• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAYANAN DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING UNTUK MENGEMBANGKAN EMPATI SISWA SEKOLAH DASAR : Studi Kasus di SD Negeri Nogotirto Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2011/2012.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "LAYANAN DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING UNTUK MENGEMBANGKAN EMPATI SISWA SEKOLAH DASAR : Studi Kasus di SD Negeri Nogotirto Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2011/2012."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

UCAPAN TERIMA KASIH………... vi

DAFTAR ISI……….. ix

DAFTAR TABEL……….. xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian………..

B. Rumusan Masalah dan Fokus Kajian………..

C. Tujuan penelitian………...

A. Konsep Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar………. B. Konsep Bimbingan dan Konseling Perkembangan

(2)

A. Pendekatan dan Metode Penelitian………

B. Unit Analisis………

C. Definisi Operasional Variabel………

D. Teknik Pengumpulan Data……….

E. Analisis Data………...

F. Pemeriksaan Keabsahan Data………... G. Tahap-tahap Penelitian………...

BAB IV. DESKRIPSI HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

A. Hasil Penelitian………..

BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Dewasa ini fenomena kekerasan sudah menjadi suatu tradisi yang melekat dalam masyarakat Indonesia. Tak seharipun media massa melewatkan pemberitaan tentang kekerasan, kekejaman, atau kejahatan. Kekerasan memang meningkat, baik dalam jumlah, jenis, maupun kualitasnya. Lebih dari itu, pelaku maupun korban makin beragam, baik ditinjau dari jenis kelamin, latar belakang, maupun tingkatan usia. Hampir setiap persoalan di negeri ini diselesaikan dengan kekerasan dan kekerasan sudah menjadi budaya yang tertanam kuat dalam masyarakat dan sangat di sayangkan budaya kekerasan ini sampai merambah kedunia pendidikan dan yang menjadi aktor dari kekerasan tersebut adalah para siswa sendiri. Bahkan kekerasan tidak hanya terjadi di jenjang pendidikan tinggi akan tetapi sudah merambah sampai pendidikan yang paling rendah seperti sekolah dasar. Hal ini memberikan potret suram bagi dunia pendidikan.

(4)

duduk di kelas satu dengan cara memukul, menyuruh korban meminum air di kamar mandi, menyiramnya dengan air hingga basah kuyup sehingga membuat korban menjadi trauma untuk berangkat ke sekolah. Sungguh, hal ini berbanding terbalik dengan fungsi sekolah yang merupakan tempat untuk tempat untuk mengembangkan prestasi, mengembangkan potensi dan mengarahkan siswa pada perubahan perilaku yang positif.

Aksi siswa mengejek, mengolok-olok atau meghina teman lainnya sampai saat ini masih terjadi. Perilaku tersebut dianggap sebagai hal yang sangat biasa, hanya sebatas relasi sosial antar siswa saja, padahal hal tersebut mengarah pada bentuk bullying. Sering tidak disadari konsekuensi yang terjadi jika siswa mengalami bullying. Kasus-kasus tersebut merupakan beberapa contoh perrilaku bullying. Dalam dunia pendidikan, istilah bullying merujuk pada perilaku agresif

yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang atau sekelompok siswa atau siswi lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut (Coloroso, 2006).

(5)

Hasil penelitian-penelitian terdahulu ditemukan bahwa karakteristik pelaku bullying adalah memiliki tingkat agresivitas yang tinggi dan kemampuan berempati yang rendah. Siswa sekolah dasar (SD) adalah kelompok usia anak-anak yang sedang mengalami perubahan dan perkembangan diri dalam segala aspek. Salah satu perkembangan diri yang dialami mereka adalah pekembangan sosioemosional. Empati merupakan satu konstruk yang membantu perkembangan sosioemosional anak. Menurut Borba (2008) empati merupakan kemampuan memahami perasaan dan kekhawatiran orang lain. Dengan empati anak dapat memahami, merasakan, menghayati orang lain karena dalam proses empati ini berlangsung proses pengertian dan perasaan yang dinyatakan bentuk hubungan antar pribadi. Dengan kemampuan empati yang dimiliki oleh anak membantu mereka untuk mencegah perilaku yang mengarah pada kekerasan. Berdasarkan hal ini, sekolah dapat mencegah kekerasan yang terjadi disekolah dengan meningkatkan empati pada diri siswa.

Penanaman empati sebagai inti dari pendidikan moral atau budi pekerti akan mampu menyentuh perkembangan perilaku siswa secara mendasar, apabila penanaman empati tersebut ditanamkan pada siswa sejak usia dini. Jika penanaman empati tersebut diberikan pada siswa setelah menginjak dewasa maka tidak akan begitu berpengaruh secara mendasar terhadap karakter dan pembentukan pribadi siswa.

(6)

Hasil studi pendahuluan di SD Negeri Nogotirto menunjukkan terdapat fenomena rendahnya kemampuan berempati, hal itu terlihat dalam sikap senang melihat orang lain dalam kesulitan, tidak merasa bersalah setelah menyakiti fisik dan hati orang lain, mengutamakan kepentingan diri sendiri, tidak menunjukkan penghargaan pada orang lain, tidak memikirkan konsekuensi dari suatu perbuatan, dan senang menonjolkan diri/ sombong. Guru juga masih belum memiliki kesadaran untuk mengembangkan perilaku empati dalam proses pembelajaran maupun dalam keteladanan berperilaku sehingga siswa tidak memiliki contoh untuk mengembangkan kemampuan empatinya. Hal ini ditunjukkan dengan guru yang masih memberikan label siswa bodoh, nakal, memanggil dengan nama julukan.

Hasil penyebaran instrumen pelaku bullying pada siswa kelas III SD Negeri Nogotirto Yogyakarta menunjukkan bahwa karakteristik siswa yang bullying adalah menunjukkan kemampuan empati yang rendah dan tingkat

agresivitas yang tinggi.

(7)

karena ada perasaan balas dendam dan menganggap hal tersebut sebagai suatu kewajaran (Sejiwa.or.id, 2006). Untuk siswa kelas tiga menguatkan bahwa kemampuan berempati merupakan suatu kebutuhan siswa. Hal ini sejalan dengan Standar Kompetensi Kemandirian pada Siswa Sekolah Dasar khususnya dalam aspek perkembangan landasan perilaku etis, kematangan emosi, kesadaran tanggung jawab sosial, pengembangan diri, serta kematangan hubungan dengan teman sebaya. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan untuk memiliki perilaku empati perlu dikembangkan.

(8)

berkembangnya kemampuan empati siswa diharapkan dapat mencegah tindak kekerasan atau perilaku bullying siswa.

B. Rumusan Masalah dan Fokus Kajian

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Guru belum menunjukkan perilaku empati, misalnya memanggil siswa dengan julukan, sehingga siswa tidak mempunyai contoh untuk mengembangkan empatinya.

2. Konsep bimbingan dan konseling di sekolah dasar menuntut guru kelas untuk memberikan layanan bimbingan dan konseling.

3. Bimbingan dan konseling komprehensif memberi ruang kepada guru untuk mengembangkan kompetensi-kompetensi pada melalui layanan dasar.

4. Penelitian ini lebih berorientasi pada layanan dasar untuk mengembangkan empati siswa

C. Tujuan Penelitian

(9)

D. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana bentuk layanan dasar bimbingan dan konseling untuk mengembangkan empati siswa kelas tiga SD Negeri Nogotirto Sleman Yogyakarta.

2. Bagaimana pelaksanaan layanan dasar bimbingan dan konseling untuk mengembangkan empati siswa kelas tiga SD Negeri Nogotirto Sleman Yogyakarta.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat dalam pengembangan ilmu maupun pelaksanaan bimbingan dan konseling, khususnya dalam jalur pendidikan formal.

1. Manfaat teoretik

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah pendidikan, khususnya dalam proses pembelajaran dapat ditumbuhkan kemampuan empati sebagai penguatan pada setiap mata pelajaran, sehingga keseluruhan mata pelajaran akan saling mendukung untuk mengembangkan empati.

2. Manfaat empirik

(10)

BAB III

PROSEDUR PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian

Tujuan penelitian adalah menghasilkan layanan dasar bimbingan dan konseling yang terintegrasi dalam mata pelajaran untuk mengembangkan empati siswa SD Negeri Nogotirto Sleman Yogyakarta. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Melalui metode ini diharapkan dapat menghasilkan layanan bimbingan yang sesuai dengan karakteristik siswa SD Negeri Nogotirto Sleman Yogyakarta.

Alasan menggunakan metode ini karena unit analisis telah ditentukan berjumlah empat orang. Studi kasus dalam penelitian ini bersifat sebagai sarana (instrumen) pembukti atas konsep dan teori peneliti. Penelitian studi kasus dapat diarahkan pada fokus tertentu, sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian, yaitu dengan menggunakan unit analisis. Jadi, unit analisis sebenarnya merupakan bentuk upaya dari pengarahan penelitian studi kasus tersebut.

B. Unit Analisis

(11)

orang yang berstatus sebagai siswa kelas III SD Negeri Nogotirto Sleman Yogyakarta.

Tabel 3.1

Identitas Unit Analisis Penelitian

No Kode Siswa Jenis Kelamin

1 RC Laki-laki

2 FJ Laki-laki

3 DF Laki-laki

4 RD Laki-laki

C. Definisi Operasional Variabel

Layanan dasar bimbingan merupakan layanan bantuan bagi siswa melalui kegiatan-kegiatan kelas atau di luar kelas, yang disajikan secara terintegrasi dalam pembelajaran, dalam rangka membantu siswa mengembangkan kemampuan empatinya secara optimal.

(12)

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, catatan anekdot , dan daftar cek perilaku.

Observasi atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung (Sukmadinata, 2007). Observasi yang dilakukan adalah observasi partisipatif dimana peneliti melibatkan diri dalam situasi sosial. Dalam observasi ini peneliti melibatkan diri menjadi guru kelas dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, IPS, PPKn, dan Pendidikan Jasmani. Diluar pelajaran tersebut peneliti mengamati perilaku guru maupun siswa selama proses pembelajaran di sekolah. Adapun pedoman observasi terkait dengan perilaku guru dalam pembelajaran sebagai studi pendahuluan dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2

1 Sikap dan pandangan guru terhadap

bullying

2 Sikap dan pandangan guru terhadap empati

3 Perilaku guru dalam pembelajaran

4 Karakteristik guru

(13)

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan responden yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2006). Wawancara bertujuan untuk mengetahui hal-hal yang tidak dapat diketahui dalam observasi dan mengetahui apa yang terkandung dalam pikiran, pandangan, dan hati responden. Wawancara dilakukan kepada guru kelas, guru olah raga dan kepala sekolah. Pedoman wawancara untuk mengetahui persepsi guru tentang perilaku bullying, dan empati dapat dilihat pada Tabel 3.3 sebagai berikut:

Tabel 3.3

1 Apakah guru mengetahui tentang perilaku bullying dan apa

pendapatnya?

2 Apakah di kelas guru pernah terjadi

bullying? Jika ya, apa bentuknya?

3 Siapa saja siswa yang sering melakukan bullying?

4 Apakah guru mengetahui penyebab terjadinya bullying dan apa

pendapatnya?

5 Tindakan apa yang telah dilakukan guru ketika bullying terjadi? 6 Menurut guru apakah mengajarkan

anak berempati itu penting? Mengapa?

7 Apakah guru pernah mengajarkan empati pada siswa dalam proses pembelajaran?

8 Apakah guru pernah memberikan layanan bimbingan dan konseling? 9 Bentuk layanan bimbingan dan

(14)

Selanjutnya untuk pengumpulan data siswa untuk melihat sikap empati dan agresinya dipergunakan daftar cek perilaku. Check list adalah salah satu alat observasi, yang ditujukan untuk memperoleh data, berbentuk daftar berisi faktor-faktor berikut subjek yang ingin diamati oleh observer, di mana observer dalam pelaksanaan observasi di lapangan tinggal memberi tanda check (cek, atau biasanya dicentang) pada list faktor-faktor sesuai perilaku subjek yang muncul, di lembar observasi, sehingga memungkinkan observer dapat melakukan tugasnya secara cepat dan objektif, sebab observer sudah “membatasi diri” pada ada – tidaknya aspek perbuatan subjek, sebagaimana telah dicantumkan didalam list. Cek perilaku dilaksanakan pada saat pemberian layanan yaitu layanan pertama, kedua, ketiga keempat dan kelima . Daftar cek perilaku dapat dilihat pada Tabel 3.4 berikut:

Tabel 3.4

Daftar Cek Perilaku Empati Siswa

Nama : 1 Membantu orang lain yang

dalam kesulitan 2 Meminta maaf setelah

menyakiti fisik/hati orang lain

3 Tidak mementingkan kepentingan sendiri 4 Menghargai orang lain 5 Tidak menyombongkan

diri

(15)

Tabel 3.5

Daftar Cek Perilaku Agresi Siswa

(16)

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai di lapangan. Analisis data sebelum di lapangan dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan atau data sekunder, yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian. Nasution (Sugiyono, 2008) mennyatakan bahwa analisis data telah dimulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian.

Dalam penelitian ini, peneliti sudah mulai mengumpulkan data sejak bulan September 2011, tetapi secara intens baru mulai bulan Maret 2012 hingga bulan Mei 2012.

F. Pemeriksaan Keabsahan Data

Menurut Moleong (2006) beberapa teknik pemeriksaan keabsahan data adalah sebagai berikut:

1. Perpanjangan Keikutsertaan

Dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan instrumen itu sendiri. Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat, tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan pada latar penelitian.

(17)

Dalam hal ini peneliti terjun langsung berperan sebagai guru di SD Negeri Nogotirto.

2. Ketekunan Pengamatan

Ketekunan pengamatan berarti mencari secara konsisten interpretasi dengan berbagai cara dalam kaitan dengan proses analisis yang konstan maupun tentatif. Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.

Peningkatan ketekunan pengamatan dapat meningkatkan kredibilitas data karena peneliti dapat melakukan pengecekan kembali apakah data yang telah ditemukan tersebut benar atau salah. Peneliti dapat memberikan deskripsi data yang akurat dan sistematis tentang apa yang diamati.

G. Tahap-tahap Penelitian

Langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Studi pendahuluan

(18)

2. Studi literatur dan pemotretan kondisi objetif di lapangan

Studi pustaka dilakukan untuk menelaah konsep bullying, bentuk-bentuk bullying, faktor-faktor penyebab bullying, konsep empati, faktor-faktor

penghambat dan pendukung empati dan penelitian terdahulu mengenai bullying dan empati. Sumber informasi yang digunakan untuk mendapatkan data dan fakta tentang bullying dan empati adalah buku tes, jurnal, laporan penelitian, dan artikel yang relevan di internet.

Telaah empiris dilakukan untuk memperoleh gambaran dinamika bullying pada siswa kelas tiga SD Negeri Nogotirto, khususnya menyangkut bentuk-bentuk bullying yang terjadi. Untuk kepentingan tersebut dilakukan wawancara dan observasi kepada tiga orang guru .

(19)

3. Pengembangan dan Validasi Layanan.

Setelah gambaran teoritis dan empiris mengenai layanan dasar bimbingan serta data awal mengenai karakteristik pelaku bullying diperoleh, maka kegiatan selanjutnya adalah mengembangkan layanan berdasarkan karakteristik unit analisis yang sudah ditetapkan.

Berdasarkan hasil analisis teoritis dan empiris tentang karakteristik pelaku bullying, maka dikembangkan layanan dasar bimbingan dan konseling untuk

mengembangkan empati siswa. Layanan ini berisi rumusan tentang rasional, tujuan, langkah-langkah, dan rencana kegiatan. Validasi layanan dilakukan oleh dosen pembimbing. Hasilnya ditindaklanjuti dengan melakukan revisi agar menjadi lebih operasional.

4. Pelaksanaan layanan

Layanan dasar bimbingan dan konseling untuk mengembangkan empati siswa ini diberikan kepada seluruh siswa kelas tiga SD Negeri Nogotirto Sleman Yogyakarta. Layanan ini dilaksanakan secara terintegrasi dalam mata pelajaran PKn, Bahasa Indonesia, IPS, dan Pendidikan jasmani.

5. Analisis dan kesimpulan

(20)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Empati muncul secara alamiah dan sejak dini, tetapi tidak ada jaminan bahwa kelak kapasitas untuk bisa memahami perasaan orang ini bisa berkembang baik. Meskipun anak-anak lahir dengan kapasitas berempati, empati tetap perlu ditumbuhkan karena jika tidak, tak akan berkembang. Layanan dasar bimbingan dan konseling sebagai salah satu cara untuk mengembangkan empati siswa dapat dilaksanakan secara terintegrasi dalam mata pelajaran melalui media permainan, story telling, dan role playing. Rancangan pelaksanaan pembelajaran

mengintegrasikan standar kompetensi kemandirian peserta didik dan standar kompetensi mata pelajaran melalui langkah-langkah orientasi, skenario, simulasi, dan refleksi. Layanan dasar bimbingan dan konseling yang terintegrasi dalam pembelajaran mampu mengembangkan empati siswa. Hal ini ditunjukkan dengan perilaku empati siswa yang mampu meminta maaf, bekerjasama, dan menghargai orang lain.

B. Rekomendasi

1. Bagi Guru Kelas

(21)

Didik. Dalam pelaksanaannya guru dapat menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran yang mengintegrasikan bimbingan dan konseling melalui langkah-langkah pembelajaran yaitu orientasi, skenario, simulasi, dan refleksi.

Pada tahap orientasi guru menyajikan topik yang akan dibahas dan konsep yang akan digunakan dalam aktivitas pembelajaran. Pada tahap skenario guru menyusun sebuah skenario yang memaparkan peran, aturan siswa dan guru, serta tujuan simulasi. Guru mengatur dan memimpin siswa serta memastikan bahwa siswa telah memahami semua arahan dan bisa melaksanakan perannya masing-masing. Pada tahap simulasi siswa berpartisipasi dalam permainan atau simulasi. Secara periodik, permainan simulasi bisa dihentikan sehingga siswa dapat menerima umpan balik, mengevaluasi penampilan, dan mengklarifikasi kesalahan-kesalahan konsepsi. Pada tahap refleksi, guru dapat membantu siswa menyimpulkan hal-hal yang dilakukan pada pelaksanaan simulasi, menyimpulkan kesulitan-kesulitan dan pandangan-pandangan siswa, menganilisis proses simulasi, membandingkan aktivitas simulasi dengan dunia nyata, serta mengevaluasi pembelajaran dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan reflektif. Dalam tahap ini pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tidak hanya mengungkap kompetensi dasar mata pelajaran saja, tetapi juga kompetensi kemandirian peserta didik.

(22)

identifikasi, guru mengungkap apa yang dirasakan oleh siswa dalam kegiatan yang telah dilaksanakan. Pada tahap analisis, guru mengajak siswa untuk berdiskusi tentang apa yang terjadi dalam kegiatan, dan mengapa hal tersebut bisa terjadi. Sedangkan pada tahap generalisasi, guru mengajak siswa untuk berpikir apabila menghadapi situasi-situasi sejenis atau berbeda, serta untuk berdiskusi tentang manfaat yang dapat diambil dari kegiatan yang telah dilakukan. Melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif guru dapat mengembangkan kemampuan akademik dan kemampuan empati siswa.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti lebih lanjut melalui penelitian tindakan kelas agar diperoleh pembelajaran yang mengintegrasikan bimbingan dan konseling di sekolah dasar sehingga dapat meningkatkan kesadaran guru terhadap pentingnya layanan bimbingan dan konseling di sekolah dasar. b. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti lebih lanjut mengenai

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Borba, Michele. (2008). Membangun Kecedasan Moral. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Budiningsih, C A. (2004). Pembelajaran Moral. Berpijak pada Karakteristik Siswa dan Budayanya. Jakarta : Rineka Cipta.

Djiwandono, S.E.W. (2005). Konseling dan Terapi dengan Anak dan Orang tua. Jakarta : Grasindo.

Edi Purwanto. (2010). Alternatif Pemecahan Perilaku Bullying Pada Anak

Sekolah Dasar.Tersedia:

http://adriwindrardi.wordpress.com/2009/09/12/perilaku-negatif-anak-sekolah-dasar/ 2 Desember 2010

Farida Hanum. (2006). Fenomena Tindak Kekerasan yang dialami Anak di Rumah dan di Sekolah. UNY: Laporan penelitian.

Furqon. (Ed.). (2005). Konsep dan aplikasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Geldard, K. & Geldard, D. (2010). Counseling Children : A practical Introduction. New Delhi : Sage Publications.

Gysbers, Norman c & Patricia Henderson. (2006). Developing and Managing Your School Guidance and Cunseling Program. USA: ACA

Ipah Saripah. (2010). Model Konseling Kognitif Perilaku untuk Menanggulangi Bullying Siswa (Studi Pengembangan Model Konseling pada Siswa Sekolah dasar di Beberapa Kabupaten dan Kota di Jawa Barat tahun ajaran 2008/2009). Bandung: PPS UPI. (tidak diterbitkan)

Juntika Nurihsan, A. (2005). Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Refika Aditama

Kartadinata, Sunaryo, dkk. (2002). Bimbingan di Sekolah Dasar. Bandung: CV. Maulana.

Limber, S.P. (2002). Adressing Youth Bullying Behaviour. American Medical

Association. (On Line). Tersedia:

(24)

Moleong, Lexy J. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif edisi revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Monks, F.J., Knoers, A.M.P., Haditono, S.R. (2004). Psikologi Perkembangan. Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Muro, J.James, Kottman Terry. (1995). Guidance and Counseling in the Elementary and Middle Schools. United States of America: Wim.C.Brown Communications, Inc.

Myrick, Robert D. (1993). Developmental Guidance and Counseling: A Practical Approch Second Edition. United States of America: Educational Media Corporation.

Nurihsan. (2011). Membangun Peradaban Bangsa Indonesia Melalui Pendidikan dan Bimbingan Komprehensif yang Bermutu. Pidato pengukuhan Prof.Dr.H.Juntika Nurihsan, M.Pd.

Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. (2007). Depdiknas

Rusmana, Nandang. (2009). Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah (metode, teknik dan aplikasi). Bandung: Rizqi Press

Rusmana, Nandang. (2009). Permainan (game and play). Bandung: Rizqi Press. Santrock, J.W. (2007). Perkembangan Anak edisi 11 (Terjemahan). Jakarta :

Erlangga.

Schwartz, D.dkk. (2005). Victimization in the Peer Group and Children’s

Academic Functioning. Journal of Educational Psychology, 97, 425 – 435. Sejiwa. (2008). Bullying : Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan

Sekitar Anak. Jakarta : Grasindo.

Smith, PK., Pepler, D. and Rigby, K. (2007). Bullying in Schools : How successful can Interventions be? diunduh 20 Nov 2010, dari www.cambridge.org

Sugiyono.(2008). Metode Peneltitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D). Bandung: Alfabeta

(25)

Tempo interaktif (2009). Komnas Perlindungan Anak minta Depdiknas Sikapi

Bullying. (On line). Tersedia:

http://www.tempointeraktif.com/hg/pendidikan/2009/11/22/brk,20091122-209789,id.html. 19 April 2011.

Gambar

Tabel 3.1
Tabel 3.2 Pedoman Observasi
Tabel 3.3 Pedoman Wawancara
Tabel 3.4 Daftar Cek Perilaku Empati Siswa
+2

Referensi

Dokumen terkait

Jenis hasil hutan yang dimanfaatkan masyarakat di sekitar Kawasan Tahura adalah hasil hutan bukan kayu yaitu bambu regen, bambu bulak, 130 jenis tumbuhan

Peranan Penuntun Praktikum Berbentuk Komik Terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa Sma Pada Praktikum Uji Urin.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Terlihat bahwa unit Pemasaran III memiliki unit biaya eksternal paling tinggi, hal ini disebabkan karena unit Pemasaran tersebut memilik unit ICC yang jauh lebih tinggi

Jika di dalam agama Islam aliran sesat adalah aliran yang mengingkari es- ensi dari Islam itu sendiri, yang tidak se- suai dengan Al-Qur’an maupun Hadist Rasulullah SAW..

Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang menyatakan bahwa pembelajaran dengan menerapkan simulasi komputer membantu mahasiswa memahami materi fisika dasar

Hasil: Berdasarkan uji hipotesis dengan metode Mc Nemar didapati nilai p sebesar 0,021 (CI 95%) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara kejadian limfadenitis TB pada

secara deskriptif menunjukkan bahwa jumlah titik api yang meningkat pada bulan Januari, Mei dan Agustus tidak mempengaruhi insiden ISPA yang terjadi di Kabupaten

Bagi Perusahaan/Penyedia jasa yang diundang, apabila tidak dapat/tidak mampu menyampaikan dokumen sebagaimana yang dipersyaratkan dalam persyaratan undangan kualifikasi tersebut