• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA: Studi Kualitatif Analisis Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Kelas V Sekolah Dasar Dalam Pembelajaran Matematika.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA: Studi Kualitatif Analisis Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Kelas V Sekolah Dasar Dalam Pembelajaran Matematika."

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR DIAGRAM ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Pertanyaan Penelitian ... 5

C. Tujuan Penenelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Penjelasan Istilah ... 9

F. Batasan Penelitian ... 10

BAB II STUDI PUSTAKA ... 11

A. Pembelajaran Matematika di SD ... 11

1. Hakikat Pembelajaran Matematika di SD ... 12

2. Fungsi dan Tujuan Matematika ... 13

3. Ruang Lingkup ... 14

4. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika ... 15

B. Berpikir Kreatif Matematis ... 16

C. Mengukur Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 23

(2)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 30

A.Desain Penelitian ... 30

B.Subjek Penelitian ... 38

C.Waktu Penelitian ... 39

D.Teknik Pengumpulan Data ... 39

E. Prosedur Pengolahan Data ... 44

F. Analisis Data ... 50

G.Validitas Data ... 52

H.Alat Untuk Mengukur Kemamuan Berpikir Kreatif Matematis... 53

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 58

A.Hasil Penelitian Kemampuan Berpikir kreatif Matematis ... 58

1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dalam Pembelajaran Matematika Yang dilakukan Oleh Guru ... 59

2. Mengakses dan Memonitor Proses dan Hasil Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dalam Pembelajaran Matematika ... 60

3. Tingkat Kemampuan Berpikir kreatif Matematis Siswa Kelas V dalam Pembelajaran Matematika ... 72

4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 73

B.Pembahasan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 73

C.Temuan ... 102

D.Pembahasan Secara Keseluruhan ... 104

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 106

A.Kesimpulan ... 106

B.Saran ... 110

DAFTAR PUSTAKA

(3)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di

Sekolah Dasar yang dianggap sebagian siswa terasa sulit untuk dipahami.

Pentingnya belajar matematika tidak lepas dari peranannya dalam segala jenis

dimensi kehidupan. Misalnya banyak persoalan kehidupan yang memerlukan

kemamapuan berhitung, hal itu menunjukan pentingnya peran dan fungsi

matematika, terutama sebagai sarana untuk memecahkan masalah baik pada

matematika maupun dalam bidang lainnya

Pembelajaran matematika di Sekolah Dasar berfungsi untuk

mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan,

simbol-simbol, serta bertujuan untuk melatih cara berfikir secara sistematis, kritis,

logis, kreatif dan konsisten. Salah satu cabang matematika yang diajarkan di

Sekolah Dasar adalah Geometri. Bangun–bangun geometri dapat dijumpai dengan

mudah di sekitar kita, misalnya pintu, jendela, tegel ,dan yang lainnya, sehingga

geometri sangat akrab dengan anak usia sekolah dasar. Dengan mempelajari

geometri diharapkan siswa dapat menumbuhkan kemampuan berpikir logis dan

kreatif. Anak diharapkan terampil menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari,

tetapi kenyataan di lapangan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada

(4)

dan luas bangun datar di SD maka guru harus menggunakan alat peraga yang

berada disekitar siswa berupa benda konkret. Dengan menggunakan

benda-benda konkret diharapkan siswa mampu melakukan aktivitas logis dan kreatif

dalam memecahkan masalah.

Menurut Bruner (dalam Suherman dkk, 2001) pembelajaran matematika

akan berhasil jika pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan

struktur-struktur. Selain Bruner, Piaget (Herman, 2006) juga mengatakan bahwa anak pada

usia sekolah dasar masih berada dalam tahap berpikir kongkret dan belum mampu

berpikir secara abstrak. Maka dalam proses pembelajaran sebaiknya guru

memberi kesempatan kepada siswa untuk memanipulasi benda-benda konkrit.

Selain itu juga guru dalam melaksanakan pembelajaran bagi siswa sekolah dasar

harus melibatkan bantuan benda-benda kongkret yang dekat dengan anak. Karena

ini akan sangat membantu melandasi pemahaman konsep abstrak matematika.

Salah satu prinsip dalam kegiatan belajar mengajar dalam Kurikulum 2006

adalah mengembangkan kreativitas siswa. Pengembangan kreativitas dan

kemampuan berpikir kreatif siswa dilakukan melalui aktivitas-aktivitas kreatif

dalam pembelajaran matematika. Kreativitas dapat dipandang sebagai produk dari

berpikir kreatif, sedangkan aktivitas kreatif merupakan kegiatan dalam

pembelajaran yang diarahkan untuk mendorong atau memunculkan kreativitas

siswa.

Pembelajaran yang diberikan oleh guru harus mampu mendorong

timbulnya keingintahuan siswa untuk melakukan penyelidikan, pemecahan

(5)

3

menyelesaikan soal-soal, tetapi kenyataannya selama ini, matematika yang

dipelajari siswa di Sekolah Dasar diperoleh melalui pemberitahuan, karena dalam

menyampaikan materi pelajaran guru hanya menggunakan metode ceramah atau

ekspositori, bacaan, meniru, melihat dan mengamati materi dari dalam buku

paket, akibatnya siswa hanya pandai meniru contoh dan menjadi bingung ketika

menyelesaikan soal terutama dalam pembelajaran volume bangun ruang dan luas

bangun datar. Sehingga siswa merasa takut apabila menemukan bentuk soal yang

berbeda dengan soal yang diberikan oleh guru. Hal yang dilakukan guru tersebut

salah besar karena pembelajaran matematika harus menggunakan pembuktian.

Oleh karena itu, guru sebagai fasilitator harus mampu menciptakan kondisi belajar

mengajar yang efektif, sehingga proses belajar mengajar dapat memberikan

motifasi dan dapat merangsang kemampuan berpikir kreatif matematis.

Dari gambaran di atas, terjadi karena guru dalam mengajar matematika

menggunakan cara konvensional, hal ini dikemukakan oleh Silver (Turmudi,

2008) bahwa “aktifitas siswa sehari–hari terjadi dari menonton gurunya

menyelesaikan soal-soal di papan tulis, kemudian meminta siswa bekerja sendiri

dalam buku teks atau LKS yang disediakan. Konsekuensinya kalau siswa diberi

soal latihan mereka membuat kesalahan atau mengalami kesulitan dalam mencari

penyelesaian”.

Pengembangan kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu fokus

pembelajaran matematika. Melalui pembelajaran matematika, siswa diharapkan

(6)

kemampuan berpikir kreatif memang perlu dilakukan karena kemampuan ini

merupakan salah satu kemampuan yang diinginkan oleh dunia kerja (Career

CenterMaine Department of Labor USA, 2004). Kemampuan berpikir kreatif

menjadi penentu keunggulan suatu bangsa. Jadi daya kompetitif suatu bangsa

sangat ditentukan oleh kreativitas sumber daya manusianya.

Pentingnya kreativitas dalam matematika dikemukakan oleh Bishop

(Pehnoken, 1997) yang menyatakan bahwa seseorang memerlukan dua

keterampilan berpikir matematis, yaitu berpikir kreatif yang sering diidentikkan

dengan intuisi dan kemampuan berpikir analitik yang diidentikkan dengan

kemampuan berpikir logis. Sementara Kiesswetter (Pehnoken, 1997) menyatakan

bahwa kemampuan berpikir fleksibel yang merupakan salah satu aspek

kemampuan berpikir kreatif merupakan kemampuan penting yang harus dimiliki

siswa dalam menyelesaikan masalah matematika. Pendapat ini menegaskan

eksistensi kemampuan berpikir kreatif matematis.

Pembelajaran matematika perlu dirancang sedemikian sehingga berpotensi

mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Pengembangan kemampuan

berpikir kreatif perlu dilakukan seiring dengan pengembangan cara mengevaluasi

atau cara mengukurnya.

Dari gambaran di atas perlu adanya perbaikan dalam pola mengajar

matematika, salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif

matematis siswa adalah perlu adanya perbaikan dalam proses pembelajaran,

karena guru mempunyai peranan yang sangat penting untuk menentukan kualitas

(7)

5

timbulnya keingintahuan siswa untuk melakukan penyelidikan, pemecahan

masalah dan mampu memberikan jawaban atau cara-cara yang baru dalam

menyelesaikan soal-soal. Keingintahuan siswa akan mucul jika diberikan suatu

situasi yang menimbulkan tantangan bagi mereka, pendekatan Contextual

Teaching Learning (CTL) dianggap mampu meningkatkan kemampuan berpikir

kreatif matematis siswa karena pendekatan CLT berfokus pada siswa sebagai

pembelajar yang aktif dan memberikan rentang yang luas tentang peluang belajar

bagi siswa dalam memecahkan masalah matematika.

Dalam penelitian ini akan menganalisis kemampuan berpikir kreatif

matematis siswa kelas V Sekolah Dasar dalam pembelajaran matematika dengan

menggunakan pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL).

Hasil pengamatan penulis dan wawancara dengan guru kelas V SDN

Jambudipa I kecamatan Warungkondang Kabupaten Cianjur, diperoleh gambaran

bahwa pendekatan CTL diterapkan dan dikembangkan dengan asumsi dapat

merangsang dan meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas

V dalam pembelajaran matematika.

Dalam penelitian ini, peneliti akan menganalisis kemampuan berpikir

kreatif matematis siswa kelas V Sekolah Dasar dalam pembelajaran matematika

dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL).

B.PERTANYAAN PENELITIAN

(8)

mempengaruhi kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Dalam pemilihan

bahan ajar harus benar–benar sesuai dengan kebutuhan siswa, kesiapan atau

kemampuan guru juga merupakan faktor penting, karena guru harus mengetahui

bangaimana cara menumbuh kembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis

siswa dalam pembelajaran. Dalam setiap proses pembelajaran setiap individu

mempunyai kemampuan yang berbeda–beda serta masalah belajar yang berbeda.

Kemampuan yang berbeda juga mengakibatkan sikap atau cara siswa dalam

belajar dan tingkat penguasaan siswa dalam memahami materi pelajaran juga

bervariasi.

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka pertanyaan penelitian secara

umum adalah “Bagaimana gambaran kemampuan berpikir kreatif matematis siswa

dalam pembelajaran matematika? ” bertolak dari pertanyaan penelitian secara

umum maka pertanyaan penelitian dapat dirumuskan pokok permasalahan

penelitian sebagai berikut:

1. Apakah pembelajaran yang diterapkan guru di kelas, sudah mengakomodasi

kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas V Sekolah Dasar dalam

pembelajaran matematika?

2. Bagaimanakah mengakses dan memonitor kemampuan berpikir kreatif

matematis siswa kelas V Sekolah Dasar dalam pembelajaran matematika?

3. Bagaimana tingkat kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas V

Sekolah Dasar dalam pembelajaran matematika?

4. Faktor–faktor apa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif

(9)

7

C.TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan pertanyaan penelitian yang telah diuraikan di atas, maka

penelitian ini bertujuan menganalis kemampuan berpikir kreatif matematis siswa

kelas V Sekolah Dasar dalam Pembelajaran Matematika. Secara khusus penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui:

1. Pembelajaran yang diterapkan guru di kelas, sudah mengakomodasi

kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas V Sekolah Dasar dalam

pembelajaran matematika.

2. Cara mengakses dan memonitor kemampuan berpikir kreatif matematis siswa

kelas V Sekolah Dasar dalam pembelajaran matematika.

3. Tingkat kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas V Sekolah Dasar

dalam pembelajaran matematika.

4. Faktor–faktor yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis

siswa kelas V Sekolah Dasar dalam pembelajaran matematika.

D.MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran dalam

pembelajaran matematika di Sekolah Dasar dan secara khusus diharapkan

bermanfaat bagi berbagai pihak antara lain:

1. Bagi siswa

a. Memberikan pengalaman secara langsung sehingga mempunyai kesan

(10)

c. Siswa memperoleh keterampilan dasar mengerjakan soal – soal.

d. Dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

e. Membiasakan siswa berpikir kreatif dalam memecahkan masalah yang

sedang dihadapinya.

f. Dapat merubah dan membentuk nalar, sikap serta sikap serta perilaku siswa

dalam kegiatan pembelajaran.

2. Bagi guru

a. Membantu guru dalam meningkatkan strategi belajar mengajar.

b. Mengembangkan kemampuan guru dalam merencanakan, melaksanakan,

dan mengevaluasi pembelajaran matematika.

c. Memperluas wawasan, pengetahuan dan keterampilan guru.

d. dapat dijadikan acuan bagi guru dalam mengembangkan kemampuan

berpikir kreatif matematis.

e. Memberikan gambaran tingkat kemampuan berpikir kreatif matematika

siswa.

3. Bagi sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan cara yang dapat

mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa Sekolah Dasar dalam

pembelajaran matematika.

4. Bagi pemerintah

Variabel kreatifitas seperti kemampuan berpikir lancar, kemampuan

berpikir luwes, kemampuan berpikir orisinil, kemampuan merinci, dan

(11)

9

perlu menyediakan waktu dalam pembelajaran di kelas agar siswa mampu

melatih kemampuan berpikir kreatif yang bisa berakibat meningkatkan prestasi

belajar siswa.

5. Bagi Peneliti

a. Penelitian ini sebagai bahan referensi bagi peneliti-peneliti lain yang akan

melakukan penelitian yang serupa pada masa yang akan datang.

b. Memberikan sumbangan keilmuan terhadap perkembangan ilmu

pengetahuan terutama berkenaan dengan kemampuan berpikir kreatif

matematis siswa.

E.PENJELASAN ISTILAH

Dalam penelitian ini, terdapat beberapa istilah yang digunakan antara lain:

1. Kemampuan berpikir kreatif matematis adalah kemampuan untuk

menghasilkan solusi bervariasi yang bersifat baru terhadap masalah

matematika yang bersifat terbuka. Dalam tulisan ini, kemampuan berpikir

kreatif matematis mencakup aspek-aspek kelancaran, keluwesan, kebaruan,

keterincian dan mengevaluasi.

2. Bangun ruang adalah bangun yang memiliki volume.

3. Bangun datar adalah bangun yang rata yang mempunyai dua demensi yaitu

panjang dan lebar, tetapi tidak mempunyai tinggi atau tebal.

4. Contextual Teaching Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang

(12)

(konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/

ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara

aktif pemahamannya.

F. BATASAN PENELITIAN

Agar penelitian ini tidak melebar dan tetap fokus pada permasalahan yang

diajukan, peneliti perlu memberikan batasan–batasan berkaitan studi ini, yaitu:

1. Masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah analisis kemampuan berpikir

kreatif matematis siswa kelas V Sekolah Dasar dalam Pembelajaran

matematika dengan menggunakan pendekatan Contextual Theaching Learning.

2. Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Jambudipa I dengan subjek penelitian

siswa kelas V dengan jumlah siswa 35 yang terdiri dari 15 siswa laki-laki dan

(13)

30

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.

Jenis penelitian kualitatif merpakan penelitian yang dimulai dari aktivitas

pengumpulan data kemudian dilanjutkan dengan penyusunan kesimpulan secara

umum. Pendekatan kualitatif dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh

gambaran tentang sikap dan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dalam

pembelajaran matematika .

Metode penelitian kualitatif ini dipilih karena, lebih sensitif dan adaftif

terhadap peran dan pengaruh yang ditimbulkan. Disamping itu karena peneliti

mencoba menggali, mengeksplorasi, menggambarkan, serta mengembangkan

bagaimana pengetahuan itu dibentuk, maka peneliti memilih metode penelitian

kualitatif ini. Menurut Moleong (2011) penelitian kualitatif itu sendiri adalah

penelitian yang tidak menggunakan proses perhitungan.

Lebih lanjut Moleong (2011) menguraikan kelebihan dan kekurangan

penelitian kualitatif sebagai berikut:

1. Keunggulan dari metode kualitatif adalah:

a. Metode kualitatif mampu menampilkan realitas secara menyeluruh dan

mendalam.

b. Penelitian kualitatif memungkinkan lahirnya teori baru.

(14)

c. Penelitian kualitatif menyeiakan metode penelitian yang beraneka ragam

diantarany graunded theory, study kasus, fenomologi, etnografi, kebudayaan,

etnometodologi, penelitian lapangan. (Moleong, 2011:16).

d. Penelitian kualitatif mempunyai teknik pengumpulan data yand sangat variatif,

diantaranya observasi, wawancara, dokumen, catatn lapangan, dll.

e. Dengan penelitian kualitatif masalah realitas subyektif seperti masalah-masalah

yang berkaitan dengan sistem nilai, agama atau masalah kebudayaan pada

umumnya akan dapat diungkapkan. Karena tidak semua fakta sosial bisa

dikuantitafkan.

f. Terjadi kontak langsung di lapangan sehingga hasil penelitian adalah fakta dan

peneliti berperan sebagai instrumen utama.

2. Kekurangan/kelemahan metode kualitatif adalah:

a. Penelitian kualitatif bersifat pragmatik

b. Dengan tiadanya prinsip keterwakilan (representativeness) dalam pengambilan

sampel, jelas secara metodologis tidak memiliki hak untuk

menggeneralisasikan hasil temuannya.

c. Penelitian dalam dunia realitas yang subyektif tidak memiliki parameter yang

dapat diukur secara obyektif, sebagaimana dalam penelitian kuantitatif. Unsur

subyektifitas dari peneliti bagaimanapun sangat sulit untuk dihindari.

Meskipun sudah disediakan teknis untuk membuang subyektifitas peneliti

dengan melalui pembedaan yang ketat.

(15)

32

Dari aspek filosofi, penelitian kualitatif dapat dibedakan menjadi

tiga jenis, yaitu:

a. Penelitian kualitatif dalam paradigma kuantitatif (positivisme)

Penelitian kualitatif yang pertama ini menggunakan paradigma

positivisme. Frekuensi tinggi digunakan untuk kriteria kebenaran.

Data yang terkumpul bersifat kuantitatif kemudian dibuat kategorisasi

bisa dalam bentuk tabel, diagram maupun grafik. Hasil kategorisasi

tersebut kemudian dideskripsikan, ditafsirkan dari berbagai aspek,

baik dari segi latar belakang, karakteristik dan sebagainya. Bisa dikatakan, data

yang bersifat kuantitatif ditafsirkan dan dimaknai lebih lanjut secara kualitatif.

Beberapa peneliti menyebut dengan istilah penelitian deskriptif kualitatif.

b. Penelitian kualitatif dalam paradigma bahasa (dan sastra) menggunakan

paradigma post positisme. Penelitian kualitatif yang kedua ini berusaha

mencari makna, baik makna di balik kata, kalimat maupun karya sastra.

Penelitian kualitatif dalam paradigma bahasa ini dapat dibedakan menjadi:

1) Sosiolinguistik yaitu berusaha mempelajari teori linguistik

atau studi kebahasaan atau studi perkembangan bahasa.

2) Strukturalisme Linguistik yaitu berusaha mempelajari struktur

dari suatu karya sasta. Pada awalnya strukturalisme linguist disebut

struturalisme otonom atau struturalisme obyektif karena menganalisis

karya sastra hanya dari struktur karya sastra itu sendiri, tidak

(16)

berkembang lebih lanjut menjadi strukturalisme genetik, strukturalisme

dinamik dan strukturalisme semiotik.

3) Strukturalisme Genetik. Analisis karya sastra dalam strukturalisme genetik

lebih menekankan makna sinkronik dari pada makna lain, seperti makna

ikonik, simbolik, ataupun indeksikal. Oleh karena itu menurut Muhadjir (2000)

analis struturalisme genetik harus mencakup tiga unsur kajian, yaitu: a)

intrinsik karya sastra itu sendiri, b) latar belakang pengarangnya, dan c) latar

belakang sosial serta latar belakang sejarah masyarakatnya.

4) Strukturalisme Dinamik. Strukturalisme dinamik mengakui kesadaran

subyektif dari pengarang, mengakui peran sejarah serta lingkungan sosialnya,

walaupun titik berat analisis harus tetap pada karya sastra itu sendiri. Analisis

karya sastra menurut struturalisme dinamik mencakup dua hal, yaitu: a) karya

sastra itu sendiri yang merupakan tampilan pikiran, pandangan dan konsep

dunia dari pengarang itu sendiri dengan menggunakan bahasa sebagai

tanda-tanda ikonik, simbolik, dan indeksikal dari beragam makna, dan b) analisis

keterkaitan pengarang dengan realitas lingkungannya.

5) Strukturalisme Semiotik. Strukturalisme semiotik adalah struturalisme yang

membuat analisis pemaknaan suatu karya sastra mengacu pada semiologi.

Semiologi atau semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda dalam bahasa dan

karya sastra. Strukturalisme semiotik mengenal dua cara pembacaan, yaitu

heuristik dan hermeneutik.

c. Penelitian kualitatif dalam paradigma phenomenologi adalah berusaha

(17)

34

orang-orang biasa dalam situasi tertentu (Moleong, 2011:9). Dengan kata lain

penelitian kualitatif dalam paradigma phenomenologi adalah penelitian yang

berupaya mengungkap makna terhadap fenomena perilaku kehidupan manusia,

baik manusia dalam kapasitas sebagai individu, kelompok maupun masyarakat

luas. Penelitian kualitatif dalam paradigma phenomenologi telah mengalami

perkembangan mulai dari model Interpretif Geertz, model grounded research,

model Ethnographik, model paradigma naturalistik dari Guba dan model

interaksi simbolik. Model paradigma naturalistik (the naturalistic method of

inquiry, menurut istilah Guba) menurut Muhadjir (2000) dikatakan sebagai

model yang telah menemukan karakteristik kualitatif yang sempurna, artinya

bahwa kerangka pemikiran, filsafat yang melandasinya, ataupun

operasionalisasi metodologinya bukan reaktif atau sekedar merespons dan

bukan sekedar menggunggat kuantitatif, melainkan membangun sendiri

kerangka pemikirannya, filsafatnya dan operasionalisasi metodologinya. Para

ahli metodologi penelitian kualitatif pada umumnya mengikuti konsep model

naturalistik yang dikemukan oleh Guba. Guba mengemukakan Empat belas

karakteristik penelitian naturalistik, yaitu:

1). Konteks natural (alami), yaitu suatu konteks keutuhan

(entity) yang tidak akan dipahami dengan membuat isolasi atau eliminasi

sehingga terlepas dari konteksnya.

2). Manusia sebagai instrumen. Hal ini dilakukan karena hanya manusia yang

(18)

makna, sedangkan instrumen lain seperti tes dan angket tidak akan mampu

melakukannya.

3). Pemanfaatan pengetahuan tidak terkatakan. Sifat naturalistik

memungkinkan mengungkap hal-hal yang tak terkatakan yang dapat

memperkaya hal-hal yang diekspresikan oleh responden.

4). Metode kualitatif. Sifat naturalistik lebih memilih metode kualitatif dari pada

kuantitatif karena lebih mampu mengungkap realistas ganda, lebih sensitif

dan adaptif terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.

5). Pengambilan sample secara purposive (sesuai dengan kebutuhan).

6). Analisis data secara induktif, karena dengan cara tersebut konteksnya akan

lebih mudah dideskripsikan. Yang dimaksud dengan analisis data induktif

menurut paradigma kualitatif adalah analisis data spesifik dari lapangan

menjadi unit-unit dan dilanjutkan dengan kategorisasi.

7). Grounded theory. Sifat naturalistik lebih mengarahkan penyusunan teori

diangkat dari empiri, bukan dibangun secara apriori. Generalisasi apriorik

nampak bagus sebagai ilmu nomothetik, tetapi lemah untuk dapat sesuai

dengan konteks idiographik.

8). Desain bersifat sementara. Penelitian kualitatif naturalistik menyusun desain

secara terus menerus disesuaikan dengan realita di lapangan tidak

menggunakan desain yang telah disusun secara ketat. Hal ini terjadi karena

(19)

36

9). Hasil dirundingkan dan disepakati bersama antara peneliti dengan responden.

Hal ini dilakukan untuk menghindari salah tafsir atas data yang diperoleh

karena responden lebih memahami konteksnya daripada peneliti.

10). Lebih menyukai modus laporan studi kasus, karena dengan demikian

deskripsi realitas ganda yang tampil dari interaksi peneliti dengan responden

dapat terhindar dari bias.

11). Penafsiran bersifat idiographik (dalam arti keberlakuan khusus), bukan ke

nomothetik (dalam arti mencari hukum keberlakuan umum), karena

penafsiran yang berbeda nampaknya lebih memberi makna untuk realitas

yang berbeda konteksnya.

12). Aplikasi tentatif, karena realitas itu ganda dan berbeda.

13). Ikatan konteks terfokus. Dengan pengambilan fokus, ikatan keseluruhan tidak

dihilangkan, tetap terjaga keberadaannya dalam konteks, tidak dilepaskan dari

nilai lokalnya.

14). Kriteria keterpercayaan. Dalam penelitian kuantitatif keterpercayaan ditandai

dengan adanya validitas dan reliabilitas, sedangkan dalam kualitatif

naturalistik oleh Guba diganti dengan kredibilitas, transferabilitas,

dependabilitas dan konfirmabilitas.

Pendekatan yang digunakan adalah Grounded Theory. Grounded Theory

merupakan prosedur penelitian kualitatif yang sistematik, dimana peneliti

menerangkap konsep, proses, tindakan, atau interaksi mengenai suatu topik pada

(20)

Pendekatan Grounded Theory menyusun teori berdasarkan data lapangan.

Data yang diperoleh secara induktif bukan dimaksudkan untuk menguji hipotesis,

tetapi untuk melakukan abstraksi berdasarkan data yang telah dikumpulkan yang

saling berhubungan dan dipisah-pisahkan.

Dalam Grounded Theory ada beberapa strategi analisis kunci yang

dikemukakan adalah:

a. Koding adalah proses untuk membuat kategorisasi data kualitatif dan juga

untuk menguraikan implikasi dan rincian dari kategori–kategorinya.

b. Memoing (membuat memo) adalah proses mencatat pemikiran–pemikiran dan

gagasan–gagasan dari peneliti sewaktu hal–hal itu muncul selama studi.

c. Diagram terpadu dan sesi digunakan untuk menarik rincian menjadi satu,

untuk membantu agar data itu menjadi berarti dengan mengarahkan diri kepada

teori yang muncul.

Dari beberapa pandangan para pakar penelitian Grounded Theory ada

beberapa langkah dalam melakukan penelitian Grounded Theory, yaitu:

a. Peneliti harus bisa memahami atau memiliki gambaran sifat-sifat realitas

empiris (lapangan).

b. Permulaan penelitian dimulai dengan suatu pernyataan dasar mengenai dunia

empiris yang dimasuki di lapangan.

c. Peneliti harus menetapkan data apa yang akan diambil dan dengan metode apa

menggelutinya.

d. Peneliti harus melakukan eksplorasi di dalam proses menjelajahi.

(21)

38

f. Peneliti harus mampu mengadakan analisis dan menyusun secara sistematis.

g. Peneliti harus mampu merekonstruksi penemuan untuk bangunan baru

hipotesis baru.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SDN Jambudipa I di Kecamatan

Warungkondang Kabupaten Cianjur. Dengan jumlah siswa 35 yang tediri dari 15

laki–laki dan 20 perempuan. SD Negeri Jambudipa I adalah sebuah SD dengan

jumlah tenaga pendidik 23 orang, yang terdiri dari staf pengajar 20 orang star TU

1 orang, kepala Sekolah 1 orang dan penjaga sekolah 1 orang, sedangkan untuk

jumlah murid ada 470 siswa. SD ini merupan SD ini di gugus Jambudipa,dengan

sejumlah prestasi yang dimiliki dari setiap perlombaan baik dingkat kecamatan

sampai tingkat propinsi, SD ini juga sering digunakan untuk praktek kegiatan

mengajar mahasiswa, sehingga berbagai inivovasi dalam pembelajaran juga sudah

biasa digunakan, guru SD Negeri jJambudipa I juga sering mengikutu pelatihan–

pelatihan baik tingkat kecamatan, kabupaten, propinsi sampai nasional. Pemilihan

subjek penelitian dilakukan dengan menggolongkan siswa kedalam tiga kategori

yaitu kategori tinggi, sedang dan rendah. Untuk menentukannya maka dilihat dari

peringkat siswa di kelas.

Ada beberapa alasan pemelihan subjek penelitian yaitu:

1. Ingin mengetahui kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas V

Sekolah Dasar di SD Negeri Jambudipa I.

(22)

3. SD Negeri Jambudipa 1 merupakan SD centre di Kecamatan Warungkondang

sehingga menbutuhkan inovasi–inovasi dalam pendidikan khususnya dalam

proses pembelajaran.

4. Dilihat dari segi prestasi SD Negeri Jambudipa 1 selalu menjadi juara umum

dalam berbagai lomba sekecamatan Warungkondang.

5. Belum adanya penelitian yang berorientasi kepada kemampuan berpikir kreatif

matematis sebelumnya di SD Negeri Jambudipa I.

C. Waktu Penelitian

Waktu penelitian direncanakan selama lima bulan; yaitu penyusunan dan

seminar proposal pada bulan 1, penyusunan instrumen pada bulan

ke-2,memasuki lapangan dan menganalisis data pada bulan ke-3 dan ke– 4, dimana

pelaksanaan penalitian di dalam kelas dilaksanakan 4 kali pertemuan yang

masing–masing pertemuan 2 x 35 menit (16 jam pelajaran), membuat draf

laporan dan diskusi draf laporan dilaksnakan pada bulan ke-5.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengolahan data untuk penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan

berbagai cara. Menurut Moleong (2011:9) mengemukakan, “Teknik pengumpulan

data yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif adalah melalui wawancara,

observasi, catatan lapangan, dan dokumen”. Dalam pelaksanaan teknik-teknik

tersebut digunakan secara profesional sesuai dengan jenis data yang diperlukan.

Instrumen utama yang digunakan peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah

observasi, wawancara, hasil evaluasi siswa, catatan lapangan, dan audio-visual.

(23)

40

Namun dalam pelaksanaannya dibantu oleh guru yang lain (guru kelas yang

menjadi tempat penelitian).

Teknik yang digunakan sebagai pemantauan dalam pengumpulan data

adalah sebagai berikut:

1. Observasi

Dalam penelitian kualitatif observasi merupakan salah satu teknik

pengumpulan data yang sangat menentukan keberhasilan penelitian. Observasi

dapat dilakukan oleh guru secara langsung, namun jika terlalu menyita waktu dan

mengakibatkan konsentrasi guru dalam mengajar terganggu maka observasi dapat

dilakukan oleh teman sejawat atau alat perekam.

Dilihat dari cara melakukannya observasi dapat dibedakan menjadi

beberapa jenis. Wardhani, dkk. (2007) membedakan observasi sebagai berikut:

a. Observasi terbuka

b. Obervasi terfokus

c. Observasi terstruktur

d. Observasi sistemik

Jenis observasi yang akan digunakan pada penelitian ini adalah observasi

terfokus. Wardhani, dkk. (2007) menambahkan bahwa: “Observasi terfokus

ditunjukan untuk mengamati aspek-aspek tertentu dari pembelajaran”. Aspek

-aspek tertentu dalam pembelajaran misalnya kegiatan siswa dan guru dalam

pembelajaran. Adapun hasil observasi selama proses pembelajaran terlampir

(24)

2. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu

dilakukan oleh dua orang, yaitu orang yang mengajukan pertanyaan atau

pewawancara dan orang yang menjawab pertanyaan atau terwawancara.

Estenberg dalam Sugiyono (2010) membagi tiga jenis wawancara, yaitu

wawancara terstruktur, semistruktur, dan tidak terstruktur.

a. Wawancara terstruktur (structured interview) digunakan sebagai teknik

pengumpulan data bila peneliti telah mengetahui dengan pasti tentang

informasi apa yang akan diperoleh. Oleh karena itu, dalam melakukan

wawancara pewawancara sudah menyiapkan instrumen penelitian berupa

pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah disiapkan.

Dengan wawancara terstruktur ini, setiap responden diberi pertanyaan yang

sama dan pengumpul data mencatatnya.

b. Wawancara semistruktur (semistructure interview) sudah termasuk dalam

kategori in-depth interview yang pelaksanaanya lebih bebas bila dibandingkan

dengan wawancara terstruktur. Tujuan wawancara jenis ini adalah untuk

menemukan permasalahan secara lebih terbuka dan pihak yang diajak

wawancara diminta pendapatnya. Dalam melakukan wawancara, peneliti perlu

mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan.

c. Wawancara tidak berstruktur (unstructured interview) merupakan wawancara

yang bebas dan peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah

tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman

(25)

42

dalam penelitian pendahuluan atau malahan untuk penelitian yang lebih

mendalam tentang subjek yang diteliti. Pada penelitian pendahuluan, peneliti

berusaha memperoleh informasi awal tentang berbagai isu atau permasalahan

yang ada, sehingga peneliti dapat menentukan secara pasti permasalahan atau

variabel apa yang harus diteliti.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis wawancara semi

terstruktur atau indepth interview, jadi dalam wawancara jenis ini meskipun

pertanyaan yang akan diajukan sudah dipersiapkan sebelumnya namun dalam

pelaksanaannya lebih bebas dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Wawan

cara ini dilakukan tidak setiap siswa tetapi dilakukan pada tiga kategori siswa

yaitu; pandai, sedang, dan kurang. Pengkategorian itu dilihat dari hasil evaluasi

siswa. Adapun hasil wawancara dilampirkan dalam lampiran.

Lincoln dan Guba dalam Sugiyono (2010) mengemukakan tujuh langkah

dalam penggunaan wawancara untuk mengumpulkan data dalam penelitian

kualitatif, yaitu:

1) Menetapkan kepada siapa wawancara itu dilakukan

2) Menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan pembicaraan

3) Mengawali atau membuka alur wawancara

4) Melangsungkan alur wawancara

5) Mengkonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya

6) Menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan

(26)

3. Catatan Lapangan

Pada waktu berada di lapangan peneliti membuat catatan, setelah pulang

ke rumah atau tempat tinggal barulah menyusun catatan lapangan. Catatan itu

berupa coret-coretan yang sangat dipersingkat, berisis kata-kata inti, frase,

pokok-pokok isi pembicaraan atau pengamatan, mungkin gambar, sketsa, sosiogram dan

lain-lain.

Menurut Bogdan dan Biklen (1982) catatan lapangan merupakan catatan

tertulis mengenai apa yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka

mengumpulkan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif

(Moloeng, 2011). Dikatakan oleh Septiadi, bahwa catatan penelitian merupakan

buku jurnal harian yang ditulis peneliti secara bebas, buku ini mencatat seluruh

kegiatan pembelajaran serta sikap siswa dari awal sampai akhir pembelajaran.

Idrus (2007) juga berpendapat bahwa catatan lapangan merupakan

catatan yang ditulis secara rinci, cermat, luas, dan mendalam dari hasil wawancara

dan observasi yang dilakukan peneliti tentang aktor, aktivitas ataupun tempat

berlangsungnya kegiatan tersebut. Dalam penjelasan yang lebih lengkap mengenai

pemahaan Idrus berkenaan dengan pendapat Bogdan dan Biklen (1982) tentang

makna catatan lapangan di atas, ia memahaminya sebagai hasil observasi atau

wawancara yang bermakna lebih kolektif, karena terdiri dari catatan lapangan

yang dibuat oleh peneliti sendiri, dan ditambahkan dengan hasil karya orang lain

yang berupa transkrip wawancara, dokumen resmi yang ada, statistik resmi,

gambar, foto, rekaman video, ataupun catatan resmi lainnya yang dikeluarkan

(27)

44

adalah format catatan lapangan, untuk hasil catatan lapangan terlampir dalam

lampiran.

CATATAN LAPANGAN VOLUME BALOK

NO MENIT

KE... AKTIVITAS YA TIDAK

Kegiatan Pendahuluan

1. 1 Mengucapkan salam 

2. 2 Membaca doa 

3. 5 Apersepsi 

4. 7 Tanya jawab dengan siswa

mengenai bangun ruang yang menyerupai balok

5. dst dst dst dst

4. Hasil Evaluasi Siswa

Hasil evaluasi siswa juga digunakan sebagai teknik pengumpulan data,

karena hasil evaluasi siswa ini digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan

berpikir kreatif matematis siswa kelas V SD dalam pembelajaran matematika,

indikator kemampuan berpikir kreatif matematis yang sering muncul dan kurang

muncul, juga untuk mengkategorikan atau mengelompokan siswa yang akan

diwawancara. Dari empat pertemuan hanya dilakukan tiga kali evaluasi.

E. Prosedur Pengolahan Data

Pengolahan data secara sederhana diartikan sebagai proses mengartikan

data-data lapangan sesuai dengan tujuan, rancangan, dan sifat penelitian. Data

mentah yang telah dikumpulkan oleh peneliti, tidak akan berguna apabila tidak

(28)

masalah penelitian. Data mentah yang telah terkumpul harus dipilah–pilah karena

tidak semua data yang didapat akan dipergunakan. Data mentah yang telah

terkumpul juga harus dikelompokkan, dikategorisasikan, dan dimanipulasi

kemudian diringkas sehingga data tersebut akan mempunyai makna untuk

menjawab hipotesis penelitian kita.diperas sedemikian rupa sehingga data tersebut

mempunyai makna untuk menjawab masalah dan bermanfaat untuk menguji

hipotesa atau pertanyaan penelitian.

Langkah–langkah dalam pengolahan data kualitatif dengan model

interaktif dilakukan dengan tiga langkah yaitu:

1. Reduksi data

Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan, transformasi data kasar yang muncul dari

catatan-catatan lapangan (Miles, 2011). Langkah-langkah yang dilakukan adalah

menajamkan analisis, menggolongkan atau pengkategorisasian kedalam tiap

permasalahan melalui uraian singkat, mengarahkan, membuang yang tidak perlu,

dan mengorganisasikan data sehingga kesimpulan akhir dapat ditarik dan

diverifikasi. Adapun data yang direduksi antara lain seluruh data mengenai

permasalahan penelitian dan kemudian dilakukan penggolongan ke dalam

beberapa bagian. Kemudian dari masing-masing bagian tersebut dikelompokkan

lagi berdasarkan sistematisasinya. Perolehan data yang diperoleh tidak relevan

dengan penelitian, tidak dimasukkan dalam penyajian hasil, namun tetap disimpan

apabila suatu saat diperlukan. Dengan demikian, data yang direduksi akan

(29)

46

melakukan pengumpulan data selanjutnya serta mencari data tambahan jika

diperlukan. Semakin lama peneliti berada di lapangan, maka jumlah data akan

semakin banyak, semakin kompleks dan rumit. Maka diperlukan reduksi data

sehingga data tidak betumpuk dan mempersulit analisis selanjutnya. Ilustrasi

Reduksi data dapat digambarkan sebagai berikut:

Diagram 3.1

Ilustrasi Reduksi Data dalam Penelitian kualitatif

Ilustrasi pada diagram di atas dikembangkan oleh Suhadi merujuk pada

model interaktif (Miles & Huberman, 2011), pada diagram tersebut diperlihatkan

bahwa peneliti memperoleh data yang ditulis dalam bentuk catatan lapangan. Data

tersebut diilustrasikan dalam simbol-simbol (1, pisang, 2, ?, 3, :, 4, d, melon, 5,

anggur), dan tidak mempunyai makna apa-apa. Untuk itulah, peneliti melakukan

reduksi data dengan cara sebagai berikut:

a. Memilih data yang dianggap penting. Pada ilustrasi di atas dipilih data yang

dinyatakan dalam bentuk huruf, angka dan nama buah–buahan (12345), Data dan catadatan lapangan

1pisang2?3:4,5anggur

#!1%A B *D 2jeruk “

1 apel @ %melon D

23415 ACDB

Jeruk, anggur , melon, apel, pisang

(30)

Sedangkan data lain yang dinyatakan dalam (@)(*&^%$#_+|) dibuang karena

dianggap tidak penting.

b. Membuat kategori data. Pada ilustrasi di atas dibuat tiga kategori yaitu huruf

besar, nama buah–buahan, dan angka.

c. Mengelompokkan data dalam setiap kategori. Pada ilustrasi di atas, data

dikelompokkan dalam tiga kategori yang telah ditetapkan yaitu huruf besar

(BCDEA), nama buah–buahan (pisang, melon, apel, jeruk, anggur), dan angka

(23451).

2. Penyajian data (Displai Data)

Setelah data direduksi, langkah analisis selanjutnya adalah penyajian

(display) data. Penyajian data merupakan analisis merancang deretan dan kolom

sebuah matriks untuk data kualitatif dan menentukan jenis serta bentuk data yang

dimasukkan ke dalam kotak-kotak matriks (Miles & Huberman, 2011).Penyajian

data diarahkan agar data hasil reduksi terorganisasikan, tersusun dalam pola

hubungan, sehingga makin mudah dipahami. Penyajian data dapat dilakukan

dalam bentuk uraian naratif, bagan, hubungan antar kategori, diagram alur, dan

lain sejenisnya. Pada langkah ini, peneliti berusaha menyusun data yang relevan

sehingga menjadi informasi yang dapat disimpulkan dan memiliki makna tertentu.

Prosesnya dapat dilakukan dengan cara menampilkan dan membuat hubungan

antar fenomena untuk memaknai apa yang sebenarnya terjadi dan apa

ditindaklanjuti untuk mencapai tujuan penelitian. Display data yang baik

merupakan langkah penting menuju tercapainya analisis kualitatif yang valid.

(31)

48

Diagram 3. 2

Displai Data dalam Penelitian Kualitatif

Hasil reduksi data di atas memperlihatkan data yang telah dikelompokan

berdasarkan kategori tertentu yaitu huruf besar (BCDEA) nama buah-buahan

(pisang, anggur, jeruk, apel, melon) dan angka (23451). Kumpulan data dari setiap

kategori belum memperlihatkan adanya pola tertentu. Untuk itu, peneliti

melakukan display data dengan cara menyajikan data berdasarkan pola tertentu

(dalam bentuk urutan). Hasil display data tersebut adalah adanya tiga kelompok

data yaitu huruf besar (ABCDE) nama buah–buahan (Apel , anggur, jeruk, melon,

pisang) dan angka (12345) yang telah tersaji dalam suatu pola (berdasarkan

urutanya). Setelah dilakukan display data terlihat adanya perbedaan antara hasil

reduksi data dengan display data. Penyajian data dalam suatu pola tertentu akan

memberikan kemudahan bagi peneliti untuk mendapatkan temuan sehingga yang Hasil Reduksi

23415

Jeruk, pisang, apel, anggur, melon

ABCD

12345

Apel, anggur, jeruk, melon, pisang

(32)

3. Menarik Kesimpulan atau verifikasi

Kesimpulan merupakan tinjauan terhadap catatan yang telah dilakukan di

lapangan. Sedangkan penarikan kesimpulan atau verifikasi adalah usaha untuk

mencari atau memahami makna/arti, keteraturan, pola-pola, penjelasan, alur

sebab akibat atau proposisi. Penarikan kesimpulan sebenarnya hanyalah sebagian

dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Menurut Miles (2011) kesimpulan

adalah tinjauan ulang pada catatan di lapangan atau kesimpulan dapat ditinjau

sebagai makna yang muncul dari data yang harus diuji kebenarannya,

kekokohannya dan kecocokannya, yaitu yang merupakan validitasnya. Pada saat

menarik kesimpulan awal, biasanya yang ditemukan masih bersifat sementara dan

akan berubah apabila ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung tahap

pengumpulan data berikutnya. Proses untuk mendapatkan bukti-bukti inilah yang

disebut sebagai verifikasi data. Apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap

awal didukung oleh bukti-bukti yang kuat dalam arti konsisten dengan kondisi

yang ditemukan saat peneliti kembali ke lapangan maka kesimpulan yang

diperoleh merupakan kesimpulan yang kredibel. Apabila kesimpulan dinilai

kurang, maka penulis dapat kembali ke lapangan untuk mengumpulkan data

tambahan. Untuk dapat mengetahui kualitas data, seorang peneliti dapat menilai

melalui beberapa metode sebagai berikut:

a. Mengecek representativ atau keterwakilan data

b. Mengecek melalui triangulasi

c. Mengecek data dari pengaruh peneliti

(33)

50

e. Membuat perbandingan atau mengkontraskan data

f. Penggunaan kasus ekstrim yang direalisasi dengan memaknai data negatif

Ketiga alur di atas, dapat digambarkan dengan skema

Diagram 3.3

Pengolahan data kualitatif dengan model interaktif

Sumber: Miles & Huberman, 2011

F. Analisis Data

Analisa data adalah mengelompokkan, membuat suatu urutan,

memanipulasi serta menyingkatkan data sehingga mudah untuk dibaca. Langkah

pertama dalam analisa adalah membagi data atas kelompok atau kategori-kategori.

Anlisis dalam penelitian ini menggunakan analisis interaktif, dengan langkah–

langkah:

1. Tahap Reduksi Data

a. Data yang telah diperoleh (wawancara, observasi, hasil tes siswa, rekaman,

catatan lapangan) ditulis dan diedit.

b. Pengkodean, setelah mengedit data kemudian melakukan pengkodean.

Pengkodean hendaknya memperhatikan setidak-tidaknya empat hal:

Pengumpulan data

Penyajian data Reduksi data

Penafsiran, verifikasi dan

(34)

- Kode dibangun dengan tingkat rinci tertentu

- Keseluruhannya dibangun dalam suatu sistem yang integratif.

c. Pembuatan catatan obyektif, dalam hal ini mencatat sekaligus

mengklasifikasikan dan mengedit jawaban atau situasi sebagaimana adanya,

faktual atau obyektif-deskriptif.

d. Membuat catatan reflektif. Menuliskan apa yang terangan dan terpikir oleh

peneliti yang berhubungan dengan catatan obyektif di atas. Harus dipisahkan

antara catatan obyektif dan catatan reflektif.

e. Penyimpanan data. Untuk menyimpan data setidak-tidaknya ada tiga hal yang

perlu diperhatikan:

 Pemberian label

 Mempunyai format yang uniform dan normalisasi tertentu

 Menggunakan angka indeks dengan sistem terorganisasi

f. Analisis data selama pengumpulan data merupakan pembuatan memo. Memo

yang dimaksud Miles dan Huberman adalah teoritisasi ide atau konseptualisasi

ide, dimulai dengan pengembangan pendapat atau porposisi.

2. Tahap Penyajian Data/Analisis Data Setelah Pengumpulan Data

Pada tahap ini peneliti banyak terlibat dalam kegiatan penyajian atau

penampilan (display) dari data yang dikumpulkan dan dianalisis sebelumnya.

Display adalah format yang menyajikan informasi secara tematik kepada

pembaca. Miles dan Huberman (2011) memperkenalkan dua macam format,

(35)

52

Pada langkah ini peneliti berusaha menyusun data yang yang relevan

sehingga menjadi informasi yang dapat disimpulkan dan memiliki makna tertentu.

Prosesnya dilakukan dengan cara menampilkan data.

3. Tahap Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

Penarikan kesimpulan berdasarkan temuan dan melakukan verifikasi data.

G. Validitas Data

Dalam penelitian ini teknik yang digunakan untuk menguji keabsahan

data adalah teknik Triangulasi.Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan

data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap sesuatu data.

Menurut Patton dalam Moeloeng (2011:330) penelitian yang

menggunakan teknik triangulasi dalam pemeriksaan melalui sumbernya artinya

membandingkan atau mengecek ulang derajat kepercayaan suatu informasi yang

diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Untuk itu perlu diadakan

pengecekan ulang terhadap sumber-sumber data dengan cara:

1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

2. Membandingkan apa yang dikatakan informan di depan umum dengan yang

dikatakan pribadi.

3. Membandingkan apa yang dikatakan informan tentang situasi penelitian dengan

apa yang dikatakan sepanjang waktu.

4. Membandingkan keadaan dan persfektif informan dengan berbagai pendapat

(36)

Denzin (dalam Moleong, 2011:330) membedakan empat macam

triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber,

metode, penyidik, dan teori. Triangulasi dilakukan melalui wawancara, observasi

langsung dan observasi tidak langsung untuk melengkapi dan memperoleh data

primer.

Triangulasi dengan sumber berati membandingkan dan mengecek kembali

derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang

berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton, dalam Moleong, 2011:330).

Triangulasi dengan metode, menurut Patton (dalam Moleong, 2011:331)

terdapat dua strategi yaitu: 1) pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil

penelitian beberapa teknik pengumpulan data. 2) pengecekan derajat kepercayaan

beberapa sumber data dengan metode yang sama.

Triangulasi penyidik adalah dengan jalan memanfaatkan peneliti atau

pengamat lainnya untuk keperluan pengecekkan kembali derajat kepercayaan

data.

Triangulasi teori, menurut Licoln & Guba (dalam Moleong, 2011:331)

berdasarkan anggapan bahwa fakta tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya

oleh satu atau lebih teori. Tetapi berbeda dengan Patton (1987:327) bahwa hal itu

dapat dilaksanakan dan hal itu dinamakannya penjelasan banding (rival

explanation).

H. Alat Untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

Untuk mengukur tingkat kemampuan berpikir kreatif matematis,

(37)

54

menggunakan tabel perskoran kemampuan berpikir kreatif matematis, dengan cara

memberi skor untuk setiap indikator berpikir kreatif matematis pada setiap soal,

setelah diberi skor kemudian ditabulasikan sesuai dengan indikator berpikir

kreatif matematis. Di bawah ini adalah tabel penskoran kemampuan berpikir

(38)

NO

INDIKATOR BERPIKIR

KREATIF MATEMATIS

KRITERIA SKOR 0 SKOR 1 SKOR 2 SKOR 3 SKOR 4

1. Keterampilan berpikir lancar

a. Mencetuskan banyak gagasan,jawaban dan penyelesaian masalah b.Memberikan banyak

cara untuk melakukan banyak hal. Siswa tidak memberi jawaban Siswa tidak memperoleh jawaban yang benar Siswa tidak menggunaka n jawaban yang benar Siswa memperoleh jawaban yang benar

Siswa memperoleh dan menggunakan jawaban yang benar lebih dari satu cara

2. Keterampilan berpikir luwes

a. Menghasilkan banyak gagasan dan jawaban yang berfareasi. b. Dapat melihat suatu

masalah dari sudut pandang yang berbeda

Siswa tidak memberi jawaban Siswa tidak memberikan penjelasan pada langkah – langkah jawabannya . Siswa mengerjaka n dengan satu cara penyelesaia n yang benar

a. Siswa kurang benar dalam memberikan langkah – langkah jawabannya b.Siswa mengerjakan dengan 2 penyelesaian, salah satunya salah a. Siswa memberikan jawaban yang benar dalam langkah – langkah jawabannya b. Siswa

mengerjakan dengan 2 atau lebih cara penyelesaianny a

3. Keterampilan berpikir orisinil

a. Mampu melahirkan hal yang baru dan

[image:38.842.115.766.112.480.2]
(39)

23

unik

b.Melahirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri

jawaban an soal dengan langkah yang lazim digunakan siswa yang lainnya ( digunakan antara 30 – 50 % dari jumlah siswa yang menjawab ) an soal dengan langkah yang tidak lazim digunakan siswa yang lainnya ( digunakan antara 30 – 50 % dari jumlah siswa yang menjawab ) namun jawabannya salah

soal dengan satu langkah yang tidak lazim digunakan siswa yang lainnya ( digunakan antara 30 – 50 % dari jumlah siswa yang menjawab ) dan jawabannya benar

soal dengan dua atau lebih langkah yang tidak lazim digunakan siswa yang lainnya ( digunakan kurang dari 30 % dari jumlah siswa yang menjawab ) dan jawabannya benar

4. Keterampilan merinci

a. Mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan

b.Memperinci detail – detail dari suatu gagasan sehingga lebih menarik Siswa tidak memberi jawaban Siswa tidak memberikan langkah – langkah dalam penyelesaia n soal Siswa kurang lengkap dalam menyelesaik an soal Siswa lengkap dalam memberikan langkah penyelesaian soal Siswa memberikan dua cara penyelesaian dan lengkap dalam memberikan langkah – langkah

penyelesaian soal

(40)

suatu pertanyaan atau gagasan benar atau tidak benar

pada akhir jawabannya

memberikan kesimpulan pada akhir jawabannya

akhir jawabannya dengan tepat

akhir jawabannya dengan tepat

Skor yang dipeloleh dibulasikan sebagai berikut :

NO NAMA Asfek Berpikir yang dinilai Skor Siswa

Lancar Luwes Orisinil Merinci mengevaluasi

Untuk klasifikasi kriteria dari kreativitas berpikir yang di ukur sebagaimana berikut:

Kriteria Kategori

0,0 ≤skor <2,1 Tidak kreatif

2,2 ≤skor <4,3 Kurang kreatif

4,4 ≤skor <6,5 Cukup kreatif

6,6 ≤skor <8,7 Kreatif

(41)

106

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan disajikan pembahasan tentang hasil penelitian berupa

kesimpulan dan saran terkait hasil yang diperoleh.

A.KESIMPULAN

Sesuai dengan pertanyaan penelitian dalam penelitian ini, maka diperoleh

empat kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil analisis dan temuan–temuan

yang diperoleh selama proses penelitian maka disimpukan sebagai berikut:

1. Secara keseluruhan pembelajaran yang diterapkan oleh guru di kelas sudah

mengakomodasi kemampuan berpikir kreatif matematis, walaupun dalam

proses pembelajaran bangun datar kemampuan berpikir kreatifnya tidak

muncul tetapi dari hasil evaluasi siswa muncul. Dalam proses kegiatan belajar

dikelas guru menggunakan pendekatan Contextual Teaching Learning dan

menggunakan alat peraga yang tepat untuk memunculkan berpikir kreatif

matematis. Dengan pendekatan CTL dan penggunaan alat peraga yang tepat

terbukti dapat memunculkan kemampuan berpikir kreatif matematis, hal ini

dibuktikan dengan oleh hasil tes, observasi dan wawancara yang menunjukan

hasil yang signifikan.

2. Semua indikator kemampuan berpikir kreatif matematis muncul pada saat

(42)

berpikir kreatif matematis muncul pada setiap siswa, hal ini sesuai dengan

kemampuan siswa sendiri. Untuk nilai rata–rata setiap indikator paling tinggi

adalah keterampilan berpikir lancar 9,6 keterampilan berpikir luwes 8,3

keterampilan berpikir orisinil 5,4 keterampilan merinci 7,7 dan keterampilan

mengevaluasi 3,7.

3. Indikator kemampuan berpikir kreatif matematis yang sering muncul adalah

keterampilan berpikir lancar, hal ini dibuktikan dengan nilai rata–rata

keterampilan berpikir lancar 9,6 dan hasil observasi selama proses

pembelajaran berlangsung, hal ini disebabkan karena sebagian besar siswa

sudah mampu mencetuskan dan memberikan banyak langkah atau cara dalam

penyelesaian masalah.

4. Indikator kemampuan berpikir kreatif matematis yang kurang muncul adalah

keterampilan berpikir orisinil dan keterampilan mengevaluasi, hal ini

dibuktikan dengan hasil observasi selama proses pembelajaran berlangsung dan

nilai rata–rata keterampilan berpikir orisinil 5,4 keterampilan mengevaluasi

3,7. Hal ini disebabkan karena siswa dalam menyelesaikan soal tidak mampu

melahirkan cara–cara yang tidak lazim (cara baru) digunakan oleh siswa

lainnya dan siswa tidak terbiasa mengevaluasi atau memberi kesimpulan pada

setiap soal. Selain itu faktor kemampuan guru dalam pelaksanaan pembelajaran

yang tidak mampu memunculkan keterampilan berpikir orisinil dan

keterampilan mengevaluasi.

5. Untuk mengakses dan memonitor kemampuan berpikir kreatif matematis,

(43)

108

6. Berdasarkan hasil tes yang diperoleh maka tingkat kemampuan berpikir kreatif

matematis siswa kelas V berada pada level atau tingkat kreatif. Hal ini

dibuktikan dengan jawaban siswa yang mampu memunculkan setiap indikator

berpikir kreatif matematis pada setiap soal yang diberikan, yaitu siswa mampu

mencetuskan banyak gagasan, jawaban dan penyelesaian masalah juga

memberikan banyak cara untuk melakukan banyak hal, mampu menghasilkan

banyak gagasan, jawaban yang berfareasi dan dapat melihat suatu masalah dari

sudut pandang yang berbeda, menggunakan cara yang tidak lazim yang

digunakan siswa lainnya, mampu memperkaya dan mengembangkan suatu

gagasan dan merinci detail–detail dari suatu gagasan sehingga lebih menarik,

mampu menentukan patokan penilaian sendiri dan menentukan apakah suatu

pertanyaan atau gagasan benar atau tidak, tetapi untuk keterampilan berpikir

orisinal dan keterampilan mengevaluasi hanya sebagian siswa yang mampu

menggunakannya. Dari ketiga tes yang diberikan maka diperoleh nilai rata–rata

pada materi volume balok 8,1, materi bangun datar 7,5 dan materi luas persegi

panjang 7,1. Nilai rata–rata dari ketiga tes tersebut apabila di lihat dalam

pengkategorian berpikir kreatif matematis menempati tingkat atau level kreatif.

7. Dari hasil penelitian ini, terdapat banyak faktor yang dapat meningkatkan

kemampuan berpikir kreatif matematis diantaranya:

a. Penggunaan metode yang digunakan oleh guru sudah tepat.

(44)

c. Guru memberikan kebebasan kepada siswa untuk menyelesaikan masalah

sendiri atau bekerjasama dengan kelompoknya.

d. Soal–soal penyelesaian masalah yang diberikan kepada siswa sudah

berpotensi memunculkan indikator–indikator berpikir kreatif matematis.

8. Selain faktor yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis,

terdapat pula faktor yang membuat siswa kesulitan untuk memunculkan

kemampuan berpikir kreatif matematis yaitu;

a. Faktor internal yaitu faktor yang muncul dari dalam diri siswa, seperti:

perbedaan kemampuan yang dimiliki siswa dalam memahami materi, rasa

malu/minder atau tidak percaya diri akan kemampuannya.

b. Faktor eksternal yaitu faktor yang muncul dari luar diri siswa, meliputi:

kemampuan guru untuk mengemas pembelajaran termasuk didalamnya

penggunaan strategi pembelajaran, media dan sumber pelajaran yang

mampu memunculkan kemampuan berpikir kreatif matematis, pemberian

motivasi. Hal ini terjadi pada proses pembelajaran bangun datar kemampuan

berpikir kreatif matematis tidak muncul karena LKS yang dibuat oleh guru

tidak mampu memfasilitasi kemampuan berpikir kreatif matematis.

9. Terdapat beberapa hambatan dalam memunculkan kemampuan berpikir kreatif

matematis pada saat proses pembelajaran matematika yaitu:

a. Siswa tidak berkonsentrasi

b. Materi prasyarat belum dikuasai oleh sebagian siswa, seperti siswa belum

hapal akan perkalian, rumus bangun ruang, sifat–sifat bangun datar,

(45)

110

c. Adanya keragu–raguan atau ketidak pedean siswa dalam mengerjakan

soal-soal, hal ini ditandai adanya sebagian siswa yang menyontek.

B. SARAN

1. Kemampuan berpikir kreatif matematis merupakan hal yang sangat penting

diberikan dalam pembelajaran matematika, karena diharapkan siswa

mempunyai kemampuan berpikir kreatif matematis karena kemampuan ini

merupakan salah satu kemampuan yang dikehendaki dunia kerja, kemampuan

berpikir kreatif juga menjadi penentu keunggulan suatu bangsa. Daya

kompetitif suatu bangsa sangat ditentukan oleh kreativitas sumber daya

manusianya.

2. Penggunaan penekatan dalam pembelajaran harus inovatif, salah satunya

adalah pedekatan Contextual Teaching Learning, sebagai alternatif untuk

meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis, penggunaan alat peraga

yang tepat untuk menjembatani pengetahuan yang akan diterima oleh siswa,

soal–soal penyelesaian masalah yang berpotensi memunculkan indikator–

indikator berpikir kreatif matematis, sebagai sarana untuk memunculkan

kemampuan berpikir kreatif matematis.

3. Bagi peneliti lain yang berminat tentang kemampuan berpikir kreatif

matematis, disarankan untuk melakukan penelitian lanjut karena kemampuan

berpikir kreatif matematis dipandang sebagai suatu kemampuan yang harus

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, M. Z. (2012). Pengertian Matematika. Artikel. [online]. Tersedia di http://www.masbied.com/2012/02/18/pengertian-matematika/.

Alwasilah, C. (2011). Pokoknya Kualitatif ( edisi Revisi).Jakarta : Pustaka Jaya.

Arikunto, S. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi revisi). Jakarta: Bumi Aksara

Bungin, B. (2003 ). Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta : Rajawali Pers. Badan Nasional Standar Pendidikan. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan. Jakarta. Depdiknas.

Creswell ,J. (2010 ). Reasearch Design ( pendekatan kualitatif, kuantitatif dan

Mixed ). Yogyakarta : Pustaka Belajar.

De Poter R, dkk. (2000). Quantum Learning. Membiasakan Belajar Dan Nyaman. Alih Bahasa Alwiyah Abdulrahman. Bandung: Kaifa

Depdiknas. (2006). Kerangka Dasar dan Struktural Kurikulum Tingkat Sekolah

Dasar/Marasah Ibtidaiyah. Jakarta: Media Pustaka.

Edistria, E. (2012). Pengaruh Penerapan Hypnoteaching dalam Problem – Based Learning Terhadap Kemampuan Berkomunikasi dan Berpikir Kreatif Siswa Menengah Pertama. Tesis. SPS. UPI. Tidak Dipublikasikan.

Ekawati, E. & Sumaryanta. (2011). Pengembangan Instrumen Penilaian

Pembelajaran Matematika SD/SMP. Yogyakarta. Departemen

Pendidikan Nasional.

Filsaime, K. D. (2007). Menguak Rahasia Berpikir Kritis dan Kreatif. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Hartono. (2009).Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif dan

Aplikasi Matematika Siswa pada Pembelajaran Open-Ended dengan

Konvensional di Sekoalah Menengah Pertama. Disertasi. SPS. UPI.

Tidak Dipublikasikan.’

Herman, T. (2004). Mengajar dan Belajar Matematika dengan Pemahaman,

Jurnal Mimbar Pendidikan No. 1 Tahun XXIII. Bandung: University

(47)

113

Herman, T. & Sabandar J. (2005). Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik siswa SMA Jurusan IPA Melalui Pembelajaran Dengan Pendekatan Induktif-Deduktif. Makalah prosiding Seminar Nasional Matematika. Bandung,20 Agustus 2005.Jurusan PMIPA UPI.

Hodiyah, Dedeh. (2009). Implentasi Strategi Pembelajaran

THINK-TALK-WRITE Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Dan Koneksi matematik Siswa SMA. Tesis. SPS. UPI. Tidak

Dipublikasikan.

Livne, N.L. (2008) Enhanching Mathematical Creativity through Multiple

Solution to Open-Ended Problems Online. [Online] Tersedia:

http://www.iste.org/Content/NavigationMenu/Research/NECC_Resea rch_Paper_Archives/NECC2008/Livne.pdf. [ 8 juni 2012].

Mahmudi, Ali. (2010). Pengaruh Pembelajaran Dengan Strategi MHM Berbasis

masalah Terhadap Kemampuan Berpikir kreatif, Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Disposisi Matematis Serta Persepsi Terhadap Kreatifitas. Disertasi. SPS. UPI. Tidak Dipublikasikan.

Mann, E. L. (2005). Mathematical Creativity and School Mathematics: Indicators

of Mathematical Creativity in Middle School Students. Disertasi

University of Connecticut. [Online]. Tersedia:

http://www.gifted.uconn.edu/Siegle/

Dissertations/Eric%20Mann.pdf. [15 Desember 2011].

Martin. (2009). Convergent and Divergent Thinking. [Online] Tersedia:

http://www.eruptingmind.com/convergent-divergent-creative-thinking/. [20 juli 2011].

Matlin, M. W. (2003). Cognition. Third Edition. State University of New York, Geneseo.

McGregor, D. (2007). Developing Thinking Developing Learning. Poland: Open University Press.

Miles, B. & Huberman M. (2009). Analisis Data Kualitatif. Jakarta : Universitas Indonesia Press.

(48)

Mulyana. T & Sabandar J. (2005). Upaya Meningkatkan kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Siswa SMA Jurusan IPA Melalui Pembelajaran Dengan Pendekatan Deduktif–Induktif.

Munanadar, U. (2002). Pengembangan Kreatifitas Anak Berbakat. Jakarta. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.

Munandar, U. (1999). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineca Cipta.

Munanadar, U & Semiawan, C. (1990). Memupuk Bakat dan Kreatifitas Siswa

Sekolah Menengah. Jakarta. PT Gramedia.

Ratnaningsih, N. (2007). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual terhadap

Kemampuan Berpikir Kritis & Kreatif matematik Serta Kemandirian Belajar Siswa SMA. Disertasi. UPI.

Ruseffendi, H. E. T. (1998). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang non

Eksaka Lainnya. Semarang. IKIP Semarang.

Siswono, Y.E. T. (2004). Identifikasi Proses Berpikir Kreatif dalam Pengajuan

Masalah (Problem Posing) Matematika Berpandu dengan model Wallas dan Creative Problem Solving (CPS). Jurusan Matematika

FMIPA Unesa.

Suhadi. (2010). Penelitian Sosial : Suatu Perspektif awal Untuk Peneliti

Pemula.Artikel.[online]. Tersedia di http//www. ml.scribd.com/doc/24844905/Bab-7-Pengolahan-Data-Kualitatif.[15 Desember 2011].

Suherman, E & Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan

Pembelajaran Matematika. Bandung. Wijaya Kusuma.

Sukmadinata, N. S, (2004). Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung: Kusuma Karya

Sumarmo. U. (2010). Berpikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan

Bagimana Mengembangkan Pada Peserta Didik, Makalah. FMIPA

UPI.

Park, H. (2004). The Effects of Divergent Production Activities with Math Inquiry

and Think Aloud of Students With Math Difficulty. Disertasi. [Online]

Tersedia:http://txspace.tamu.edu/bitstream/handle/1969.1/2228/etd-

(49)

115

Pehnoken, E. (1997). The State-of-Art in Mathematical Creativity. Zentralblatt für Didaktik der Mathematik (ZDM)–The International Journal on

Mathematics Education. [Online]

Tersedia:http://www.emis.de/journals/ZDM/zdm 973a1.pdf. [13 Desember 201

Gambar

TABEL 3.1 PEDOMAN PENSKORAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS

Referensi

Dokumen terkait

menggunakan model kontekstual lebih baik dari pada siswa yang belajar dengan.

Jawaban Siswa pada Soal Indikator I Kategori II Gambar 2 menunjukkan bahwa siswa telah benar dalam menjawab soal, tetapi tanpa alasan yang kuat dan kurang lengkap. Siswa belum

Pada tahap inkubasi, siswa ditanya tentang yang diketahui dan yang ditanyakan dalam soal dan siswa bisa menjawab pertanyaan tersebut dengan benar.. Siswa juga bisa

Pada aspek ketiga kemampuan berpikir kritis siswa yaitu Evaluasi, terdiri dari 7 soal tes dimana sebanyak 12 siswa dapat menjawab dengan benar pada soal nomor tiga belas atau

Pada kecerdasan logis matematis kategori tinggi Siswa mampu menyelesaikan soal himpunan dengan memenuhi indikator kecerdasan logis matematis yaitu mengidentifikasi informasi yang

TABEL 1 Analisis Presentase Indikator 1 Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Indikator Kemampuan No Soal Eksperimen Kontrol Kelancaran Fluency Siswa dapat menjawab

Pertama, siswa belum terbiasa dalam menyelesaikan soal-soal matematika yang bersifat terbuka soal yang memiliki beragam jawaban atau solusi penyelesaian masalah, menyebabkan siswa

Berdasarkan jawaban subjek DA, ditinjau dari jawaban siswa, siswa belum bisa memahami maksud dari soal dan menjawab hampir benar dari soal yang diberikan, namun siswa sudah berusaha