• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENDEKATAN TAKTIS DAN TRADISIONAL TERHADAP INTENSITAS BELAJAR BULUTANGKIS DAN KEBUGARAN JASMANI SISWA : Studi eksprimen pada siswa kelas V dan VI SD Negeri Karamatmulya 2 Soreang Kab. Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PENDEKATAN TAKTIS DAN TRADISIONAL TERHADAP INTENSITAS BELAJAR BULUTANGKIS DAN KEBUGARAN JASMANI SISWA : Studi eksprimen pada siswa kelas V dan VI SD Negeri Karamatmulya 2 Soreang Kab. Bandung."

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENDEKATAN TAKTIS DAN TRADISIONAL TERHADAP INTENSITAS BELAJAR BULUTANGKIS DAN KEBUGARAN

JASMANI SISWA

(Studi Eksperimen Pada Siswa SDN Karamatmulya II Soreang Kabupaten Bandung)

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi

Pendidikan Olahraga

Oleh

UNANG KRISTIAN SP.d 1007072

PENDIDIKAN OLAHRAGA SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

Unang Kristian, 2013

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING :

PEMBIMBING I,

Prof. Dr. H. Adang Suherman , M.A. NIP : 19630618 198803 1 002

PEMBIMBING II,

Dr. Herman Subarjah, M.Si. NIP : 19600918 198603 1 003

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Pendidikan Olah Raga Sekolah Pascasarjana UPI

(3)

Unang Kristian (2012): Pengaruh Pendekatan Taktis dan Tradisional terhadap Intensitas Belajar Bulutangkis dan Kebugaran Jasmani Siswa (Studi eksprimen pada siswa kelas V dan VI SD Negeri Karamatmulya 2 Soreang Kab. Bandung). Tesis. Bandung. SPs UPI Bandung.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendekatan taktis dan tradisional terhadap intensitas belajar bulutangkis dan kebugaran jasmani siswa.

Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen. Sampel penelitian siswa kelas V dan VI SD Negeri Karamatmulya 2 Soreang Kabupaten Bandung berjumlah 30 orang, 15 orang untuk pendekatan taktis dan 15 orang untuk pendekatan tradisional yang diambil dengan menggunakan Simple Random Sampling. Instrument yang digunakan adalah dengan bentuk angket intensitas belajar gerak (IBG) pada setiap proses pembelajaran bulutangkis dan tes kebugaran jasmani siswa. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan SPSS serie 17 dengan alat uji yang digunakan: uji normalitas dengan Shapiro-Wilk, uji homogenitas dengan

Lavene stastistic, uji paired samples test dan independent samples test.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Terdapat pengaruh yang signifikan dari pendekatan taktis terhadap intensitas belajar bulutangkis dan kebugaran jasmani siswa, 2) Terdapat pengaruh yang signifikan dari pendekatan tradisional terhadap intensitas belajar bulutangkis dan kebugaran jasmani siswa, 3) Terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara pendekatan taktis dan tradisional terhadap intensitas belajar bulutangkis, 4) Tidak terdapat perbedaan pengaruh antara pendekatan taktis dan tradisional terhadap kebugaran jasmani siswa.

(4)

Unang Kristian (2013): The Influence of Tactical and Traditional Approaches on the

Intensity in Learning Badminton and Students’ Physical Health (An Experimental Study of Students of the Fifth and Sixth Grades of SD Negeri Karamatmulya 2 Soreang, Bandung Regeney). Thesis. Bandung. School of Postgraduate Studies bandung.

The research aimed to find the influence of tactical and traditional approaches on the intensity in learning badminton and students’ physical healt.

The method employed was experimental. The samples were 30 students of the fifth and sixth grades of SD Negeri Karamatmulya 2 Soreang, Bandung Regency, in which 15 were taken for tactical approach and the other 15 for traditional approach. The samples were taken using Simple Random Sampling. The instrument used was in the forms of questionnaires on learning movement intensity in each process of badminton teaching learning and test of students’ physical health. Data were analyzed using SPSS series 17 using the following test instruments: Shapiro-Wilk normality tes, Levene Statistic for homogeneity test, and paired samples test and independent samples tests.

The results demonstrate that: 1) There was a significant influence of the tactical approach in the intensity in learning badminton and students’ physical health, ; 2) There was a significant influence on traditional approach on the intensity of badminton learning and students’ physical health,; 3) There was a significant difference between tactical and traditional approaches in their influences on the intensity of badminton learning, ; 4) There was no significant difference between tactical and traditional approaches in their influences on students’ physical health.

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 16

C. Tujuan Penelitian ... 16

D. Kegunaan Penelitian ... 17

E. Batasan Penelitian ... 18

F. Pembatasan Penelitian ... 19

G. Batasan Istilah ... 19

H. Struktur Organisasi Tesis ... 21

BAB II: KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Kajian Pustaka ... 23

1. Intensitas Belajar Bulutangkis dan Kebugaran Siswa ... 23

a. Intensitas Belajar ... 23

b. Intensitas Latihan Bulutangkis ... 28

c. Kebugaran Jasmani Siswa ... 31

2. Pendekatan Pembelajaran ... 34

a. Hakekat Pembelajaran ... 34

b. Pembelajaran Pendekatan Taktis ... 37

c. Pembelajaran Pendekatan Tradisional ... 45

3. Penelitian Terdahulu ... 47

B. Kerangka Pemikiran ... 54

C. Anggapan dasar ... 57

1. Pengaruh Pendekatan Taktis terhadap Intensitas Belajar Bulutangkis dan Kebugaran Jasmani Siswa Siswa ... 58

2. Pengaruh Pendekatan Tradisional terhadap Intensitas Belajar dan Kebugaran Jasmani Siswa ... 59

3. Perbedaan Pengaruh Pendekatan Taktis dan Tradisional terhadap IBG Bulutangkis dan Kebugaran Jasmani Siswa ... 62

D. Hipotesis ... 67

(6)

Unang Kristian, 2013

B. Metode Penelitian ... 72

1. Desain Penelitian ... 74

2. Definisi Operasional ... 77

a. Variabel Bebas ... 77

b. Variabel Terikat ... 79

C. Instrumen Penelitian ... 81

1. Instrumen Intensitas Belajar Gerak (IBG) Bulutangkis ... 82

a. Definisi konseptual ... 82

b. Definisi Operasional ... 83

c. Kisi-kisi Instrumen ... 84

d. Penggunaan Instrumen ... 87

2. Instrumen Kebugaran jasmani (TKJI) ... 88

a. Definisi konseptual ... 88

b. Definisi Operasional ... 88

c. Kisi-kisi Instrumen Kebugaran ... 89

d. Uji Coba / Pengembangan Instrumen ... 91

e. Penggunaan Instrumen... 92

D. Teknik Analisis Data ... 100

1. Uji Asumsi Statistik ... 110

a. Uji Normalitas Data ... 110

b. Uji Homogenitas Data ... 111

c. Uji Dua Rata-Rata (t-test) ... 112

2. Uji Hipotesis ... 113

BAB IV: PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data ... 116

1. Deskripsi Data Intensitas Belajar Bulutangkis ... 117

2. Deskripsi Data Kebugaran ... 118

3. Deskripsi Data Selisih/Beda ... 120

B. Pengujian Persyaratan Analisis Data ... 123

1. Uji Normalitas Populasi ... 123

2. Uji Homogenitas Populasi ... 127

Hasil Uji Homogenitas Data Hasil IBG Permainan Bulutangkis dan Kebugaran siswa ... 128

a. Hasil uji Homogenitas Data Hasil IBG Permainan Bulutangkis dari Kelompok Taktis dan Kebugaran siswa ... 128

b. Hasil Pengujian Homogenitas populasi Kebugaran dari Kelompok Taktis dan Tradisional ... 130

C. Hasil Pengujian Hipotesis ... 132

1. Hasil Uji Paired Samples t-test ... 133

a. Pendekatan Taktis dan Tradisional Terhadap Intensitas Belajar Gerak (IBG) ... 133

b. Pendekatan Taktis dan Tradisional terhadap Kebugaran sisiwa ... 134

1) Pendekatan taktis terhadap kebugaran ... 135

(7)

2. Hasil Uji Independent Samples t-test ... 137

a. Perbedaan Pengaruh Pendekatan taktis dan Tradisional terhadap IBG permainan Bulutangkis ... 137

b. Perbedaan Pengaruh Pendekatan taktis dan Tradisional terhadap Kebugaran siswa ... 139

E. Pembahasan ... 141

BAB V : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 151

B. Rekomendasi ... 152

DAFTAR PUSTAKA ... 154

Jurnal-jurnal ... 156

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 157

1. Silabus Pembelajaran Model Taktis dan Tradisional ... 158

2. Program Pelaksanaan Perbedaan Pembelajaran Taktis dan Tradisional ... 159

3. Instrumen Intensitas Belajar Gerak (IBG) ... 163

4. Cara Peng skoran Instrumen IBG ... 165

5. Instrumen Kebugaran Jasmani Tes Awal (pre test) dan Tes Akhir (post test) Siswa Kelompok Taktis dan Kelompok Tradisional dan cara penskoran ... 166

6. Rekapitulasi Hasil Proses Penelitian IBG Bulutangkis Pada Kelompok Taktis ... 167

7. Rekapitulasi Hasil Proses Penelitian IBG Bulutangkis Pada Kelompok Tradisional ... 168

8. Rekapitulasi Data T-Skor Kebugaran Jasmani Siswa Kelompok Taktis ... 169

9. Rekapitulasi Data T-Skor Kebugaran Jasmani Siswa Kelompok Tradisional ... 171

10.Deskripsi Data IBG Taktis dan Tradisional ... 173

11.Deskripsi Data Kebugaran Jasmani Siswa ... 174

12.Uji Normalitas IBG ... 175

13.Uji Normalitas Kebugaran ... 176

14.Uji Homogenitas IBG ... 177

15.Uji Homogenitas Kebugaran ... 178

16.Uji-T IBG ... 179

17.Uji Kesamaan Berdasarkan Rata-rata IBG ... 180

18.Uji-T Kebugaran ... 181

19.Uji Beda Dua Kelompok Sampel ... 183

20.Uji Kesamaan Berdasarkan Rata-rata Kebugaran Jasmani ... 184

21.Foto penelitian ... 185

(8)

Unang Kristian, 2013

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Sistem klasifikasi dalam olahraga permainan ... 44

3.1 Jadwal dan Waktu Penelitian ... 71

3.2 Instrumen IBG pada Proses pembelajaran Bulutangkis ... 85

3.3 Instrumen formulir tes kebugaran jasmani ... 93

3.4 Hasil Proses Penelitian IBG Bulutangkis Pada Kelompok Taktis ... 102

3.5 Hasil Proses Penelitian IBG Bulutangkis Pada Kelompok Tradisional ... 103

3.6 Data Hasil Tes Kebugaran Jasmani Siswa (Tes Awal) Kelompok Taktis ... 105

3.7 Data Hasil Tes Kebugaran Jasmani Siswa (Tes Awal) Kelompok Tradisional... 105

3.8 Data Hasil Tes Kebugaran Jasmani Siswa (Tes Akhir) Kelompok Taktis ... 106

3.9 Data Hasil Tes Akhir Kebugaran Jasmani Siswa Kelompok Tradisional ... 106

3.10 Data T-Skor Kebugaran Jasmani Siswa Pada Kelompok Taktis ... 108

3.11 Data T-Skor Kebugaran Jasmani Siswa Pada Kelompok Tradisional... 109

4.1 Ringkasan Perhitungan Data Rata-rata dan Simpangan Baku IBG ... 117

4.2 Hasil perhitungan Rata-rata dan Simpangan Baku Kebugaran ... 119

4.3 Deskripsi Data Selisih/Beda ... 121

4.4 Hasil Pengujian Normalitas Populasi IBG ... 124

4.5 Hasil Pengujian Normalitas Kebugaran ... 125

4.6 Hasil Uji Homogenitas Data Hasil IBG ... 128

4.7 Hasil Pengujian Homogenitas populasi Kebugaran ... 130

4.8 Group statistik IBG ... 133

4.9 Hasil Uji Independent Samples t-test IBG Bulutangkis ... 133

4.10 Hasil Paired Samples t-tes kebugaran siswa ... 134

4.11 Hasil Uji Paired Samples t-test terhadap Kebugaran ... 135

4.12 Hasil Uji Paired Samples t-test Pendekatan Taktis terhadap Kebugaran ... 135

4.13 Hasil Uji Paired Samples t-test Pendekatan Tradisional terhadap Kebugaran Siswa ... 136

4.14 Hasil Uji Independent Samples t-test Pendekatan Taktis dan Tradisional terhadap IBG Bulutangkis ... 138

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. “funneling effect.” metzler (1980) ... 25

2.2 Tiga pendekatan pembelajaran permainan ... 37

2.3 Bagan Kerangka Pemikiran Pendekatan Taktis dan Tradisional ... 56

3.1 Randomized Pretest-Posttest Control Group Design ... 74

3.2 Alur Penelitian ... 76

3.3 Sikap star berdiri pada tes lari cepat ... 95

3.4 Sikap awalan untuk angkat tubuh ... 96

3.5 Sikap pada waktu melakukan angkat tubuh ... 96

3.6 Pelaksanaan Tes Baring Duduk ... 97

3.7 Sikap awal dan sikap meloncat pada tes loncat tegak ... 99

3.8 Sikap start berdiri untuk lari jarak jauh ... 100

4.1 Grafik Data Intensits Belajar Bulutangkis ... 118

4.2 Grafik Data Kebugaran Jasmani ... 119

4.3 Grafik Data Selisih/Beda IBG ... 121

(10)

Unang Kristian, 2013

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan, karena dalam proses ini terjadi perubahan tingkah laku menuju tercapainya tujuan yang diharapkan. Belajar diarahkan kepada beberapa perubahan yang terjadi dalam diri seseorang, biasanya dicerminkan oleh prilaku yang dapat diamati dan ini akan menjadi perubahan yang relatif permanen.

(11)

(UUSPN, 2003:25). Dengan demikian Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan merupakan mata pelajaran yang wajib diselenggarakan di sekolah-sekolah dan mata pelajaran yang wajib diikuti oleh seluruh siswa.

Menurut Gabbar yang dikutip Widodo, et.al (2004:7) tujuan pendidikan jasmani dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: (1) Aspek psikomotor meliputi pertumbuhan biologis, kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan dan keterampilan, efesiensi di dalam gerakan, dan sekumpulan dari keterampilan gerak. (2) Aspek kognitif merupakan rangkaian untuk berpikir (penilaian, kreatifitas, dan hubungan-hubungan), kemampuan perseptual, kesadaran gerak, dan dukungan atau dorongan akademik. (3) Aspek afektif meliputi kegembiraan, konsep diri, sosialisasi (hubungan kelompok) sikap, dan apresiasi untuk aktivitas fisik.

(12)

Unang Kristian, 2013

Biasanya dalam pelaksanaan proses pembelajaran Penjasorkes disekolah, pada umunya siswa diberikan pemaparan teori dan latihan – latihan teknik dasar secara terpisah – pisah. Begitu pula dalam pembelajaran permainan bulutangkis, siswa diintruksikan untuk melakukan gerakan teknik dasar sikap berdiri, gerakan kaki, dan memukul satelkok, seperti servis, lob, drive, netting, dropshot, dan

smash, yang dilakukan secara berulang – ulang. Setelah berlatih teknik – teknik dasar tersebut kemudian diberikan penjelasan pemaparan peraturan permainan, barulah pada pelaksanaan permaianan dengan menggunakan lapangan bulutangkis sesungguhnya tanpa di modifikasi, dengan model pembelajaran seperti ini biasanya siswa jenuh, malas, minat belajar rendah dan banyak mengeluh karena merasa sulit untuk melakukan teknik dasar yang sebenarnya serta siswa mengharapkan dan selalu bertanya kapan bermainnya. Hal ini tentunya dapat menyita waktu proses pembelajaran penjas.

Salah satu asumsi yang disampaikan terkait hal tersebut bahwa tidak tersedianya lapangan yang mencukupi satu kelas dan peralatan pendukung lainnya, dan keadaan tersebut umumnya terjadi disemua sekolah. Menurut Subroto (2001:2) yaitu:

(13)

Dari pengamatan di atas peneliti merasakan pada proses pembelajaran permainan memang umumnya pembelajaran dilakukan secara terpisah yaitu pertama dengan pembelajaran keterampilan teknik dan kedua baru pada pembelajaran permainan bermain, ternyata diperhatikan teknik yang dipelajari hanya sebagian kecil bisa dilakukan pada permainan bermain sedangkan yang banyak dilakukan pada permainan teknik atau konsep dari siswa itu sendiri. Siswa baru menunjukan kesenangannya pada pembelajaran saat bermain permainan namun bila pembelajaran secara drill responnya tidak menyenangkan.

Walaupun dirasakan dan sering dilakukan pendekatan dalam pembelajaran permainan pada umumnya dengan pendekatan tradisional yaitu pendekatan yang dilakukan dengan penekanan penguasaan teknik yang dilakukan secara berulang-ulang (drill), menurut Sucipto (2009; 2) Pemberian materi dalam bentuk drill (pengulangan) akan membosankan siswa, apalagi yang dihadapi siswa SD yang memiliki karakteristik masih senang bermain. Meskipun model pembelajaran pendekatan tradisional dapat meningkatkan keterampilan teknik dasar, hal ini ternyata banyak mendapatkan kritikan, salah satunya dikemukakan oleh Griffin yang dikutif Subarjah (2010;326), yaitu keterampilan yang diajarkan sebelum siswa mengerti keterkaitannya dengan situasi bermain bulutangkis yang sesungguhnya. Hasilnya dapat menghilangkan esensi dari permainan bulutangkis itu sendiri.

(14)

Unang Kristian, 2013

Menurut Sucipto (2009;1) Tujuan utama dari pendekatan taktis dalam pembelajaran adalah untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep bermain yang sesungguhnya. Mahendra (2006;9) menegaskan tujuan pembelajaran pendekatan taktis adalah ;

1) meningkatkan kemampuan bermain melalui pemahaman keterkaitan antara taktik permainan dan perkembangan permainan,

2) memberikan kesenangan dalam proses pembelajaran, dan

3) belajar memecahkan masalah-masalah dan membuat keputusan selama bermain..

Pendekatan taktis dalam pembelajaran permainan bulutangkis menurut Subarjah (2010;2) adalah;

“Pembelajaran melalui pendekatan taktis lebih menekankan terhadap bagaimana membelajarkan siswa untuk dapat memahami konsep bermain bulutangkis. Pendekatan taktis dalam permainan bulutangkis disesuaikan dengan kebutuhan untuk meningkatkan mutu pembelajaran bulutangkis”.

Pembelajaran permainan bulutangkis dalam penjas yang terpenting adalah partisipasi siswa, dan aktifitas siswa untuk memperoleh pengalaman koordinasi gerak dalam permaianan bulutangkis, jadi dengan pembelajaran pendekatan taktis kelebihan-kelebihannya adalah siswa semakin memahami taktis permainan yang sebenarnya, siswa didorong untuk menerapkan keterampilan teknik dalam situasi permainan, dan siswa lebih menyenangi dalam proses pembelajaran, sehingga dengan pembelajaran taktis diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran olahraga permainan di Sekolah.

(15)

pembawaan masing-masing, hal ini perlu diarahkan oleh pendidik agar gerakan dalam kegiatan bermain bisa bermanfaat.

Dengan demikian bahwa dalam peristiwa bermain merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan dengan sungguh-sungguh, sehingga melalui pembelajaran permainan bulutangkis dalam penjas perubahan-perubahan yang terjadi pada diri anak akan tercapai, maka sudah tentu berbagai aktifitas jasmani dalam permainan tersebut dapat menumbuhkan dan mengembangkan terutama secara fisik, mental, dan sosial.

Kualitas hasil belajar ditentukan juga oleh intensitas belajar. Intensitas belajar dalam pembelajaran penjas tentunya harus disesuaikan dengan kemampuan anak dan bukan diberikan intensitas untuk menghadapi pertandingan. Jika dikaitkan dengan proses pembelajaran penjas intensitas yang dimaksudkan adalah aktivitas dalam suatu proses pembelajaran .Menurut Lutan (2001:36) menyatakan bahwa:

“Intensitas adalah seberapa berat seseorang berlatih selama periode latihan, dan intensitas ini dapat diukur dengan cara yang berbeda. Seberapa serasi takaran beratnya latihan, bergantung pada tujuan. Bila tujuannya untuk menghadapi pertandingan maka intensitasnya tinggi, dan bila untuk tujuan hanya untuk mencapai derajat sehat, maka intensitasnya boleh lebih rendah. Sehubungan dengan hal tersebut, tugas guru pendidikan jasmani adalah untuk mengajarkan siswa agar dapat memahami dan memantau intensitas kegiatannya”.

(16)

Unang Kristian, 2013

1. Intensitas belajar dapat diukur dengan cara menghitung denyut nadi dengan rumus DNM = 220 – umur (dalam tahun)

2. Takaran intensitas belajar:

- Untuk olahraga prestasi antara 80% - 90% dari DNM - Untuk olahraga kesehatan antara 70% - 85% dari DNM.

3. Yang perlu diperhatikan berkenaan dengan intensitas ini, yaitu lamanya berlatih di dalam training zona :

- untuk olahraga prestasi : 45 – 120 menit. - untuk olahraga kesehatan : 20 – 30 menit.

Intensitas belajar merupakan salah satu indikator dari efektivitas pembelejaran penjas Cholik dan Rusli, (1996/1997:45). Efektifitas pembelajaran penjas hanya dapat dicapai apabila guru mempu menciptakan lingkungan belajar yang menyebabkan aktifitas belajar sisiwa selalu meningkat dan mampu mempertahankan. Peristiwa menurunnya aktivitas belajar pada sebagian siswa terkadang sering diabaikan oleh guru, jika ini terus dibiarkan maka sebagian siswa yang aktivitas belajarnya rendah akan cenderung mengganggu siswa lainnya. Kejadian seperti ini tentunya harus segera disikapi dengan cermat oleh setiap guru penjas. Guru harus cerdas dalam hal pendekatan apa yang harus dilakukan untuk supaya siswa bisa fokus dalam suatu pembelajaran tersebut, sehingga tujuan yang ditetapkan dapat dicapainya.

Sedangkan Suherman (2009;114) mengemukakan bahwa aktivitas dalam proses belajar mengajar penjas terdapat empat katagori yaitu :

a. Manajemen (M) adalah waktu yang dihabiskan oleh sebagian besar siswa untuk yang bersifat manajerial (misal: penggantian bentuk latihan,menyimpan dan mengambil bola, mendengarkan aturan-aturan dalam mengikuti pelajaran, mendengarkan peringatan / teguran, ganti pakaian, mengecek kehadiran)

(17)

c. Instructur (I) adalah waktu yang dihabiskan oleh sebagian besar siswa untuk mendengarkan informasi bagaimana melakukan keterampilan (melihat, demonstrasi, mendengarkan instruksi keterampilan)

d. Waiting (W) adalah waktu yang dihabiskan oleh sebagian besar siswa tetapi tidak termasuk dalam ketiga kategori di atas (misal: tunggu giliran, off-task behavior, sebagian besar siswa diam atau ngobrol tidak melakukan kegiatan yang ditugaskan, mengunggu guru untuk memberikan instruktur).

Berdasarkan pendapat tersebut yang diharapkan dalam proses belajar mengajar penjas lebih banyak aktivitas belajar geraknya (A), daripada manajemen (M), instruktur (I), dan waiting (W), sebab semakin banyak melakukan aktivitas belajar gerak maka tujuan dari pembelajaran penjas benar-benar terpenuhi.

Intensitas belajar dikatakan juga atensi atau waktu aktif belajar dalam proses belajar mengajar penjas sesuai Abduljabar (2010:124) menyatakan bahwa:

“Setiap orang mengetahui apa itu atensi. Atensi adalah pengambilan posisi oleh pikiran, secara jelas dan tegas, satu dari beberapa objek atau hambatan. memusatkan beberapa hal dalam upaya berhubungan secara selektif dengan yang lain. Jadi waktu aktif belajar siswa adalah pemusatan perhatian dan kesadaran terhadap aktivitas belajar, dalam hal ini belajar gerak dalam kontek pendidikan jasmani. Pemusatan perhatian dan kesadaran berarti konsentrasi. Lebih tegas diartikan bahwa intensitas belajar berarti konsentrasi dalam mengikuti proses belajar mengajar”. Selanjutnya Waktu Aktif Belajar menurut Abduljabar (2011:118) menyatakan bahwa:

Waktu Aktif Belajar (WAB) dalam Pendidikan Jasmani adalah Waktu keterlibatan siswa aktif dalam belajar gerak pada tingkat kesulitan gerak yang sesuai adalah penting menjadi pertimbangan dalam perencanaan pengajaran keterampilan gerak.

(18)

Unang Kristian, 2013

seorang guru penjas banyak menghabiskan waktu yang bersifat, manajemen, instruksi dan bahkan banyak waktu sisa menunggu atau diam. Dari waktu yang banyak tersita baru dimulai dengan pemanasan yang bersifat statis dan dinamis setalah itu inti pembelajaran dilakukan yang biasanya guru harus mendemonstrasikan / memberikan contoh terlebih dulu pada tugas gerak yang harus dilakukan, lalu siswa menirukan dan melakukan dengan cara berulang ulang di tempatnya masing-masing, atau bahkan harus melakukannya seorang-seorang atau sebaris-sebaris, dan yang lain harus menunggu giliran, dari kebiasaan yang nyata tersebut dianalisis intensitas belajar belajar siswa hanya sekitar 30% dari waktu yang tersedia. Hal tersebut jelas sangat rendahnya intensitas belajar gerak siswa dalam pelajaran penjas maka sangat sulit kebugaran siswa dapat diraih secara optimal

(19)

pucat, dalam kelas terkantuk-kantuk dll dari ciri semua itu adalah rendahnya kebugaran siswa.

Dengan demikian salah satu untuk mendapatkan kebugaran jasmani siswa disekolah adalah dengan pembelajaran pendidikan jasmani, dimana pada waktu yang tersedia itulah ditekankan kegiatannya adalah aktifitas fisik yang meliputi komponen-komponen latihan kebugaran jasmani, seperti adanya gerakan untuk melatih kekuatan, kelentukan dan daya tahan. Giriwijoyo (2007;50) bahwa;

“Komponen kebugaran jasmani secara fisiologis adalah fungsi dasar dari komponen anatomis yaitu: Fungsi dasar Ergosistema 1 (ES-1) yang wujudnya adalah flexibilitas, kekuatan dan daya tahan otot, dan fungsi koordinasi saraf, juga fungsi dasar Ergosistema II (ES-II) yang wujudnya adalah daya tahan umum”.

(20)

Unang Kristian, 2013

senam tai chi dan sejenisnya. Kenyataan selama ini pendidikan jasmani pada kurikulum untuk SD hanya diberikan satu kali dalam seminggu dengan alokasi waktu 2 X 35 menit, dengan demikian waktu yang ada guru penjas harus ada terobosan dan berani untuk supaya kegiatan penjas disekolah dapat mengacu pada perumusan FITT sehingga memberikan dampak pada kebugaran jasmani siswa.

Dalam standar kompetensi Nomor 22 Tahun 2006 kurikulum penjas terdapat “Mempraktikan perancangan aktivitas pengembangan untuk peningkatan dan pemeliharaan kebugaran jasmani” juga pada Kompetensi Dasar dari tuntutan kurikulum nomor 22 (2006:19) terdapat “Memperaktekan variasi gerak dasar ke

dalam modifikasi permainan bola kecil, serta nilai kerjasama, sportifitas, dan kejujuran”. Hal ini berarti tugas dari guru penjas dituntut dalam pemebelajaran

penjas untuk menjadikan siswa dapat meningkatkan dan mempertahankan kebugaran jasmaninya, juga diperhatikan dari setiap sekolah untuk memilih salah satu permainan bola kecil jarang untuk menerapkan pembelajaran permainan bulutangkis, pedahal permainan bulutangkis merupakan olahraga permainan yang sangat bermasyarakat dan salah satu olahraga kebanggaan serta andalan negara Indonesia. Permainan ini tentunya tidak asing lagi dan banyak melakukannya mulai dari anak usia dini, remaja, dewasa sampai orang tua.

(21)

harus menguasai teknik pada permainan bulutangkis, mereka lebih menyukai permainan yang lebih praktis yang murah dan yang mudah dilakukan.

Semenjak diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006 yang pada dasarnya, tujuan KTSP adalah bagaimana membuat siswa dan guru lebih aktif dalam pembelajaran. Selain murid harus aktif dalam kegiatan belajar dan mengajar, guru juga harus aktif dalam memancing kreativitas anak didiknya sehingga dialog dua arah terjadi dengan sangat dinamis. Kelebihan lain KTSP adalah memberi alokasi waktu pada kegiatan pengembangan diri siswa. Siswa tidak selalu mengenal teori, tetapi diajak untuk terlibat dalam sebuah proses pengalaman belajar. Pembelajaran yang modern pada pembelajaran permainan dalam penjas salah satunya adalah dengan pembelajaran pendekatan taktis, pembelajaran pendekatan taktis merupakan kreatifitas guru yang menjadikan siswa aktif dalam kegiatan belajar dan mengajar. Pendekatan taktis pada permainan dipercaya akan memberikan pengaruh terhadap intensitasbelajar, kebugaran siswa, dan juga dipercaya memberikan pengaruh terhadap motivasi belajar, hasil belajar keterampilan, hasil belajar kognitif siswa, dan lain sebagaianya. Hal ini seperti ditulis oleh:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Yunyun Yudiana (2009:3), FPOK – UPI, Bandung, Juli 2009,

(22)

Unang Kristian, 2013

2. Herman Subarjah (2010:331-338) Penelitian pada siswa Diklat Bulutangkis FPOK.

“Dengan sampel sebanyak 40 siswa, dari subjek penelitian sebanyak 72 siswa puteri, terbagi empat kelompok perlakuan, yaitu dua kelompok untuk model pembelajaran dengan pendekatan taktis (kemampuan motorik tinggi dan rendah), dan dua kelompok untuk model pembelajaran dengan pendekatan tradisional (kemampuan motorik tinggi dan rendah). Penelitian menyimpulkan Secara keseluruhan terdapat perbedaan hasil belajar keterampilan bermain bulutangkis antara siswa pemula puteri yang menggunakan model pendekatan taktis dengan yang menggunakan model pendekatan tradisional. Hasil belajar keterampilan bermain bulutangkis siswa pemula puteri yang menggunakan pendekatan taktis lebih baik daripada yang menggunakan pendekatan tradisional pada siswa pemula puteri”.

3. Malathi Balakrishnan, Shabeshan Rengasamy, Mohd Salleh Aman (ATIKAN,

1 -2- 2011)

“Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh Pengajaran pendekatan TGfU untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam kinerja permainan taktis pendidikan jasmani. Dengan menerapkan teori belajar konstruktivisme, penelitian ini ingin menyelidiki atau apakah hasil belajar siswa dalam kinerja permainan taktis dapat ditingkatkan dengan pendekatan TGfU. Hasil ini dengan eksperimen pada siswa SMP menunjukkan bahwa kelompok pendekatan TGfU memiliki pengaruh yang signifikan pada hasil belajar siswa dibandingkan dengan pendekatan tradisional”.

4. Gert Vande Broek, Filip Boen, Manu Claessens, Jos Feys, Tanja Ceux Katholieke Universiteit Leuven 2011.

“Meneliti proses pengambilan keputusan dari tiga kelompok instruksional (yaitu, berpusat pada guru, berpusat siswa pertanyaan dengan taktis dan berpusat mahasiswa tanpa pertanyaan yang taktis) Mata ajaran dalam Voli di kalangan mahasiswa. Semua siswa (N = 122) Kesadaran Taktis Dilakukan dari proses pengambilan keputusan pada tiga fase pengujian (yaitu, Prete, post test dan uji retensi). Hasil Menemukan pentingnya pendekatan yang berpusat pada siswa dengan keterlibatan aktif siswa dalam keterampilan evaluatif untuk MENINGKATKAN proses pengambilan keputusan taktis”.

(23)

“Penelitian ini menggambarkan dan Menganalisa sistem tugas yang ada dalam pendidikan jasmani sekolah menengah dalam guru yang memanfaatkan Tactical Games (TGM) dan Sport Education Models

(SEM). Salah satu guru pendidikan jasmani dengan kelas dua puluh satu

siswa pada kelas delapan yang diamati pengagum dua puluh dua Pelajaran. Pendekatan permainan berpusat TGM bersama dengan tim Aspek Afiliasi dari SEM tampaknya berkontribusi untuk kesenangan dan kegembiraan di dalam pembelajaran. Aplikasi guru dari TGM mirip maksud dari model yang disajikan dalam teks (Mitchell, Oslin & Griffin, 2006) dan Brough Bersama dengan WHO untuk memfasilitasi lingkungan belajar yang efektif”.

6. Tony Pritchard Department of Health and Kinesiology Georgia Southern

University, Statesboro, Georgia.

Penelitian ini adalah untuk menyelidiki bagaimana Sport Education

Model (SEM) dan Traditional Style (TS) Apakah Mempengaruhi

Pengembangan Keterampilan, Pengetahuan, dan kinerja game untuk Voli di tingkat menengah. desain penelitian ini digunakan atas 47 siswa menengah menguji keterampilan Voli, pengetahuan, dan kinerja game. dengan koreksi Bonferroni mengungkapkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara model untuk keterampilan dan pengetahuan, tapi ada untuk kinerja game. Jika tujuan dari program pendidikan jasmani adalah untuk Promosikan bermain kualitas permainan, SEM mungkin lebih efektif daripada TS”.

7. AnneMarie Egtved Bradley, Master of Arts, 2004

Penelitian ini menguji bagaimana games for understanding (GFU) Kurikulum menciptakan pembelajaran konstruktivisme lingkungan Sosial yang mempengaruhi anak perempuan kelas delapan 'tingkat keterlibatan dalam olahraga program berbasis pendidikan jasmani dan metode Pedagogical diidentifikasi yang dibantu anak laki-laki untuk memfasilitasi keterlibatan perempuan. Temuan ini menyarankan bahwa Aspek Kognitif GFU lingkungan aktif terlibat Kedua anak laki-laki dan perempuan melalui kegiatan tim kecil. Menyediakan siswa dengan pilihan dan meminimalkan persaingan membantu siswa perempuan merasa didukung. Seperti permainan dimodifikasi dan kemampuan kelompok anak laki-laki membantu menghargai perempuan sebagai peserta dalam memfasilitasi keterlibatan mereka”.

(24)

Unang Kristian, 2013

“Meneliti pegaruh Permainan Pengajaran untuk Pemahaman pendekatan pada hasil belajar kognitif siswa. Penelitian Quasi-eksperimen non-setara Prete-post test kelompok kontrol desain dimana 10 tahun siswa sekolah dasar (N = 72) secara acak ditugaskan untuk sebuah eksperimen dan kontrol kelompok. Hasil menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara pendekatan kelompok TGfU dan pendekatan tradisional siswa. Para Temuan dari studi ini menyarankan pentingnya pendekatan TGfU untuk meningkatkan pemahaman siswa sekolah dasar dan Keputusan Taktis dalam permainan Bola Tangan”.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis sangat tertarik untuk meneliti: Mencari solusi yang tepat mengenai pengaruh pendekatan taktis dan tradisional dalam pembelajaran permainan bulutangkis. Karena dari beberapa penelitian di atas pendekatan taktis menunjukan pengaruh yang positif dari pada pendekatan tradisional baik terhadap hasil belajar keterampilan, pemahaman taktis, motivasi, maupun terhadap kesenangan dalam pembelajaran. Namum setelah di analisis dari beberapa penelitian di atas belum ada penelitian tentang pengaruh pendekatan taktis dan tradisional terhadap intensitas belajar serta kebugaran sisiwa. Sebab peneliti beranggapan yang terpenting salah satu tujuan dalam pembelajaran penjas disekolah adalah untuk meningkatkan kebugaraan siswa, untuk supaya diharapkan siswa dalam melakukan kegiatan belajar di sekolah tidak mengalami kelelahan yang berarti bahkan sanggup melakukan kegiatan lain, dengan kebugaran siswa akan memiliki daya tahan berpikir tinggi, tidak mudah sakit, tidak mudah cape, bersemangat, sehingga jelas sangat mendukung terhadap tujuan pendidikan.

(25)

terhadap kebugaran siswa. Sebab pada pembelajaran penjas untuk mendapatkan kebugaran siswa sangat berhubungan dengan intensitas belajar, intensitas belajar yang rendah kebugaran siswa tidak akan tercapai, namun bila intensitas belajar cukup maka kebugaran siswa akan tercapai. Sehubungan dengan isu tersebut, penulis memandang perlu melakukan suatu rangkaian penelitian dengan judul “Pengaruh Pendekatan Taktis dan Tradisional Terhadap Intensitas belajar

Bulutangkis dan Kebugaran Jasmani Siswa”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang penulis paparkan, maka masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat pengaruh pendekatan taktis terhadap intensitas belajar dan kebugaran jasmani siswa?

2. Apakah terdapat pengaruh pendekatan tradisional terhadap intensitas belajar dan kebugaran jasmani siswa?

3. Apakah terdapat perbedaan pengaruh pendekatan taktis dan tradisional terhadap intensitas belajar permaianan bulutangkis?

4. Apakah terdapat perbedaan pengaruh pendekatan taktis dan tradisional terhadap kebugaran jasmani siswa?

C. Tujuan Penelitian

(26)

Unang Kristian, 2013

1. Mengungkap apakah terdapat pengaruh pendekatan taktis terhadap peningkatan intensitas belajar bulutangkis dan kebugaran jasmani siswa. 2. Mengungkap apakah terdapat pengaruh pendekatan tradisional terhadap

peningkatan intensitas belajar bulutangkis dan kebugaran jasmani siswa. 3. Meneliti mengetahui perbedaan pengaruh pendekatan taktis dan tradisional

terhadap intensitas belajar permaianan bulutangkis.

4. Meneliti mengetahui perbedaan pengaruh pendekatan taktis dan tradisional terhadap kebugaran siswa.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Bagi peneliti

Dengan adanya penelitian ini dapat menambah pengetahuan yang baru, bahwa dengan pembelajaran pendekatan taktis dan tradisional permainan bulutangkis mana yang dapat mengoptimalkan intensitas belajar dikaitkan dengan kebugaran jasmani siswa secara holistik.

b. Bagi siswa

Siswa akan lebih memperkaya pengetahuan tentang permainan bulutangkis dan dapat meningkatkan penampilan bermain permaianan bulutangkis.

c. Bagi guru

(27)

d. Bagi SPS UPI Bandung

Hasil-hasil yang didapatkan dari penelitian ini, juga sangat bermanfaat dalam rangka perbaikan pembelajaran di Jurusan Pendidikan Olahraga khususnya dan Program Sekolah Pascasarjana UPI Bandung umumnya sebagai lembaga bidang pendidikan.

E. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari penafsiran yang salah mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian, maka perlu ada pembatasan masalah seperti yang diungkapkan oleh Nasution (1991:27) yaitu sebagai berikut: “Analisis masalah

juga membatasi ruang lingkup masalah. Disamping itu juga masih perlu dinyatakan secara khusus batas-batas masalah agar penelitian lebih terarah. Lagi pula dengan demikian kita peroleh gambaran yang jelas, apabila penelitian itu dianggap selesai dan berakhir”. Agar penelitian ini tidak menyimpang dari

permasalahan yang sebenarnya. Maka penulis membatasi penelitian ini dengan memfokuskan penelitian pada dua pendekatan pembelajaran yaitu pendekatan taktis dan pendekatan tradisional pada siswa SD Negeri Karamatmulya II Soreang Kabupaten Bandung.

(28)

Unang Kristian, 2013

F. Pembatasan Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi sebagai berikut.

a. Cabang olahraga yang diteliti adalah olahraga permainan bulutangkis

b. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas V dan VI SD Negeri Karamatmulya II Soreang Kabupaten Bandung.

c. Fasilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah halaman dan gor bulutangkis di lingkungan olahraga SD Negeri Karamatmulya II Soreang Kabupaten Bandung.

G. Batasan Istilah

Untuk menghindari kesimpang siuran dari istilah-istilah dalam judul penelitian ini, maka perlu dijelaskan akan istilah-istilah tersebut, antara lain sebagai berikut: a. Model pembelajaran menurut Trianto (2007:2) adalah suatu perencanaan atau

suatu pola yang dapat kita gunakan untuk mendesain pola-pola mengajar secara tatap muka di dalam kelas atau mengatur tutorial, dan untuk menentukan material atau perangkat pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku, film-film, program-program media komputer dan kurikulum.

b. Model pembelajaran pendekatan taktis dijelaskan oleh Griffin, Mitchell dan Oslin (1997) dalam Subarjah (2010:328), bahwa dengan menggunakan pendekatan taktis adalah model pembelajaran yang bertujuan meningkatkan kemampuan anak dalam olahraga permainan yang didukung oleh pemahaman terhadap taktik dan penguasaan keterampilan.

(29)

dalamnya terkandung penggabungan unsur kesadaran taktis dan pelaksanaan beberapa keterampilan.

c. Pendekatan Tradisional, Burrowes (2003) dalam ikpj_biology@yahoo.com menyampaikan bahwa pembelajaran tradisional menekankan pada resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk merefleksi materi-materi yang dipresentasikan, menghubungkannya dengan pengetahuan sebelumnya, atau mengaplikasikannya kepada situasi kehidupan nyata. Lebih lanjut dinyatakan bahwa pembelajaran tradisional memiliki ciri-ciri, yaitu: (1) pembelajaran berpusat pada guru, (2) terjadi passive learning, (3) interaksi di antara siswa kurang, (4) tidak ada kelompok-kelompok kooperatif, dan (5) penilaian bersifat sporadis. Menurut Brooks & Brooks (1993), penyelenggaraan pembelajaran tradisional lebih menekankan kepada tujuan pembelajaran berupa penambahan pengetahuan, sehingga belajar dilihat sebagai proses “meniru” dan siswa dituntut untuk dapat mengungkapkan

kembali pengetahuan yang sudah dipelajari melalui kuis atau tes terstandar. d. Intensitas belajar, Suherman (2009:114). didefinisikan sebagai katagori

aktivitas maksudnya adalah definisi mengenai klasifikasi aktivitas dalam proses belajar mengajar penjas dimana terdapat banyak jenis atau ragam aktivitas seperti guru menjelaskan, siswa belajar keterampilan, lari keliling lapangan, peregangan, guru mengoreksi, pemanasan, siswa bertanya dan mendengarkan

(30)

Unang Kristian, 2013

dapat dilakukan dengan satu orang melawan satu orang dua orang melawan dua orang, menggunakan raket sebagai alat pemukul dan kok sebagai subjek pemukul, dengan lapangan berbentuk segi empat dan dibatasi oleh net untuk memisahkan antara daerah permainan sendiri dan daerah permainan lawan”.

f. Kebugaran jasmani. menurut Tarigan (2009:28) bahwa kebugaran jasmani adalah kesanggupan untuk melakukan kegiatan sehari-hari dengan semangat dan penuh kesadaran, yang dilakukan tanpa mengalami kelelahan yang berarti, serta dapat terhindar dari penyakit kurang gerak (hypokinetik) sehingga dapat menikmati kehidupan dengan baik dan bersahaja.

H. Struktur Organisasi Tesis

(31)
(32)

Unang Kristian, 2013

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Teknik Pengambilan Sampel

Populasi merupakan suatu keseluruhan objek penelitian baik yang berupa benda hidup seperti manusia dan benda mati atu berupa gejala maupun peristiwa-peristiwa yang dijadikan sebagai sumber data dengan memiliki berbagai karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian. Secara lebih jelas dapat dikatakan bahwa populasi cenderung pada penentuan jumlah sumber data yang memiliki karakteristik tertentu. Menurut Sudjana (1989:6), mengemukakan pengertian populasi sebagai berikut: Totalitas semua nilai yang mungkin, hasil menghitung ataupun pengukuran kuantitatif maupun kualitatif mengenai karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya.

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V dan kelas VI di SD Negeri Karamatmulya II Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung, sebanyak 80 orang siswa dengan jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Dalam penelitian ini penulis menggunakan sebagian dari populasi, sebagian dari populasi ini dinamakan sampel. Jumlah sampel yang diambil adalah sebanyak 30 orang siswa yang kemudian dibagi menjadi dua kelompok dengan setiap kelompok berjumlah 15 orang siswa. Kelompok A mendapatkan perlakuan pemberian pendekatan teknik dan kelompok B mendapatkan perlakuan pemberian pendekatan taktis.

(33)

mudah. Namun demikian Hadi (1990:73-74), berpendapat sebagai berikut: Sebenarnya tidak ada suatu ketepatan yang mutlak berapa persen suatu sampel yang diambil dari populasi. Ketiadaan ketepatan yang mutlak itu tidak perlu menimbulkan keraguan pada penyelidik. Suatu hal yang justru perlu diperhatikan adalah keadaan homogenitas populasi, jika keadaan populasi homogen, jumlah sampel hampir-hampir tidak menjadi persoalan.

Selanjutnya mengenai pengambilan jumlah sampel yang yang penulis ambil, hal ini mengacu pada pendapat yang dikemukanan oleh Fraenkel (1993:92) menegaskan bahwa:

“For experimental and causal-comparatif studies, we recommand a minimum of 30 individual per group, although sometimess experimental studies with only 15 individual in each group can be defended if they very tightly controlled; studies using only 15 subject per group should probably be replicated however, before too much is made of any findings that occur”.

Pernyataan tersebut menegaskan bahwa, jumlah sampel untuk penelitian eksperimen dan kausal komparatif minimal 30 orang dalam setiap kelompok, meskipun terkadang 15 orang juga sudah dianggap mencukupi.

Lebih lanjut Syaodih (2011:261) mengemukakan bahwa:

“Secara umum, untuk penelitian korelasional jumlah sampel ( n ) sebanyak 30 individu telah dipandang cukup besar, sedang dalam penelitian Kausal-Komparatif dan eksperimental 15 individu untuk setiap kelompok yang dibandingkan dipandang sudah cukup memadai, sedang untuk kelompok-kelompok sampel berkisar antara 20 sampai 50 individu”.

(34)

Unang Kristian, 2013

Kriteria pemilihan sampel ini dimaksudkan supaya tidak terjadi kemungkinan memihak, dan memberi kemungkinan yang sama bagi setiap unsur populasi untuk dipilih.

Cara penulis gunakan dalam random sampling ini adalah dengan sistem undian. Untuk menentukan siapa yang menjadi sampel dan siapa yang bukan sampel dalam penelitian ini. Populasi yang mengambil kertas yang bertuliskan sampel berarti menjadi sampel dan sebaliknya populasi yang mengambil kertas bukan sampel orang tersebut bukan sampel.

Untuk pelaksanaan penelitiannya, penulis melakukan penelitian di SDN Karamatmulya 2 kec Soreang Kab. Bandung. Lamanya perlakuan pada penelitian ini adalah 6 minggu, pada bulan September s/d Oktober 2012. Perlakuan dilaksanakan pada kegiatan ekstrakurikuler dengan dua sesi kelompok tradisional pada hari senin, rabu, dan jum,at pada pukul 13.00 s/d 14.00 wib, sedangkan kelompok taktis yaitu hari selasa, kamis dan sabtu pukul 13.00 s/d 14.00 masing-masing kelompok sebanyak 16 kali pertemuan frekuensi perlakuan 3 kali dalam satu minggu. Untuk pengambilan data pariabel Intensitas belajar bulutangkis diambil setelah diberikan setiap perlakuan, tiap sampel diambil datanya dalam bentuk angket dengan instrumen Intensitas belajar gerak (IBG), yang didalamnya menanyakan tentang hasil latihan berupa hasil keringat, denyut nadi, pernapasan, materi, dan waktu aktif siswa, dengan memberi tanda ceklis (X) pada pilihan yang sesuai dengan yang dirasakan sampel/siswa.

(35)

perlakuan (treatment) adalah 16 kali pertemuan. Mengenai jumlah perlakuan ini penulis mengacu pada pendapat Yudiana (2010:128) yang mengemukakan bahwa “proses pemberian perlakuan pada pelaksanaan penelitian secara intensif sejumlah

16 pertemuan pembelajaran.” Dengan demikian jumlah pertemuan untuk

perlakuan pembelajaran sebanyak 16 kali penulis rasa bisa dilakukan dalam penelitian ini.

[image:35.595.109.519.219.750.2]

Agar lebih terarah dalam memberikan perlakuan selama pelaksanaan penelitian, dalam hal ini penulis membuat rancangan jadwal pelaksanaan penelitian yang dirancang sesuai dengan ketentuan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), yang acuan materinya dibuat program dalam bentuk silabus dan program perbedaan pelaksanaan materi kelompok pendekatan taktis dan tradisional. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) perlakuan atau eksperimen pada sampel secara lebih rinci disajikan pada bagian lampiran. Berikut ini penulis sajikan ringkasan mengenai jadwal pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan pada tabel 3.1:

Tabel 3.1

Jadwal dan Waktu Penelitian

No

Bulan Minggu Pertemuan

ke

September Oktober

2 3 4 5 1 2 3

3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1

1 Tes Awal kebugaran X

2

Perlakuan Taktis & tradisional

X X X X X X X X X X X X X X X

3 Tes Akhir

(36)

Unang Kristian, 2013 B. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Sugiyono (2011:72) mengemukakan sebagai berikut: Eksperien dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan. Hal itu yang akan menegaskan bagaimana kedudukan perhubungan kausal antara variabel-variabel yang diselidiki. Tujuan eksperimen bukanlah pada pengumpulan dan deskripsi data, melainkan pada penemuan faktor-faktor penyebab dan faktor-faktor akibat, oleh karena itu maka di dalam eksperimen orang bertemu dengan dinamik dalam interaksi variabel-variabel.

Dalam suatu penelitian, perlu menetapkan suatu metode yang sesuai serta dapat membantu untuk mengungkapkan suatu permasalahan, keberhasilan dalam suatu penelitian menggunakan metode yang tepat serta sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti dengan tujuan yang ingin dicapai, oleh karena itu peneliti harus terampil dalam memilih metode yang tepat dengan masalah yang diteliti. Oleh karena itu, merumuskan masalah yang diteliti serta menentukan tujuan yang ingin dicapai dalam suatu penelitian sangat menentukan terhadap metode penelitian yang digunakan.

Selanjutnya mengenai metode ini Riduwan (2010:50) mengemukakan bahwa ”Metode eksprimen adalah suatu penelitian yang berusaha mencari

pengaruh variabel tertentu terhadap variabel yang lain dalam kondisi terkontrol secara ketat.” Metode eksperimen ini bertujuan untuk meneliti suatu masalah

(37)

eksperimen harus diadakan kegiatan percobaan dengan perlakuan atau treatment untuk mengetahui hasil dari pengaruh variabel-variabel yang diteliti. Tujuan penelitian yang akan dilakukan ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengaruh pendekatan taktis dan tradisional terhadap Intensitas belajar bulutangkis dan kebugaran siswa.

Untuk membuktikan kebenaran dan menguji hipotesis yang penulis ajukan maka penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode exsprimen, yaitu mengadakan percobaan-percobaan terhadap variable-variabel yang diselidiki untuk mendapatkan suatu hasil. Menurut Ruseffendi (2005:32) bahwa “Penelitian

eksperimen atau percobaan (experimental research) adalah penelitian yang benar-benar untuk melihat hubungan sebab akibat.”

(38)

Unang Kristian, 2013 1. Desain Penelitian

Dalam paradigma penelitian ini Sugiyono (2011;45) bila terdapat dua variabel indevenden (X1, X2) dan dua variabel devenden (Y1 dan Y2). Terdapat 4 rumusan masalah hubungan sederhana. Korelasi dan regresi ganda juga dapat digunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel secara simultan. Hal ini yang memberikan pengaruh (variabel bebas/independet variable) adalah pemberian dua jenis pendekatan pembelajaran sehingga dalam pelaksanaannya sampel dibagi dua kelompok untuk memperoleh perlakuan yang berbeda-beda. 1. Kelompok A mendapat perlakuan pemberian pendekatan teknik.

2. Kelompok B mendapat perlakuan pemberian pendekatan taktis.

Sedangkan variabel yang dipengaruhi (variabel terikat/dependent variable) adalah konsep diri pendekatan taktis yang terdiri dari dua variabel yaitu; 1) waktu aktif belajar, dan 2) kebugaran jasmani.

Sedangkan desain penelitian yang dipilih oleh penulis adalah desain true

eksperimental, James H McMillan (1997:459) dengan desain pretest-posttest

group. Berikut adalah model desain kelompok kontrol/ pretes/ posttes yang dipilih:

Desain Penelitian yang dipilih seperti pada gambar 3.1 berikut ini:

Gambar 3.1

Randomized Pretest-Posttest Control Group Design

James H McMillan (1997:459)

0 X1 0

[image:38.595.110.514.237.722.2]
(39)

Keterangan:

X1 = Pendekatan taktis

X2 = Pendekatan Tradisional

0 = Intensitas belajar

0 = Kebugaran Jasmani

Berdasarkan desain penelitian, maka prosedur pengumpulan data terdiri dari beberapa tahap yaitu sebagai berikut:

a. Dengan mengurus surat perijinan untuk pelaksanaan penelitian yang dari Progran Pasca Sarjana UPI Bandung.

b. Selanjutnya menghubungi kepala sekolah SD Negeri Karamatmulya 2 yang akan digunakan sebagai tempat penelitian untuk memberitahukan dan memohon kerjasamannya agar pelaksanaan peneltian dapat berjalan dengan lancar.

c. Sebelum pelaksanaan eksperimen, terlebih dahulu memberikan informasi kepada para guru pembantu penelitian yaitu guru pendidikan jasmani disekolah tempat penelitian. Pengarahan dilakukan sebanyak satu kali pertemuan. Isi dari pengarahan tersebut mengenai; (1) Penjelasan pendekatan taktis dan konvnesional (2) prosedur pelaksanaan tes dan perlakuan terhadap Intensitas belajar bulutangkis dan kebugaran siswa.

d. Pembagian kelompok, masing-masing kelompok diberikan latihan 3 kali seminggu selama 6 minggu.

(40)

Unang Kristian, 2013

[image:40.595.120.508.216.704.2]

adanya gambaran langkah penelitian maka akan mempermudah untuk memulai sebuah penelitian. Dalam penelitian ini, penulis menggambarkan langkah penelitian yaitu pada gambar 3.2 sebagai berikut:

Gambar 3.2

Studi Pendahuluan

Perumusan masalah

Studi literatur

Perangcangan Pendekatan Taktis Penyusunan tes

Bermain Bulutangkis

Perancangan Pende- katan Konvensiol

Tes Awal (Pre-test) Kebugaran

Pembelajaran pendekatan taktis

Pembelajaran pende- katan konvensional

Perlakuan (Treatment) Perlakuan

(Treatment)

Tes Akhir (Post- test) kebugaran

Pengolahan & Analisis Data

(41)

Alur Penelitian

2. Definisi Operasional

Demi kelancaran dan terkendalinya pelaksanaan penelitian, maka penulis perlu membatasi penelitian ini agar lebih terarah dan tidak terjadi salah penafsiran, dan selanjutnya menetapkan variabel-variabel yang akan diteliti. Karena bila hal ini tidak dilakukan, dikhawatirkan akan menyebabkan kekeliruan dan dapat mengaburkan atau menjadi bias definisi yang sesungguhnya.

Variabel-variabel yang akan diteliti terdiri dari variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). Menurut Sugiyono (2011:61) bahwa, “Variabel bebas adalah merupakan variable yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat).” Sedangkan mengenai variabel terikat

Sugiyono (2011:61) menyatakan bahwa, “Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.”

Dapat diambil kesimpulan bahwa variabel bebas adalah variabel yang bisa menyebabkan perubahan (mempengaruhi) terhadap variabel terikat. Sedangkan variabel terikat itu sendiri adalah variabel yang menjadi akibat (dipengaruhi), disebabkan oleh variabel bebas. Pada penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah pendekatan taktis dan tradisional sedangkan variabel terikatnya adalah Intensitas belajar bulutangkis dan Kebugaran siswa.

a. Variabel Bebas

(42)

Unang Kristian, 2013

(2010:328) adalah model pembelajaran yang bertujuan meningkatkan kemampuan anak dalam olahraga permainan yang didukung oleh pemahaman terhadap taktik dan penguasaan keterampilan.

Tujuan pembelajaran dengan menggunakan taktis bagi siswa, menurut

Subroto (2001:9) adalah :

1. Meningkatkan kemampuan bermain melalui pemahaman terhadap keterkaitan antara taktik permainan dan perkembangan ketermpilan.

1. Memberikan kesenangan dalam proses pembelajaran.

2. Belajar memecahkan masalah-masalah dan membuat keputusan selama bermain.

Sedangkan Pendekatan Pembelajaran tradisional cenderung pembelajaran yang menekankan pada penguasaan teknik, yang bentuk latihannya dilakukan secara drill, serta terpisah dengan bentuk latihan tahap pola bermain. Burrowes

(2003) mengemukakan pendekatan pembelajaran tradisional menekankan pada

resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk merefleksi materi-materi yang dipresentasikan, menghubungkannya dengan pengetahuan sebelumnya, atau mengaplikasikannya kepada situasi kehidupan nyata.

(43)

(teknis) perkembangan pemaian dari permainan dapat dianggap terdiri dari empat tahapa yaitu: Tahap satu berkepentingan meningkatkan keterampilan tunggal dan kemampuan mengontrol suatu benda, tahap dua menggunakan keterampilan dengan menggabungnya dengan keterampilan lain. dan menghubungkan gerak pribadi dengan gerakan orang lain dengan cara bekerja sama, tahap tiga strategi penyerangan dan pertahanan dasar, dan tahap empat permainan dimodifikasi dengan perubahan pada peraturan, luas lapangan, jumlah pemain-dengan posisi yang dikhususkan dan permainan sebenarnya.

b. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu Intensitas belajar dan Kebugaran siswa. Intensitas belajar dan kebugaran siswa yang diperoleh seorang siswa ditentukan oleh dirinya sendiri, suatu Intensitas belajar dan kebugaran siswa bisa diraih dengan baik apabila siswa melakukan pembelajara dengan sungguh-sungguh sesuai dengan keinginan dirinya sendiri tanpa ada paksaan dari orang lain. Pengertian intensitas belajar sendiri adalah pemusatan perhatian dan kesadaran terhadap aktivitas belajar, dalam hal ini belajar gerak dalam kontek pendidikan jasmani. Lebih tegas diartikan Intensitas belajar berarti jumlah waktu konsentrasi dalam mengikuti proses belajar mengajar. Schmidt (1999) yang dikutif Abduljabar (2010:124). Sedangkan Suherman (2009;114) mengemukakan bahwa aktivitas dalam proses belajar mengajar penjas terdapat empat katagori aktivitas yaitu :

(44)

Unang Kristian, 2013

dan mengambil bola, mendengarkan aturan-aturan dalam mengikuti pelajaran, mendengarkan peringatan / teguran, ganti pakaian, mengecek kehadiran) b. Aktivitas belajar (A) adalah waktu yang dihabiskan oleh sebagian besar siswa

untuk melakukan aktivitas belajar secara aktif (misal: memukul bola, melempar bola, melangkah, lari)

c. Instructur (I) adalah waktu yang dihabiskan oleh sebagian besar siswa untuk mendengarkan informasi bagaimana melakukan keterampilan (melihat, demonstrasi, mendengarkan instruksi keterampilan)

d. Waiting (W) adalah waktu yang dihabiskan oleh sebagian besar siswa tetapi tidak termasuk dalam ketiga kategori di atas (misal: tunggu giliran, off-task

behavior, sebagian besar siswa diam atau ngobrol tidak melakukan kegiatan

yang ditugaskan, mengunggu guru untuk memberikan instruktur).

Sedangkan Kebugaran Jasmani menurut Tarigan (2009:28) adalah kesanggupan untuk melakukan kegiatan sehari-hari dengan semangat dan penuh kesadaran, yang dilakukan tanpa mengalami kelelahan yang berarti, serta dapat terhindar dari penyakit kurang gerak (hypokinetik) sehingga dapat menikmati kehidupan dengan baik dan bersahaja. Lebih lanjut Tarigan (2009;31) mengemukakan:

(45)

Mengenai waktu latihan kebugaran tambahnya lagi menurut Lutan (2001:36) menyatakan:

“waktu adalah lamanya suatu kegiatan dilaksanakan, seberapa lama latihan berlangsung, bergantung pada komponen kebugaran yang dilatih, seperti untuk melatih fleksibilitas dengan streching, dibutuhkan latihan antara 10 -30 detik bagi setiap jenis gerakan, kalau 10 kali ulangan, maka total waktu untuk 6 gerakan masing-masing 10 detik, adalah 10 x 6 x 10 detik = 600 detik atau 10 menit. Dan untuk latihan aerobik dibutuhkan latihan selama 20 menit dengan catatan, intensitas belajarnya mencapai zona latihan”.

Intensitas belajar dan kebugaran siswa dimaksud dalam kontek penelitian ini yaitu berupa hasil belajar pendidikan jasmani cabang olahraga permainan bulutangkis. Pengertian Karakteristik permaianan bulutangkis menurut Subarjah (2000:11) adalah: “Permainan bulutangkis merupakan permainan yang bersifat

individual yang dapat dilakukan dengan satu orang melawan satu orang dua orang melawan dua orang, menggunakan raket sebagai alat pemukul dan kok sebagai subjek pemukul, dengan lapangan berbentuk segi empat dan dibatasi oleh net untuk memisahkan antara daerah permainan sendiri dan daerah permainan lawan”.

C. Instrumen Penelitian

(46)

Unang Kristian, 2013

memperoleh data tentang status sesuatu dibandingkan dengan standar atau ukuran yang telah ditentukan, karena mengevaluasi juga adalah mengadakan pengukuran.

Oleh karena itu alat atau instrumen dalam sebuah penelitian mutlak harus ada sebagai bahan untuk pemecahan masalah penelitian yang hendak diteliti. Secara garis besar mengenai alat evaluasi ini Arikunto (1997:138) menggolongkannya atas dua macam yaitu tes dan non tes.

“Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, inteligensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Non tes adalah dengan mengamati sampel yang diteliti sesuai dengan kebutuhan penelitian sehingga diperoleh data yang diinginkan”.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan instrumen atau alat pengumpul data dalam proses pembelajaran pendekatan taktis dan tradisional untuk mengukur Jumlah waktu aktif belajar dan tingkat kebugaran siswa.

1. Instrumen Intensitas Belajar Gerak (IBG) Proses pembelajaran Bulutangkis

a. Definisi Konseptual

(47)

belajar (A) adalah waktu yang dihabiskan sebagaian besar siswa untuk melakukan aktivitas belajar secara aktif (misal: menangkap bola, melempar bola, dribbling, lari). (3) Instruction (I) adalah waktu yang dihabiskan oleh sebagian besar siswa untuk mendengarkan informasi bagaimana melakukan keterampilan (misal: melihat demonstrasi, mendengarkan instruksi keterampilan). (4) Waiting (W) adalah waktu yang dihabiskan oleh sebagian besar siswa tetapi tidak termasuk dalam ke tiga katagori di atas (misal: tunggu giliran, off-task behavior, sebagian besar siswa diam atau ngobrol tidak melakukan kegiatan yang ditugaskan, menunggu guru untuk memberikan instruksi). Agar belajar gerak siswa dalam PBM ini mudah diamati peneliti menggunakan instrumen Intensitas belajar Gerak (IBG).

b. Definisi Operasional

(48)

Unang Kristian, 2013 c. Kisi-kisi Instrumen

Alat ukur atau instrumen harus mempunyai kisi-kisi untuk acuan atau petunjuk dalam mengukur kemampuan siswa yang akan diikuti oleh penyusunan alat tes. Menurut Nurhasan (1992:72) Kandungan kisi-kisi mempunyai rincian isi sebagai berikut :

1) Pokok bahasan atau sub pokok bahasan materi ajar yang akan di tesken 2) Aspek-aspek yang akan diukur

3) Jumlah butir soal yang akan digunakan 4) bentuk soal yang akan digunakan

5) jumlah butir soal tiap aspek yang akan diteskan 6) taraf kesulitan soal

Bentuk kisi-kisi atas dasar rincian isi kisi-kisi tersebut di atas, peneliti buat bentuk kisi-kisi yang sederhana yaitu dengan alat ukur bentuk angket pada Intensitas Belajar Gerak (IBG) pada materi permainan bulutangkis, aspek yang diukur adalah jumlah waktu aktif belajar, jumlah waktu yang akan diukur sesuai alokasi waktu yang tersedia setiap satu pertemuan untuk SD yaitu 35 x 2 menit. alat ukur dengan menggunakan bentuk format mengadopsi dari instrumen Suherman (2001:109). yaitu format Intensitas Belajar Gerak (IBG) yang datanya diambil dari setiap proses pembelajaran.

(49)
[image:49.595.114.512.223.730.2]

sampel. Adapun bentuk format instrumen dapat dilihat pada tabel 3.2 sebagai berikut:

Tabel 3.2

Instrumen IBG Proses pembelajaran Bulutangkis

Model : Taktis / Tradisional

Nama ... Tgl ... Materi pembelajaran bulutangkis : ...

Petunjuk : Berilah tanda silang (X) pada pilihan yang dianggap cocok

No Jenis IBG Hasil PBM Pilihan

1 Keringat - Tidak berkeringat

- sedikit - cukup

- Banyak keringat

2 Denyut Nadi - Seperti biasa

- Agak cepat - Cepat - Sangat cepat

3 Pernapasan - Normal

- Kedengaran sedikit - Kedengaran keras - Sangat keras

4 Bagi saya materi belajar tadi? - Terlalu mudah - Cukup

- Sulit - terlalu sulit

5. Level Latihan Tadi Termasuk :

- Ringan dengan jumlah waktu - Kurang dari 8 menit - Antara 9 – 15 menit - Lebih dari 15 menit - Sedang dengan jumlah waktu - Kurang dari 8 menit

(50)

Unang Kristian, 2013

Cara memberi skornya pada format IBG di atas adalah sebagai berikut : 1. Keringat dengan skor 1 - 4

Skor 1 = Apabila siswa memilih tidak berkeringat Skor 2 = Apabila siswa memilih sedikit

Skor 3 = Apabila siswa memilih cukup

Skor 4 = Apabila siswa memilih banyak keringat 2. Denyut nadi dengan skor 1 - 4

Skor 1 = Apabila siswa memilih seperti biasa Skor 2 = Apabila siswa memilih agak cepat Skor 3 = Apabila siswa memilih cepat Skor 4 = Apabila siswa memilih sangat cepat 3. Pernapasan dengan skor 1 - 4

Skor 1 = Apabila siswa memilih normal

Skor 2 = Apabila siswa memilih kedengaran sedikit Skor 3 = Apabila siswa memilih kedengaran keras Skor 4 = Apabila siswa memilih sangat keras 4. Materi dengan skor 1 - 4

Skor 1 = Apabila siswa memilih terlalu mudah Skor 2 = Apabila siswa memilih cukup

Skor 3 = Apabila siswa memilih sulit Skor 4 = Apabila siswa memilih terlalu sulit 5. Jumlah waktu / level dengan skor 2 - 4

(51)

Skor 3 = Apabila siswa memilih level ringan / sedang dengan waktu (9 – 15 menit)

Skor 4 = Apabila siswa memilih level ringan / sedang dengan waktu ( > 16 menit)

d. Penggunaan Instrumen

Beberapa langkah pelaksanaan penggunaan instrumen tersebut adalah sebagai berikut :

 Melakukan proses pembelajaran dengan pendekatan taktis dan konvensioanl

 Akhir proses pembelajaran siswa berkumpul dan diberikan penjelasan tentang

kegiatan yang sudah dilaksanakan.

 Tiap aktir pertemuan tiap siswa mengisi bentuk angket instrumen Intensitas

Belajar Gerak (IBG) dengan memberikan tanda cek (X) pada kolom tentang katagori, keringat, denyut nadi, pernapasan, materi dan jumlah waktu aktif, sesuai dengan apa yang dirasakannya dari hasil pembelajaran tersebut.

 Penghitungan Intensitas Belajar Gerak (IBG) hanya dilakukan menakala siswa

memberikan tanda, misalnya Dina memilih kategaori 1 (keringat) mencek (X) pada „sedikit‟ dengan skor 2, kategori 2 (denyut nadi) mencek (X) pada „seperti biasa‟ dengan skor 1, kategori 3 (pernapasan) menceklis (X) pada „kedengaran sedikit‟ dengan skor 2, kategori 4 (materi) menceklis pada „cukup‟ dengan skor 2, dan kategori 5 (jumlah waktu) menceklis pada „ringan

(52)

Unang Kristian, 2013

2. Instrumen Kebugaran jasmani

a. Definisi konseptual

Tes tingkat kebugaran siswa akan dilakukan tes praktek dengan mengukur kebugaran jasmani siswa SD, yaitu Tes Kesegaran Jasmani Indonesia “ (TKJI) telah disepakati dan ditetapkan menjadi instrumen / alat tes yang berlaku di seluruh wilayah Indonesia karena TKJI disusun dan disesuaikan dengan kondisi anak Indonesia.

Kegunaan Tes Kesegaran Jasmani Indonesia (TKJI) ini dipergunakan untuk mengukur dan menentukan tingkat kesegaran jasmani siswa Sekolah Dasar putra dan putri, serta anak-anak yang seusia. TKJI dibagi dalam 4 kelompok usia, yaitu : 6-9 tahun, 10-12 tahun, 13-15 tahun, dan 16-19 tahun. Tes kesegaran jasmani Indonesia dalam Sekolah Dasar ini menurut Nurhasan (1992:139) dapat dibedakan yaitu untuk Sekolah dasar kelas 1, 2, dan 3 dan untuk Sekolah Dasar kelas 4, 5, dan 6. Dalam penelitian ini untuk tes kebugaran mengambil sampel kelas 4, 5, dan enam pada Sekolah Dasar Negeri Karamatmulya 2 Soreang Bandung.

b. Definisi Operasional

Berkaitan dengan tes kebugaran jasmani Indonesia sebagaimana digagas Nurhasan (2007:118), butir-butir tes untuk SD kelas 4, 5, dan 6 adalah sebagai berikut:

1. Tes lari cepat 40 meter

2. gantung angkat tubuh (pull up) selama 30 detik 3. baring duduk (sit up) selama 30 detik

(53)

5. lari 600 meter (lari jarak sedang)

Alasan penulis menentukan tes kebugaran jasmani ini adalah atas dasar pertimabangan bahwa :

a)Tes kebugaran jasmani ini merupakan tes standar yang digunakan di Indonesia b) Tes tersebut menilai kebugaran jasmani berdasarkan kelompok umur dan

dapat dipertanggung jawabkan hasilnya.

c)Tes tersebut menggambarkan komponen fisik yang akan diukur dan ditiliti dalam penelitian ini

Tes kesegaran jasmani ini merupakan satu rangkaian (baterai) oleh karena itu semua item (jenis tes) harus dilaksanakan dalam satu hari. Urutan pelaksanaannya yaitu sebagai berikut:

a) Lari cepat b) Angkat tubuh c) Baring duduk d) Loncat tegak e) Lari jauh

Apabila tes ini diterapkan terhadap anak-anak diluar sekolah, untuk kelompok usia 6 sampai dengan 9 tahun mempergunakan rangkaian tes dan norma bagi siswa Sekolah Dasar kelas 1, 2 dan 3. Sedangkan untuk kelompok usia 10 sampai dengan 12 tahun mempergunakan rangkaian tes dan norma bagi siswa kelas 4, 5, dan 6.

c. Kisi-kisi Instrumen Kebugaran

(54)

Unang Kristian, 2013

kriteria dan norma penilaian menurut Nurhasan (2007:106-118) dapat dilihat pada tabel 3.3 – 3.8 sebagai berikut:

Tabel 3.3

Tes lari cepat

Gambar

Tabel  Halaman
Gambar
Tabel 3.1 Jadwal dan Waktu Penelitian
Gambar 3.1  Randomized Pretest-Posttest Control Group Design
+7

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu guna mempermudah peserta didik dalam pembelajaran menulis kalimat sederhana bahasa Jepang, diperlukan sebuah pendekatan yang menarik dan interaktif,

dengan perolehan skor 958 dan persentase 49,90%. b) Kategori gaya kepemimpinan demokratis di klub-klub bolabasket. Kota Sukabumi secara umum termasuk kategori tinggi,

Dalam rangka meningkatkan kualitas papan partikel terutama yang berkaitan dengan kekuatan, kombinasi dengan partikel kayu merupakan salah satu upaya peningkatan kekuatan

Penelitian kualitas papan komposit dari sekam padi dan plastik HDPE daur ulang menggunakan maleic anhydride (MAH) sebagai compatibilizer dengan variasi komposisi 30:70,

Hubungan antar siswa di sekolah multi etnis dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain identifikasi, empati, imitasi, sugesti, dan motivasi, faktor-faktor fisik antara

[r]

[r]

1) Pelayanan jasa yang secara langsung menunjang kegiatan penerbangan, yang dapat diselenggarakan oleh unit pelaksana dari badan usaha kebandarudaraan, badan hukum Indonesia