DAFTAR ISI
PERNYATAAN... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR DIAGRAM ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Pertanyaan Penelitian ... 5
C. Tujuan Penenelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Penjelasan Istilah ... 9
F. Batasan Penelitian ... 10
BAB II STUDI PUSTAKA ... 11
A. Pembelajaran Matematika di SD ... 11
1. Hakikat Pembelajaran Matematika di SD ... 12
2. Fungsi dan Tujuan Matematika ... 13
3. Ruang Lingkup ... 14
4. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika ... 15
B. Berpikir Kreatif Matematis ... 16
C. Mengukur Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 30
A.Desain Penelitian ... 30
B.Subjek Penelitian ... 38
C.Waktu Penelitian ... 39
D.Teknik Pengumpulan Data ... 39
E. Prosedur Pengolahan Data ... 44
F. Analisis Data ... 50
G.Validitas Data ... 52
H.Alat Untuk Mengukur Kemamuan Berpikir Kreatif Matematis... 53
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 58
A.Hasil Penelitian Kemampuan Berpikir kreatif Matematis ... 58
1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dalam Pembelajaran Matematika Yang dilakukan Oleh Guru ... 59
2. Mengakses dan Memonitor Proses dan Hasil Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dalam Pembelajaran Matematika ... 60
3. Tingkat Kemampuan Berpikir kreatif Matematis Siswa Kelas V dalam Pembelajaran Matematika ... 72
4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 73
B.Pembahasan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 73
C.Temuan ... 102
D.Pembahasan Secara Keseluruhan ... 104
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 106
A.Kesimpulan ... 106
B.Saran ... 110
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di
Sekolah Dasar yang dianggap sebagian siswa terasa sulit untuk dipahami.
Pentingnya belajar matematika tidak lepas dari peranannya dalam segala jenis
dimensi kehidupan. Misalnya banyak persoalan kehidupan yang memerlukan
kemamapuan berhitung, hal itu menunjukan pentingnya peran dan fungsi
matematika, terutama sebagai sarana untuk memecahkan masalah baik pada
matematika maupun dalam bidang lainnya
Pembelajaran matematika di Sekolah Dasar berfungsi untuk
mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan,
simbol-simbol, serta bertujuan untuk melatih cara berfikir secara sistematis, kritis,
logis, kreatif dan konsisten. Salah satu cabang matematika yang diajarkan di
Sekolah Dasar adalah Geometri. Bangun–bangun geometri dapat dijumpai dengan
mudah di sekitar kita, misalnya pintu, jendela, tegel ,dan yang lainnya, sehingga
geometri sangat akrab dengan anak usia sekolah dasar. Dengan mempelajari
geometri diharapkan siswa dapat menumbuhkan kemampuan berpikir logis dan
kreatif. Anak diharapkan terampil menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari,
tetapi kenyataan di lapangan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada
dan luas bangun datar di SD maka guru harus menggunakan alat peraga yang
berada disekitar siswa berupa benda konkret. Dengan menggunakan
benda-benda konkret diharapkan siswa mampu melakukan aktivitas logis dan kreatif
dalam memecahkan masalah.
Menurut Bruner (dalam Suherman dkk, 2001) pembelajaran matematika
akan berhasil jika pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan
struktur-struktur. Selain Bruner, Piaget (Herman, 2006) juga mengatakan bahwa anak pada
usia sekolah dasar masih berada dalam tahap berpikir kongkret dan belum mampu
berpikir secara abstrak. Maka dalam proses pembelajaran sebaiknya guru
memberi kesempatan kepada siswa untuk memanipulasi benda-benda konkrit.
Selain itu juga guru dalam melaksanakan pembelajaran bagi siswa sekolah dasar
harus melibatkan bantuan benda-benda kongkret yang dekat dengan anak. Karena
ini akan sangat membantu melandasi pemahaman konsep abstrak matematika.
Salah satu prinsip dalam kegiatan belajar mengajar dalam Kurikulum 2006
adalah mengembangkan kreativitas siswa. Pengembangan kreativitas dan
kemampuan berpikir kreatif siswa dilakukan melalui aktivitas-aktivitas kreatif
dalam pembelajaran matematika. Kreativitas dapat dipandang sebagai produk dari
berpikir kreatif, sedangkan aktivitas kreatif merupakan kegiatan dalam
pembelajaran yang diarahkan untuk mendorong atau memunculkan kreativitas
siswa.
Pembelajaran yang diberikan oleh guru harus mampu mendorong
timbulnya keingintahuan siswa untuk melakukan penyelidikan, pemecahan
3
menyelesaikan soal-soal, tetapi kenyataannya selama ini, matematika yang
dipelajari siswa di Sekolah Dasar diperoleh melalui pemberitahuan, karena dalam
menyampaikan materi pelajaran guru hanya menggunakan metode ceramah atau
ekspositori, bacaan, meniru, melihat dan mengamati materi dari dalam buku
paket, akibatnya siswa hanya pandai meniru contoh dan menjadi bingung ketika
menyelesaikan soal terutama dalam pembelajaran volume bangun ruang dan luas
bangun datar. Sehingga siswa merasa takut apabila menemukan bentuk soal yang
berbeda dengan soal yang diberikan oleh guru. Hal yang dilakukan guru tersebut
salah besar karena pembelajaran matematika harus menggunakan pembuktian.
Oleh karena itu, guru sebagai fasilitator harus mampu menciptakan kondisi belajar
mengajar yang efektif, sehingga proses belajar mengajar dapat memberikan
motifasi dan dapat merangsang kemampuan berpikir kreatif matematis.
Dari gambaran di atas, terjadi karena guru dalam mengajar matematika
menggunakan cara konvensional, hal ini dikemukakan oleh Silver (Turmudi,
2008) bahwa “aktifitas siswa sehari–hari terjadi dari menonton gurunya
menyelesaikan soal-soal di papan tulis, kemudian meminta siswa bekerja sendiri
dalam buku teks atau LKS yang disediakan. Konsekuensinya kalau siswa diberi
soal latihan mereka membuat kesalahan atau mengalami kesulitan dalam mencari
penyelesaian”.
Pengembangan kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu fokus
pembelajaran matematika. Melalui pembelajaran matematika, siswa diharapkan
kemampuan berpikir kreatif memang perlu dilakukan karena kemampuan ini
merupakan salah satu kemampuan yang diinginkan oleh dunia kerja (Career
CenterMaine Department of Labor USA, 2004). Kemampuan berpikir kreatif
menjadi penentu keunggulan suatu bangsa. Jadi daya kompetitif suatu bangsa
sangat ditentukan oleh kreativitas sumber daya manusianya.
Pentingnya kreativitas dalam matematika dikemukakan oleh Bishop
(Pehnoken, 1997) yang menyatakan bahwa seseorang memerlukan dua
keterampilan berpikir matematis, yaitu berpikir kreatif yang sering diidentikkan
dengan intuisi dan kemampuan berpikir analitik yang diidentikkan dengan
kemampuan berpikir logis. Sementara Kiesswetter (Pehnoken, 1997) menyatakan
bahwa kemampuan berpikir fleksibel yang merupakan salah satu aspek
kemampuan berpikir kreatif merupakan kemampuan penting yang harus dimiliki
siswa dalam menyelesaikan masalah matematika. Pendapat ini menegaskan
eksistensi kemampuan berpikir kreatif matematis.
Pembelajaran matematika perlu dirancang sedemikian sehingga berpotensi
mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Pengembangan kemampuan
berpikir kreatif perlu dilakukan seiring dengan pengembangan cara mengevaluasi
atau cara mengukurnya.
Dari gambaran di atas perlu adanya perbaikan dalam pola mengajar
matematika, salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa adalah perlu adanya perbaikan dalam proses pembelajaran,
karena guru mempunyai peranan yang sangat penting untuk menentukan kualitas
5
timbulnya keingintahuan siswa untuk melakukan penyelidikan, pemecahan
masalah dan mampu memberikan jawaban atau cara-cara yang baru dalam
menyelesaikan soal-soal. Keingintahuan siswa akan mucul jika diberikan suatu
situasi yang menimbulkan tantangan bagi mereka, pendekatan Contextual
Teaching Learning (CTL) dianggap mampu meningkatkan kemampuan berpikir
kreatif matematis siswa karena pendekatan CLT berfokus pada siswa sebagai
pembelajar yang aktif dan memberikan rentang yang luas tentang peluang belajar
bagi siswa dalam memecahkan masalah matematika.
Dalam penelitian ini akan menganalisis kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa kelas V Sekolah Dasar dalam pembelajaran matematika dengan
menggunakan pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL).
Hasil pengamatan penulis dan wawancara dengan guru kelas V SDN
Jambudipa I kecamatan Warungkondang Kabupaten Cianjur, diperoleh gambaran
bahwa pendekatan CTL diterapkan dan dikembangkan dengan asumsi dapat
merangsang dan meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas
V dalam pembelajaran matematika.
Dalam penelitian ini, peneliti akan menganalisis kemampuan berpikir
kreatif matematis siswa kelas V Sekolah Dasar dalam pembelajaran matematika
dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL).
B.PERTANYAAN PENELITIAN
mempengaruhi kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Dalam pemilihan
bahan ajar harus benar–benar sesuai dengan kebutuhan siswa, kesiapan atau
kemampuan guru juga merupakan faktor penting, karena guru harus mengetahui
bangaimana cara menumbuh kembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis
siswa dalam pembelajaran. Dalam setiap proses pembelajaran setiap individu
mempunyai kemampuan yang berbeda–beda serta masalah belajar yang berbeda.
Kemampuan yang berbeda juga mengakibatkan sikap atau cara siswa dalam
belajar dan tingkat penguasaan siswa dalam memahami materi pelajaran juga
bervariasi.
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka pertanyaan penelitian secara
umum adalah “Bagaimana gambaran kemampuan berpikir kreatif matematis siswa
dalam pembelajaran matematika? ” bertolak dari pertanyaan penelitian secara
umum maka pertanyaan penelitian dapat dirumuskan pokok permasalahan
penelitian sebagai berikut:
1. Apakah pembelajaran yang diterapkan guru di kelas, sudah mengakomodasi
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas V Sekolah Dasar dalam
pembelajaran matematika?
2. Bagaimanakah mengakses dan memonitor kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa kelas V Sekolah Dasar dalam pembelajaran matematika?
3. Bagaimana tingkat kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas V
Sekolah Dasar dalam pembelajaran matematika?
4. Faktor–faktor apa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif
7
C.TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan pertanyaan penelitian yang telah diuraikan di atas, maka
penelitian ini bertujuan menganalis kemampuan berpikir kreatif matematis siswa
kelas V Sekolah Dasar dalam Pembelajaran Matematika. Secara khusus penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Pembelajaran yang diterapkan guru di kelas, sudah mengakomodasi
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas V Sekolah Dasar dalam
pembelajaran matematika.
2. Cara mengakses dan memonitor kemampuan berpikir kreatif matematis siswa
kelas V Sekolah Dasar dalam pembelajaran matematika.
3. Tingkat kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas V Sekolah Dasar
dalam pembelajaran matematika.
4. Faktor–faktor yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis
siswa kelas V Sekolah Dasar dalam pembelajaran matematika.
D.MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran dalam
pembelajaran matematika di Sekolah Dasar dan secara khusus diharapkan
bermanfaat bagi berbagai pihak antara lain:
1. Bagi siswa
a. Memberikan pengalaman secara langsung sehingga mempunyai kesan
c. Siswa memperoleh keterampilan dasar mengerjakan soal – soal.
d. Dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
e. Membiasakan siswa berpikir kreatif dalam memecahkan masalah yang
sedang dihadapinya.
f. Dapat merubah dan membentuk nalar, sikap serta sikap serta perilaku siswa
dalam kegiatan pembelajaran.
2. Bagi guru
a. Membantu guru dalam meningkatkan strategi belajar mengajar.
b. Mengembangkan kemampuan guru dalam merencanakan, melaksanakan,
dan mengevaluasi pembelajaran matematika.
c. Memperluas wawasan, pengetahuan dan keterampilan guru.
d. dapat dijadikan acuan bagi guru dalam mengembangkan kemampuan
berpikir kreatif matematis.
e. Memberikan gambaran tingkat kemampuan berpikir kreatif matematika
siswa.
3. Bagi sekolah
Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan cara yang dapat
mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa Sekolah Dasar dalam
pembelajaran matematika.
4. Bagi pemerintah
Variabel kreatifitas seperti kemampuan berpikir lancar, kemampuan
berpikir luwes, kemampuan berpikir orisinil, kemampuan merinci, dan
9
perlu menyediakan waktu dalam pembelajaran di kelas agar siswa mampu
melatih kemampuan berpikir kreatif yang bisa berakibat meningkatkan prestasi
belajar siswa.
5. Bagi Peneliti
a. Penelitian ini sebagai bahan referensi bagi peneliti-peneliti lain yang akan
melakukan penelitian yang serupa pada masa yang akan datang.
b. Memberikan sumbangan keilmuan terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan terutama berkenaan dengan kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa.
E.PENJELASAN ISTILAH
Dalam penelitian ini, terdapat beberapa istilah yang digunakan antara lain:
1. Kemampuan berpikir kreatif matematis adalah kemampuan untuk
menghasilkan solusi bervariasi yang bersifat baru terhadap masalah
matematika yang bersifat terbuka. Dalam tulisan ini, kemampuan berpikir
kreatif matematis mencakup aspek-aspek kelancaran, keluwesan, kebaruan,
keterincian dan mengevaluasi.
2. Bangun ruang adalah bangun yang memiliki volume.
3. Bangun datar adalah bangun yang rata yang mempunyai dua demensi yaitu
panjang dan lebar, tetapi tidak mempunyai tinggi atau tebal.
4. Contextual Teaching Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang
(konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/
ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara
aktif pemahamannya.
F. BATASAN PENELITIAN
Agar penelitian ini tidak melebar dan tetap fokus pada permasalahan yang
diajukan, peneliti perlu memberikan batasan–batasan berkaitan studi ini, yaitu:
1. Masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah analisis kemampuan berpikir
kreatif matematis siswa kelas V Sekolah Dasar dalam Pembelajaran
matematika dengan menggunakan pendekatan Contextual Theaching Learning.
2. Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Jambudipa I dengan subjek penelitian
siswa kelas V dengan jumlah siswa 35 yang terdiri dari 15 siswa laki-laki dan
30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.
Jenis penelitian kualitatif merpakan penelitian yang dimulai dari aktivitas
pengumpulan data kemudian dilanjutkan dengan penyusunan kesimpulan secara
umum. Pendekatan kualitatif dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh
gambaran tentang sikap dan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dalam
pembelajaran matematika .
Metode penelitian kualitatif ini dipilih karena, lebih sensitif dan adaftif
terhadap peran dan pengaruh yang ditimbulkan. Disamping itu karena peneliti
mencoba menggali, mengeksplorasi, menggambarkan, serta mengembangkan
bagaimana pengetahuan itu dibentuk, maka peneliti memilih metode penelitian
kualitatif ini. Menurut Moleong (2011) penelitian kualitatif itu sendiri adalah
penelitian yang tidak menggunakan proses perhitungan.
Lebih lanjut Moleong (2011) menguraikan kelebihan dan kekurangan
penelitian kualitatif sebagai berikut:
1. Keunggulan dari metode kualitatif adalah:
a. Metode kualitatif mampu menampilkan realitas secara menyeluruh dan
mendalam.
b. Penelitian kualitatif memungkinkan lahirnya teori baru.
c. Penelitian kualitatif menyeiakan metode penelitian yang beraneka ragam
diantarany graunded theory, study kasus, fenomologi, etnografi, kebudayaan,
etnometodologi, penelitian lapangan. (Moleong, 2011:16).
d. Penelitian kualitatif mempunyai teknik pengumpulan data yand sangat variatif,
diantaranya observasi, wawancara, dokumen, catatn lapangan, dll.
e. Dengan penelitian kualitatif masalah realitas subyektif seperti masalah-masalah
yang berkaitan dengan sistem nilai, agama atau masalah kebudayaan pada
umumnya akan dapat diungkapkan. Karena tidak semua fakta sosial bisa
dikuantitafkan.
f. Terjadi kontak langsung di lapangan sehingga hasil penelitian adalah fakta dan
peneliti berperan sebagai instrumen utama.
2. Kekurangan/kelemahan metode kualitatif adalah:
a. Penelitian kualitatif bersifat pragmatik
b. Dengan tiadanya prinsip keterwakilan (representativeness) dalam pengambilan
sampel, jelas secara metodologis tidak memiliki hak untuk
menggeneralisasikan hasil temuannya.
c. Penelitian dalam dunia realitas yang subyektif tidak memiliki parameter yang
dapat diukur secara obyektif, sebagaimana dalam penelitian kuantitatif. Unsur
subyektifitas dari peneliti bagaimanapun sangat sulit untuk dihindari.
Meskipun sudah disediakan teknis untuk membuang subyektifitas peneliti
dengan melalui pembedaan yang ketat.
32
Dari aspek filosofi, penelitian kualitatif dapat dibedakan menjadi
tiga jenis, yaitu:
a. Penelitian kualitatif dalam paradigma kuantitatif (positivisme)
Penelitian kualitatif yang pertama ini menggunakan paradigma
positivisme. Frekuensi tinggi digunakan untuk kriteria kebenaran.
Data yang terkumpul bersifat kuantitatif kemudian dibuat kategorisasi
bisa dalam bentuk tabel, diagram maupun grafik. Hasil kategorisasi
tersebut kemudian dideskripsikan, ditafsirkan dari berbagai aspek,
baik dari segi latar belakang, karakteristik dan sebagainya. Bisa dikatakan, data
yang bersifat kuantitatif ditafsirkan dan dimaknai lebih lanjut secara kualitatif.
Beberapa peneliti menyebut dengan istilah penelitian deskriptif kualitatif.
b. Penelitian kualitatif dalam paradigma bahasa (dan sastra) menggunakan
paradigma post positisme. Penelitian kualitatif yang kedua ini berusaha
mencari makna, baik makna di balik kata, kalimat maupun karya sastra.
Penelitian kualitatif dalam paradigma bahasa ini dapat dibedakan menjadi:
1) Sosiolinguistik yaitu berusaha mempelajari teori linguistik
atau studi kebahasaan atau studi perkembangan bahasa.
2) Strukturalisme Linguistik yaitu berusaha mempelajari struktur
dari suatu karya sasta. Pada awalnya strukturalisme linguist disebut
struturalisme otonom atau struturalisme obyektif karena menganalisis
karya sastra hanya dari struktur karya sastra itu sendiri, tidak
berkembang lebih lanjut menjadi strukturalisme genetik, strukturalisme
dinamik dan strukturalisme semiotik.
3) Strukturalisme Genetik. Analisis karya sastra dalam strukturalisme genetik
lebih menekankan makna sinkronik dari pada makna lain, seperti makna
ikonik, simbolik, ataupun indeksikal. Oleh karena itu menurut Muhadjir (2000)
analis struturalisme genetik harus mencakup tiga unsur kajian, yaitu: a)
intrinsik karya sastra itu sendiri, b) latar belakang pengarangnya, dan c) latar
belakang sosial serta latar belakang sejarah masyarakatnya.
4) Strukturalisme Dinamik. Strukturalisme dinamik mengakui kesadaran
subyektif dari pengarang, mengakui peran sejarah serta lingkungan sosialnya,
walaupun titik berat analisis harus tetap pada karya sastra itu sendiri. Analisis
karya sastra menurut struturalisme dinamik mencakup dua hal, yaitu: a) karya
sastra itu sendiri yang merupakan tampilan pikiran, pandangan dan konsep
dunia dari pengarang itu sendiri dengan menggunakan bahasa sebagai
tanda-tanda ikonik, simbolik, dan indeksikal dari beragam makna, dan b) analisis
keterkaitan pengarang dengan realitas lingkungannya.
5) Strukturalisme Semiotik. Strukturalisme semiotik adalah struturalisme yang
membuat analisis pemaknaan suatu karya sastra mengacu pada semiologi.
Semiologi atau semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda dalam bahasa dan
karya sastra. Strukturalisme semiotik mengenal dua cara pembacaan, yaitu
heuristik dan hermeneutik.
c. Penelitian kualitatif dalam paradigma phenomenologi adalah berusaha
34
orang-orang biasa dalam situasi tertentu (Moleong, 2011:9). Dengan kata lain
penelitian kualitatif dalam paradigma phenomenologi adalah penelitian yang
berupaya mengungkap makna terhadap fenomena perilaku kehidupan manusia,
baik manusia dalam kapasitas sebagai individu, kelompok maupun masyarakat
luas. Penelitian kualitatif dalam paradigma phenomenologi telah mengalami
perkembangan mulai dari model Interpretif Geertz, model grounded research,
model Ethnographik, model paradigma naturalistik dari Guba dan model
interaksi simbolik. Model paradigma naturalistik (the naturalistic method of
inquiry, menurut istilah Guba) menurut Muhadjir (2000) dikatakan sebagai
model yang telah menemukan karakteristik kualitatif yang sempurna, artinya
bahwa kerangka pemikiran, filsafat yang melandasinya, ataupun
operasionalisasi metodologinya bukan reaktif atau sekedar merespons dan
bukan sekedar menggunggat kuantitatif, melainkan membangun sendiri
kerangka pemikirannya, filsafatnya dan operasionalisasi metodologinya. Para
ahli metodologi penelitian kualitatif pada umumnya mengikuti konsep model
naturalistik yang dikemukan oleh Guba. Guba mengemukakan Empat belas
karakteristik penelitian naturalistik, yaitu:
1). Konteks natural (alami), yaitu suatu konteks keutuhan
(entity) yang tidak akan dipahami dengan membuat isolasi atau eliminasi
sehingga terlepas dari konteksnya.
2). Manusia sebagai instrumen. Hal ini dilakukan karena hanya manusia yang
makna, sedangkan instrumen lain seperti tes dan angket tidak akan mampu
melakukannya.
3). Pemanfaatan pengetahuan tidak terkatakan. Sifat naturalistik
memungkinkan mengungkap hal-hal yang tak terkatakan yang dapat
memperkaya hal-hal yang diekspresikan oleh responden.
4). Metode kualitatif. Sifat naturalistik lebih memilih metode kualitatif dari pada
kuantitatif karena lebih mampu mengungkap realistas ganda, lebih sensitif
dan adaptif terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.
5). Pengambilan sample secara purposive (sesuai dengan kebutuhan).
6). Analisis data secara induktif, karena dengan cara tersebut konteksnya akan
lebih mudah dideskripsikan. Yang dimaksud dengan analisis data induktif
menurut paradigma kualitatif adalah analisis data spesifik dari lapangan
menjadi unit-unit dan dilanjutkan dengan kategorisasi.
7). Grounded theory. Sifat naturalistik lebih mengarahkan penyusunan teori
diangkat dari empiri, bukan dibangun secara apriori. Generalisasi apriorik
nampak bagus sebagai ilmu nomothetik, tetapi lemah untuk dapat sesuai
dengan konteks idiographik.
8). Desain bersifat sementara. Penelitian kualitatif naturalistik menyusun desain
secara terus menerus disesuaikan dengan realita di lapangan tidak
menggunakan desain yang telah disusun secara ketat. Hal ini terjadi karena
36
9). Hasil dirundingkan dan disepakati bersama antara peneliti dengan responden.
Hal ini dilakukan untuk menghindari salah tafsir atas data yang diperoleh
karena responden lebih memahami konteksnya daripada peneliti.
10). Lebih menyukai modus laporan studi kasus, karena dengan demikian
deskripsi realitas ganda yang tampil dari interaksi peneliti dengan responden
dapat terhindar dari bias.
11). Penafsiran bersifat idiographik (dalam arti keberlakuan khusus), bukan ke
nomothetik (dalam arti mencari hukum keberlakuan umum), karena
penafsiran yang berbeda nampaknya lebih memberi makna untuk realitas
yang berbeda konteksnya.
12). Aplikasi tentatif, karena realitas itu ganda dan berbeda.
13). Ikatan konteks terfokus. Dengan pengambilan fokus, ikatan keseluruhan tidak
dihilangkan, tetap terjaga keberadaannya dalam konteks, tidak dilepaskan dari
nilai lokalnya.
14). Kriteria keterpercayaan. Dalam penelitian kuantitatif keterpercayaan ditandai
dengan adanya validitas dan reliabilitas, sedangkan dalam kualitatif
naturalistik oleh Guba diganti dengan kredibilitas, transferabilitas,
dependabilitas dan konfirmabilitas.
Pendekatan yang digunakan adalah Grounded Theory. Grounded Theory
merupakan prosedur penelitian kualitatif yang sistematik, dimana peneliti
menerangkap konsep, proses, tindakan, atau interaksi mengenai suatu topik pada
Pendekatan Grounded Theory menyusun teori berdasarkan data lapangan.
Data yang diperoleh secara induktif bukan dimaksudkan untuk menguji hipotesis,
tetapi untuk melakukan abstraksi berdasarkan data yang telah dikumpulkan yang
saling berhubungan dan dipisah-pisahkan.
Dalam Grounded Theory ada beberapa strategi analisis kunci yang
dikemukakan adalah:
a. Koding adalah proses untuk membuat kategorisasi data kualitatif dan juga
untuk menguraikan implikasi dan rincian dari kategori–kategorinya.
b. Memoing (membuat memo) adalah proses mencatat pemikiran–pemikiran dan
gagasan–gagasan dari peneliti sewaktu hal–hal itu muncul selama studi.
c. Diagram terpadu dan sesi digunakan untuk menarik rincian menjadi satu,
untuk membantu agar data itu menjadi berarti dengan mengarahkan diri kepada
teori yang muncul.
Dari beberapa pandangan para pakar penelitian Grounded Theory ada
beberapa langkah dalam melakukan penelitian Grounded Theory, yaitu:
a. Peneliti harus bisa memahami atau memiliki gambaran sifat-sifat realitas
empiris (lapangan).
b. Permulaan penelitian dimulai dengan suatu pernyataan dasar mengenai dunia
empiris yang dimasuki di lapangan.
c. Peneliti harus menetapkan data apa yang akan diambil dan dengan metode apa
menggelutinya.
d. Peneliti harus melakukan eksplorasi di dalam proses menjelajahi.
38
f. Peneliti harus mampu mengadakan analisis dan menyusun secara sistematis.
g. Peneliti harus mampu merekonstruksi penemuan untuk bangunan baru
hipotesis baru.
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SDN Jambudipa I di Kecamatan
Warungkondang Kabupaten Cianjur. Dengan jumlah siswa 35 yang tediri dari 15
laki–laki dan 20 perempuan. SD Negeri Jambudipa I adalah sebuah SD dengan
jumlah tenaga pendidik 23 orang, yang terdiri dari staf pengajar 20 orang star TU
1 orang, kepala Sekolah 1 orang dan penjaga sekolah 1 orang, sedangkan untuk
jumlah murid ada 470 siswa. SD ini merupan SD ini di gugus Jambudipa,dengan
sejumlah prestasi yang dimiliki dari setiap perlombaan baik dingkat kecamatan
sampai tingkat propinsi, SD ini juga sering digunakan untuk praktek kegiatan
mengajar mahasiswa, sehingga berbagai inivovasi dalam pembelajaran juga sudah
biasa digunakan, guru SD Negeri jJambudipa I juga sering mengikutu pelatihan–
pelatihan baik tingkat kecamatan, kabupaten, propinsi sampai nasional. Pemilihan
subjek penelitian dilakukan dengan menggolongkan siswa kedalam tiga kategori
yaitu kategori tinggi, sedang dan rendah. Untuk menentukannya maka dilihat dari
peringkat siswa di kelas.
Ada beberapa alasan pemelihan subjek penelitian yaitu:
1. Ingin mengetahui kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas V
Sekolah Dasar di SD Negeri Jambudipa I.
3. SD Negeri Jambudipa 1 merupakan SD centre di Kecamatan Warungkondang
sehingga menbutuhkan inovasi–inovasi dalam pendidikan khususnya dalam
proses pembelajaran.
4. Dilihat dari segi prestasi SD Negeri Jambudipa 1 selalu menjadi juara umum
dalam berbagai lomba sekecamatan Warungkondang.
5. Belum adanya penelitian yang berorientasi kepada kemampuan berpikir kreatif
matematis sebelumnya di SD Negeri Jambudipa I.
C. Waktu Penelitian
Waktu penelitian direncanakan selama lima bulan; yaitu penyusunan dan
seminar proposal pada bulan 1, penyusunan instrumen pada bulan
ke-2,memasuki lapangan dan menganalisis data pada bulan ke-3 dan ke– 4, dimana
pelaksanaan penalitian di dalam kelas dilaksanakan 4 kali pertemuan yang
masing–masing pertemuan 2 x 35 menit (16 jam pelajaran), membuat draf
laporan dan diskusi draf laporan dilaksnakan pada bulan ke-5.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengolahan data untuk penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan
berbagai cara. Menurut Moleong (2011:9) mengemukakan, “Teknik pengumpulan
data yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif adalah melalui wawancara,
observasi, catatan lapangan, dan dokumen”. Dalam pelaksanaan teknik-teknik
tersebut digunakan secara profesional sesuai dengan jenis data yang diperlukan.
Instrumen utama yang digunakan peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah
observasi, wawancara, hasil evaluasi siswa, catatan lapangan, dan audio-visual.
40
Namun dalam pelaksanaannya dibantu oleh guru yang lain (guru kelas yang
menjadi tempat penelitian).
Teknik yang digunakan sebagai pemantauan dalam pengumpulan data
adalah sebagai berikut:
1. Observasi
Dalam penelitian kualitatif observasi merupakan salah satu teknik
pengumpulan data yang sangat menentukan keberhasilan penelitian. Observasi
dapat dilakukan oleh guru secara langsung, namun jika terlalu menyita waktu dan
mengakibatkan konsentrasi guru dalam mengajar terganggu maka observasi dapat
dilakukan oleh teman sejawat atau alat perekam.
Dilihat dari cara melakukannya observasi dapat dibedakan menjadi
beberapa jenis. Wardhani, dkk. (2007) membedakan observasi sebagai berikut:
a. Observasi terbuka
b. Obervasi terfokus
c. Observasi terstruktur
d. Observasi sistemik
Jenis observasi yang akan digunakan pada penelitian ini adalah observasi
terfokus. Wardhani, dkk. (2007) menambahkan bahwa: “Observasi terfokus
ditunjukan untuk mengamati aspek-aspek tertentu dari pembelajaran”. Aspek
-aspek tertentu dalam pembelajaran misalnya kegiatan siswa dan guru dalam
pembelajaran. Adapun hasil observasi selama proses pembelajaran terlampir
2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua orang, yaitu orang yang mengajukan pertanyaan atau
pewawancara dan orang yang menjawab pertanyaan atau terwawancara.
Estenberg dalam Sugiyono (2010) membagi tiga jenis wawancara, yaitu
wawancara terstruktur, semistruktur, dan tidak terstruktur.
a. Wawancara terstruktur (structured interview) digunakan sebagai teknik
pengumpulan data bila peneliti telah mengetahui dengan pasti tentang
informasi apa yang akan diperoleh. Oleh karena itu, dalam melakukan
wawancara pewawancara sudah menyiapkan instrumen penelitian berupa
pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah disiapkan.
Dengan wawancara terstruktur ini, setiap responden diberi pertanyaan yang
sama dan pengumpul data mencatatnya.
b. Wawancara semistruktur (semistructure interview) sudah termasuk dalam
kategori in-depth interview yang pelaksanaanya lebih bebas bila dibandingkan
dengan wawancara terstruktur. Tujuan wawancara jenis ini adalah untuk
menemukan permasalahan secara lebih terbuka dan pihak yang diajak
wawancara diminta pendapatnya. Dalam melakukan wawancara, peneliti perlu
mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan.
c. Wawancara tidak berstruktur (unstructured interview) merupakan wawancara
yang bebas dan peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah
tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman
42
dalam penelitian pendahuluan atau malahan untuk penelitian yang lebih
mendalam tentang subjek yang diteliti. Pada penelitian pendahuluan, peneliti
berusaha memperoleh informasi awal tentang berbagai isu atau permasalahan
yang ada, sehingga peneliti dapat menentukan secara pasti permasalahan atau
variabel apa yang harus diteliti.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis wawancara semi
terstruktur atau indepth interview, jadi dalam wawancara jenis ini meskipun
pertanyaan yang akan diajukan sudah dipersiapkan sebelumnya namun dalam
pelaksanaannya lebih bebas dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Wawan
cara ini dilakukan tidak setiap siswa tetapi dilakukan pada tiga kategori siswa
yaitu; pandai, sedang, dan kurang. Pengkategorian itu dilihat dari hasil evaluasi
siswa. Adapun hasil wawancara dilampirkan dalam lampiran.
Lincoln dan Guba dalam Sugiyono (2010) mengemukakan tujuh langkah
dalam penggunaan wawancara untuk mengumpulkan data dalam penelitian
kualitatif, yaitu:
1) Menetapkan kepada siapa wawancara itu dilakukan
2) Menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan pembicaraan
3) Mengawali atau membuka alur wawancara
4) Melangsungkan alur wawancara
5) Mengkonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya
6) Menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan
3. Catatan Lapangan
Pada waktu berada di lapangan peneliti membuat catatan, setelah pulang
ke rumah atau tempat tinggal barulah menyusun catatan lapangan. Catatan itu
berupa coret-coretan yang sangat dipersingkat, berisis kata-kata inti, frase,
pokok-pokok isi pembicaraan atau pengamatan, mungkin gambar, sketsa, sosiogram dan
lain-lain.
Menurut Bogdan dan Biklen (1982) catatan lapangan merupakan catatan
tertulis mengenai apa yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka
mengumpulkan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif
(Moloeng, 2011). Dikatakan oleh Septiadi, bahwa catatan penelitian merupakan
buku jurnal harian yang ditulis peneliti secara bebas, buku ini mencatat seluruh
kegiatan pembelajaran serta sikap siswa dari awal sampai akhir pembelajaran.
Idrus (2007) juga berpendapat bahwa catatan lapangan merupakan
catatan yang ditulis secara rinci, cermat, luas, dan mendalam dari hasil wawancara
dan observasi yang dilakukan peneliti tentang aktor, aktivitas ataupun tempat
berlangsungnya kegiatan tersebut. Dalam penjelasan yang lebih lengkap mengenai
pemahaan Idrus berkenaan dengan pendapat Bogdan dan Biklen (1982) tentang
makna catatan lapangan di atas, ia memahaminya sebagai hasil observasi atau
wawancara yang bermakna lebih kolektif, karena terdiri dari catatan lapangan
yang dibuat oleh peneliti sendiri, dan ditambahkan dengan hasil karya orang lain
yang berupa transkrip wawancara, dokumen resmi yang ada, statistik resmi,
gambar, foto, rekaman video, ataupun catatan resmi lainnya yang dikeluarkan
44
adalah format catatan lapangan, untuk hasil catatan lapangan terlampir dalam
lampiran.
CATATAN LAPANGAN VOLUME BALOK
NO MENIT
KE... AKTIVITAS YA TIDAK
Kegiatan Pendahuluan
1. 1 Mengucapkan salam
2. 2 Membaca doa
3. 5 Apersepsi
4. 7 Tanya jawab dengan siswa
mengenai bangun ruang yang menyerupai balok
5. dst dst dst dst
4. Hasil Evaluasi Siswa
Hasil evaluasi siswa juga digunakan sebagai teknik pengumpulan data,
karena hasil evaluasi siswa ini digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan
berpikir kreatif matematis siswa kelas V SD dalam pembelajaran matematika,
indikator kemampuan berpikir kreatif matematis yang sering muncul dan kurang
muncul, juga untuk mengkategorikan atau mengelompokan siswa yang akan
diwawancara. Dari empat pertemuan hanya dilakukan tiga kali evaluasi.
E. Prosedur Pengolahan Data
Pengolahan data secara sederhana diartikan sebagai proses mengartikan
data-data lapangan sesuai dengan tujuan, rancangan, dan sifat penelitian. Data
mentah yang telah dikumpulkan oleh peneliti, tidak akan berguna apabila tidak
masalah penelitian. Data mentah yang telah terkumpul harus dipilah–pilah karena
tidak semua data yang didapat akan dipergunakan. Data mentah yang telah
terkumpul juga harus dikelompokkan, dikategorisasikan, dan dimanipulasi
kemudian diringkas sehingga data tersebut akan mempunyai makna untuk
menjawab hipotesis penelitian kita.diperas sedemikian rupa sehingga data tersebut
mempunyai makna untuk menjawab masalah dan bermanfaat untuk menguji
hipotesa atau pertanyaan penelitian.
Langkah–langkah dalam pengolahan data kualitatif dengan model
interaktif dilakukan dengan tiga langkah yaitu:
1. Reduksi data
Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, transformasi data kasar yang muncul dari
catatan-catatan lapangan (Miles, 2011). Langkah-langkah yang dilakukan adalah
menajamkan analisis, menggolongkan atau pengkategorisasian kedalam tiap
permasalahan melalui uraian singkat, mengarahkan, membuang yang tidak perlu,
dan mengorganisasikan data sehingga kesimpulan akhir dapat ditarik dan
diverifikasi. Adapun data yang direduksi antara lain seluruh data mengenai
permasalahan penelitian dan kemudian dilakukan penggolongan ke dalam
beberapa bagian. Kemudian dari masing-masing bagian tersebut dikelompokkan
lagi berdasarkan sistematisasinya. Perolehan data yang diperoleh tidak relevan
dengan penelitian, tidak dimasukkan dalam penyajian hasil, namun tetap disimpan
apabila suatu saat diperlukan. Dengan demikian, data yang direduksi akan
46
melakukan pengumpulan data selanjutnya serta mencari data tambahan jika
diperlukan. Semakin lama peneliti berada di lapangan, maka jumlah data akan
semakin banyak, semakin kompleks dan rumit. Maka diperlukan reduksi data
sehingga data tidak betumpuk dan mempersulit analisis selanjutnya. Ilustrasi
Reduksi data dapat digambarkan sebagai berikut:
Diagram 3.1
Ilustrasi Reduksi Data dalam Penelitian kualitatif
Ilustrasi pada diagram di atas dikembangkan oleh Suhadi merujuk pada
model interaktif (Miles & Huberman, 2011), pada diagram tersebut diperlihatkan
bahwa peneliti memperoleh data yang ditulis dalam bentuk catatan lapangan. Data
tersebut diilustrasikan dalam simbol-simbol (1, pisang, 2, ?, 3, :, 4, d, melon, 5,
anggur), dan tidak mempunyai makna apa-apa. Untuk itulah, peneliti melakukan
reduksi data dengan cara sebagai berikut:
a. Memilih data yang dianggap penting. Pada ilustrasi di atas dipilih data yang
dinyatakan dalam bentuk huruf, angka dan nama buah–buahan (12345), Data dan catadatan lapangan
1pisang2?3:4,5anggur
#!1%A B *D 2jeruk “
1 apel @ %melon D
23415 ACDB
Jeruk, anggur , melon, apel, pisang
Sedangkan data lain yang dinyatakan dalam (@)(*&^%$#_+|) dibuang karena
dianggap tidak penting.
b. Membuat kategori data. Pada ilustrasi di atas dibuat tiga kategori yaitu huruf
besar, nama buah–buahan, dan angka.
c. Mengelompokkan data dalam setiap kategori. Pada ilustrasi di atas, data
dikelompokkan dalam tiga kategori yang telah ditetapkan yaitu huruf besar
(BCDEA), nama buah–buahan (pisang, melon, apel, jeruk, anggur), dan angka
(23451).
2. Penyajian data (Displai Data)
Setelah data direduksi, langkah analisis selanjutnya adalah penyajian
(display) data. Penyajian data merupakan analisis merancang deretan dan kolom
sebuah matriks untuk data kualitatif dan menentukan jenis serta bentuk data yang
dimasukkan ke dalam kotak-kotak matriks (Miles & Huberman, 2011).Penyajian
data diarahkan agar data hasil reduksi terorganisasikan, tersusun dalam pola
hubungan, sehingga makin mudah dipahami. Penyajian data dapat dilakukan
dalam bentuk uraian naratif, bagan, hubungan antar kategori, diagram alur, dan
lain sejenisnya. Pada langkah ini, peneliti berusaha menyusun data yang relevan
sehingga menjadi informasi yang dapat disimpulkan dan memiliki makna tertentu.
Prosesnya dapat dilakukan dengan cara menampilkan dan membuat hubungan
antar fenomena untuk memaknai apa yang sebenarnya terjadi dan apa
ditindaklanjuti untuk mencapai tujuan penelitian. Display data yang baik
merupakan langkah penting menuju tercapainya analisis kualitatif yang valid.
48
Diagram 3. 2
Displai Data dalam Penelitian Kualitatif
Hasil reduksi data di atas memperlihatkan data yang telah dikelompokan
berdasarkan kategori tertentu yaitu huruf besar (BCDEA) nama buah-buahan
(pisang, anggur, jeruk, apel, melon) dan angka (23451). Kumpulan data dari setiap
kategori belum memperlihatkan adanya pola tertentu. Untuk itu, peneliti
melakukan display data dengan cara menyajikan data berdasarkan pola tertentu
(dalam bentuk urutan). Hasil display data tersebut adalah adanya tiga kelompok
data yaitu huruf besar (ABCDE) nama buah–buahan (Apel , anggur, jeruk, melon,
pisang) dan angka (12345) yang telah tersaji dalam suatu pola (berdasarkan
urutanya). Setelah dilakukan display data terlihat adanya perbedaan antara hasil
reduksi data dengan display data. Penyajian data dalam suatu pola tertentu akan
memberikan kemudahan bagi peneliti untuk mendapatkan temuan sehingga yang Hasil Reduksi
23415
Jeruk, pisang, apel, anggur, melon
ABCD
12345
Apel, anggur, jeruk, melon, pisang
3. Menarik Kesimpulan atau verifikasi
Kesimpulan merupakan tinjauan terhadap catatan yang telah dilakukan di
lapangan. Sedangkan penarikan kesimpulan atau verifikasi adalah usaha untuk
mencari atau memahami makna/arti, keteraturan, pola-pola, penjelasan, alur
sebab akibat atau proposisi. Penarikan kesimpulan sebenarnya hanyalah sebagian
dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Menurut Miles (2011) kesimpulan
adalah tinjauan ulang pada catatan di lapangan atau kesimpulan dapat ditinjau
sebagai makna yang muncul dari data yang harus diuji kebenarannya,
kekokohannya dan kecocokannya, yaitu yang merupakan validitasnya. Pada saat
menarik kesimpulan awal, biasanya yang ditemukan masih bersifat sementara dan
akan berubah apabila ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung tahap
pengumpulan data berikutnya. Proses untuk mendapatkan bukti-bukti inilah yang
disebut sebagai verifikasi data. Apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap
awal didukung oleh bukti-bukti yang kuat dalam arti konsisten dengan kondisi
yang ditemukan saat peneliti kembali ke lapangan maka kesimpulan yang
diperoleh merupakan kesimpulan yang kredibel. Apabila kesimpulan dinilai
kurang, maka penulis dapat kembali ke lapangan untuk mengumpulkan data
tambahan. Untuk dapat mengetahui kualitas data, seorang peneliti dapat menilai
melalui beberapa metode sebagai berikut:
a. Mengecek representativ atau keterwakilan data
b. Mengecek melalui triangulasi
c. Mengecek data dari pengaruh peneliti
50
e. Membuat perbandingan atau mengkontraskan data
f. Penggunaan kasus ekstrim yang direalisasi dengan memaknai data negatif
Ketiga alur di atas, dapat digambarkan dengan skema
Diagram 3.3
Pengolahan data kualitatif dengan model interaktif
Sumber: Miles & Huberman, 2011
F. Analisis Data
Analisa data adalah mengelompokkan, membuat suatu urutan,
memanipulasi serta menyingkatkan data sehingga mudah untuk dibaca. Langkah
pertama dalam analisa adalah membagi data atas kelompok atau kategori-kategori.
Anlisis dalam penelitian ini menggunakan analisis interaktif, dengan langkah–
langkah:
1. Tahap Reduksi Data
a. Data yang telah diperoleh (wawancara, observasi, hasil tes siswa, rekaman,
catatan lapangan) ditulis dan diedit.
b. Pengkodean, setelah mengedit data kemudian melakukan pengkodean.
Pengkodean hendaknya memperhatikan setidak-tidaknya empat hal:
Pengumpulan data
Penyajian data Reduksi data
Penafsiran, verifikasi dan
- Kode dibangun dengan tingkat rinci tertentu
- Keseluruhannya dibangun dalam suatu sistem yang integratif.
c. Pembuatan catatan obyektif, dalam hal ini mencatat sekaligus
mengklasifikasikan dan mengedit jawaban atau situasi sebagaimana adanya,
faktual atau obyektif-deskriptif.
d. Membuat catatan reflektif. Menuliskan apa yang terangan dan terpikir oleh
peneliti yang berhubungan dengan catatan obyektif di atas. Harus dipisahkan
antara catatan obyektif dan catatan reflektif.
e. Penyimpanan data. Untuk menyimpan data setidak-tidaknya ada tiga hal yang
perlu diperhatikan:
Pemberian label
Mempunyai format yang uniform dan normalisasi tertentu
Menggunakan angka indeks dengan sistem terorganisasi
f. Analisis data selama pengumpulan data merupakan pembuatan memo. Memo
yang dimaksud Miles dan Huberman adalah teoritisasi ide atau konseptualisasi
ide, dimulai dengan pengembangan pendapat atau porposisi.
2. Tahap Penyajian Data/Analisis Data Setelah Pengumpulan Data
Pada tahap ini peneliti banyak terlibat dalam kegiatan penyajian atau
penampilan (display) dari data yang dikumpulkan dan dianalisis sebelumnya.
Display adalah format yang menyajikan informasi secara tematik kepada
pembaca. Miles dan Huberman (2011) memperkenalkan dua macam format,
52
Pada langkah ini peneliti berusaha menyusun data yang yang relevan
sehingga menjadi informasi yang dapat disimpulkan dan memiliki makna tertentu.
Prosesnya dilakukan dengan cara menampilkan data.
3. Tahap Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi
Penarikan kesimpulan berdasarkan temuan dan melakukan verifikasi data.
G. Validitas Data
Dalam penelitian ini teknik yang digunakan untuk menguji keabsahan
data adalah teknik Triangulasi.Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap sesuatu data.
Menurut Patton dalam Moeloeng (2011:330) penelitian yang
menggunakan teknik triangulasi dalam pemeriksaan melalui sumbernya artinya
membandingkan atau mengecek ulang derajat kepercayaan suatu informasi yang
diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Untuk itu perlu diadakan
pengecekan ulang terhadap sumber-sumber data dengan cara:
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
2. Membandingkan apa yang dikatakan informan di depan umum dengan yang
dikatakan pribadi.
3. Membandingkan apa yang dikatakan informan tentang situasi penelitian dengan
apa yang dikatakan sepanjang waktu.
4. Membandingkan keadaan dan persfektif informan dengan berbagai pendapat
Denzin (dalam Moleong, 2011:330) membedakan empat macam
triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber,
metode, penyidik, dan teori. Triangulasi dilakukan melalui wawancara, observasi
langsung dan observasi tidak langsung untuk melengkapi dan memperoleh data
primer.
Triangulasi dengan sumber berati membandingkan dan mengecek kembali
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang
berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton, dalam Moleong, 2011:330).
Triangulasi dengan metode, menurut Patton (dalam Moleong, 2011:331)
terdapat dua strategi yaitu: 1) pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil
penelitian beberapa teknik pengumpulan data. 2) pengecekan derajat kepercayaan
beberapa sumber data dengan metode yang sama.
Triangulasi penyidik adalah dengan jalan memanfaatkan peneliti atau
pengamat lainnya untuk keperluan pengecekkan kembali derajat kepercayaan
data.
Triangulasi teori, menurut Licoln & Guba (dalam Moleong, 2011:331)
berdasarkan anggapan bahwa fakta tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya
oleh satu atau lebih teori. Tetapi berbeda dengan Patton (1987:327) bahwa hal itu
dapat dilaksanakan dan hal itu dinamakannya penjelasan banding (rival
explanation).
H. Alat Untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Untuk mengukur tingkat kemampuan berpikir kreatif matematis,
54
menggunakan tabel perskoran kemampuan berpikir kreatif matematis, dengan cara
memberi skor untuk setiap indikator berpikir kreatif matematis pada setiap soal,
setelah diberi skor kemudian ditabulasikan sesuai dengan indikator berpikir
kreatif matematis. Di bawah ini adalah tabel penskoran kemampuan berpikir
NO
INDIKATOR BERPIKIR
KREATIF MATEMATIS
KRITERIA SKOR 0 SKOR 1 SKOR 2 SKOR 3 SKOR 4
1. Keterampilan berpikir lancar
a. Mencetuskan banyak gagasan,jawaban dan penyelesaian masalah b.Memberikan banyak
cara untuk melakukan banyak hal. Siswa tidak memberi jawaban Siswa tidak memperoleh jawaban yang benar Siswa tidak menggunaka n jawaban yang benar Siswa memperoleh jawaban yang benar
Siswa memperoleh dan menggunakan jawaban yang benar lebih dari satu cara
2. Keterampilan berpikir luwes
a. Menghasilkan banyak gagasan dan jawaban yang berfareasi. b. Dapat melihat suatu
masalah dari sudut pandang yang berbeda
Siswa tidak memberi jawaban Siswa tidak memberikan penjelasan pada langkah – langkah jawabannya . Siswa mengerjaka n dengan satu cara penyelesaia n yang benar
a. Siswa kurang benar dalam memberikan langkah – langkah jawabannya b.Siswa mengerjakan dengan 2 penyelesaian, salah satunya salah a. Siswa memberikan jawaban yang benar dalam langkah – langkah jawabannya b. Siswa
mengerjakan dengan 2 atau lebih cara penyelesaianny a
3. Keterampilan berpikir orisinil
a. Mampu melahirkan hal yang baru dan
[image:38.842.115.766.112.480.2]23
unik
b.Melahirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri
jawaban an soal dengan langkah yang lazim digunakan siswa yang lainnya ( digunakan antara 30 – 50 % dari jumlah siswa yang menjawab ) an soal dengan langkah yang tidak lazim digunakan siswa yang lainnya ( digunakan antara 30 – 50 % dari jumlah siswa yang menjawab ) namun jawabannya salah
soal dengan satu langkah yang tidak lazim digunakan siswa yang lainnya ( digunakan antara 30 – 50 % dari jumlah siswa yang menjawab ) dan jawabannya benar
soal dengan dua atau lebih langkah yang tidak lazim digunakan siswa yang lainnya ( digunakan kurang dari 30 % dari jumlah siswa yang menjawab ) dan jawabannya benar
4. Keterampilan merinci
a. Mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan
b.Memperinci detail – detail dari suatu gagasan sehingga lebih menarik Siswa tidak memberi jawaban Siswa tidak memberikan langkah – langkah dalam penyelesaia n soal Siswa kurang lengkap dalam menyelesaik an soal Siswa lengkap dalam memberikan langkah penyelesaian soal Siswa memberikan dua cara penyelesaian dan lengkap dalam memberikan langkah – langkah
penyelesaian soal
suatu pertanyaan atau gagasan benar atau tidak benar
pada akhir jawabannya
memberikan kesimpulan pada akhir jawabannya
akhir jawabannya dengan tepat
akhir jawabannya dengan tepat
Skor yang dipeloleh dibulasikan sebagai berikut :
NO NAMA Asfek Berpikir yang dinilai Skor Siswa
Lancar Luwes Orisinil Merinci mengevaluasi
Untuk klasifikasi kriteria dari kreativitas berpikir yang di ukur sebagaimana berikut:
Kriteria Kategori
0,0 ≤skor <2,1 Tidak kreatif
2,2 ≤skor <4,3 Kurang kreatif
4,4 ≤skor <6,5 Cukup kreatif
6,6 ≤skor <8,7 Kreatif
106
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan disajikan pembahasan tentang hasil penelitian berupa
kesimpulan dan saran terkait hasil yang diperoleh.
A.KESIMPULAN
Sesuai dengan pertanyaan penelitian dalam penelitian ini, maka diperoleh
empat kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil analisis dan temuan–temuan
yang diperoleh selama proses penelitian maka disimpukan sebagai berikut:
1. Secara keseluruhan pembelajaran yang diterapkan oleh guru di kelas sudah
mengakomodasi kemampuan berpikir kreatif matematis, walaupun dalam
proses pembelajaran bangun datar kemampuan berpikir kreatifnya tidak
muncul tetapi dari hasil evaluasi siswa muncul. Dalam proses kegiatan belajar
dikelas guru menggunakan pendekatan Contextual Teaching Learning dan
menggunakan alat peraga yang tepat untuk memunculkan berpikir kreatif
matematis. Dengan pendekatan CTL dan penggunaan alat peraga yang tepat
terbukti dapat memunculkan kemampuan berpikir kreatif matematis, hal ini
dibuktikan dengan oleh hasil tes, observasi dan wawancara yang menunjukan
hasil yang signifikan.
2. Semua indikator kemampuan berpikir kreatif matematis muncul pada saat
berpikir kreatif matematis muncul pada setiap siswa, hal ini sesuai dengan
kemampuan siswa sendiri. Untuk nilai rata–rata setiap indikator paling tinggi
adalah keterampilan berpikir lancar 9,6 keterampilan berpikir luwes 8,3
keterampilan berpikir orisinil 5,4 keterampilan merinci 7,7 dan keterampilan
mengevaluasi 3,7.
3. Indikator kemampuan berpikir kreatif matematis yang sering muncul adalah
keterampilan berpikir lancar, hal ini dibuktikan dengan nilai rata–rata
keterampilan berpikir lancar 9,6 dan hasil observasi selama proses
pembelajaran berlangsung, hal ini disebabkan karena sebagian besar siswa
sudah mampu mencetuskan dan memberikan banyak langkah atau cara dalam
penyelesaian masalah.
4. Indikator kemampuan berpikir kreatif matematis yang kurang muncul adalah
keterampilan berpikir orisinil dan keterampilan mengevaluasi, hal ini
dibuktikan dengan hasil observasi selama proses pembelajaran berlangsung dan
nilai rata–rata keterampilan berpikir orisinil 5,4 keterampilan mengevaluasi
3,7. Hal ini disebabkan karena siswa dalam menyelesaikan soal tidak mampu
melahirkan cara–cara yang tidak lazim (cara baru) digunakan oleh siswa
lainnya dan siswa tidak terbiasa mengevaluasi atau memberi kesimpulan pada
setiap soal. Selain itu faktor kemampuan guru dalam pelaksanaan pembelajaran
yang tidak mampu memunculkan keterampilan berpikir orisinil dan
keterampilan mengevaluasi.
5. Untuk mengakses dan memonitor kemampuan berpikir kreatif matematis,
108
6. Berdasarkan hasil tes yang diperoleh maka tingkat kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa kelas V berada pada level atau tingkat kreatif. Hal ini
dibuktikan dengan jawaban siswa yang mampu memunculkan setiap indikator
berpikir kreatif matematis pada setiap soal yang diberikan, yaitu siswa mampu
mencetuskan banyak gagasan, jawaban dan penyelesaian masalah juga
memberikan banyak cara untuk melakukan banyak hal, mampu menghasilkan
banyak gagasan, jawaban yang berfareasi dan dapat melihat suatu masalah dari
sudut pandang yang berbeda, menggunakan cara yang tidak lazim yang
digunakan siswa lainnya, mampu memperkaya dan mengembangkan suatu
gagasan dan merinci detail–detail dari suatu gagasan sehingga lebih menarik,
mampu menentukan patokan penilaian sendiri dan menentukan apakah suatu
pertanyaan atau gagasan benar atau tidak, tetapi untuk keterampilan berpikir
orisinal dan keterampilan mengevaluasi hanya sebagian siswa yang mampu
menggunakannya. Dari ketiga tes yang diberikan maka diperoleh nilai rata–rata
pada materi volume balok 8,1, materi bangun datar 7,5 dan materi luas persegi
panjang 7,1. Nilai rata–rata dari ketiga tes tersebut apabila di lihat dalam
pengkategorian berpikir kreatif matematis menempati tingkat atau level kreatif.
7. Dari hasil penelitian ini, terdapat banyak faktor yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif matematis diantaranya:
a. Penggunaan metode yang digunakan oleh guru sudah tepat.
c. Guru memberikan kebebasan kepada siswa untuk menyelesaikan masalah
sendiri atau bekerjasama dengan kelompoknya.
d. Soal–soal penyelesaian masalah yang diberikan kepada siswa sudah
berpotensi memunculkan indikator–indikator berpikir kreatif matematis.
8. Selain faktor yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis,
terdapat pula faktor yang membuat siswa kesulitan untuk memunculkan
kemampuan berpikir kreatif matematis yaitu;
a. Faktor internal yaitu faktor yang muncul dari dalam diri siswa, seperti:
perbedaan kemampuan yang dimiliki siswa dalam memahami materi, rasa
malu/minder atau tidak percaya diri akan kemampuannya.
b. Faktor eksternal yaitu faktor yang muncul dari luar diri siswa, meliputi:
kemampuan guru untuk mengemas pembelajaran termasuk didalamnya
penggunaan strategi pembelajaran, media dan sumber pelajaran yang
mampu memunculkan kemampuan berpikir kreatif matematis, pemberian
motivasi. Hal ini terjadi pada proses pembelajaran bangun datar kemampuan
berpikir kreatif matematis tidak muncul karena LKS yang dibuat oleh guru
tidak mampu memfasilitasi kemampuan berpikir kreatif matematis.
9. Terdapat beberapa hambatan dalam memunculkan kemampuan berpikir kreatif
matematis pada saat proses pembelajaran matematika yaitu:
a. Siswa tidak berkonsentrasi
b. Materi prasyarat belum dikuasai oleh sebagian siswa, seperti siswa belum
hapal akan perkalian, rumus bangun ruang, sifat–sifat bangun datar,
110
c. Adanya keragu–raguan atau ketidak pedean siswa dalam mengerjakan
soal-soal, hal ini ditandai adanya sebagian siswa yang menyontek.
B. SARAN
1. Kemampuan berpikir kreatif matematis merupakan hal yang sangat penting
diberikan dalam pembelajaran matematika, karena diharapkan siswa
mempunyai kemampuan berpikir kreatif matematis karena kemampuan ini
merupakan salah satu kemampuan yang dikehendaki dunia kerja, kemampuan
berpikir kreatif juga menjadi penentu keunggulan suatu bangsa. Daya
kompetitif suatu bangsa sangat ditentukan oleh kreativitas sumber daya
manusianya.
2. Penggunaan penekatan dalam pembelajaran harus inovatif, salah satunya
adalah pedekatan Contextual Teaching Learning, sebagai alternatif untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis, penggunaan alat peraga
yang tepat untuk menjembatani pengetahuan yang akan diterima oleh siswa,
soal–soal penyelesaian masalah yang berpotensi memunculkan indikator–
indikator berpikir kreatif matematis, sebagai sarana untuk memunculkan
kemampuan berpikir kreatif matematis.
3. Bagi peneliti lain yang berminat tentang kemampuan berpikir kreatif
matematis, disarankan untuk melakukan penelitian lanjut karena kemampuan
berpikir kreatif matematis dipandang sebagai suatu kemampuan yang harus
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, M. Z. (2012). Pengertian Matematika. Artikel. [online]. Tersedia di http://www.masbied.com/2012/02/18/pengertian-matematika/.
Alwasilah, C. (2011). Pokoknya Kualitatif ( edisi Revisi).Jakarta : Pustaka Jaya.
Arikunto, S. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi revisi). Jakarta: Bumi Aksara
Bungin, B. (2003 ). Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta : Rajawali Pers. Badan Nasional Standar Pendidikan. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan. Jakarta. Depdiknas.
Creswell ,J. (2010 ). Reasearch Design ( pendekatan kualitatif, kuantitatif dan
Mixed ). Yogyakarta : Pustaka Belajar.
De Poter R, dkk. (2000). Quantum Learning. Membiasakan Belajar Dan Nyaman. Alih Bahasa Alwiyah Abdulrahman. Bandung: Kaifa
Depdiknas. (2006). Kerangka Dasar dan Struktural Kurikulum Tingkat Sekolah
Dasar/Marasah Ibtidaiyah. Jakarta: Media Pustaka.
Edistria, E. (2012). Pengaruh Penerapan Hypnoteaching dalam Problem – Based Learning Terhadap Kemampuan Berkomunikasi dan Berpikir Kreatif Siswa Menengah Pertama. Tesis. SPS. UPI. Tidak Dipublikasikan.
Ekawati, E. & Sumaryanta. (2011). Pengembangan Instrumen Penilaian
Pembelajaran Matematika SD/SMP. Yogyakarta. Departemen
Pendidikan Nasional.
Filsaime, K. D. (2007). Menguak Rahasia Berpikir Kritis dan Kreatif. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Hartono. (2009).Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif dan
Aplikasi Matematika Siswa pada Pembelajaran Open-Ended dengan
Konvensional di Sekoalah Menengah Pertama. Disertasi. SPS. UPI.
Tidak Dipublikasikan.’
Herman, T. (2004). Mengajar dan Belajar Matematika dengan Pemahaman,
Jurnal Mimbar Pendidikan No. 1 Tahun XXIII. Bandung: University
113
Herman, T. & Sabandar J. (2005). Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik siswa SMA Jurusan IPA Melalui Pembelajaran Dengan Pendekatan Induktif-Deduktif. Makalah prosiding Seminar Nasional Matematika. Bandung,20 Agustus 2005.Jurusan PMIPA UPI.
Hodiyah, Dedeh. (2009). Implentasi Strategi Pembelajaran
THINK-TALK-WRITE Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Dan Koneksi matematik Siswa SMA. Tesis. SPS. UPI. Tidak
Dipublikasikan.
Livne, N.L. (2008) Enhanching Mathematical Creativity through Multiple
Solution to Open-Ended Problems Online. [Online] Tersedia:
http://www.iste.org/Content/NavigationMenu/Research/NECC_Resea rch_Paper_Archives/NECC2008/Livne.pdf. [ 8 juni 2012].
Mahmudi, Ali. (2010). Pengaruh Pembelajaran Dengan Strategi MHM Berbasis
masalah Terhadap Kemampuan Berpikir kreatif, Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Disposisi Matematis Serta Persepsi Terhadap Kreatifitas. Disertasi. SPS. UPI. Tidak Dipublikasikan.
Mann, E. L. (2005). Mathematical Creativity and School Mathematics: Indicators
of Mathematical Creativity in Middle School Students. Disertasi
University of Connecticut. [Online]. Tersedia:
http://www.gifted.uconn.edu/Siegle/
Dissertations/Eric%20Mann.pdf. [15 Desember 2011].
Martin. (2009). Convergent and Divergent Thinking. [Online] Tersedia:
http://www.eruptingmind.com/convergent-divergent-creative-thinking/. [20 juli 2011].
Matlin, M. W. (2003). Cognition. Third Edition. State University of New York, Geneseo.
McGregor, D. (2007). Developing Thinking Developing Learning. Poland: Open University Press.
Miles, B. & Huberman M. (2009). Analisis Data Kualitatif. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Mulyana. T & Sabandar J. (2005). Upaya Meningkatkan kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Siswa SMA Jurusan IPA Melalui Pembelajaran Dengan Pendekatan Deduktif–Induktif.
Munanadar, U. (2002). Pengembangan Kreatifitas Anak Berbakat. Jakarta. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
Munandar, U. (1999). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineca Cipta.
Munanadar, U & Semiawan, C. (1990). Memupuk Bakat dan Kreatifitas Siswa
Sekolah Menengah. Jakarta. PT Gramedia.
Ratnaningsih, N. (2007). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual terhadap
Kemampuan Berpikir Kritis & Kreatif matematik Serta Kemandirian Belajar Siswa SMA. Disertasi. UPI.
Ruseffendi, H. E. T. (1998). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang non
Eksaka Lainnya. Semarang. IKIP Semarang.
Siswono, Y.E. T. (2004). Identifikasi Proses Berpikir Kreatif dalam Pengajuan
Masalah (Problem Posing) Matematika Berpandu dengan model Wallas dan Creative Problem Solving (CPS). Jurusan Matematika
FMIPA Unesa.
Suhadi. (2010). Penelitian Sosial : Suatu Perspektif awal Untuk Peneliti
Pemula.Artikel.[online]. Tersedia di http//www. ml.scribd.com/doc/24844905/Bab-7-Pengolahan-Data-Kualitatif.[15 Desember 2011].
Suherman, E & Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan
Pembelajaran Matematika. Bandung. Wijaya Kusuma.
Sukmadinata, N. S, (2004). Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung: Kusuma Karya
Sumarmo. U. (2010). Berpikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan
Bagimana Mengembangkan Pada Peserta Didik, Makalah. FMIPA
UPI.
Park, H. (2004). The Effects of Divergent Production Activities with Math Inquiry
and Think Aloud of Students With Math Difficulty. Disertasi. [Online]
Tersedia:http://txspace.tamu.edu/bitstream/handle/1969.1/2228/etd-
115
Pehnoken, E. (1997). The State-of-Art in Mathematical Creativity. Zentralblatt für Didaktik der Mathematik (ZDM)–The International Journal on
Mathematics Education. [Online]
Tersedia:http://www.emis.de/journals/ZDM/zdm 973a1.pdf. [13 Desember 201