• Tidak ada hasil yang ditemukan

Unduh BRS Ini

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Unduh BRS Ini"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

No. 05/01/16 Th. XIX, 03 Januari 2017

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA SELATAN SEPTEMBER 2016

PERSENTASE PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2016 MENCAPAI 13,39 PERSEN

Pada bulan September 2016 jumlah penduduk miskin (penduduk dengan

pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan) di Provinsi Sumatera

Selatan mencapai 1.096.500 orang (13,39 persen). Berkurang sebesar 4.690 orang

dibandingkan dengan kondisi Maret 2016 yang sebesar 1.101.190 (13,54 persen).

Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2016 sebesar 12,74

persen turun menjadi 12,73 persen pada September 2016. Sementara persentase

penduduk miskin di daerah pedesaan turun dari 13,99 persen pada Maret 2016

menjadi 13,77 persen pada September 2016.

Selama periode Maret 2016-September 2016 penduduk miskin di daerah perkotaan

naik sebanyak 3,35 ribu orang (dari 374,53 ribu orang pada Maret 2016 menjadi

377,88 ribu orang pada September 2016), sementara di daerah perdesaan turun

sebanyak 8,05 ribu orang (dari 726,67 ribu orang pada Maret 2016 menjadi 718,62

ribu orang pada September 2016)

Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar

dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan

dan kesehatan). Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan

September 2016 tercatat sebesar 76,04 persen, kondisi ini tidak jauh berbeda

dengan kondisi Maret 2016 yaitu sebesar 76,51 persen

Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap Garis Kemiskinan di perkotaan

relatif sama dengan di perdesaan, diantaranya adalah beras, rokok kretek filter,

telur ayam ras, gula pasir, mie instan, daging sapi dan cabe merah. Sedangkan

komoditi bukan makanan adalah perumahan, bensin, listrik, pendidikan dan

perlengkapan mandi.

Pada periode Maret-September 2016, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)

menunjukkan penurunan, sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

menunjukkan kenaikan.

(2)

1.

Perkembangan Tingkat Kemiskinan September 2015-September 2016

Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Selatan pada September 2016 mencapai 1.096,50 ribu orang (13,39 persen). Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada Maret 2016, maka selama enam bulan tersebut terjadi penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 4,70 ribu orang. Sementara apabila dibandingkan dengan September 2015 maka dalam satu tahun terakhir jumlah penduduk miskin mengalami penurunan sebanyak 16,03 ribu orang. Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode Maret 2016-September 2016 atau dalam 6 (enam) bulan terakhir jumlah penduduk miskin daerah perkotaan mengalami kenaikan sebesar 3,35 ribu sedangkan perdesaan turun sebanyak 8,05 ribu orang. Sementara pada periode September 2015-September 2016 atau dalam satu tahun terakhir jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan mengalami kenaikan sebesar 17,15 ribu orang sedangkan di perdesaan turun sebanyak 33,18 ribu orang.

Tabel 1.

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin

Menurut Daerah Keadaan September 2015-September 2016

Daerah / Tahun Jumlah Penduduk Miskin(ribu orang) Persentase PendudukMiskin

(1) (2) (3)

Sumber: BPS Provinsi Sumsel, diolah dari data Susenas September 2015, Maret 2016, dan September 2016

2.

Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Sumatera Selatan Maret 2009-September 2016

(3)

mana telah mengalami penurunan sebesar 2,89 persen dibandingkan Maret 2009 sebesar 16,28 persen.

Pada Maret 2009-September 2012 jumlah dan persentase penduduk miskin di Provinsi Sumatera Selatan cenderung menurun setiap tahunnya yakni dari 1.167,87 ribu (16,28 persen) Maret 2009 menjadi 1.043,62 ribu (13,48 persen) September 2012. Tetapi pada September 2012-Maret 2013 jumlah dan persentase penduduk miskin mengalami peningkatan yakni dari 1.043,62 ribu orang (13,48 persen) September 2012 menjadi 1.110,53 ribu orang (14,24 persen) Maret 2013.

Pada Maret 2013-September 2014 jumlah dan persentase penduduk miskin di Provinsi Sumatera Selatan kembali mengalami penurunan setiap tahunnya dari 1.110,53 ribu orang (14,24 persen) Maret 2013 menjadi 1.085,80 ribu orang (13,62 persen) September 2014. Tetapi September 2014 Maret 2015 jumlah dan persentase penduduk miskin meningkat dari 1.085,80 ribu orang (13,62 persen) September 2014 menjadi 1.145,63 ribu (14,25 persen) Maret 2015. Pada Maret 2015-September 2016 jumlah dan persentase penduduk miskin di Provinsi Sumatera Selatan kembali mengalami penurunan setiap tahunnya dari 1.145,63 ribu orang (14,25 persen) Maret 2015 menjadi 1.096,50 ribu orang (13,39 persen) September 2016.

Tabel 2.

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin

Propinsi Sumatera Selatan Maret 2009 - September 2016

(4)

3.

Perubahan Garis Kemiskinan September 2015 - September 2016

Garis Kemiskinan dipergunakan sebagai suatu batas untuk mengelompokkan penduduk menjadi miskin atau tidak miskin. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan. Tabel 3 menyajikan perkembangan garis kemiskinan pada September 2015 sampai dengan September 2016.

Tabel 3.

Garis Kemiskinan dan Perubahannya Menurut Daerah, September 2015 September 2016

Daerah / Tahun Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan) Makanan Bukan Makanan Total

Perubahan Sep 15-Sep 16 (%) 3,82 10,40 5,66

Perubahan Mar 16-Sep 16 (%) 2,76 4.01 3.12

Pedesaan

September 2015 254.209 65.785 319.994

Maret 2016 263.912 67.658 331.570

September 2016 270.182 69.692 339.874

Perubahan Sep 15-Sep 16 (%) 6,28 5,94 6,21

Perubahan Mar 16-Sep 16 (%) 2,38 3,01 2,50

Perkotaan+Pedesaan

September 2015 260.885 80.073 340.958

Maret 2016 269.320 82.664 351.984

September 2016 275.036 86.661 361.696

Perubahan Sep 15-Sep 16 (%) 5,42 8,23 6,08

Perubahan Mar 16-Sep 16 (%) 2,12 4,83 2,76

(5)

Garis Kemiskinan naik sebesar 6,08 persen dari Rp. 340.958,- per kapita per bulan pada September 2015 menjadi RP. 361.696,- per kapita per bulan pada September 2016.

Dengan memerhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan). Besarnya sumbangan GKM terhadap GK pada September 2016 sebesar 76,04 persen.

Pada September 2016, komodititi makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada Garis Kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan pada umumnya sama, seperti beras yang memberi sumbangan sebesar 18,09 persen di perkotaan dan 25,37 persen di perdesaan. Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar kedua terhadap Garis Kemiskinan (13,82 persen di perkotaan dan 9,34 persen di pedesaan). Komoditi lainnya adalah telur ayam ras (3,12 persen di daerah perkotaan dan 3,97 persen di daerah perdesaan), gula pasir (2,94 persen di daerah perkotaan dan 4,05 persen di daerah perdesaan), dan seterusnya. Sementara itu terdapat komoditi lain memberi sumbangan berbeda terhadap garis kemiskinan di perkotaan dan perdesaan seperti misalnya susu bubuk yang hanya memberi sumbangan besar terhadap GK di perkotaan. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4.

Daftar Komoditi yang Memberi Sumbangan Besar terhadap Garis Kemiskinan beserta Kontribusinya (%), September 2016

Jenis Komoditi Perkotaan Jenis Komoditi Pedesaan

(1) (2) (3) (4)

MAKANAN

Beras 18,09 Beras 25,37

Rokok kretek filter 13,82 Rokok kretek filter 9,34

Mie instan 5,03 Gula pasir 4,05

Telur ayam ras 3,12 Telur ayam ras 3,97

Gula pasir 2,94 Daging sapi 3,74

Daging ayam ras 2,64 Mie instan 3,36

Susu bubuk 2,01 Bawang merah 2,79

Cabe merah 1,87 Daging ayam ras 2,71

Daging sapi 1,78 Cabe merah 2,55

Tahu 1,76 Kopi bubuk&kopi instan

(6)

Komoditi bukan makanan yang memberikan sumbagan besar adalah perumahan, bensin, listrik, pendidikan dan perlengkapan mandi. Sementara itu terdapat komoditi bukan makanan lainnya yang memberi sumbanganberbeda pada GK di perkotaan dan perdesaan, yaitu angkutan yang hanya memberi sumbangan besar terhadap GK di perkotaan atau kesehatan yang hanya memberik sumbangan besar terhadap GK di perdesaan.

4.

Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan

Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.

Pada periode Maret 2016 - September 2016, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) turun

dari 2.015 pada keadaan Maret 2016 menjadi 1.957 pada keadaaan September 2016. Indeks Kedalaman Kemiskinan September 2016 juga lebih rendah dibandingkan September 2015 sebesar 2,087. Penurunan nilai indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung mendekati garis kemiskinan.

Indeks Keparahan Kemiskinan periode Maret 2016 - September 2016 mengalami kenaikan dari 0,425 pada Maret 2016 menjadi 0,481 pada September 2016, tetapi menurun dibandingkan Indeks Keparahan Kemiskinan September 2015 sebesar 0,493.

Tabel 5.

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Sumatera Selatan Menurut Daerah, September 2015 - September 2016

Rincian Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaaan

(1) (2) (3) (4)

(7)

daripada di daerah perkotaan. Pada September 2016, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)

untuk daerah perkotaan sebesar 1,889 sementara di daerah perdesaan jauh lebih tinggi, yaitu 1,995. Sementara itu Nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) untuk perkotaan adalah 0,468

sedangkan di daerah perdesaan mencapai sebesar 0,488.

5.

Penjelasan Teknis dan Sumber Data

a. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi

kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran, Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.

b. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan.

c. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).

d. Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk

(8)

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

Informasi lebih lanjut hubungi:

Kepala Bidang Statistik Sosial

Drs. Timbul P Silitonga, M.Si

HP: 08153914410 / 081390846188

Gambar

Tabel 1.
Tabel 2.
Tabel 3.
Tabel 4.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pengeluaran pemerintah memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap tingkat output, oleh karena itu peningkatan pada pengeluaran pemerintah akan menyebabkan

Oleh karena itu, dalam penelitian kali ini akan dibahas masalah pemahaman tujuan bisnis dan data yang akan digunakan pada proses data mining untuk menentukan tata

Masuknya air laut kedalam estuari sangat mempengaruhi keadaan komponen bathimetri, arus, temperatur, salinitas, dan kadar sedimen melayang estuari Sungai Belawan sejauh 18 km

Presentase jumlah gabah isi pada perlakuan banjir selama 6 hari dan 9 hari memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata, namun terlihat bahwa semakin lama tanaman padi

Hasil penentuan parameter-parameter gempa dari peta percepatan batuan dasar, kondisi tanah dan faktor keutamaan gedung diperoleh bahwa bangunan ini masuk dalam kategori desain seismic

Waktu yang sangat terbatas dengan jumlah yang cukup banyak yaitu 20 UKM masih kurang sehingga Pendampingan yang kami lakukan ke masing – masing UKM untuk lebih mengerti dalam

Pengaruh pembelajaran daring menggunakan bahan ajar sorogan hanacaraka terhadap kemampuan menulis akasara Jawa peserta didik pada mata pelajaran bahasa Jawa SD dilakukan dengan

Salah satu hikayat yang berbentuk cerita lisan terdapat dalam tradisi mauluik dikia pada masyarakat penganut Tarekat Syatariyah di kota Padang.. Melihat kedudukan hikayat