STUDI TENTANG ALASAN PENERIMAAN
PARA PENDIRI NEGARA TERHADAP PANCASILA
SEBAGAI DASAR NEGARA
TESIS
Diajukan kepada Program Studi Magister Sosiologi Agama
Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana sebagai salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Magister Sosiologi Agama
oleh
Daniel Libertson Manalu
75 2010 008
FAKULTAS TEOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA
i
ii
LEMBAR PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT
iii
LEMBAR MOTO DAN TANDA TERIMAKASIH
Apakah sejarah itu?
“Aku temukan dalam buku-buku pelajaran Sejarah Hindia Belanda pernyataan-pernyataan seperti “tindakan yang berkhianat dari Diponegoro” atau “kepala pemberontak”. Sedangkan dilihat dari sudut pandangan bangsa kita Diponegoro adalah seorang pahlawan
bangsa yang berjuang untuk keadilan dan kemerdekaan, sedangkan kepala pemberontak atau pemberontak, bagi kita adalah pejuang-pejuang kemerdekaan.”
Ahmad Subardjo Djoyoadisuryo, Kesadaran Nasional: Otobiografi (Jakarta: Gunung Agung, 1978), 87
Karya Ilmiah ini saya dedikasikan kepada keluargaku yang tercinta:
1. Sintua Pelda Bek (purn) Albert Manalu
2. Linceriana br. Sitompul
3. Lettu Laut (T) Manalu Frans Maradona, S. E
4. Enderson Martua Manalu
5. Kristianto Wisuda Wanter Manalu
Saya merasa tidak ada bahasa di dunia ini yang mampu membahasakan rasa terimakasihku yang sebesar-besarnya kepada mereka. Pergumulan studi ini tidak hanya kurasakan secara
pribadi, tetapi mereka pun turut bergumul dengan segala situasi dan keadaan sehingga memunculkan moto keluarga, yang sekaligus menjadi teologiku:
iv
LEMBAR UCAPAN TERIMA KASIH
Kesempatan pertama penulis panjatkan ucapan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa menyertai, terlebih dalam pergumulan-pergumulan yang penulis hadapi dalam menata kehidupan pribadi penulis sendiri. Seluruh ilmu yang penulis pegang hanyalah karunia Tuhan semata-mata. Setiap pemberian yang Ia karuniakan kepada penulis akan kembali kepada-Nya dalam melayani sesama.
Pada kesempatan lain juga penulis hendak mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Op. Dani baoa (†) dohot Op. Dani boru di Sibanbanon, Pakkat; Bapa: St. A. Manalu; Mama: Linceriana br. Sitompul; tulang Rhido Sitompul, S.E.,; Adek-adekku: Lettu Laut (T) Manalu Frans Maradona, S.E., Enderson Martua Manalu, Kristianto Wisuda Wanter Manalu yang selalu mendoakan pergumulan kehidupanku. Aku akan memberikan yang terbaik untuk keluarga, terutama kepada bapa dan mama yang selalu mengajarkan ikatan keluarga adalah hal yang terpenting dalam kehidupan ini. Oleh karena itu, bagiku pelayanan yang sesungguhnya ialah pelayanan terhadap keluarga, beres yang di dalam (keluarga) lalu setelahnya beres yang di luar (masyarakat).
2. Bapak Pdt. Prof. John A. Titaley, Th. D dan bapak Dr. Flip P. B. Litaay, S.H., M.S. sebagai dosen-dosen pembimbing penulis dalam penyelesaian Tesis ini. Bapak-bapak telah mengajari penulis banyak hal, baik itu dalam sikap maupun dalam pikiran yang pantas menjadi seorang Kristen dan juga seorang pendeta yang mempunyai teologi dalam konteks sosialnya.
v
4. Ibu Pdt. Dr. Retnowati, M.Si. sebagai Dekan Fakultas Teologi, bapak Dr. David Samiyono. M.T.S., M.S.L.S. sebagai Kepala Program Studi Magisters Sosiologi Agama, Bapak Pdt. Dr. Daniel Nuhamara, M. Th., bapak Pdt. Dr. Yusak B. Setyawan, Ph.D., ibu Pdt. Dra. Dien Sumiyatiningsih, G.D.Th., M.A., ibu Pdt. Hendrika J. K. Watimena, M.Th. (yang memberikan surat rekomendasi kepada penulis untuk melanjutkan studi), bung Pdt. Izak Y.M. Lattu, M.A. (yang memberikan motivasi kepada penulis secara berkala – kini tengah melanjutkan studi program doktoral), bapak Pdt. Tony Tampake, M.Si., kakak Pdt. Mariska Lauterboom, S.si. Teol., kakak Pdt. Irene Ludji, S.Si. Teol. Dosen-dosen inilah yang telah memberikan waktunya untuk mengajari penulis tentang banyak hal dalam teologi. Setiap ilmu dan pengajaran yang bapak-bapak, ibu-ibu,bung dan kakak-kakak sekalian tidak akan pernah terlupakan.
5. Mbak Liana, mbak Isti, ibu Budi, bapak Suyamto, S. E., mbak Dinda W. A, S.Pd., dan bapak Suyuti sebagai staf-staf dan pegawai Fakultas Teologi yang telah banyak membantu penulis baik dalam bidang administratif maupun berkeluarga.
6. Seluruh Parhalado dohot ruas ni HKBP Ujung Ressort Surabaya, terutama kepada amang St. A. Manalu, amang Pdt. David Silaban, S.Th., amang Pdt. Samuel Sibuea,
S.Th., yang telah mendukung penulis baik secara moral, spiritual, material dan praktikal berkhotbah.
7. Seluruh Parhalado dohot ruas ni HKBP Salatiga, terutama kepada amang Pdt. Hotman T. M. Marbun M.Si. (secara khusus karena melalui buku hitam milik amang saya menuntaskan studi ini), inang Pdt. L. br. Gultom, S.Th., dan amang Gr.
Fandalen Gultom yang telah mendukung penulis dalam perkuliahan di Fakultas Teologi Satya Wacana dengan memberikan kesempatan pelayanan penulis tiap minggu di Sekolah Minggu dan Remaja.
vi
Persada Gurning, dan kawan-kawan. Terimakasih untuk kebersamaannya, dan senantiasa saling menguatkan di dalam doa.
9. Mahasiswa Magister Soiologi Agama Fakultas Teologi angkatan 2010: yang telah menjalin kebersamaan bersama penulis sesama mahasiswa teologi yang bergumul dan berjuang.
10.Armand Sundah, Jeremia Alfonso Hutajulu, Lae Nicholas Napitupulu (Master Catur Batam), Caren Y. br. Gultom, dan Gemma Ngelow, yang telah menjadi sahabat penulis dalam bergumul dan berjuang.
11.Percik (Persemaian Cinta Kemanusiaan) Salatiga sebagai komunitas peneliti, dengan memberi penulis bantuan baik berupa buku-buku maupun material (makan) selama hampir satu bulan.
12.Saudara-saudariku Mahasiswa Batak Salatiga yang menjadi teman penulis untuk saling berbagi.
13.Saudara-saudaraku ELTORRO: Roli Halauw dan Chareen Helweldery, Mr. Thomas, Yusak Arianto, Vano, Abinadab sang stand-up comedy (adiknya Za), Mas Drajat Sukotjo, Riki, Immanoel D. Manuhutu, Mas Sudarmadi Solo, Azarya (abangnya Abin), Christo Kahosadi (yang menyemangati penulis waktu sidang melalui sms), Nicolai Kahosadi, Raymond Sihombing, Aldi Sihombing, Samuel Z. Simanungkalit, Utjup, Yosie (ipin), Reyn Pallese, Surya Probo Kusuma, Agung, Nikolas Tamba, Dolleh, Valentino, Haphap, Rich Hingayomi dan Monik, untuk kebersamaan, motivasi-motivasi dan doa dalam setiap keakraban dan doa pagi kita di kost. Tuhan senantiasa menyertai kalian dalam pergumulan kalian masing-masing.
vii
15.Teman-teman orientasi di STT-HKBP: Desmond Simorangkir, Sihol Marito br. Simamora, Yanti Napitupulu, Olo Simamora, Samuel Situmeang, Erwin Panggabean, Hendra Pakpahan, dan Heny br. Panjaitan sebagai teman pergumulan penulis untuk belajar bersama tentang HKBP dan mendukung penulis menuntaskan studi di tengah-tengah orientasi.
16.Dan seorang wanita baik hati, manis, yang selalu memberi motivasi kepada penulis mulai dari awal menulis hingga menyelesaikannya. Nova Hipas Sarawiwi br. Limbong ialah sosok wanita lembut hati mengamati jalan kehidupannya yang selalu diberkati Tuhan, yang serba ikhlas tanpa keluhan apa pun. Oleh karena itu tak heran sekarang menjadi wanita yang berhasil dan yang mendampingiku.
Selain itu, kepada saudara-saudariku yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu dengan sukacita penulis ucapkan terimakasih atas dukungan dan kebersamaannya yang saling menguatkan. Tuhan menyertai kita selama-lamanya.
viii DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN... i
LEMBAR PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT DAN PERSETUJUAN AKSES ... ii
LEMBAR MOTO DAN TANDA TERIMAKASIH ...iii
LEMBAR UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
DAFTAR ISI ... viii
KATA PENGANTAR ... xi
SARIPATI ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Identifikasi Permasalahan ... 1
2. Alasan Pemilihan Judul ... 3
3. Rumusan Masalah ... 5
3.1. Batasan Masalah ... 5
3.2. Pertanyaan Penelitian ... 5
4. Tujuan Penelitian... 5
5. Definisi Operasional ... 6
6. Signifikansi Penelitian... 6
B. Metodologi Penelitian ... 8
1. Metode dan Jenis Penelitian ... 8
2. Teknik Pengumpulan Data ... 8
3. Teknik Analisa Data ... 8
4. Sistematika Penulisan ... 9
BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL ... 10
A. Teori-teori Tindakan Komunikatif ... 10
ix
C. Konsep Tindakan Komunikatif dalam Pandangan Habermas ... 17
D. Proses Pengambilan Putusan ... 30
1. Menurut Jean – Jacques Rousseau ... 30
2. Menurut Pokok Tindakan Komunikatif Habermas ... 32
E. Kesadaran Kolektif Menurut Emile Durkheim ... 35
F. Simpulan Sementara ... 42
BAB III PROSES PENERIMAAN PANCASILA DAN ALASAN PENERIMAAN PARA PENDIRI NEGARA TERHADAP PANCASILA ... 43
A. Substansi Pembicaraan dalam Sidang-sidang BPUPKI ... 45
1. Pembentukan Panitia Kecil ... 52
2. Pembentukan Panitia Perancang Undang-undang Dasar ... 55
B. Substansi Pembicaraan dalam Sidang PPKI ... 68
1. Keberatan Masyarakat Indonesia Timur ... 69
2. Keberatan Ki Hadikoesoemo ... 72
3. Keberatan I Gusti Ktut Pudja ... 73
C. Beberapa Informasi Mengenai Para Pendiri Negara dari Sumber Lain yang Dapat Menjadi Acuan ... 73
7. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat ... 86
8. Muhammad Yamin ... 87
9. Agoes Salim ... 88
D. Pancasila dalam Dokumen-dokumen Sejarah ... 92
x
BAB IV ANALISA ALASAN PARA PENDIRI NEGARA MENERIMA PANCASILA
SEBAGAI DASAR NEGARA ... 101
A. Sidang BPUPKI-PPKI Sebagai Landasan Tindakan Komunikatif ... 106
B. Analisa Terhadap Alasan Para Pendiri Negara dalam Menerima Pancasila ... 116
C. Adakah Nilai Kesakralan dalam Pancasila? ... 136
xi
KATA PENGANTAR
Alasan para pendiri negara ketika menerima Pancasila ialah faktor utama penulis untuk mengkaji dan menganalisa sejauh mana kesepakatan mereka terjalin. Perundingan-perundingan dalam Risalah Sidang BPUPKI-PPKI yang melatarbelakangi terjalinnya kesepakatan ini mensaratkan adanya berbagai dinamika sosial, dan religius di dalamnya. Benarkan mereka menerima Pancasila hanya berdasarkan pada alasan-alasan permukaan, seperti solidaritas dan nasionalisme?
Penulis mengupas berbagai alasan mereka melalui percakapan-percakapan dalam sidang rapat. Percakapan-percakapan ini sungguh dipenuhi intrik-intrik diplomatis yang mempunyai maksudnya sendiri-sendiri. Percakapan demi percakapan memperlihatkan kelihaian para pendiri negara dalam mengutarakan usul, keinginan, dan lain sebagainya yang menyangkut kepentingan pribadi-golongan maupun umum.
xii SARIPATI
Indonesia adalah negara yang plural, dikotomi mayoritas dan minoritas kerap kali terjadi. Lebih rumit lagi ketika semakin bertambahnya isu-isu sara, politik, dan agama. Situasi dan kondisi menjadi semakin memanas, sehingga krisis kedamaian terjadi. Pada tingkat mentalitas, kesadaran untuk menghargai kemajemukan sudah tidak lagi dirasakan atau dimiliki oleh sebagian kelompok masyarakat. Hal ini disebabkan oleh pemahaman mereka yang hanya terpusat kepada kepentingan kelompoknya sendiri.
Melalui sisi permasalahan tersebut, penulis terhanyut untuk melihat kembali ke permukaan tentang berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu dengan mengkaji kesepakatan-kesepakatan awal para pendiri negara menerima Pancasila sebagai landasan filosofis dasar negara. Apa yang menjadi alasan mereka menerima Pancasila sebagai dasar negara?
Penulis menggunakan sumber acuan utama dari buku Risalah Sidang BPUPKI-PPKI untuk mengkaji proses persidangan sebagai landasan komunikatif mereka menuju
kesepakatan, serta buku-buku penunjang lainnya yang mendukung penulis untuk menganalisa apa yang menjadi latar belakang pemikiran mereka dalam percakapan mereka semasa sidang.
xiii
mendapat posisi khusus untuk dikaji secara mendalam pada panitia sembilan yang dikenal dengan rumusan “Piagam Jakarta”.
Rumusan ini lebih menekankan prioritas kesepakatan, prinsip Ke-Tuhanan menjadi modal utama yang melandasi dasar hidup rakyat Indonesia. Oleh karena masyarakat Indonesia sebagian besar (90-95%) beragama Islam, maka prinsip Ke-Tuhanan ditambahkan dengan anak kalimat “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya”. Ini sudah disepakati dalam rangka kompromis antara golongan Islam dan Kebangsaan.
Namun, Piagam Jakarta ini mendapat respons etis-pragmatis pada persidangan BPUPKI. Sebagian besar para pendiri negara berdebat mengenai kehadiran tujuh kata anak kalimat tersebut dan dampak-dampaknya. Perdebatan ini terus mengalir hingga menjurus kepada isu agama. Para pendiri negara menyadari kecenderungan isu tersebut dan akhirnya Soekarno sebagai ketua panitia mengompromiskan kembali pada tanggal 16 Juli 1945 bahwa tetap hasil kompromis tersebut tidak dapat diubah karena akan menimbulkan ketidaksetujuan dari pihak golongan Islam.
xiv
Demi persatuan dan kesatuan, Hatta dan beberapa pendiri negara ini sepakat untuk menghilangkan ketujuh kata anak kalimat itu. Kemudian hal ini juga ditambahkan oleh I Gusti Ktut Pudja untuk mengganti kalimat “atas berkat rahmat Allah Yang Maha Esa” dengan kalimat “atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa”.
Para pendiri negara telah mencapai konsensus untuk mendirikan suatu negara. Konsensus ini hanya mencakup kesepakatan kontrak sosial. Kontrak sosial inilah yang didasarkan pada alasan nasionalisme mereka. Akan tetapi, perdebatan religius – yang berkaitan dengan keyakinan agama – belum selesai hingga kini. Bahkan lebih prolematik lagi bahwa kehidupan religius ini membawa pengaruh kuat kepada kehidupan sosial rakyat Indonesia sebagian besarnya. Oleh karena itu, bangsa Indonesia sering dirundung oleh berbagai masalah sosial-keagamaan yang tidak kunjungi selesai. Tentunya dengan sadar bahwa kesepakatan tentang keyakinan agama pada aras kehidupan berbangsa dan bernegara belum tuntas. Kaitannya dengan ini bahwa bangsa Indonesia belum selesai mencapai kesepakatan atau konsensus.
Kenyataan religius-sosiologi ini sebenarnya sudah selesai kalau menggangap pancasila 18 Agustus 1945 sebagai keyakinan bersama bahwa peristiwa tersebut ialah peristiwa campur tangan Tuhan seperti yang terkandung dalam kalimat “atas berkat Tuhan Yang Maha Kuasa”. Namun, keyakinan semacam ini masih belum dapat diterima di