix A for a list of regional

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan

- Direktur perusahaan hadir langsung, apabila diwakilkan membawa surat tugas dan mendapat kewenangan penuh untuk mengambil keputusan. Demikian undangan ini disampaikan,

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang bertujuan mengembangkan basis data evaluasi diri dosen dan mahasiswa jurusan PTBB yang sudah teruji secara