• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG MODAL USAHA PENAMBANGAN PASIR DI DESA TUMAPEL KECAMATAN JATIREJO KABUPATEN MOJOKERTO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG MODAL USAHA PENAMBANGAN PASIR DI DESA TUMAPEL KECAMATAN JATIREJO KABUPATEN MOJOKERTO."

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG MODAL

USAHA PENAMBANGAN PASIR DI DESA TUMAPEL

KECAMATAN JATIREJO KABUPATEN MOJOKERTO

SKRIPSI

Oleh:

Chamdan Yuafi Zarkasi NIM. C32212081

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah Dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR BAGAN ... xi

DAFTAR TRANSLITERASI ... xii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Kajian Pustaka ... 9

(7)

BAB III : PRAKTEK HUTANG MODAL USAHA

PENAMBANGAN PASIR DI DESA TUMAPEL KECAMATAN JATIREJO KABUPATEN MOJOKERTO

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 53 B. Pelaksanaan Hutang Piutang Antara Penambang Pasir

Dengan Pemilik Modal ... 61

BAB IV : ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG MODAL DALAM PENAMBANGAN PASIR DI DESA TUMAPEL KECAMATAN JATIREJO KABUPATEN MOJOKERTO

Analisis Hukum Islam Terhadap Hutang Modal Penambangan Pasir di Desa Tumapel Kecamatan Jatirejo

Kabupaten Mojokerto ... 74

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 83 B. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA

(8)

DAFTAR TABEL

3.1Pemetaan Wilayah dan Luas Desa Jatirejo... 55

3.2Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 58

3.3Sarana Pendidikan di Desa jatirejo ... 59

(9)

DAFTAR GAMBAR

3.1 Bukti Catatan Transaksi Hutang dan sekaliguis fee Oleh pemilik

(10)

DAFTAR TRANSLITERASI

Isi naskah skripsi ini banyak dijumpai nama dan istilah teknis (technical term) yang berasal dari bahasa Arab ditulis dengan huruf Latin. Pedoman transliterasi yang digunakan untuk penulisan tersebut adalah sebagai berikut:

A. Konsonan

No Arab Indonesia Arab Indonesia

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. ا ب ت ث ج ح خ د ذ ر ز س ش ص ض ’ b t th j h} kh d dh r z s sh s} d} ط ظ ع غ ف ق ك ل م ت و ه ء ي t} z} ‘ gh f q k l m n w h ’ Y

Sumber: Kate L. Turabian. A Manual of Writers of Term Papers, Disertations (Chicago and London: The University of Chicago Press,1987).

B.Vokal

1. Vokal Tunggal (monoftong)

(11)

َ ِ ُ fath}ah kasrah d}amah A i u

Catatan: Khusus untuk hamzah, penggunaan apostrof hanya berlaku jika hamzah berh}arakat \ sukun atau didahului oleh huruf yang berh}arakat sukun. Contoh: iqtid}a@’ (ءاضتقا)

2. Vokal Rangkap (diftong) Tanda dan

Huruf Arab

Nama Indonesia Ket.

ْيـَـ ْوـَـ

fath}ah dan ya’

fath}ah dan wawu

Ay Aw

a dan y a dan w

Contoh :bayna (نبي)

: mawd}u@‘ (عوضوم)

3. Vokal Panjang (mad) Tanda dan

Huruf Arab Nama Indonesia Keterangan

اَــ يِــ

وُــ

fath}ah dan alif kasrah dan ya’

d}ammah dan wawu

a@ i@ u@

a dan garis di atas i dan garis di atas u dan garis di atas

(12)

C. Ta@’Marbu@t}ah

Transliterasi untuk ta’ marbu@t}ah ada dua :

1. Jika hidup (menjadi mud}a@f) transliterasinya adalah t. 2. Jika mati atau sukun, transliterasinya adalah h.

Contoh : shari@‘at al-Isla@m (ماسااةعيرش) :shari@‘ah isla@mi@yah (ةيماسإ يرش)

D. Penulisan Huruf Kapital

(13)

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan dengan obyek penelitian ialah penambangan pasir di Kabupaten Mojokerto. Jalan Raya Tumapel No. 35

Mojokerto. Dengan judul “Analisis Hukum Islam Terhadap Hutang Modal Dalam

Usaha Penambangan Pasir Di Desa Tumapel Kecamatan Jatirejo Kabupaten

Mojokerto”. Skripsi ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang dituangkan

dalam dua rumusan masalah yaitu: Bagaimana praktek hutang modal usaha penambangan pasir di Desa Tumapel Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto? dan Bagaimana analisis hukum Islam terhadap hutang modal usaha penambangan pasir di Desa Tumapel Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto?

Dalam menyelesaikan skripsi ini, menggunakan metode penelitian analisis dengan pola pikir induktif, kualitatif deskriptif yang pengumpulan datanya menggunakan cara observasi, wawancara, dokumentasi, dan terakhir dengan telaah pustaka kemudian diolah dengan cara editing, organizing, dan kemudian menganalisis dengan menggunakan kaidah-kaidah dan dalil-dalil yang berkaitan dengan teknik kualitatif deskriptif.

Hasil penelitian tentang hutang modal dalam usaha penambangan pasir diperoleh bahwa kreditur (juragan) menentukan 3 kewajiban kepada debitur (penambang pasir) yaitu pertama, harus membayar fee sebesar 1 juta setiap bulan. Kedua, debitur (penambang pasir) harus menjual pasirnya kepada juragan di bawah harga pasar. Ketiga, debitur harus memberi fee secara berkala kepada juragan dalam jangka waktu yang tidak terbatas meskipun hutang sudah lunas. Misal, modal yang dipinjam sebesar 15.000.000 dalam kurung waktu 4 bulan maka fee dari peminjam modal tersebut sebesar 1.000.000 setiap bulannya, jadi total yang harus debitur bayar sebesar 19.000.000. Dihitung dari awal meminjam modal kepada pemilik modal, hutang yang sudah dilunasi beserta fee tersebut, maka penambang pasir juga memberi bonus kepada pemilik modal hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Penambang pasir juga diharuskan menjual pasirnya ke pemilik modal dengan harga dibawah standart harga pasarnya. Hal itu yang membuat akad ini karena shighot bersyarat penambang pasir mengalami kerugian.

Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa hutang modal dalam usaha penambang pasir memuat analisis hukum Islam adalah takrhim dengan hukum Islam dengan dasar: (1) transaksi hutang tidak dibolehkan menambah jumlah pembayaran (melebihkan pembayaran) yang bersifat merugikan salah satu pihak. (2) penambahan pembayaran dalam hutang piutang yang merugikan debitur dapat

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Manusia diciptakan Allah sebagai khalifah di atas bumi tidak lain

tujuannya adalah untuk mengatur dan mensejahterakan alam seisinya guna

memenuhi kebutuhannya dalam melangsungkan kehidupan. Karena statusnya

sebagai wakil Allah, manusia dituntut untuk memberikan kemakmuran dan

ketentraman di alam semesta.

Namun dalam kehidupan sehari-hari manusia tidaklah terlepas dari

hukum sosial, sebab ia akan selalu mengadakan interaksi dengan anggota

masyarakat lainnya yang jumlah dan sifat tak terhingga banyaknya, karena

pada hakikatnya manusia tidak dapat hidup sendiri untuk bermasyarakat dan

bergaul mengadakan kontrak hubungan anatara sesamanya dalam suatau

kepentingan bersama.

Tidak terlepas pula dalam bermuamalah terdapat unsur

tolong-menolong anatara sesama manusia, baikitu dalam gambaran bentuk

(15)

2

yang kekurangan dana dalam bentuk tunai demi keperluan kelangsungan

kehidupan mereka ataupun demi kemajuan usahanya.1

Sebagai mahluk yang lemah, manusia harus senantiasa sadar bahwa

keberadaannya tidak akan mampu hidup sendiri tanpa bantuan orang lain

atau sesamanya, hal ini sesuai dengan firman Allah SWT2:

َ ْا نَو َعَتَ َلَوَ ۖ َ ۡقتلٱَوَ رِبۡلٱَ َلَعَ ْا نَو َعَتَو

َديِدَشَ َّٱَ نِإَ َّۖٱَ ْا قتٱَوَ ِۚن َو ۡدعۡلٱَوَ ِمۡثِ ۡۡٱَ َلَع

َِ َقِعۡلٱ

٢

َ

َ

Artinya:

… tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya. (QS. Al-Maidah (5):2)3

Hal ini merupakan prinsip dasar yang harus dipegang oleh setiap

manusia dipermukaan bumi ini. Disisi lain, manusia mempunyai sifat lemah

dalam menghadapi kejadian yang akan datang. Sifat lemah itu terbentuk

ketidaktahuannya terhadap kejadian-kejadian yang akan menimpa pada

dirinya.

Fiqh muamalah bisa berarti pinjaman, sedangkan dalam

mekanismenya adalah pengalihan harta untuk sementara waktu kepada pihak

yang berhutang, pihak yang menerima pemilikan itu diperbolehkan

memanfaatkan harta yang diberikan itu tanpa harus membayar imbalan dan

1

Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011),5.

2

AM. Hasan Ali, Fiqih dalam perspektif Hukum Islam, (Jakarta: Kencana, 2004), 80.

3

(16)

3

dalam kurung waktu tertentu penerima harta tersebut wajib mengembalikan

harta yang diterimanya kepada pihak pemb\eri dengan barang yang nilainya

sama.4 Hutang piutang merupakan salah satu bentuk transaksi yang

berasaskan tolong menolong yang murni dan terlepas dari pemanfaatan yang

mengharapkan pengembaliannya dapat bernilai lebih dari apa yang telah

dipinjamkan kerana hal semacam itu sama dengan riba.

Dalam bermuamalah pada sektor perekonomian, seorang indivindu

dituntut untuk dapat memanfaatkan potensi yang ada disekitar mereka,tidak

terkecuali masyarakat di desa tumapel kecamatan jatirejo kabupaten

mojokerto yang lahan penambangan pasir sebagai mata pencarian. Hal ini

dikarenakan sangat mudah bagi mereka untuk memanfaatkan lahan yang ada

untuk memenuhi kebutuhan mereka.Sehingga mayoritas profesi pekerjaannya

penambang pasir, batu dan juga petani didaerah tersebut.

Para penambang di Desa Tumapel Kecamatan Jatirejo Kabupaten

Mojokerto seperti halnya penambang di daerah lainnya, mereka setiap

harinya menambang di sungai ataupun batu di tebing pegunungan. Mereka

tidak lepas dari penambangan pasir ataupun batu dari problematika

kehidupan mereka, dalam hal perekonomian terjadinya krisis global, para

penambang di Desa Tumapel Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto pun

acapkali terkendala dengan problematika kehidupan itu, seringkali

(17)

4

masyarakat yang hidup di desa tumapel berkerja dalam hal penambangan

pasir dan batu. Ekonomi merka terbilang pas-pasan tidak bisa mengatasi

antara masuknya uang yang dihasilkan dari usaha mereka dan terkadang

malah pengeluaran mereka lebih besar daripada pemasukannya.Sehingga hal

ini menimbulkan niat dan berujung kepada keputusan mereka untuk

berhutang atau qard kepada pemilik modal sekitar desa tersebut.5

Masyarakat yang hidup dipedesaan tergolong sebagai sebuah

komunitas yang amat mengedepankan tolong-menolong, gotong-royong dan

sebagian pribadi yang baik dalam memegang tradisi dan adat istiadat, ini

merupakan ciri-ciri kehidupan masyarakat di pedesaan.6Di Desa Tumapel itu

pun seperti itu, sehingga ketika para penambang kesulitan, maka mereka

meminjam uang kepada pengusaha dalam arti ini adalah tengkulak pasir dan

batu.

Para penambang pasir dan batu tersebut mengakui bahwasannya

mereka berhutang kepada pengusaha yang biasanya meminjami modal

mereka.Adapun nominalnya tergantung pada keperluan mereka, misalnya

untuk keperluan membeli pasir, untuk kehidupan pendidikan anak-anak

meraka.Sedangkan untuk pengembaliannya biasanya setiap hasil usaha yang

mereka pinjam dari pengusaha tersebut, maka meraka berbagi hasil tanpa

mengurangi modal awal yang mereka terima atau mereka pinjam.

5

Indah Penambang, Wawancara, Mojokerto, 03Mei 2016.

6

(18)

5

Pembayaran modal awal dapat di angsur setiap bulan dan tergantung akad

yang sudah disepakiti dari awal.

Hal ini tentu merisaukan para penambang yang mempunyai hutang

kepada pengusaha, sehingga terkadang mereka berbagi hasil tanpa

mengurangi modal awal yang sudah di sepakati. Mereka mengetahui

bahwasanya membayar hutang adalah tanggung jawab atau konsekuensi yang

harus merka tanggung, akan tetapi ketika berhadapan dengan semakin

berkurangnya pendapat mereka, semakin berkurang pula kesempatan

merekauntuk membayar hutang secara keseluruhan. Sehingga terkait dengan

ini, diperlukan kebebesan hak kepada para penambang untuk memilih

melanjutkan akad atau tidak berakad dalam hutang yang syaratnya tidak

sesuai secara rinci. Karena tidak sesuai berakad tentunya para pihak

penambang dituntut untuk berbagi hasil dengan sebaik mungkin.

Sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Allah SWT yang

berbunyi:

ََيَأٓ َي

َِۚد قعۡلٱِبَْا ف ۡوَأَْآ نَماَءََنيِ لٱ

Artinya : “ hai orang-orang yang beriman , penuhilah aqad-aqad itu”.

(Al-Maidah : 1).7

(19)

6

Oleh karena itu, yang diharapakan para penambang pasir dan batu di

desa tumapel kecamatan jatirejo kabupaten mojokerto, adalah adanya

tranparansi dan kejelasaan terhadap akad-akad perjanjian hutang, sehingga

tidak timbul ketidakadilan di kemudian hari.

Pinjaman seperti ini sering terjadi kepada para penambang pasir dan

batu, meraka mendapatkan syarat dalam meminjam modal kepada pengusaha

tersebut, bahwasanya hasil yang mereka oleh dari pasir itu di bagi dua tanpa

mengurangi modal awal dan setiap hasil penambangan harus setor kepada

pengusaha tersebut. Hutang awal para penambang kepada pengusaha tersebut

juga harus di bayar.

Hutang piutang memang termasuk dalam kajian fiqh muamalah yang

dibahas secara detail dari akad, rukun dan syaratnya, obyek hutang piutang

sampai batasan-batasan yang tidak boleh adanya unsur riba. Akan tetapi ilmu

fiqh sendiri bersinggungan dengan kehidupan sosial yang berubah ubah.Hal

ini dikarenakan kepentingan umat yang berbeda sesuai dengan perbedaan

situasi, kondisi dan adat istiadat manusia yang selalu mengalami perubahan

menuntut untuk dijadikan suatu pedoman bahwa hukum-hukum yang

ditetapakan berdasarkan tuntutan masa atau istiadat setempat dijadikan

sebagai undang-undang yang paten demi konsep keadilan bagi semua.8

8

Shaykh Muhammad Ali As-Sayis, Pertumbuhan Dan Perkembangan Hukum Fiqh,( Jakarta : PT Raja

(20)

7

Dari sinilah penulis menelusuri dan meneliti apakah hutang para

penambang yang disertai syarat pengkhususan pembagian hasil kepada

pengusaha atau pemilik modal yang menghutanginya dan tanpa mengurangi

modal pinjam awal.

Alasan memilih lokasi di Desa Tumapel Kecamatan Jatirejo

Kabupaten Mojokerto dikarenakan banyaknya lahan penambang dan dirasa

hasil yang didapat para penambang pasir tidak memuaskan begitu juga harus

meberbagi hasil atas apa yang dicapai para penambang. Oleh karena itu

penulis ingin mengangkat dan meneliti sebagai karya ilmiah dalam bentuk

skripsi yang berjudul “ Analisis hukum islam terhadap hutang modal dalam usaha penambangan pasir di Desa Tumapel Kecamatan Jatirejo Kabupaten

Mojokerto”.

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah

Dari permasalahan yang telah dijelaskan di atas, maka penulisannya

mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Latar belakang terjadinya hutang modal

2. Mekanisme hutang modal

3. Kosekuensi yang didapatkan penambang pasir setelah terjadi hutang

(21)

8

4. Analisis hukum islam terhadap hutang modal para penambang pasir

kepada pengusaha.

Dari identifikasi masalah tersebut, dapat penulis ambil batasan atau

ruang lingkup persoalan yang akan dikaji dalam penelitian supaya terfokus

dan terarah pembahasan skripsi ini dibatasi pada persoalan:

1. Mekanisme hutang modal penambang pasir kepada pengusaha.

2. Analisis hukum islam terhadap mekanisme hutang modal penambang

pasir kepada pengusaha.

C. Rumusan Masalah

Dalam pembahasan skripsi ini untuk lebih terarah dan signifikasi,

maka perlu adanya masalah yang akan di bahas, antara lain:

1. Bagaimana praktek hutang modal usaha penambangan pasir di desa

Tumapel Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto?

2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap hutang modal usaha

penambangan pasir di Desa Tumapel Kecamatan Jatirejo Kabupaten

(22)

9

D. Kajian Pustaka

Pada dasarnya kajian pustaka pada penelitian ini adalah untuk

mendapatkan gambaran hubungan topik yang akan diteliti dengan penelitian

sebelumnya, sehingga diharapkan tidak ada pengulangan atau duplikasi dari

kajian atau penelitian tersebut. Dari referensi yang penulis telusuri

sebenarnya sudah banyak yang membahas tentang hutang piutang,yaitu:

1. Analisis hutang piutang dengan jaminan hasil panen di Desa Banjarsari

Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo9 oleh Ninik Umrotun Chasanah

tahun 2011 yang menjalaskan tentang sistem hutang piutang yang

menggunakan jaminan hasil panen tambak yang tidak berupa hasil

penjualan dalam bentuk nominal, akan tetapi dalam bentuk ikan yang ada

di tamabak petani tambak yang berhutang menjadi milik juragan ikan

setelah terjadi jatuh tempo dan petambak tidak bisa melunasi hutangnya.

Dari analisis hukumnya dalam skripsi ini disebutkan bahwasanya kurang

terpenuhinya syarat dan rukun yang mengakibatkan hutang piutang

tersebut tidak sah, serta ada unsur keterpaksaan yang mengakibatkan

kerugian pada petambak itu sendiri.

9

NinikَUmrotunَChasanah,َ“Analisis Hutang Piutang Dengan Jaminan Hasil Panen Di Desa Banjarsari

(23)

10

2. Tinjauan hukum islam tentang hutang bersyarat (studi kasus di Desa

Weru Komplek Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan)10 oleh Khoirul

Hadi pada tahun 2003. Mendiskripsikan bahwasannya hutang bersyarat

antara nelayan dan pedagang dilatar belakangi dari kebutuhan nelayan

guna membeli peralatan seperti jaring, perahu mesin dan sebagainya.

Pedagang memberikan pinjaman kepada pedagang yang telah

memberikan hutang, dan ikan tersebut dibeli dengan harga dibawah

pasar. Akan tetapi hutang bersyarat di Desa Weru ini tergolong seperti

pembiayaan walaupun dalam akadnya tidak sah. Hal ini dikarenakan

nelayan tersebut meminjam untuk keperluan usaha mereka, dan hal ini

dipandang tidak bertentangan dengan hukum islam, sebab dalam

prakteknya sudah menjadi suatu kebiasaan yang baik dan dianggap saling

memberikan maka akan berdampak pada kemadharatan yang lebih besar.

Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pada skripsi

yang pertama membahas tentang sistematika hutang piutang oleh petani

tambak dan juragan dengan hasil tambak sebagai jaminannya.Hasil tambak

yang dimaksud disini adalah semua ikan yang ada ditambak menjadi milik

juragan secara keselurahan apabila setelah jatuh tempo petani tambak tidak

dapat mengembalikan hutangnya.

10KhoirulَHadi,َ“

Tinjauan Hukum Islam Tentang Hutang Bersyarat Di Desa Weru Komplek

(24)

11

Sedangkan skripsi yang kedua membahas tentang sistematika hutang

piutang anatara nelayan dan pedagang ikan hampir mirip dengan akad

pembiayaan walaupun dalam akadnya tidak seperti itu.Hutang nelayan disini

diperuntukan untuk pembelian peralatan dalam mencari ikan di laut.

Walaupun pada prakteknya ada pengurangan pembelian ikan di bawah

standar pasar, akan tetapi anatara pedagang dan nelayan sama-sama

mendapatkan manfaat dan tidak ada yang merasa dirugikan, karena jika tidak

ada hutang piutang seperti ini maka madharatnya dipandang lebih besar.

Dari skripsi yang pertama berbeda dalam segi mekanisme hutang

piutangnya dengan judul yang diajukan oleh penulis, yakni adanya penyitaan

terhadap ikan-ikan petani tambak yang masih ada ditambak oleh juragan

setalah jatuh tempo pembayaran hutang.

Sedangakan skripsi yang kedua mempunyai perbedaan dalam segi

pelunasaan hutang piutang , yakni para nelayan tersebut membayar hutang

mereka secara kontan pada kurun waktu 6-12.

Adapun penelitian dilakukan oleh penulis yang berjudul “ analisis hukum islam terhadap hutang modal dalam usaha penambangan pasir di Desa

Tumapel Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto” akan lebih

memfokuskan pada mekanisme, dan syarat hutang, cara pengembalian hutang

dengan sistem bagi hasil tanpa mengurangi hutang yang di awal, serta

(25)

12

diajukan oleh peminjam modal terhadap pengusaha tersebut, dan tidak

adanya kesepakatan tertulis bagi keduanya , serta penyitaan terhadap

kendaran yang dibuat usaha penambang pasir.

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan antara lain:

1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan qardh dengan adanya

tambahan fee tanpa mengurangi hutang atau modal awal di Desa

Tumapel Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto.

2. Untuk mengetahui bagaimana Analisis islam terhadap qardh di Desa

Tumapel Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapakan adanya gambaran tentang

pelaksanaan qardh modal untuk usaha penambangan pasir yang telah

terlaksana di Desa Tumapel Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto,

(26)

13

1. Dari segi teoritis dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan studi bagi

mahasiswa selanjutnya yang berkaitan dengan qardh modal khususnya

fakultas syariah jurusan muamalah.

2. Dari segi praktis sebagai pedoman bagi masyarakat pelaku qardh modal

dalam menjalankan sistem yang sesuai dengan prinsip syariah

G. Definisi Operasional

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas pembaca dalam

mengartikan judul skripsi ini maka penulis memandang perlu untuk

mengemukakan secara tegas dan terperinci maksud mengenai judul “Analisis Hukum Islam Terhadap Hutang Dalam Usaha Penambangan Pasirdi Desa

Tumapel Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto” diantaranya :

1. Analisis adalah pelajaran, penggunaan waktu dan pikiran untuk

memperoleh ilmu pengetahuan dengan cara menguraikan. Dalam

penelitian analisis ini yang digunakan adalah analisis menurut hukum

Islam di samping memperhatian metode istibat hukumnya.

2. Hukum islam adalah peraturan yang dirumuskan berdasarkan wahyu

(27)

14

sudah dapat dibebani kewajiban) yang diakui dan diyakini berlaku

mengikat bagi semua pemeluk agama Islam.11 Adapun dengan penelitian

ini hukum islam adalah dalil-dalil Al-qur’an dan Hadits serta pendapat para ulama’

3. Hutang modal adalah memberikan sesuatu yang menjadi hak milik

pemberian kepada peminjam dengan pengembalian di kemudian hari

sesuai perjanjian dengan jumlah yang sama12.

4. Penambang pasir adalah seseorang yang menggali atau menambang

sebuah pasir dan batu di lereng bukit dan ada juga di sungai13.

5. Tamabahan pinjaman adalah yakni jumlah tambahan uang yang berbeda

pada saat pengembalian14.

6. Qardh adalah meminjamkan harta atau modal usaha kepada orang lain

tanpa mengharapakan imbalan apapun, karena meminjamkan uang untuk

memperoleh imbalan adalah riba15.

11

Zainudin Ali, Pengantar Ilmu Hukum di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2006), 3.

12 Ali, Zainuddin. Hukum Asuransi Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika,2008),20

13 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai

Pustaka,1995),1075 14Ibid.,

1008. 15

(28)

15

H. Metode Penelitian

Dalam melakuakan penelitian qardh modal usaha di Desa Tumapel

Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto. Penulis menggunakan metode

deskriptif serta supaya lebih terperinci dan mudah difahami maka penulis

akan menjelaskan beberapa metode antara lain sebagai berikut:

1. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakuan desa tumapel kecamatan jatirejo kabupaten

Mojokerto.

2. Obyek penelitian

Adapun yang menjadi obyek penelitian adalah masyarakat Desa

Tumapel Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto yang melaksanakan

transaksi qardh atau hutang modal usaha, khususnya bagi pihak qardh dan

penerima qardh juga tokoh masyarakat sebagai informan.

3. Data yang dihimpun

Berdasarkan rumusan masalah seperti yang di kemukakan, maka

data yang dihimpun meliputi:

a. Data tentang masalah tambahan fee tanpa mengurangi modal awal di

desa tumapel kecamatan jatirejo kabupaten mojokerto.

b. Data tentang letak daerah, luas wilayah jumlah penduduk, keadaan

(29)

16

4. Sumber data

Penelitian ini adalah penelitian lapangan, maka sumber data yang

dikumpulkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Sumber data primer

Sumber data primer adalah sumber data yang dapat memberikan data

penelitian secara langsung.Data primer pada kajian ini data utama

yang di peroleh langsung dilapangan atau dari sumbernya

langsung.Dalam hal ini datapenelitian diperoleh dengan cara

melakukan pengamatan dan wawancara yaitu informasi tentang qardh

modal usaha yang mengadakan fee setiap hasil usahanya. Adapun

sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

melakukan wawancara di desa tumapel kecamatan jatirejo kabupaten

Mojokerto. Penulis mengemukakan alasan kenapa mengambilan desa

tersebut sebagai penelitian karena desa tersebut banyak yang

melakukan transaksi qardh modal usaha dan kiranya patut untuk

dijadikan penelitian skripsi

b. Sumber data sekunder

Data sekunder adalah jenis data yang dapat dijadikan sebagai

pendukung data pokok atau pula didefinisikan sebagai sumber yang

mampu atau dapat memberikan informasi atau data tambahan yang

(30)

17

primer berupa buku daftar puska yang berkaitan tentang objek

dianatara sumber sumber sekunder tersebut yaitu:

1) AM. Hasan Ali, Qardh Dalam Perspektif Hukum Islam.

2) Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, Al-Qur’an. 3) Karim Helmi, Fiqh Mu’amalah.

4) Soedarno, Pengantar Ilmu Sosial Dasar

5) Shaykh Muhammad Ali As-Sayis, Pertumbuhan Dan

Perkembangan Hukum Fiqh

6) Zainudin Ali, Pengantar Ilmu Hukum di Indonesia,

7) Anwar Muhammad, Fiqh Islam, Cet ke-II,

5. Teknik pengumpulan data

a. Wawancara

Adalah percakapan dengan maksud tertentu.Percakapan itu dilakukan

oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan

pertanyaan dan terwawancara (interviewe) yang memberikan jawaban

atas pertanyaan itu.16Dan yang menjadikan objek wawancara adalah

masyarakat yang melakukan transaksi qardh modal di Desa Tumapel

Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto.

(31)

18

b. Dokumentasi

Adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mencari

hal-hal yang berupa cacatan, transkip, surat kabar, majalah, dan

dokumen-dokumen lainya merupakan benda mati.17 Dalam hal ini

dokumentasi yang terkumpul adalah yang berkaitan dengan luas lahan

penambagan, letak daerah, luas wilayah, jumlah penduduk, keadaan

sosial agama, sarana dan prasarana pendidikan di Desa Tumapel

Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto

6. Teknik pengolahan data

Setalah data berhasil dihimpun dari lapangan atau penulisan. Maka

penulisan menggunakan teknik pengelohan data dengan tahapan sebagai

berikut:

a. Pengolahan data secara editing, yaitupemeriksaan kembali dari data

yang diperoleh terutama dari segi kelengkapannya, kejelasan makna,

keselarasan antara data yang ada dan relevansi dengan penelitian.

b. Pengorganisasian data, yaitu dengan pengaturan dan penyusunan data

yang diperoleh, sehingga dapat menghasilakn bahan-bahan untuk

menentukan deskriptif.

17

(32)

19

7. Teknik analisis data

Adalah kegiatan untuk memanfaatkan data yang telah terkumpul

sehingga diperoleh suatu kebenaran dari sebuah hipotesis.Penelitian ini

adalah penelitian kualitatif yaitu suatu prosedur penelitian yang mengasilkan

data-data deskriptif dari pengamatan atau sumber-sumber tertulis.Maka data

yang diperoleh baik primer maupun skunder menggunakan metode deskriptif,

yaitu memaparkan serta menjelaskan secara mendalam terhadap semua aspek

yang berkaitan dengan masalah penelitian.

Adapun pola pikir menggunakan logika induktif yaitu dengan melihat

fakta mengenai qardh yang terjadi di desa tersebut yang menimbulkan

adanya hutang pada transaksi qardh modal pada penambang pasir adalah

minimnya perekonomian masyarakat namun sangat banyak kebutuhan yang

harus mereka penuhi dan data hasil penelitian tersebut kemudian dianalisis

dengan hukum islam yang bersifat umum dan diakhiri dengan kesimpulan.

I. Sistematika Pembahasan

Sistematika dalam kajian ini adalah sebagia berikut:

Bab pertama tentang Pedahuluan skripsi, meliputi latar belakang masalah,

rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan dan kegunaan penelitian , metode

(33)

20

Bab kedua Landasan teori yang merupakan hasil telah dari beberapa literatur

untuk membuka wawasan dan cara berpikir dalam memahami dan

menganalisis fenomena yang terjadi di Desa Tumapel Kecamatan Jatirejo

Kabupaten Mojokerto. Bab ini secara teori menjelaskan tentang tinjaun

tentang qardh syariah, tinjaun tentang biaya tambahan pada punya modal

tanpa mengurangi modal awal.

Bab ketiga Hasil penelitian, bab ini menyajikan gambaran objek penelitian,

meliputi: figur objek, penetapan dan perhitungan untuk menentukanpremi,

sumber, penetapan laba, pengelohan, biaya operasional, dan cara menentukan

jumlah modal.

BAB keempat Analisis Hukum Islam tentang penambahan modal atau

menambahkan fee tanpa mengurangi modal awal.

(34)

BAB II

AKAD PERJANJIAN DAN HUTANG PIUTANG DALAM HUKUM ISLAM

A.Akad Perjanjian Dalam Hukum Islam

1. Pengertian akad

Pengertian akad menurut bahasa berasal dari kata al-‘aqd dan jamaknya adalah al-‘uqud yang berarti perjanjian atau kontrak.1 Dan bisa berarti perikatan, atau kesepakatan.2 ikatan adalah menghimpun atau mengkumpulkan

dua ujung tali dan mengikat salah satunya pada yang lainnyahingga keduanya

bersambung dan menjadi seutas tali yang satu. Sehingga dapat dikatakan

bahwa akad secara etimologi akad adalah ikatan antara dua perkara, baik

ikatan secara nyata maupun ikatan secara maknawi, dari satu segi maupun dari

dua segi.3

Secara terminologi, ulama fiqh membagi akad dilihat dari dua segi yaitu

secara umum dan secara khusus. Akad secara umum adalah segala sesuatu

yang dikerjakan oleh seorang berdasarkan keinginan sendiri, seperti wakaf,

talak atau sesuatu yang pembentukannya membutuhkan keinginan dua orang,

seperti jual-beli, perwakilan dan gadai. Sedangkan perngertian akad secara

khusus adalah perikatan yang ditetapkan dengan ijab-qabul berdasarkan

1

Ahmad Warson Munawir, Kamus Bahasa Arab-Indonesia al-munawir, (Yogyakarta : Pustaka

Progesif Pondok Pesantren al-munawir, 1984), 953

2

Sayyid Sabiq, al-Fiqhu al-Sunnah, Jus 3, (Beirut : Dar Ibnu Kathir, 2007), 127

(35)

22

ketentuan shara’ yang berdampak pada subjek dan objeknya terkait perpindahan barang.4

Dengan demikian, persoalan akad adalah persoalan antara pihak yang

sedang menjalin ikatan. Untuk itu yang perlu diperhatikan dalam menjalankan

akad adalah terpenuhnya hak dan kewajiban masing-masing pihak tanpa ada

pihak terlanggar haknya. Maka penting untuk membuat batasan-batasan yang

menjamin tidak terjadinya pelanggaran hak antar pihak yang sedang

melaksanakan akad tersebut.

2. Dasar Hukum Akad

Adapun yang menjadi dasar hukum dari akad adalah firman Allah dalam

al-Qur’an surat al-Maidah ayat 1 sebagaimana berikut ini:

                                       

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu, (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya. (QS. Al-Maidah: 1)5

Adapun yang dimaksud dengan “penuhilah akad-akad itu” adalah bahwa

setiap mu’min berkewajiban menunaikan apa yang telah dia janjikan dan

akadkan baik berupa perkataan maupun perbuatan, selagi tidak bersifat

4

RachmatَSyafe’i,َFiqhَMuamalah…44.

5

(36)

23

menghalalkan barang haram atau mengharamkan barang halal. Dasar hukum

lainnya adalah firman Allah dalam al Qur’an surat an-Nisa’ ayat 29 sebagaimana berikut ini:

                                         

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An-Nisa: 29).6

Dari ayat di atas menegaskan diantaranya bahwa dalam transaksi

perdagangan diharuskan adanya kerelaan kedua belah pihak, atau yang

diistilahkan dengan ‘an tara>d}in minkum. Walau kerelaan adalah sesuatu yang

berbunyi di lubuk hati, tetapi indikator dan tanda-tandanya dapat terlihat dari

ija>b dan qa>bul, atau apa saja yang dikenal dalam adat kebiasaan sebagai serah

terima adalah bentuk-bentuk yang digunkan hukum untuk menunjukan

kerelaan. Oleh karena itu, transaksi dikatakan sah apabila didasarkan kepada

keridoan kedua belah pihak yang melakukan transaksi yang ditandai dengan

kesepakatan dalam ija>b dan qa>bul.

3. Rukun dan syarat akad

Rukun dalah unsur-unsur yang membentuk terjadinya akad. Tidak

adanya rukun menjadikan tidak adanya akad. Dalam melaksanakan suatu akad,

(37)

24

terdapat rukun dan syarat yang harus dipenuhi. Rukun adalah suatu unsur yang

merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu perbuatan atau lembaga yang

menentukan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dan ada atau tidaknya suatu

itu.7 Sedangkan syarat adalah suatu yang tergantung padanya keberadaan

hukum shar’i dan ia berada diluar hukum itu sendiri, yang ketidakadanya menyebabkan hukum pun tidak ada.8

Mengenai rukun akad, terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ahli

fiqih. Madhab Hanafi berpendapat bahwa rukun akad hanya s{ighat al-‘aqd, yaitu ija>b dan qa>bul. Sedangkan syarat akad adalah al-aqid (subjek akad) dan

ma’qud ‘alayh (objek akad), alasannya adalah al-aqidain dan ma’qud ‘alayh

bukan merupakan bagian dari tas{arruf al-aqd (perbuatan hukum akad),

sehingga kedua hal tersebut dikatakan berada diluar perbuatan akad.

Sedangkan menurut jumhur ulama, rukun akad adalah al-aqidain ma’qud

‘alayh, dan s{ighat al-‘aqd, selain ketiga rukun tersebut, Musthafa az-Zarqa

menambah maudu’ul ‘aqd (tujuan akad) dan menyebut keempatnya sebagai muqawwimat al-‘aqd (unsur-unsur penegak akad). Mengenai hal ini, Teungku Muhammad Hasbi as-Shiddiqiy menyebutkan keempat hal tersebut merupakan

7

Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 5, (Jakarta: Ichtiyar Baru van Hoeve, 1996),

1510.

8

(38)

25

komponen-komponen yang harus dipenuhi untuk terbentuknya suatu akad.9

Adapun penjelasan mengenai keempatnya adalah sebagaimana berikut ini:

a. Al-'Aqidayn (pihak-pihak yang berakad)

Al-Aqidayn adalah orang yang melakukan akad, yaitu pihak yang

mempunyai barang dan pihak yang menginginkan untuk memiliki barng

tersebut dengan memberikan suatu kompensasi senilai dengan barang

tersebuit kepada pihak yang mempunyai barang.10

Terkait dengan ini, ulama fiqh memberikan syarat atau kriteria yang

harus dipenuhi oleh pihak-pihak yang berakad, yakni ia harus memiliki

ahliyyah dan wil@ayah.11 Adapun pengertian dari keduanya adalah

sebagaimana berikut ini:

1) Ahliyyah (kecakapan)

Ahliyyah memiliki pengertian bahwa keduanya memiliki kecakapan dan

kepatutan untuk melakukan transaksi, seperti baligh dan berakal. Dalam

hal ini ahliyah (kecakapan) dibedakan memjadi kecakapan menerima

hukum yang disebut dengan ahliyyatul wujub dan kecakapan untuk

bertindak hukum yang disebut ahliyyatul ada.12

9

Teungku Muhammad Hasbi as-Shiddiqy, Pengantar Fiqh Muamalah, (Semarang: Pustaka Rizki

Putra, 1999), 23.

10

Hendi suhendi, Fiqh Muamalah…,73

11

Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 55

12

(39)

26

a) Ahliyyatul wujub

Adalah kecakapan untuk memeiliki hak dan memikul kewajiban,

yakni kecakapan seseorang untuk mempunyai sejumlah hak

kebendaan, seperti hak waris, ha katas ganti rugi atas sejumlah

kerusakan harta milikinya. Ahliyyatul wujub ini bersumber dari

kehidupan dan kemanusian. Dengan demikian, setiap manusia

sepanjang masih bernyawa, ia secara hukum dipandang cakap

memiliki hak, sekalipun berbentuk janin yang masih dalam

kandungan ibunya. Hanya saja ketika masih berada dalam kandungan,

kecakapan tersebut belum sempurna, karena subyek hukum hanya

cakap untuk menerima kewajiban. Oleh karena itu, kecakapan ini

dinamakan kecakapan menerima hukum tidak sempurna (ahliyyatul

wujub an-naqisah). Setelah lahir, barulah kecakapannya meningkat

menjadi kecakapan manusia hukum sempurna, yakni cakap untuk

menerima hak dan kewajiban sampai ia meninggal dunia. Hanya saja

kecakapan ini ketika berada pada masa kanak-kanak bersifat terbatas,

kemudian meningkat pada perode tamyiz dan meningkat lagi pada

periode dewasa.13

13

(40)

27

b) Ahliyyatul ada

Adalah kecakapan bertindak hukum, yakni keadaan seseorang yang

dipandang cakap untuk melakukan tasarruf(tindakan hukum) dan

dikenai pertanggungjawaban atas kewajiban yang muncul dari

tindakan tersebut. Artinya kecakapan ini adalah kemampuan

seseorang untuk melahirkan akibat hukum melalui pernyataan

kehendaknya dan bertanggungjawab atas perbuatannya. Sumber atau

sandaran dari kecakapan ini adalah, adanya sifat mumayyiz dan

adanya akal yang sehat yang ada padanya dan dengan hal tersebut dia

dapat membedakan antara dua hal yang berbeda, seperti antara baik

dan buruk, salah dan benar dan sebagainya. Sehingga kemudian yang

timbul disini adalah seorang yang mempunyai kecakapan bertindak

secara sempurna (ahliyyatul ada kamilah), yakni orang yang telah

mencapai uisa baligh dan berakal sehat.14

2) Al-Wilayah (kekuasaan)

Al-wilayah atau kekuasaan menurut bahasa adalah penguasaan

terhadap suatu urusan dan kemampuan menengakkannya. Sedangakan

menurut istilah adalah kekuasaan seseorang berdasarkan syara’ yang

menjadikannya untuk melakukan akad dan tas{arruf. Perbedaan antara

ahli akad dan wilayah, antara lain ahli akad adalah kepantasan seseorang

(41)

28

untuk berhubungan dengan akal, sedangkan al-wilayah adalah

kepantasan seseorang untuk melaksanakan akad.15

b. Maqud alayh (objek akad)

Dalam hal ini maqud alayh adalah benda-benda yang dijadikan akad

yang bentuknya membekas dan tamapak. Barang tersebut bisa berbentuk

harta benda seperti barang dagangan, ataupun manfaat dari barang tersebut

seperti halnya dalam akad sewa-menyewa.16

Dalam Islam, tidak semua barang dapat dijadikan objek akad,

misalnya minuman keras. Oleh karena itu, fuqaha menetapakan beberapa

syarat terkait objek akad sebagaiaman berikut ini:

1) Harus ada ketika akad

Berdasarkan syarat ini, barang yang tidak ada ketika akad tidak sah

dijadikan objek akad seperti jual beli yang sesuatu yang masih ada dalam

tanah atau menjual anak kambing yang masih berada dalam kandungan

induknya.17

Transaksi salam tidak mensyaratkan barang berada pada pihak

penjual akan tetapi hanya diharuskan ada pada waktu yang ditentukan.

Dalam salam jika kedua belah pihak tidak menyebutkan tempat serah

terima jual beli pada saat akad, maka jual beli dengan cara salam

15

Rachmat Syafei,Fiqh Muamalah…,57

16

Dimyauddin Djuwaini, pengantar Fiqh Muamalah…,َ56

17

(42)

29

tetaplah sah, hanya saja tempat ditentukan kemudian, karena penyebutan

tempat tidak di jelaskan di dalam hadits. Apabila tempat merupakan

syarat tentu maka Rasullah SAW akan menyebutkannya, sebagaimana ia

menyebutkan takaran, timbangan dan waktu.18

2) Harus sesuai dengan kententuan shara’

Ulama fiqh sepakat bahwa barang yang dijadikan akad harus sesuai

dengan kententuan shara’. Oleh karena itu di[pandang tidak sah akad

atas barang yang diharamkan, seperti darah, minuman keras, dan

sebagainya. Termasuk juga maqud alayh harus suci tidak najis dan tidak

mutanajis. Dengan kata lain yang dijadikan akad adalah segala sesuatu

yang suci, yang dapat dimanfaatkan menurut shara’.19

3) Harus diketahui oleh kedua belah pihak

Adanya kejelasan tentang obyek akad. Dalam arti, barang tersebut

diketahui secara detail oleh kedua belah pihak, hal ini dimaksudkan

untuk menghindari terjadinya perselisihan dikemudian hari. Artinya

bahwa obyek akad tersebut tidak mengandung unsur gharar. 20

18

Ibid…,َ170

19

Ibid…,60-61

(43)

30

c. Sighat al-aqd (persetujuan antara kedua belah pihak akan terlaksananya

suatu akad)

Sighat al-aqd adalah suatu ungkapan para pihak yang melakukan akad

berupa ijab dan qabul adalah pertama yang dinyatakan oleh salah satu dari

seseorang yang berakad yang mencerminkan kesungguhan kehendak untuk

mengadakan akad, dan qabul sendiri adalah reaksi akan kesanggupan

ataupun persetujuan dari akad tersebut.21

Terkait dengan ijab dan qabul, para ulama’ menetapkan tiga syarat

didalamnya, yaitu:22

1) ijab dan qabul harus jelas maksudnya, sehingga di pahami oleh pihak

yang melakukan akad

2) Antara ijab dan qabul harus sesuai

3) Antara ijab dan qabul harus bersambung dan berada ditempat yang sama

jika kedua belah pihak hadir, atau berada ditempat yang sudah diketahui

oleh keduanya

Disamping syarat-syarat yang ada diatas, ada ketentuan lain perihal

pelaksanaan ijab dan qabul yang dapat dilakukan dengan empat cara

sebagaimana berikut ini:23

1) Lisan

21

Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam Di Indonesia, (Jakarta: Perdana Kencana Media, 2005),63

22

RachmatَSyafe’I,َFiqh Muamalah…,52 23

(44)

31

Para pihak mengungkan kehendaknya dalam perkataan secara jelas.

Dalam hal ini akan sangat jelas bentuk ijab dan qabul yang dilakukan

oleh para pihak.

2) Tulisan

Adakalanya suatu perikatan dilakukan secara tertulis. Hal ini dapat

dilakukan oleh para pihak yang tidak dapat bertemu langsung dalam

melakukan perikatan, atau untuk perikatan-perikatan yang sifatnya lebih

sulit, seperti perikatan yang dilakukan oleh badan hukum.

3) Isyarat

Suatu perikatan tidaklah hanya dilakukan orang normal, orang

cacat pun dapat melakukan suatu perikatan, apabila cacatnya adalah

suatu wicara, maka dimungkinkan akad dilalukan dengan isyarat, asalkan

para pihak yang melakukan perikatan tersebut memiliki pemahaman

yang sama.

4) Perbuatan

Seiring dengan perkembangan kebutuhan masyarakat, kini

perikatan dapat pula dilakukan dengan cara perbuatan saja, tanpa secara

lisan,tertulis ataupun isyarat. Hal ini dapat disebut ta’ati atau mu’atah (saling memberi dan menerima),24 adanya perbuatan memberikan dan

(45)

32

menerima dari pihak yang saling memahami perbuatan perikatan

tersebut tersebut dan segala akibat hukumnya.

d. Maud{u’ul ‘aqd (tujan akad)

Tujuan akad merupakan pilar terbangunnya sebuah akad, sehingga

dengan adanya akad yang dilakukan tujuan tersebut tercapai. Oleh karena

itu, tujuan merupakan hal yang penting karena ini akan berpengaruh

terhadap implikasi terhadap implikasi tertentu.25 Tujuan akad akan berbeda

untuk masing-masing akan yang berbeda. Untuk akad jual beli, tujuan

akadnya adalah pindahnya kepemilikan barang kepada pembeli dengan

adanya penyerahan harga jual, berbeda dengan akad sewa-menyewa yang

tujuannya adalah pemindahan kepemilikan nilai manfaat barang dengan

adanya upah sewa.

4. Macam-macam akad

Menurut para ulama fiqh pembagian akad bisa dilihat dari berbagi sudut

pandang, dianatara adalah dari segi keabsahan menurut shara’ dan dari segi bernama dan tidak bernama. Adapun beberapa sudut pandang tersebut akan

dijelaskan sebagai berikut:26

25

. Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah…,َ59

26

(46)

33

a. Dari segi keabsahannya menurut shara’

1) Akad s{ah{ih{

Akad yang telah memenuhi hukum dan syarat-syaratnya. Hukum

dari akad s{ah{ih{ ini adalah berlaku seluruh akibat hukum yang

ditimbulakan akad itu dan mengikatkan bagi pihak-pihak yang berakad.

Seperti akad jual beli dan sewa-menyewa yang sudah lengkap rukun dan

syaratnya. Akad s{ah{ih{ sendiri terbagi atas dua bagian, yakni:

a) Akad nafiz (sempurna untuk dilaksanakan), yaitu akad yang

dilangsungkan dengan memenuhi rukun dan syarat nya dan tidak ada

penghalang untuk melaksanakannya.

b) Akad mauquf, yaitu akad yang dilakukan seseorang yang cakap

bertindak hukum, tetapi ia tidak memiliki kekuasaan untuk

melangsungkan dan melaksanakan itu.

2) Akad tidak s{ah{ih{

Akad yang terdapat kekuranagan pada rukun atau syarat-syaratnya,

sehingga seluruh akibat hukum akad itu tidak berlaku dan tidak

mengikat pihak-pihak yang berakad. Seperti akadnya orang gila, ataupun

akad yang mengandung unsur penipuan. Akad yang tidak sahih ini juga

(47)

34

a) Akad batil, yaitu akad yang tidak memenuhi salah satu rukunnya atau

ada larangan langsung dari syara’ seperti akadnya orang gila atau

cacat pada sighat akadnya.

b) Akad fasid, yaitu akad yang pada dasarnya disyari’atkan, tetapi sifat

yang diakadkan itu tidak jelas, hal ini seperti laranagn dalam

muamalah yang berkaitan dengan adanya unsur penipuan.

b. Berdasarkan penamaanya, dibagi menjadi :

1) Akad yang sudah diberi nama oleh syara’, seperti jual-beli, hibah, gadai, dan lain-lain.

2) Akad yang belum dinamai oleh syara’, tetapi disesuikan dengan

perkembangan zaman.27

c. Dilihat dari segi tukar-menukar hak. Dari segi ini akad dibagi tiga:

1) Akad mu’awad{ah, yaitu akad-akad yang berlaku atas dasar timbal balik seperti jual-beli, sewa-menyewa, s{ulh{ dengan harta, atau s{ulh{ terhadap

harta dengan harta.

2) Akad tabarru’ yaitu akad-akad yang berdasarkan pemberian dan pertolongan, seperti hibah dan ‘ariyah.

3) Akad yang mengandung tabarru’ pada permulaan tetapi menjadi

mu’awad{ah pada akhirnya, seperti qard{ dan kafalah.

27

(48)

35

5. Asas-asas dalam akad

Akad dalam sebuah transaksi merupakan bagian dari fiqh muamalah, jika

fiqh muamalah mengatur hubungan manusia dengan sesamanya secara umum,

maka transaksi mengatur hubungan manusia dengan sesame menyangkut

pemenuhan kebutuhgan ekonominya. Dalam pandangan fiqh muamalah, akad

dalam transaksi yang dilakukan oleh para pihak yang melakukan akad

memiliki asas-asas tertentu. Asas ini merupakan prinsip yang ada dalam akad

dan menjadi landasan dari berjalannya akad tersebut.28 Adapun asas tersebut

adalah sebagaimana berikut ini :

a. Asas keadilan

Asas merupakan sebuah sendi yang hendak diwujudkan oleh para

pihak yang melalukan akad dalam sebuah perikatan. Seringkali dalam dunia

modern ditemukan sebuah keterpaksaan salah satu pihak oleh pihak lainnya

yang dibakukan dalam klausul akad tanpa bisa dinegosiasi. Keterpaksaan

tersebut bisa didorong oleh kebutuhan ekonomi atau yang lainnya. Dalam

hukum islam kontemporer, telah diterima suatu asas bahwa demi keadilan

memang ada alas an untuk itu.29 Adanya asas keadilan ini diharapkan bisa

mendorong pihak yang melakukan transaksi selalu bernegosiasi sehingga

muncul rasa saling rela dalam rangka untuk mencapai keadilan terhadap

keduanya. Seperti halnya tidak ada larangan tawar menawar barang yang

28

Mardani,Fiqih Ekonomi Syariah..,91.

(49)

36

belum pasti harga penjualannya,30 dengan harapan tidak ada penyesalan.

Hal ini juga berdasarkan pada dilarang menjual barang yang tidak diketahui

harganya.31

b. Asas kemaslahatan

Asas ini merupakan asas dari fiqh muamalah yang mengedepankan

baik atau mencari kebaikan. Semua apa yang bermanfaat untuk meraih

kebaikan dan kesenangan maupun yang bersifat menghilangkan kesulitan

dan kesusahan.32

Kemaslahatan yang dimaksud disini adalah kemaslahatan yang

menjadi tujuan shara’ bukan semata-mata kemaslatan yang berdasarkan keinginan dan hawa nafsu manusia saja. Tujuan shara’ disini adalah keadaan

dimana kita disuruh untuk memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan

harta. Sehingga, apabila seseorang melakukan suatu perbuatan yang pada

intinya untuk memelihara kelima aspek tersebut, maka yang demikian itu

untuk mewujudkan kemaslahatan yang sebenarnya.33

c. Asas kerelaan

Segala transaksi yang dilakukan harus atas dasar suka sama suka atau

kerelaan antara masing-masing pihak, tidak boleh ada tekanan,paksaan,

30

Imam Malik Ibnu Anas, al-Muwatta’ Imam Malik, Penerjemah : Dwi Surya Atmaja, (Jakarta : PT.

Raja Grafindo Persada, 1999),379.

31

Imam Yahya Bin Abi al-Khayr bin Salim, al-Bayan fi fiqhi al-Imam ash-Shafi’i,(Beirut : Dar

al-kutub al-Ilmiyah,2002),98.

32

Nasrun Harun, Ushul Fiqh (Jakarta : Logos, 1996), 114

33

(50)

37

penipuan, dan miss stamen. Jika hal ini tidak terpenuhi maka transaksi

tersebut dilakukan dengan cara yang batil.34 Hal ini sesuai dengan apa yang

disebutkan dalam surat an-Nisa ayat 29 diistilahkan dengan an taradin

minkum. Sehingga jika hal tersebut terjadi maka tidak akan terpenuhi unsur

sukarela yang menunjukan keikhlasan dan i’tikad baik dari para pihak. d. Asas kebebasan

Asas ini merupakan prinsip dasar dalam bermuamalah. Para pihak

yang melalukan akad mempunyai kebebasan untuk membuat perjanjian,

baik dari segi objek perjanjian maupun menetukan persyaratan lainnya,

termasuk menetapkan cara-cara penyelesaian bila terjadi sengketa. Adanya

unsur pemaksaan dan pemasungan kebebasaan bagi para pihak yang

melalukan perjanjian, maka legalitas perjanjian bisa dianggap meragukan

dan tidak sah.35

e. Asas Keseimbangan

Suatu perbuatan muamalah merupakan salah satu jalan untuk

memenuhi kebutuhan hidup manusi. Seringkali terjadi bahwa seseorang

memiliki kelebihan dari yang lainnya, hal ini menunjukan antara sesame

manusia masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Untuk itu,

anatara manusia satu dan yang lain hendaknya saling melengkapi atas

kekuranagn yang lain dari kelebihan yang dimiliki. Oleh karena itu, setiap

34

Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah…,97

(51)

38

manusia memiliki kesempatan yang sama untuk melakukan suatu perikatan

dalam melakukan perikatan ini tidak boleh adanya unsur kezaliman.36

6. Berakhirnya akad

Suatu akad dipandang berakhir apabila telah tercapai tujuannya dalam

akad jual beli misalnya, akan dipandang berakhir apabila barang telah

berpindah milik kepada pembeli dan harganya telah menjadi milik penjual.

Selain telah tercapai tujuannya, akad dipandang berakhir apabila terjadi

pembatalan dari salah satu atau kedua pihak, atau batal dikarenakan

berakhirnya waktu.37

Mengenai pembatalan sendiri bisa terjadi dengan sebab-sebab

sebagaimana berikut ini :38

a. Dibatalkan, karena adanya hal-hal yang tidak dibenarkan oleh shara’

seperti jual beli yang tidak memenuhi syarat.

b. Salah satu pihak dengan persetujuan pihak lainnya membatalkan akad

perjanjian mereka karena menyesal atas akad tersebut.

c. Ketentuan-ketentuan dalam akad tidak dipenuhi oleh pihak yang

bersangkutan. Misalnya, dalam pembayaran khiyar penjualan barang

memberikan ketentuan kepada pembeli bahwa dalam tempo yang

diperjanjikan barang tersebut harus dibayar setengahnya. Akad disini

36

Ibid, 93-94

37

Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah…,99

38

(52)

39

dinyatakan tetap berlangsung apabila pembeli membayarnya sebelum jatuh

tempo, dan menjadi atau rusak jika dalam tempo tersebut pem,beli tidak

membayarnya.

d. Karena habis waktunya, seperti dalam akad sewa menyewa berjangka waktu

tertentu.

B. Hutang Piutang Dalam Hukum Islam

1. Pengertian hutang piutang

Hutang piutang dalam istilah arab sering disebut dengan al-dayn

(jamaknya al-duyun) dan al-qard. Dalam pengertian yang umum, hutang

piutang mencakup transaksi jual beli dan sewa-menyewa yang dilakukan

secara tidak tunai( kontan). Transaksi seperti ini dalam fiqih dinamakan

mudayanah atau tadayun.39

Kedua kata tersebut terdapat dalam al-quran surat al-Muzammil ayat 20

dan surat al-Baqarah ayat 282, dan mempunyai arti yang sama yaitu hutang

piutang.











 



...



Artinya: …dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik… (QS. Al-Muzammil: 20)40

(53)

40                  … 

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah[179]

tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan… (QS. Al-Baqarah: 282)41 Akan tetapi, ketika bersinggungan dengan hutang piutang dalam bentuk

materi, maka lebih banyak menggunakan kata al-qard. Maka al-qard sendiri

secara etimologi adalah al-qat’u yang berarti memotong.42hal ini dikatakan demikian karena merupakan potongan dari harta orang yang memberikan

hutang yang kemudian diserahkan kepada orang yang berhutang.

Pengertian hutang piutang ini sama dengan pengertian perjanjian pinjam

meminjam yang dijumpai dalam kitab undang-undang hukum perdata pasal

1754 yang berkaitan dengan ketentuan umum pinjam pakai habis berbunyi :

pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan nama pihak yang satu

memberikan kepada pihak lain suatu jumlah tertentu dari barang-barang yang

habis karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang lain akan

mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama

pula.43

41

Ibid, 37.

42

Ahmad Warson Munawir,Kamus Bahasa Arab-Indonesia al-Munawwir…1133.

43

Chairuman Pasaribu, Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjain Dalam Islam, (Jakarta : Sinar Grafika,

(54)

41

Adapun definisi hutang piutang secara shara’ adalah memberikan harta kepada orang yang mengambil manfaatnya, lalu orang tersebut mengembalikan

gantinya.44

Sedangkan para ulama’ berbeda pendapat dalam mengemukakan pengertian mengenai hutang piutang, diantaranya yaitu:

a. Menurut Muhammad Muslehuddin sebagaimana yang dikutip dalam

bukunya yang berjudul Sistem Perbankan Dalam Islam,mendifinisikan qard

sebagai pinjaman atas benda yang bermanfaat yang diberikan hanya karena

belas kasihan, dan bukan merupakan bantuan (‘ariyah) atau pemberian (hibah), tetapi harus dikembalikan seperti bentuk yang dipinjamkan.45

b. Menurut Sayyid Sa>biq sebagaimana yang dikutip dalam bukunya al-Fiqhu

al-Sunnah memberikan definisi qard}sebagai harta yang diberikan oleh

kreditur (pemberi pinjaman) kepada debitur (penerima pinjaman), agar

debitur mengembalikan yang serupa dengannya kepada kreditur ketika telah

mampu.46

c. Menurut Wahbah al-Zuhayli>, hutang piutang adalah penyerahan suatu harta

kepada orang lain yang tidak disertai dengan imbalan/tambahan dalam

pengembaliannya.47

44

Saleh al-Fauzan, al-Mulakhasul Fiqhi,(Jakarta : Gema Insani Press, 2005), 410

45

Mohammad Muslehuddin, Sistem Perbankan Dalam Islam,(Jakarta : Rineka Cipta,1990), 74

46

Sayyid Sa>biq, al-Fiqhu al-Sunnah..., 221

47

(55)

42

d. Sedangkan menurut Hasbi as}-S}iddiqi> sebagaimana yang dukutip dalam

bukunya Pengantar Fiqh Muamalah mengartikan hutang piutang dengan

akad yang dilakukan oleh dua orang dimana salah satu dari kedua orang

tersebut mengambil kepemilikan harta dari lainnya dan ia menghabiskan

harta tersebut untuk kepentingannya, kemudian ia harus mengembalikan

barang tersebut senilai dengan apa yang dia ambil dahulu. Berdasarkan

pengertian ini maka qard} memiliki dua pengertian yaitu : I’a>rahyang mengandung arti tabarru’ataumemberikan harta kepada seseorang dan akan dikembalikan, dan mu’a>wad}ah karena harta yang diambil bukan sekedar dipakai kemudian dikembalikan, melainkan dihabiskan dan dibayar

gantinya.48

Sehingga dengan demikian, hutang piutang adalah adanya pihak yang

memberikan harta baik berupa uang ataupun barang kepada pihak yang

berhutang, dan pihak yang berhutang menerima sesuatu tersebut dengan

perjanjian dia akan membayar atau mengembalikan harta tersebut dalam

jumlah yang sama. Selain itu akad dari hutang piutang sendiri adalah akad

yang bercorak ta’a>wun (pertolongan) kepada pihak lain untuk memenuhi kebutuhannya.

48

(56)

43

2. Dasar hukum hutang piutang

Dasar hukum dari hutang piutang dapat kita temukan dalam al-Qur’an,

dan hadith ijma’. Hutang piutang terdapat dalam al-Qur’an pada surat al-Baqarah ayat 245 sebagaimana berikut:

                       

Artinya: Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. (QS. Al-Baqarah: 245) 49

Ayat di atas menggambarkan bahwasannya Allah SWT mendorong agar

umat Islam berlomba-lomba dalam hal kebaikan, terutama

menafaqahkan hartanya di jalan Allah SWT, dan kemudian akan diganti

dengan balasan yang berlipat-lipat kebaikannya. Selain itu, dasar hutang

piutang juga terdapat pada surat al-Baqarah ayat 282.

                                                           ...  Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalahtidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.

(57)

44

dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun

daripada hutangnya… (QS. Al-Baqarah: 282)50

Pada dasarnya segala bentuk persyaratan dalam bermuamalah

diperbolehkan menurut hukum Islam, yakni pihak-pihak yang berhubungan

dengan suatu akad diperbolehkan untuk menambahkan suatu persyaratan guna

tercapainya suatu akad sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan semua

pihak.51 Akan tetapi syarat-syarat yang dibuat oleh pihak-pihak tersebut tidak

boleh jika bertentangan dengan al-Qur’an dan h}adi>th.52

Syarat yang berkaitan dengan fiqh muamalah sendiri dinamakan syarat

ja'li, yakni syarat-syarat yang dibuat oleh orang yang mengadakan perikatan

dan dijadikan tempat tergantung dan terwujudnya perikatan. Misalnya seorang

pembeli membuat syarat bahwa dia mau membeli sesuatu barang dari penjual

dengan syarat boleh mengangsur. Jika syarat ini diterima oleh penjual, maka

jual beli tersebut dapat dilaksanakan. Syarat ja'li bisa diadakan untuk

menambah kesempurnaan suatu perikatan, yakni ketiadaan syarat tidak

menyebabkan gagalnya perikatan tersebut akan tetapi hanya menjadikan

kurang sempurna. Dan syarat ja'li itu bisa juga diadakan untuk menetapkan

50

Depag RI, al-Qur’an dan Terjemahannya…, 37.

51

Ibnu Qayyim al-Jawziyyah, Ja>mi’u al-Fiqh, juz 4, (Riya>d} : Da>r al-Wafa>’, 2005), 108.

52

(58)

45

sahnya sebuah perikatan, yakni bila tidak ada syarat tidak akan terwujud suatu

perjanjian.53

Sehingga yang diharapkan dalam berlansungnya suatu akad sampai

berahirnya akad tersebut tidak ditemukan adanya pihak yang dirugikan

ataupun secara sederhana adalah tetapnya suatu unsur kerid}oan dari semua

pihak dan terwujudnya keadilan dalam bermuamalah bagi semua pihak.

3. Rukun dan syarat hutang piutang

Dalam hutang piutang, terdapat pula rukun dan syarat seperti akad-akad

yang lain dalam muamalah. Adapun rukun dan syarat qard} sendiri ada tiga,

yakni :

a. ‘A>qid yaitu orang yang berhutang piutang. b. Ma’qu>d yaitu‘alayh barang yang dihutangkan.

c. S}i>ghat al-‘aqd yaitu ungkapan i>ja>b dan qabu>l, atau suatu persetujuan antara kedua belah pihak akan terlaksananya suatu akad.

Dengan demikian, maka dalam hutang piutang dianggap telah terjadi

apabila sudah terpenuhi rukun dan syarat dari hutang piutang itu sendiri.

Rukun sendiri adalah unsur terpenting dari seuatu, sedangkan syarat adalah

prasyarat dari sesuatu tersebut. Sedangkan syarat-syarat yang harus terpenuhi

dalam pelaksanaan hutang piutang adalah :

(59)

46

a. ‘A>qid (orang yang berhutang piutang)

Orang yang berhutang dan memberikan hutang dapat dikatakan

sebagai subyek hukum. Sebab yang menjalankan praktik hutang piutang

adalah mereka berdua, untuk itu diperlukan orang yang mempunyai

kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum.

Dalam al-Fiqhu al-Sunnah dikatakan bahwa akad dari orang gila,

orang mab

Gambar

  Tabel 3.1 Pemetaan Wilayah dan Luas Desa Tumapel
  Tabel 3.2
  Tabel 3.3 Sarana Pendidikan di Desa Tumapel
Tabel 3.4
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dari hal ini dapat dilihat bahwa anak-anak harus menghormati sekaligus taat kepada orang tua dan sebelum itu orang tua harus mendidik anak-anak agar mereka menjadi

finansial kurang mampu, jika terserang suatu penyakit, yang pertama dilakukan adalah mencari sesuatu (umumnya tumbuhan yang ada di sekitar kediamannya), meminta

Pertama, guru harus merencanakan tujuan dan menetapkan kompetensi yang hendak dicapai. Tugas guru adalah menetapkan apa yang telah dimiliki oleh siswa sehubungan dengan latar

Keragaman sumber pendapatan petani di hulu DAS Sekampung yang berasal dari berbagai vegetasi tanaman penting dalam menjaga tutupan lahan sebagai wilayah tangkapan

Simulasi space-time diversity dengan modulasi QPSK melalui kanal AWGN Dari gambar 8 diperlihatkan bahwa untuk mencapai BER 10 −3 , sistem transmisi tanpa coding

Data BPOM, menunjukkan bahwa ada 47 merek /produk terdaftar formula bayi yang beredar di 23 provinsi di Indonesia. Sebanyak 88 sampel formula bayi dianalisis di

Dalam menunjukkan bahwa kepala sekolah setiap aktivitas yang dilakukan membawa kondisi kerja yang kondusif agar seluruh para guru merasa dihargai, karena dengan kondisi kerja

Dalam rangka meningkatkan pelaksanaan kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi, maka perlu dilakukan proses pelembagaan tata nilai koperasi dan pendampingan