• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBANTUAN MEDIA AUDIO-VISUALUNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBAHASA SISWA TUNARUNGU HEARING-IMPAIRED.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBANTUAN MEDIA AUDIO-VISUALUNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBAHASA SISWA TUNARUNGU HEARING-IMPAIRED."

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ….………..…... i

ABSTRACT ……… ii

LEMBAR PENGESAHAN ……… iii

LEMBAR PERNYATAAN ……… iv

KATA PENGANTAR ……… v

DAFTAR ISI ……… vii

DAFTAR TABEL ……… ix

DAFTAR BAGAN ……… xi

DAFTAR GRAFIK ……… xii

DAFTAR LAMPIRAN ……… xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………. 1

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah ………. 6

C. Pertanyaan Penelitian ………. 7

D. Tujuan Penelitian ………. 8

E. Manfaat Penelitian ………. 10

F. Penjelasan Istilah ………. 13

G. Kerangka Berpikir ………. 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Ketunarunguan ………. 19

1. Pengertian Tunarungu ………. 19

2. Klasifikasi Ketunarunguan (Hearing-Impaired) ………. 20

3. Kerusakan Telinga ………..………… 25

4. Proses Perolehan Bahasa Siswa Tunarungu ……… 26

(2)

7. Penampilan Siswa Tunarungu dalam Membaca dan Menulis/Mengarang …….………..………….

42

B. Pembelajaran ……….……….………… 49

1. Arti dan Makna Pembelajaran ……… 49

2. Perkembangan Konsep Dasar Pembelajaran ………...…………... 54

3. Hasil Belajar dan Pembelajaran ……….. 65

4. Komponen-komponen Pembelajaran ……….. 68

5. Prinsip-prinsip Pembelajaran ……….. 72

6. Pola dan Model Pembelajaran ……… 81

C. Media Audio-Visual ………..………. 89

1. Pengertian Media Audio-Visual ……….. 89

2. Ruang Lingkup Media Audio-Visual ………..………… 91

3. Manfaat Media Audio-Visual ……… 98

4. Teknik Evaluasi Penggunaan Media Audio-Visual dalam Pembelajaran………..…… 101 D. Peranan Media Audio-Visual dalam Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Siswa Tunarungu ……….. 108 1. Pemanfaatan Televisi untuk Mengembangkan Kemampuan Berbahasa Siswa Tunarungu ……… 109 2. Pemanfaatan Video untuk Mengembangkan Kemampuan Berbahasa Siswa Tunarungu ………. 110 3. Pemanfaatan Komputer untuk Mengembangkan Kemampuan Berbahasa Siswa Tunarungu ………. 111 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian ……….……….……. 114

B. Subyek Penelitian ……….……… 120

C. Instrumen Penelitian ……….……… 121

D. Teknik Analisis Data ……… 122

(3)

A. Hasil Survei Awal ……….……… 124

1. Data Umum Program Pendidikan SDLB Tunarungu ……… 126

2. Pendapat Guru Mengenai Pembelajaran dan Kemampuan Berbahasa Siswa SDLB Tunarungu ………. 137 B. Pengembangan Model dan Hasil Uji Coba ……….………. 141

1. Pengembangan Model ……….………. 141

2. Hasil Uji Coba Pengembangan ……….………. 164

C. Hasil Uji Validasi Model Pengembangan ……… 182

1. Dampak Model terhadap Kinerja Guru ………. 183

2. Dampak Model terhadap Kemampuan Berbahasa Siswa SDLB Tunarungu ………. 193 D. Interaksi Model ……… 208

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian ..……….……….. 214

1. Hasil Survei Awal ……….………. 214

2. Hasil Uji Coba ……….………… 220

3. Hasil Uji Validasi ……….……….………. 228

B. Pembahasan ……….……….………. 230

(4)

B. Implikasi ……… 284

C. Rekomendasi ………. 285

(5)

1

SUMARNA/PK-S3/UPI BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional Pasal I Ayat 1 menyatakan bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Pernyataan Undang-undang Republik Indonesia tentang Sistem

Pendidikan Nasional Pasal I Ayat 1 di atas, secara implisit mengandung suatu

pemahaman bahwa paradigma pembelajaran saat ini harus mampu

mengembangkan aktivitas para siswa sehingga kegiatan belajar mengajar

bersifat student centered. Artinya, peran aktif para siswa lebih dominan

dibandingkan guru sehingga guru hanya berfungsi sebagai fasilitator,

motivator, mediator, dan lain sebagainya.

Pendidikan siswa tunarungu yang merupakan bagian integral dari Sistem

Pendidikan Nasional tentu harus mampu mengimplementasikannya di

lapangan. Hal ini dimaksudkan agar potensi siswa tunarungu dapat

berkembang secara optimal sehingga diharapkan siswa tunarungu dapat

menjadi manusia beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang

demokratis dan bertanggung jawab. Untuk itu, pendidikan siswa tunarungu

(6)

2

SUMARNA/PK-S3/UPI pengetahuan, keterampilan, serta sikap bagi para siswanya untuk

dikembangkan di masyarakat. Namun permasalahannya adalah bagaimana cara

memberikan ilmu pengetahuan, keterampilan, serta sikap tersebut dalam

pendidikan siswa tunarungu yang mengalami hambatan dalam kemampuan

berbahasanya?

Bila ditinjau secara historis, pelaksanaan pengajaran bahasa dalam

pendidikan siswa tunarungu sudah dimulai sejak abad XVII, dimana pada abad

tersebut lahir 2 (dua) pendekatan dalam pengajaran bahasa, yakni metode

konstruktif dan natural. Metode konstruktif menitikberatkan pengajaran bahasa

berawal dari guru dan hampir seluruhnya dikuasai guru, sementara pada

metode natural pengajaran bahasa dilaksanakan dengan mengikuti cara

sebagaimana anak normal mulai belajar bahasa. Artinya, metode ini

mengajarkan bahasa tanpa program, melainkan dengan menciptakan

percakapan berdasarkan situasi aktual yang sedang dialami siswa tunarungu.

Berdasarkan pengamatan dan pengalaman peneliti selama mengajarkan

bahasa bagi siswa tunarungu, pembelajaran bahasa Indonesia merupakan beban

berat yang harus dihadapi siswa dan guru. Para guru yang ada di lingkungan

pendidikan siswa tunarungu telah mencoba mencari dan mengetahui titik

lemah dari pengajaran bahasa Indonesia, di antaranya seperti yang dilakukan

SDLB Tunarungu Santi Rama Jakarta Selatan dan SDLB Tunarungu Pangudi

Luhur Jakarta Barat. Dalam pandangan kedua SDLB Tunarungu tersebut

dikemukakan bahwa rendahnya kemampuan berbahasa siswa tunarungu

(7)

3

SUMARNA/PK-S3/UPI sehingga diperlukan latihan bicara (artikulasi) atau isyarat. Latihan bicara dan

isyarat tersebut dimaksudkan agar siswa tunarungu mampu berbahasa dan

berkomunikasi. Cara lain yang dilakukan para guru adalah memulainya dengan

menggunakan Metode Maternal Reflektif (MMR), yaitu suatu metode

percakapan sebagaimana ibu bercakap-cakap dengan anaknya. Penyajian

materi pembelajaran dimulai dari apa yang dialami siswa tunarungu, kemudian

guru dan siswa lain menanggapinya secara bergantian. Dengan demikian,

pembelajaran melalui Metode Maternal Reflektif (MMR) ini komunikasi

dilakukan dengan cara multiarah. Yakni, komunikasi antara guru dengan siswa

tunarungu atau antara siswa tunarungu yang satu dengan siswa tunarungu

lainnya.

Pengajaran bahasa dengan menggunakan cara-cara sebagaimana

dikemukakan di atas, pada kenyataannya belum mampu mengantisipasi

kelemahan siswa tunarungu dalam hal berbahasa. Terbukti hingga saat ini

siswa tunarungu masih mengalami kesulitan untuk mengembangkan

kemampuan berbahasa dan beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya. Hal

ini sangat beralasan dan masuk akal sebab tidak semua orang mampu

memaknai dan menafsirkan apa yang diungkapkan siswa tunarungu dalam

percakapannya. Selain itu, siswa tunarungu juga terbiasa dengan menggunakan

bahasa isyarat sehingga menyulitkan lawan bicaranya.

Pada sisi lain, bahasa juga memiliki kaidah-kaidah yang sulit dipahami

siswa tunarungu. Misalnya, memiliki pola kalimat tertentu, mengandung majas

(8)

4

SUMARNA/PK-S3/UPI kalimat, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dapat dipastikan bahwa untuk

dapat berbahasa dengan baik maka siswa tunarungu harus menguasai

kaidah-kaidah berbahasa tersebut. Penguasaan kaidah-kaidah-kaidah-kaidah inilah yang selama ini

sulit dipahami sehingga harus dicarikan solusinya oleh pihak-pihak terkait

yang menangani siswa tunarungu.

Ditinjau dari segi pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia dalam

pendidikan siswa tunarungu, secara umum belum menunjukkan hasil yang

memuaskan sesuai dengan tujuan pembelajaran bahasa Indonesia yang

tercantum dalam kurikulum. Yakni, “Siswa tunarungu mampu berkomunikasi

secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan

maupun tulisan” (Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SDLB

Tunarungu, 2006: 82). Pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia dalam

pendidikan siswa tunarungu lebih cenderung pada pencapaian target kurikulum

daripada mencari terobosan-terobosan baru agar siswa tunarungu memiliki

kemampuan berbahasa yang memadai. Di sisi lain, sumber belajar (learning

resources) dan media pembelajaran yang tersedia masih terbatas, sehingga

guru mengalami kesulitan dalam merangsang kemampuan berbahasa siswa

tunarungu. Kebanyakan guru menggunakan sumber belajar dan media

pembelajaran seadanya dan pada tatanan yang sangat sederhana. Dengan

demikian, wajarlah apabila pembelajaran bahasa Indonesia dalam pendidikan

siswa tunarungu menjadi kurang bermakna dan tidak mampu mengembangkan

(9)

5

SUMARNA/PK-S3/UPI Dalam pembelajaran bahasa, salah satu aspek yang sering menjadi sorotan

adalah aspek metode mengajar. Berhasil tidaknya suatu pembelajaran akan

bergantung pada metode pembelajaran yang digunakan, karena melalui

metodelah suatu materi dapat disampaikan dan bahasa dapat diajarkan. Hal ini

sebagaimana dikemukakan Syaodih (1998) yang mengungkapkan bahwa

“Penyusunan sekuens bahan ajar berhubungan erat dengan strategi mengajar

atau metode mengajar”. Dipihak lain Tafsir (1992) mengungkapkan bahwa

“…persoalan mengajar sebenarnya bukanlah persoalan metode apa yang akan

digunakan, akan tetapi persoalan bagaimana menyusun langkah-langkah proses

pengajaran itu sendiri”. Sekitar tahun 1997-an telah muncul perubahan sistem

pengajaran bahasa dengan menggunakan Komunikasi Total (Komtal). Yakni,

suatu sistem pengajaran bahasa yang menggabungkan pendekatan oral dengan

isyarat. Dimana melalui pendekatan tersebut bahasa isyarat dibakukan dengan

munculnya Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) dan berlaku untuk seluruh

SLB Tunarungu yang ada di Tanah Air. Usaha tersebut kelihatannya tidak juga

mampu meningkatkan kemampuan berbahasa siswa tunarungu. Hal ini dapat

dilihat dari hasil penelitian yang telah dilakukan Lani Bunawan (2000) seorang

psikolog dari Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Yayasan Santi

Rama Jakarta, yang melaporkan bahwa kemampuan membaca siswa tunarungu

di DKI Jakarta berada beberapa tahun di bawah usia sebayanya yang

mendengar, dan lebih memprihatinkan lagi adalah bahasa tulis siswa tunarungu

(10)

6

SUMARNA/PK-S3/UPI Berdasarkan uraian-uraian sebagaimana dikemukakan di atas, jelaslah

bahwa permasalahan pokok yang dihadapi siswa tunarungu saat ini adalah

rendahnya kemampuan berbahasa, serta terbatasnya pemanfaatan sumber

belajar dan media pembelajaran. Berangkat dari permasalahan tersebut peneliti

mencoba melakukan penelitian dan pengembangan tentang model

pembelajaran bahasa Indonesia berbantuan media audio-visual untuk

meningkatkan kemampuan berbahasa siswa tunarungu di DKI Jakarta.

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka

permasalahan pokok yang terjadi saat ini dalam pembelajaran bahasa Indonesia

bagi siswa tunarungu adalah rendahnya kemampuan berbahasa. Permasalahan

tersebut semakin kompleks apabila dihubungkan dengan keterbatasan sumber

belajar dan media pembelajaran.

Sumber belajar dipandang mampu mempengaruhi rendahnya kemampuan

berbahasa siswa tunarungu, karena tanpa penggunaan sumber belajar yang

tepat dimungkinkan daya pikir dan kreativitas siswa tunarungu tidak

berkembang secara optimal. Pada akhirnya, kemampuan berbahasa siswa

tunarungu tidak berkembang pula. Pada sisi lain, penggunaan media

pembelajaran (audiovisual aids) dimungkinkan juga mempengaruhi rendahnya

kemampuan berbahasa siswa tunarungu. Karena salah satu manfaat dari media

pembelajaran adalah membantu tumbuhnya pengertian dan perkembangan

(11)

7

SUMARNA/PK-S3/UPI Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, maka perlu dibuat

model pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan berbahasa siswa

tunarungu sesuai dengan tujuan pembelajaran yang dituntut kurikulum bahasa

Indonesia. Yakni, siswa tunarungu mampu berkomunikasi secara efektif dan

efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulisan.

Model pembelajaran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah model

pembelajaran bahasa Indonesia berbantuan media audio-visual.

Berdasarkan identifikasi masalah sebagaimana diuraikan di atas, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah model pembelajaran bahasa

Indonesia berbantuan media audio-visual bagaimana yang mampu

meningkatkan kemampuan berbahasa siswa tunarungu?.

Prinsip dari pemilihan model pembelajaran bahasa Indonesia berbantuan

media audio-visual ini adalah efisiensi dan efektifitas. Artinya, hemat dalam

penggunaan waktu, sumber daya manusia, proses, dan sesuai antara tujuan

pembelajaran dengan hasil yang dicapai. Pada sisi lain, sesuai pula dengan

perkembangan teknologi informasi dimana guru bukan lagi merupakan sumber

belajar satu-satunya. Siswa tunarungu dapat belajar secara individual atau

kelompok dalam ruang yang cukup bebas untuk memperoleh informasi sesuai

dengan kebutuhan pembelajaran.

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan perumusan dan pembatasan masalah sebagaimana diuraikan

(12)

8

SUMARNA/PK-S3/UPI 1. Bagaimana kondisi awal pembelajaran bahasa Indonesia, dilihat dari

kemampuan dan kinerja guru dalam perencanaan dan pelaksanaan

pembelajaran, aktivitas belajar siswa, dan pemanfaatan media audio-visual

dalam pembelajaran bahasa Indonesia bagi siswa tunarungu?

2. Disain model pembelajaran bahasa Indonesia berbantuan media

audio-visual bagaimana yang mampu meningkatkan kemampuan berbahasa siswa

tunarungu, bagaimana langkah-langkahnya, dan bagaimana pula bentuk

akhir dari hasil pengembangan model pembelajaran bahasa Indonesia

berbantuan media audio-visual tersebut?

3. Bagaimana implementasi model pembelajaran bahasa Indonesia berbantuan

media audio-visual, dilihat dari kemampuan dan kinerja guru, pemanfaatan

media audio-visual, dan skenario yang dituntut dalam implementasi model

pembelajaran tersebut?

4. Bagaimana pengaruh implementasi model pembelajaran bahasa Indonesia

berbantuan media audio-visual terhadap kinerja guru, aktivitas belajar

siswa, dan peningkatan kemampuan berbahasa siswa tunarungu?

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan suatu produk, yaitu model

pembelajaran bahasa Indonesia berbantuan media audio-visual untuk

meningkatkan kemampuan berbahasa siswa tunarungu. Model hasil

pengembangan ini diharapkan dapat dimanfaatkan secara praktis oleh guru

(13)

9

SUMARNA/PK-S3/UPI dan hasil pembelajaran dapat meningkat. Pada akhirnya, kemampuan

berbahasa siswa tunarungu dapat meningkat untuk mengatasi berbagai

permasalahan hidup dan kehidupannya secara optimal.

2. Tujuan Khusus

Dengan mengacu pada tujuan umum pembelajaran sebagaimana

diuraikan di atas, maka tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian

ini adalah :

a. Mengetahui kondisi awal pembelajaran bahasa Indonesia, dilihat dari

kemampuan dan kinerja guru, baik dalam perencanaan dan pelaksanaan,

aktivitas belajar siswa tunarungu, dan pemanfaatan media pembelajaran

selama pembelajaran bahasa Indonesia;

b. Memperoleh disain pembelajaran bahasa Indonesia berbantuan media

audio-visual untuk meningkatkan kemampuan berbahasa siswa

tunarungu;

c. Mengetahui implementasi model pembelajaran bahasa Indonesia

berbantuan media audio-visual, dilihat dari kemampuan dan kinerja guru,

pemanfaatan media audio-visual, dan skenario yang dituntut dalam

implementasi model pembelajaran; serta

d. Membandingkan pengaruh implementasi model pembelajaran hasil

pengembangan dengan model pembelajaran bahasa Indonesia secara

(14)

10

SUMARNA/PK-S3/UPI E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian dan pengembangan ini diharapkan memperoleh masukan

yang berarti bagi pengembangan teoritis, yakni sejumlah prinsip-prinsip

atau kaidah-kaidah yang dapat dijadikan pedoman dalam pengembangan

model pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya dalam pemanfaatan

media audio-visual dalam upaya meningkatkan kemampuan berbahasa

siswa tunarungu. Sejumlah prinsip atau kaidah yang dimaksud diharapkan

dapat mewarnai pengembangan model pembelajaran bahasa Indonesia,

dalam upaya meningkatkan kemampuan berbahasa siswa tunarungu.

Sementara dalam pelaksanaannya, hasil penelitian ini diharapkan dapat

mengembangkan sejumlah prinsip atau kaidah yang dapat dijadikan acuan,

terutama dalam memberdayakan potensi siswa tunarungu secara maksimal,

sehingga pembelajaran bahasa Indonesia menjadi lebih aktif, interaktif,

komunikatif, efektif, dan menyenangkan. Pada akhirnya, kemampuan

berbahasa siswa tunarungu semakin lebih baik dari sebelumnya. Untuk itu,

analisis yang berkelanjutan selama pengembangan model pembelajaran

bahasa Indonesia berbantuan media audio-visual, diharapkan dapat

ditemukan beberapa hal yang bermanfaat, di antaranya: (i) prosedur model

pembelajaran yang efektif bagi peningkatan kemampuan berbahasa siswa

tunarungu; (ii) aktivitas siswa tunarungu yang efektif selama pembelajaran

(15)

11

SUMARNA/PK-S3/UPI pembelajaran bahasa Indonesia; dan (iv) pemanfaatan media pembelajaran

yang efektif bagi peningkatan kemampuan berbahasa siswa tunarungu.

Pada dasarnya, telah banyak prinsip atau kaidah yang secara teoritis

dapat dijadikan acuan dalam pengembangan model pembelajaran bahasa

Indonesia untuk meningkatkan kemampuan berbahasa siswa tunarungu.

Namun demikian, tentunya prinsip atau kaidah tersebut dapat dimanfaatkan

secara selektif dalam penelitian ini untuk memecahkan permasalahan yang

dihadapi dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia. Sejumlah

prinsip atau kaidah tersebut dapat diadopsi secara langsung bagi

peningkatan kemampuan berbahasa siswa tunarungu dalam pembelajaran

bahasa Indonesia, atau perlu dilakukan penyesuaian dalam pembelajaran

bahasa Indonesia. Jika diadopsi secara langsung, melalui penelitian ini

diharapkan dapat memberikan pembuktian terhadap efektifitas prinsip atau

kaidah yang diterapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini, selain diharapkan memberikan manfaat teoritis,

juga dapat memberikan manfaat praktis bagi berbagai pihak, terutama bagi:

a. Siswa Tunarungu

1) Meningkatkan motivasi belajar sehingga materi pelajaran yang

disampaikan guru dapat dikuasainya dengan baik;

2) Memberdayakan potensi yang dimiliki sehingga berkembang secara

(16)

12

SUMARNA/PK-S3/UPI 3) Mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi selama

pembelajaran bahasa Indonesia, sehingga hasil belajarnya dapat

meningkat.

b. Guru Siswa Tunarungu

1) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif

pemecahan masalah dalam upaya meningkatkan kemampuan

berbahasa siswa tunarungu sehingga kegiatan belajar mengajar bahasa

Indonesia dapat berjalan secara efektif dan efisien;

2) Merangsang kreativitas sehingga mampu melahirkan inovasi-inovasi

baru dalam upaya meningkatkan proses dan hasil belajar bahasa

Indonesia; dan

3) Literatur yang berguna untuk menambah wawasan dan pengalaman

sehingga dapat diimplementasikan ketika benar-benar dibutuhkan

untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi.

c. Pihak Pengambil Keputusan

1) Penelitian ini diharapkan menghasilkan suatu produk, yaitu model

pembelajaran bahasa Indonesia berbantuan media audio-visual,

sehingga hasilnya dapat didesiminasikan dalam rangka meningkatkan

kualitas proses dan hasil belajar bahasa Indonesia;

2) Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebuah rancangan program

pembinaan bagi guru siswa tunarungu sesuai dengan wilayah

(17)

13

SUMARNA/PK-S3/UPI 3) Bahan dasar dalam upaya mempersiapkan pengajuan anggaran proyek

pada pemerintah untuk penyediaan media pembelajaran yang

dibutuhkan siswa tunarungu di lapangan.

d. Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Pendidikan Luar Biasa

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya bahan ajar bagi

pembinaan para calon guru Sekolah Luar Biasa (SLB), sehingga dapat

dipergunakannya kelak di kemudian hari;

2) Bahan kajian yang lebih mendalam sehingga dapat dijadikan bahan

dasar untuk mengadakan penelitian lanjutan sebagai pembuktian; dan

3) Hasil penelitian ini dapat dijadikan literatur sehingga memperkaya

khazanah ilmu pengetahuan.

F. Penjelasan Istilah

Untuk menghindari kesalahapahaman dan memperjelas maksud dan

tujuan, maka dirasakan perlu untuk menguraikan istilah-istilah yang

terkandung dalam judul penelitian ini. Adapun istilah-istilah yang terkandung

dalam judul penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pengembangan Model Pembelajaran

Yang dimaksud dengan pengembangan model pembelajaran dalam

penelitian ini adalah suatu prosedur yang ditempuh guru dan siswa

tunarungu dalam mencari dan menemukan suatu kegiatan atau alat yang

spesifik untuk dipergunakan dalam proses belajar mengajar, dalam hal ini

mata pelajaran bahasa Indonesia sehingga para siswa tunarungu

(18)

14

SUMARNA/PK-S3/UPI 2. Media Audio-Visual

Media audio-visual dalam konteks penelitian ini dapat dipandang

sebagai alat atau sarana yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran

bahasa Indonesia bagi siswa tunarungu, yang dapat didengar dan dilihat

melalui tayangan proyektor atau televisi.

3. Siswa Tunarungu

Siswa tunarungu yang dimaksud dalam penelitian ini adalah peserta

didik luar biasa yang mengalami gangguan dalam pendengarannya, baik

yang terjadi pada saat pra-bahasa maupun purna bahasa untuk mengikuti

pembelajaran pendidikan pada suatu jenjang pendidikan yang diikutinya.

G. Kerangka Berpikir

Ketunarunguan adalah suatu derajat kehilangan pendengaran yang

mengakibatkan seseorang tidak akan dapat memahami bahasa terutama melalui

pendengaran (Van Uden dalam Lani Bunawan dan Susila Yuwati, 2000: 40).

Definisi tersebut mengandung suatu pemahaman bahwa tunarungu bukan saja

suatu gejala gangguan pendengaran, melainkan juga tuna bahasa. Masalah

utamanya bukan ketidakmampuan dalam berbahasa, melainkan akibat dari

ketunarunguannya terhadap perkembangan kemampuan berbahasa, yaitu

ketidakmampuan siswa tunarungu dalam memahami lambang dan aturan

bahasa. Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat diidentifikasi bahwa pada

dasarnya kemampuan berbahasa siswa tunarungu dapat berkembang dengan

(19)

15

SUMARNA/PK-S3/UPI Dengan demikian, maka masih terdapat celah yang dapat dilakukan guru dalam

upaya meningkatkan kemampuan berbahasa siswa tunarungu.

Akibat ketunarunguan juga mengakibatkan siswa tunarungu mengalami

kesulitan dalam berbahasa lisan, sehingga pada umumnya siswa tunarungu

dalam berkomunikasi memanfaatkan multimodalitas, yakni: verbal/linguistik,

terdiri dari kata-kata, visual/grafis, terdiri dari ficture and image, gestur terdiri

dari gerakan tangan dan lengan, dan aksi terdiri dari bermain peran, drama, dan

eksperimen hands-on (Chin (2007) dalam Poedjiastoeti, 2010: 1).

Untuk meningkatkan kemampuan berbahasa siswa tunarungu, diperlukan

suatu model pembelajaran yang mampu merangsang imajinasi dan kreativitas

siswa tunarungu sehingga kosa katanya dapat berkembang secara optimal.

Model pembelajaran yang dimaksud salah satunya adalah model pembelajaran

berbantuan media audio-visual. Pengembangan model pembelajaran bahasa

Indonesia berbantuan media audio-visual diduga mampu meningkatkan

kemampuan berbahasa siswa tunarungu dengan pertimbangan bahwa media

audio-visual dapat meningkatkan pemahaman dan ingatan siswa tunarungu.

Hal ini sebagaimana diuraikan Wikipedia Indonesia pada

http://en.wikipedia.org/wiki/audiovisual-education&prev yang memandang

bahwa audio-visual media berbasis pendidikan adalah suatu instruksi di mana

penyampaiannya dilakukan melalui audio dan visual dari bahan yang akan

disampaikan dengan tujuan meningkatkan pemahaman dan ingatan.

Berdasarkan pemahaman dan ingatan tersebut, maka diharapkan kosa kata

(20)

16

SUMARNA/PK-S3/UPI berbahasa siswa tunarungu dapat meningkat sesuai dengan pengalaman yang

dialaminya. Melalui penggunaan model pembelajaran bahasa Indonesia

berbantuan media audio-visual juga, para siswa tunarungu akan dituntut untuk

dapat berkomunikasi dengan guru dan antara siswa yang satu dengan siswa

lainnya melalui pemanfaatan indera penglihatan. Informasi yang diterima

melalui penglihatan tersebut dapat diproses dan diolah dalam bentuk bahasa

lisan atau tulisan yang dapat dipergunakan siswa tunarungu untuk kegiatan

berkomunikasi.

Berdasarkan Standar Isi (SI), Standar Kompetensi (SK), dan Kompetensi

Dasar (KD) mata pelajaran bahasa Indonesia untuk siswa SDLB Tunarungu

pada tema cerita sederhana, diharapkan siswa tunarungu dapat membaca dan

menjawab pertanyaan tentang isi cerita. Adapun penyajiannya dapat dilakukan

melalui praktek membaca memindai melalui teks yang diambil dari

perpustakaan sekolah. Namun sejalan dengan perkembangan teknologi

informasi memungkinkan untuk mengembangkan media pembelajaran yang

dapat menyajikan cerita sederhana melalui penggunaan media audio-visual,

sehingga proses pembelajaran menjadi lebih aktif dan interaktif dalam upaya

mencapai tujuan pembelajaran.

Penelitian yang relevan tentang keberhasilan penggunaan media

audio-visual dalam pembelajaran telah dilakukan Pusat Teknologi Komunikasi dan

Informasi Pendidikan (Pustekkom) untuk siswa sekolah dasar tahun 1991.

Hasil yang dicapai melalui program tersebut menunjukkan bahwa media

(21)

17

SUMARNA/PK-S3/UPI para siswa merasa termotivasi untuk belajar karena mereka didorong untuk

aktif memberikan respons, baik terhadap pertanyaan maupun tugas yang

disampaikan oleh program; b) para siswa merasa tidak bosan belajar karena

materi pelajaran yang disajikan dinilai menarik; dan c) bersifat praktis karena

mereka hanya bersifat mengamati dan mendengarkan. Sementara dari sisi guru

dikemukakan bahwa: a) kegiatan belajar menjadi lebih menarik, lebih hidup,

dan para siswa semakin lebih antusias untuk belajar; b) menambah wawasan

guru yang lebih luas dan mendalam mengenai materi pelajaran; c) mendorong

guru untuk mengembangkan cara penyajian materi pelajaran yang lebih

menarik dan variatif sebagaimana yang dicontohkan di dalam program; dan d)

memiliki kebanggaan karena prestasi belajar para siswanya meningkat.

Bertolak dari uraian di atas, maka kerangka berpikir pengembangan model

pembelajaran bahasa Indonesia berbantuan media audio-visual untuk siswa

(22)

18

SUMARNA/PK-S3/UPI

Bagan 1.1. Kerangka Berpikir Pengembangan Model Pembelajaran Bahasa Indonesia Berbantuan Media Audio- Visual untuk Siswa Tunarungu (Hearing-Impaired) Dampak Ketunarunguan

Komunikasi Siswa Tunarungu

Komtal dan Multimodalitas

Media Audio-Visual (film, teks, gambar, interaktif)

Penelitian yang Relevan

Standar Isi Bahasa Indonesia

SK dan KD

Tema SubTema

(23)

114

SUMARNA/PK-S3/UPI BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian

Penelitian ini bertujuan menghasilkan sebuah produk, yakni suatu model

pembelajaran bahasa Indonesia berbantuan media audio-visual untuk

meningkatkan kemampuan berbahasa siswa tunarungu. Dengan demikian,

maka penelitian ini termasuk ke dalam kategori “Research and Development

(R & D)”. Borg and Gall (1983: 772) mengemukakan bahwa “Educational

reseach and development is a process used to develop and validate educational

products”. Pandangan tersebut memberikan arahan bahwa prinsip penelitian

dan pengembangan pada dasarnya mengacu pada suatu bentuk siklus yang

didasarkan pada kajian temuan penelitian, kemudian ditindaklanjuti dengan

proses pengembangan suatu produk. Pengembangan produk didasarkan atas

studi pendahuluan, kemudian diuji dalam situasi tertentu dan dilakukan revisi

terhadap hasil uji coba, sampai akhirnya diperoleh suatu produk akhir. Adapun

bentuk produk akhir yang dikembangkan dalam penelitian dan pengembangan

ini adalah model pembelajaran untuk memperbaiki proses belajar mengajar

bahasa Indonesia dalam upaya meningkatkan kemampuan berbahasa siswa

tunarungu.

Adapun langkah-langkah yang dilaksanakan dalam penelitian dan

pengembangan ini, peneliti sederhanakan menjadi 3 (tiga) tahap, yakni: studi

pendahuluan, pengembangan model pembelajaran, serta validasi model

(24)

115

SUMARNA/PK-S3/UPI tahapan penelitian dan pengembangan dalam penelitian ini, dapat diuraikan

sebagai berikut:

1. Studi Pendahuluan

Pada tahap studi pendahuluan peneliti melakukan 2 (dua) kegiatan,

yakni studi literatur dan studi lapangan. Studi literatur dilakukan dengan

cara mengidentifikasi, menganalisa, dan mempelajari teori-teori belajar dan

model-model pembelajaran, kemampuan berbahasa siswa tunarungu,

strategi, kebijakan, standar kompetensi, dan kompetensi dasar dalam

pendidikan siswa tunarungu, dan konsep dasar mata pelajaran bahasa

Indonesia bagi siswa tunarungu. Sementara studi lapangan merupakan

bentuk survei awal yang dilaksanakan pada bulan Oktober 2009. Pada studi

lapangan ini kegiatan yang dilakukan peneliti adalah melakukan wawancara

dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Yayasan, Kepala Sekolah,

Wakil Kepala Sekolah Bagian Kesiswaan dan Kurikulum, serta guru-guru

dari kedua sekolah yang menjadi lokasi dan populasi penelitian. Selain

wawancara, pada kegiatan studi pendahuluan juga dilakukan observasi kelas

guna mengetahui lebih jauh proses pembelajaran yang terjadi dalam

pendidikan siswa tunarungu sehingga dapat dijadikan acuan untuk kegiatan

perencanaan dan pengembangan model pembelajaran yang akan

dikembangkan.

2. Pengembangan Model Pembelajaran

Konsep dasar model pembelajaran yang dikembangkan berupa model

(25)

116

SUMARNA/PK-S3/UPI meningkatkan kemampuan berbahasa siswa tunarungu didasarkan atas hasil

studi literatur dan hasil survei awal yang telah dilakukan. Setelah konsultasi

dengan pembimbing dalam penentuan lokasi dan mata pelajaran yang akan

digunakan untuk pengembangan model pembelajaran, kemudian peneliti

melakukan kerja sama dengan guru dan tenaga ahli yang berhubungan

dengan media audio-visual dalam menyusun desain awal model

pembelajaran yang akan dikembangkan dan diujicobakan. Kerja sama

peneliti dan guru terutama dalam hal merumuskan tujuan pembelajaran yang

diharapkan dikuasai siswa tunarungu, memilih dan menetapkan topik materi

pembelajaran, memilih metode, mempersiapkan media dan sumber belajar

yang relevan, merancang prosedur pembelajaran yang direncanakan dan

dikembangkan sesuai dengan kajian teori tentang kemampuan berbahasa

yang meliputi: keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan

menulis. Sementara kerja sama dengan tenaga ahli media, terutama dalam

hal penggunaan handycam, prosedur trasfer hasil shooting dari kaset pada

CD, dan penyortiran gambar. Hal ini dilakukan atas dasar keterbatasan

wawasan, pengetahuan, dan keterampilan peneliti dalam hal prosedur dan

tata cara penggunaan media.

Pengembangan model pembelajaran melalui uji coba terbatas dan luas

dilakukan dengan cara mengimplementasikan desain model pembelajaran

beberapa kali secara siklikal (berdaur). Hasil observasi dan evaluasi proses

pembelajaran dan hasil belajar tersebut dijadikan umpan balik dalam upaya

(26)

117

SUMARNA/PK-S3/UPI Pengembangan model pembelajaran melalui uji coba terbatas dilakukan

sebanyak 3 (tiga) kali pada kelas V SDLB Bagian Tunarungu Al-Hikmah

Padalarang yang dilaksanakan pada bulan Desember 2009. Setelah

dirasakan cukup mampu meningkatkan kemampuan berbahasa siswa

tunarungu, model pembelajaran tersebut diimplementasikan dan

diujicobakan secara lebih luas pada pembelajaran bahasa Indonesia dibulan

Februari dan Maret 2010 di SDLB Bagian Tunarungu Santi Rama yang

beralamat di Jl. Rs. Fatmawati, Cipete-Jakarta Selatan dan SDLB Bagian

Tunarungu Pangudi Luhur yang beralamat di Jl. Pesanggrahan 125

Kembangan-Jakarta Barat. Kegiatan pengembangan ini dilakukan beberapa

kali dengan melakukan refleksi dan tetap melibatkan pihak-pihak terkait

yang terlibat dalam uji coba pengembangan model pembelajaran tersebut,

maupun berkonsultasi dengan pembimbing. Kemudian peneliti

memperbaikinya sehingga ditemukan model pembelajaran untuk

meningkatkan kemampuan berbahasa siswa tunarungu yang siap divalidasi

melalui kegiatan eksperimen.

3. Validasi Model Pembelajaran

Validasi model pembelajaran dilaksanakan bulan Mei dan Juni 2010,

pada pembelajaran bahasa Indonesia di kelas V SDLB Bagian Tunarungu

Santi Rama Jakarta Selatan dan SDLB Bagian Tunarungu Jakarta Barat.

Sehubungan dengan kedua sekolah tersebut memiliki lebih dari satu kelas

sehingga masing-masing sekolah dapat dijadikan kelompok eksperimen dan

(27)

118

SUMARNA/PK-S3/UPI dan efektifitas model pembelajaran yang dikembangkan dalam

meningkatkan kemampuan berbahasa siswa tunarungu. Pada akhirnya,

dalam validasi model pembelajaran ini menemukan model akhir

pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berbahasa siswa tunarungu

pada mata pelajaran bahasa Indonesia yang sudah teruji validasinya.

Ketiga langkah penelitian dan pengembangan sebagaimana diuraikan di

(28)

119

SUMARNA/PK-S3/UPI TAHAP I

TAHAP II

TAHAP III

Bagan 3.1. Langkah-langkah Pengembangan Model Pembelajaran

PENDAHULUAN STUDI LITERATUR PRA-SURVEI MENEMUKAN TEORI PENELITIAN YANG TELAH DILAKUKAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

KEMAMPUAN & AKTIVITAS BELAJAR SISWA

KEMAMPUAN & KINERJA GURU

KONDISI & PEMANFAATAN SARANA DAN PRASARANA

DESKRIPSI MODEL FAKTUAL

UJI COBA TERBATAS REVISI DAN

PERBAIKAN

RUMUSAN DRAFT

DESAIN MODEL

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBANTUAN

MEDIA

AUDIO-VISUAL

PENYUSUNAN

HARDWARE DAN

SOFTWARE

PEMBELAJARAN

UJI COBA LUAS

REVISI DAN PENYEMPURNAAN

UJI COBA TERBATAS

VALIDASI

TES AWAL IMPLEMENTASI

TES AKHIR

(29)

120

SUMARNA/PK-S3/UPI B. Subyek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SDLB Bagian Tunarungu DKI Jakarta,

dengan subyek penelitian siswa kelas V (lima). Pemilihan kelas V (lima)

sebagai subyek penelitian didasari oleh dua pertimbangan, yaitu: Pertama,

siswa kelas V SDLB Bagian Tunarungu dianggap sudah memiliki kemampuan

berbahasa yang cukup memadai sehingga diharapkan dapat menguasai materi

pelajaran bahasa Indonesia dengan baik. Kedua, siswa kelas V SDLB Bagian

Tunarungu tidak dipersiapkan untuk mengikuti Ujian Nasional (UN) sehingga

tidak mengganggu program kerja sekolah yang bersangkutan. Adapun teknik

pemilihan samplingnya dilakukan dengan cara purposive sampling dengan

melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu. Berdasarkan

pertimbangan kualitas sekolah, metode pembelajaran yang digunakan, latar

belakang siswa, fasilitas pembelajaran, dan Sumber Daya Manusia (SDM),

maka ditetapkan dua sekolah sebagai tempat penelitian. Kedua sekolah tersebut

adalah SDLB Bagian Tunarungu Santi Rama yang beralamat di Jalan Rs.

Fatmawati Cipete-Jakarta Selatan 12410 Telp. (021) 7694741-75818101/Fax.

(021) 7663709 dan SDLB Bagian Tunarungu Pangudi Luhur yang beralamat di

Jalan Pesanggrahan 125 Kembangan Jakarta Barat 11610 Telp. (021)

5804223-5817156.

Dalam pelaksanaan penelitian selanjutnya, pada kedua SDLB Bagian

Tunarungu tersebut dijadikan kelompok eksperimen dan kontrol. Untuk

kelompok eksperimen di SDLB Bagian Tunarungu Santi Rama adalah kelas

(30)

121

SUMARNA/PK-S3/UPI sebanyak 15 orang. Sementara di SDLB Bagian Tunarungu Pangudi Luhur,

kelompok eksperimennya adalah kelas VB dan kelompok kontrolnya adalah

VA, dengan jumlah siswa masing-masing 15 orang pula. Pemilihan kelompok

eksperimen dan kontrol ini didasarkan atas pertimbangan bahwa kedua sekolah

tersebut memiliki kemampuan siswa yang berimbang namun berasal dari latar

belakang orang tua yang berbeda dan mayoritas agama yang berbeda pula.

SDLB Bagian Tunarungu Santi Rama sebagian besar Warga Negara Indonesia

(WNI) asli dan beragama Islam, sementara SDLB Bagian Tunarungu Pangudi

Luhur sebagian besar warga keturunan dan beragama Katolik/Protestan.

Dengan demikian, untuk mengantisipasi perbedaan-perbedaan tersebut maka

keduanya ditetapkan sebagai kelompok eksperimen dan kontrol.

C. Instrumen Penelitian

Sehubungan dengan penelitian dan pengembangan ini terdiri dari beberapa

tahapan sebagaimana telah diuraikan di atas, maka instrumen penelitian yang

digunakan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing tahapan penelitian

tersebut. Dengan demikian, maka dimungkinkan instrumen yang digunakan

ada kesamaan. Untuk tahap studi pendahuluan, instrumen yang digunakan

berupa wawancara, pengamatan, analisis dokumen, dan catatan lapangan yang

dapat digunakan sebagai bahan perencanaan pengembangan model. Pada tahap

pengembangan model, instrumen yang digunakan berupa wawancara dan tes

dalam bentuk uji coba model hasil perencanaan baik berupa pre-test maupun

(31)

122

SUMARNA/PK-S3/UPI berupa tes dalam bentuk pre-test dan post-test. Untuk mendapatkan gambaran

mengenai instrumen-instrumen yang digunakan dalam penelitian tersebut dapat

dilihat pada lampiran.

D. Teknik Analisa Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini pada dasarnya bersumber dari

hasil studi pendahuluan, pengembangan model, dan uji validasi model. Dengan

demikian, jenis data yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dikelompokkan

ke dalam dua jenis data, yakni data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif.

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai ketiga sumber data

hasil penelitian beserta jenis datanya dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Data Hasil Studi Pendahuluan

Data yang diperoleh dari hasil studi pendahuluan pada umumnya

berupa data kualitatif. Yaitu, data-data yang berbentuk kata-kata, gambar,

dan bukan angka-angka. Dengan demikian, laporan hasil penelitiannya

berupa kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran mengenai suatu

keadaan/peristiwa. Data-data tersebut berdasarkan hasil penelitian ini

berasal dari hasil wawancara, analisis dokumen, dan catatan lapangan,

selama penelitian berlangsung.

2. Data Hasil Pengembangan Model

Berdasarkan hasil pelaksanaan pengembangan model pembelajaran

bahasa Indonesia berbantuan media audio-visual, diperoleh dua jenis data.

(32)

123

SUMARNA/PK-S3/UPI dari hasil observasi kelas yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan

kualitatif, sementara data kuantitatif diperoleh dari hasil tes belajar siswa

SDLB Bagian Tunarungu yang dilakukan baik melalui pre-test maupun

post-test. Data kuantitatif tersebut hasilnya digunakan untuk bahan revisi

pada uji coba selanjutnya, sedangkan data kuantitatif dalam hal ini adalah

hasil tes belajar dari beberapa kali uji coba dianalisis dengan menggunakan

statistik Uji-t. Melalui Uji-t tersebut dibandingkan rata-rata antara hasil uji

coba pertama dengan hasil uji coba kedua, hasil uji coba kedua dengan hasil

uji coba ketiga. Pada akhirnya, diperoleh gambaran bahwa model yang

dikembangkan memiliki karakteristik sebagaimana yang diharapkan.

Selain dilakukan analisis dengan cara membandingkan antara kelompok

eksperimen dan kontrol, dalam penelitian ini juga dilihat perbedaan hasil

yang ditimbulkan oleh model terhadap hasil belajar siswa dengan

menggunakan analisis varians klasifikasi dua jalur (Two Way Anova).

Statistik yang digunakan adalah F-test karena Anova mengikuti distribusi F.

Semua pengerjaan analisis data hasil penelitian ini dilakukan dengan

(33)

214

SUMARNA/PK-S3/UPI BAB V

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Pada Bab V ini akan dipaparkan tentang hasil penelitian, yang dimulai dari

survei awal, uji coba terbatas, uji validasi, serta pembahasan tentang penelitian

pengembangan model pembelajaran bahasa Indonesia berbantuan media

audio-visual sebagai upaya meningkatkan kemampuan berbahasa siswa tunarungu.

A. Hasil Penelitian 1. Hasil Survei Awal

a. Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia di SDLB Tunarungu

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 Pasal 33

Ayat I menetapkan bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa negara

menjadi bahasa pengantar dalam pendidikan nasional. Dengan

demikian, Sekolah Luar Biasa (SLB) yang merupakan bagian dari sistem

pendidikan nasional sudah barang tentu tidak melewatkan diri

menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam proses

pembelajarannya. Mata pelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar

Luar Biasa (SDLB) Tunarungu bertujuan agar para siswa memiliki

kemampuan sebagai berikut:

1) Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang

berlaku, baik secara lisan maupun tulis;

2) Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai

(34)

215

SUMARNA/PK-S3/UPI 3) Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan

kreatif untuk berbagai tujuan;

4) Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan

intelektual, serta kematangan emosional dan sosial;

5) Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas

wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan

dan kemampuan berbahasa; dan

6) Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah

budaya dan intelektual manusia Indonesia.

Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia sebagaimana diuraikan di

atas, sudah barang tentu tidak banyak mengalami hambatan bagi para

siswa yang berpendengaran normal karena mereka tidak mengalami

gangguan di dalam organ pendengarannya. Bagi para siswa tunarungu,

tujuan mata pelajaran bahasa Indonesia tersebut memerlukan proses dan

usaha yang berkesinambungan. Para siswa tunarungu dikenal dengan

istilah “Tuna Bahasa”. Yakni, mereka mengalami kemiskinan di dalam

bahasanya, sebagai konsekuensi dari gangguan pendengaran yang

dialaminya.

Suatu persyaratan agar seorang siswa dapat berbahasa secara wajar

dan spontan adalah kemampuan untuk menangkap suara orang lain. Hal

inilah yang menjadi titik lemah bagi siswa tunarungu dalam belajar

berbahasa. Namun demikian, bukan berarti siswa tunarungu tidak mampu

(35)

216

SUMARNA/PK-S3/UPI dengan beberapa cara, di antaranya melalui pemanfaatan sisa

pendengaran, yaitu dengan cara menggunakan alat bantu dengar

(hearing-aid) dan penunjang fungsi indera lainnya. Melalui penglihatan

siswa tunarungu mendapatkan contoh cara-cara pengucapan dan melalui

perabaan serta penghayatan gerak otot dari organ bicara (kinestetik)

siswa tunarungu mendapatkan gambaran cara pengucapan melalui

perasaan yang ditimbulkan pada leher, rahang, bibir, dan lidah sewaktu

alat-alat tersebut bergetar.

Berdasarkan pandangan beberapa ahli yang ada di lingkungan

Yayasan Santi Rama Jakarta Selatan mengatakan bahwa keterampilan

berbahasa yang memadai bukan semata-mata bergantung pada sisa

pendengaran, meskipun hal tersebut sangat membantu. Melainkan

bergantung pada 2 (dua) faktor, yakni faktor intern dan ekstern. Faktor

intern berhubungan dengan faktor yang berasal dari siswa, sementara

faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa. Faktor

yang berasal dari dalam diri siswa, di antaranya: fungsi indera yang baik,

potensi intelektual/kecerdasan yang memadai, dan tidak adanya

gangguan syaraf. Sedangkan faktor luar yang sangat berpengaruh,

diantaranya: pemberian alat bantu dengar yang sesuai dan terawat,

kualitas bimbingan, pendidikan, dan latihan bicara, serta peranan orang

tua.

Pada umumnya, makin dini usia anak diketahui ketunarunguannya,

(36)

217

SUMARNA/PK-S3/UPI kemampuan berbahasa serta dibiasakan untuk berkomunikasi secara

lisan, maka besar kemungkinan anak tunarungu tersebut tidak banyak

mengalami kesulitan dalam berbahasanya. Namun demikian, hal ini

jarang sekali dilakukan sehingga kemampuan berbahasa anak tunarungu

tidak berkembang secara optimal.

b. Sistem Pembelajaran Bahasa Indonesia di SDLB Tunarungu

Sudah menjadi kebiasaan pada umumnya bahwa setiap lembaga

pendidikan memiliki karakteristik tersendiri dalam melaksanakan

kegiatan belajar mengajarnya. Hal ini tentu menjadi program dan

keunggulan masing-masing lembaga pendidikan tersebut. Tak terkecuali

bagi Sekolah Luar Biasa, terutama pendidikan bagi siswa-siswi yang

mengalami gangguan pendengaran atau lebih dikenal dengan istilah

tunarungu.

Dalam pendidikan siswa-siswi tunarungu, sistem pembelajaran pada

awalnya dikenal dengan 2 (dua) aliran. Yakni, ada yang menggunakan

isyarat (sign language) dan ada juga yang menggunakan oral.

Masing-masing pendekatan pembelajaran tersebut pada dasarnya memiliki

keunggulan dan kelemahannya masing-masing. Namun demikian, tidak

ada yang dapat dikatakan pendekatan pembelajaran dengan

menggunakan isyarat lebih baik bila dibandingkan dengan oral atau

sebaliknya. Justru pada saat ini mungkin sebagai alternatifnya, lebih

(37)

218

SUMARNA/PK-S3/UPI Yakni, suatu pendekatan yang menghubungkan antara pendekatan isyarat

dengan oral.

Pada saat ini, secara umum sistem pembelajaran bagi siswa-siswi

tunarungu menganut pada pendekatan komunikasi total. Tetapi bagi

sekolah-sekolah tertentu masih ada yang mempertahankan pendekatan

sign language atau oral. Hal ini akan bergantung pada tingkat

kepercayaan sekolah terhadap kedua pendekatan tersebut. Manakala

tingkat keberhasilan pendidikan dengan menggunakan kedua pendekatan

itu benar-benar terrealisasi, maka tidak menutup kemungkinan kedua

pendekatan tersebut akan dipergunakan terus menerus, sampai ditemukan

kembali pendekatan yang lebih baik. Namun demikian, hal ini tentu

bukan harga mati sehingga tidak menutup kemungkinan akan berubah

sesuai dengan perkembangan zaman.

SDLB Tunarungu Santi Rama Jakarta Selatan dan SDLB Tunarungu

Pangudi Luhur Jakarta Barat, merupakan dua sekolah luar biasa yang

masih mempertahankan pendekatan oral dalam sistem pendidikannya.

Pada kedua sekolah tersebut, dikenal dengan sebuah metode yang khas

yang jarang sekali dipergunakan di sekolah luar biasa lainnya. Metode itu

lebih dikenal dengan nama “Metode Maternal Reflektif”. Yakni, sebuah

metode pembelajaran yang mengutamakan percakapan sebagaimana

layaknya seorang ibu bercakap-cakap dengan anaknya. Metode ini

memiliki motto “Apa yang ingin kau ucapkan, maka ucapkanlah!”.

(38)

219

SUMARNA/PK-S3/UPI pelajaran apa pun, percakapan merupakan keharusan yang tidak dapat

ditinggalkan. Dengan demikian, sistem pendidikan pada kedua sekolah

luar biasa tersebut pendekatan oral lebih dominan dibandingkan dengan

pendekatan yang lainnya.

c. Hasil Belajar yang Diperoleh Siswa SDLB Tunarungu

Proses belajar yang dialami siswa-siswi SDLB Tunarungu

menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman,

keterampilan, serta nilai dan sikap. Adanya perubahan-perubahan

tersebut didasarkan atas prestasi hasil belajar siswa terhadap serangkaian

pertanyaan atau tugas yang diberikan guru selama proses pembelajaran

berlangsung. Bila mana serangkaian pertanyaan atau tugas yang

diberikan guru dapat diselesaikan siswa tunarungu dengan baik, maka

tingkat pemahaman siswa terhadap materi pelajaran dapat dikatakan baik

pula. Sebaliknya, bila mana serangkaian pertanyaan atau tugas tidak

dapat diselesaikan siswa tunarungu, maka tingkat pemahaman siswa

terhadap materi pelajaran rendah.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat diidentifikasi bahwa

prestasi hasil belajar siswa-siswi SDLB Tunarungu, pada dasarnya tidak

berbeda jauh bila dibandingkan dengan prestasi hasil belajar para siswa

yang berpendengaran normal. Pada mata pelajaran tertentu, misalnya:

matematika, keterampilan, olah raga dan kesenian, hasilnya cukup

memuaskan dan bisa dikatakan setara dengan para siswa yang

(39)

220

SUMARNA/PK-S3/UPI bahasa, hasilnya masih jauh dari apa yang diharapkan. Titik lemah dari

prestasi hasil belajar siswa SDLB Tunarungu adalah terletak dari

kemampuan berbahasanya yang sangat rendah. Artinya, dengan

minimnya bahasa bagi siswa SDLB Tunarungu mengakibatkan tingkat

pemahamannya terhadap mata pelajaran yang mengandung banyak unsur

bahasa menjadi kurang.

Berdasarkan data-data yang diperoleh selama survei awal dilakukan,

dari 23 orang siswa SDLB Tunarungu yang mengikuti Ujian Nasional

Tahun Ajaran 2008-2009, hanya (13.04%) yang memperoleh nilai 6 ke

atas pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Artinya, dari 23 orang siswa

SDLB Tunarungu yang mengikuti Ujian Nasional pada tahun ajaran

tersebut, hanya 3 orang yang memperoleh nilai 6 ke atas. Selebihnya

berkisar antara perolehan nilai 3, 4, dan 5. Sementara untuk mata

pelajaran matematika, hampir (78.26%) atau 18 orang memperoleh nilai

6 ke atas. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sebagian besar siswa

SDLB Tunarungu mengalami hambatan dalam pembelajaran bahasa

Indonesia.

2. Hasil Uji Coba

a. Disain Model Pengembangan

Disain model pengembangan merupakan langkah awal yang

memerlukan pengetahuan, pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang

memadai karena akan menghasilkan suatu model pembelajaran. Karena

(40)

221

SUMARNA/PK-S3/UPI peneliti mengumpulkan beberapa sumber yang ahli dalam bidang

komputer, media, dan statistik yang sekiranya menunjang disain model

pengembangan yang akan dilakukan. Adapun tujuannya adalah duduk

bersama untuk merumuskan disain model yang akan dikembangkan,

software yang akan digunakan, aktivitas siswa SDLB Tunarungu dalam

pembelajaran, analisa data, dan pola software yang dihasilkan.

Rancangan atau disain model pembelajaran bahasa Indonesia

berbantuan media audio-visual yang dikembangkan, mengacu pada

pengembangan sistem instruksional model IDI (Instructional

Development Institute) yang terdiri dari 3 (tiga) tahapan besar, yakni:

merumuskan (define), mengembangkan (develop), dan menilai

(evaluate). Namun demikian, disain pembelajaran pada dasarnya tetap

saja mengacu pada kurikulum. Hal ini sejalan dengan pandangan Ibrahim

dan Syaodih (2003) yang mengatakan bahwa acuan utama penyusunan

program pengajaran adalah kurikulum. Lebih jauh lagi diungkapkan

bahwa perencanaan program harus sesuai dengan konsep pendidikan dan

pengajaran yang dianut dalam kurikulum.

Konsep pendidikan di Indonesia dewasa ini, lebih diwarnai oleh

konsep teknologi pendidikan, khususnya pengajaran sebagai sistem.

Pengajaran sebagai suatu sistem merupakan suatu pendekatan mengajar

yang menekankan hubungan yang sistemik antara berbagai komponen

dalam pengajaran. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa

(41)

222

SUMARNA/PK-S3/UPI Komponen-komponen pengajaran tersebut adalah: tujuan, bahan ajar

(subject mater), komponen metode belajar mengajar, media, dan

evaluasi. Dalam pengajaran sebagai sistem, lebih menekankan pada

keterpaduan komponen-komponen secara keseluruhan. Ciri lain dari

pengajaran sebagai suatu sistem adalah lebih menekankan pada perilaku

yang bisa diukur. Model pengajaran modul, kaset audio, kaset video, dan

komputer, merupakan pengajaran berprogram yang termasuk ke dalam

kelompok pengajaran sebagai suatu sistem (Ibrahim dan Syaodih, 2003).

Dalam merancang disain komunikasi pembelajaran untuk model

pembelajaran dengan bantuan media audio-visual, telah disesuaikan

dengan prinsip-prinsip pengajaran, yang meliputi: perbedaan individual

siswa, maju berkelanjutan, belajar tuntas, serta program pengayaan dan

perbaikan.

Tujuan yang ingin dicapai melalui implementasi model pembelajaran

hasil pengembangan ini adalah peningkatan penguasaan kemampuan

berbahasa bagi siswa SDLB Tunarungu sehingga dengan kemampuan

berbahasa yang memadai memudahkan siswa SDLB Tunarungu

menguasai materi pelajaran yang disampaikan guru. Karena sadar atau

tidak, kunci sukses untuk menguasai berbagai ilmu pengetahuan terletak

pada kemampuan berbahasa. Bila kemampuan berbahasa siswa SDLB

Tunarungu berkembang dengan baik, maka besar kemungkinan

peluangnya untuk menguasai ilmu pengetahuan yang dipelajarinya.

(42)

223

SUMARNA/PK-S3/UPI memadai, maka sulit baginya untuk menguasai ilmu pengetahuan yang

dipelajarinya. Pendek kata, kemampuan berbahasa siswa SDLB

Tunarungu sangat berpengaruh terhadap tingkat penguasaan materi

pelajaran yang disampaikan guru.

Untuk itu, disain pengembangan model pembelajaran bahasa

Indonesia berbantuan media audio-visual ini dirancang untuk

meningkatkan kemampuan berbahasa siswa SDLB Tunarungu. Dengan

demikian, disain materi dan struktur diatur sedemikian rupa sehingga

mampu merangsang minat, motivasi, dan kreativitas siswa SDLB

Tunarungu untuk melakukan tindak berbahasa. Disain materi melibatkan

guru sebagai ujung tombak dan praktisi terdekat dalam pengembangan

kurikulum, ahli media, dan analisa data. Atas dasar peta konsep materi

inilah orang-orang yang terlibat dalam penyusunan model pembelajaran

berbantuan media audio-visual bekerja. Materi ditampilkan dalam bentuk

kaset video dan program microsoft office power point yang diatur

tampilannya sesuai dengan durasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan

satu kegiatan. Sementara disain struktur digambarkan melalui dialog

interaktif yang mengacu pada kegiatan belajar siswa SDLB Tunarungu

yang biasa dilakukan. Disain struktur memberikan kesempatan yang

seluas-luasnya kepada siswa SDLB Tunarungu untuk mengontrol

belajarnya sendiri melalui pengawasan dan bimbingan dari guru.

Prosedur dikembangkan berdasarkan disain interaksi siswa SDLB

(43)

224

SUMARNA/PK-S3/UPI berdasarkan prinsip Human Computer Interaction. Alat interaksi

menuntut siswa SDLB Tunarungu mempelajari materi pelajaran secara

individual dan mengharuskan siswa SDLB Tunarungu belajar dengan

penuh konsentrasi. Artinya, apabila siswa SDLB Tunarungu tidak

memiliki konsentrasi yang penuh, maka materi pelajaran tidak akan dapat

dikuasainya dengan baik. Dalam penelitian ini, interaksi siswa SDLB

Tunarungu dengan laptop yang disalurkan melalui infokus diterjemahkan

ke dalam bentuk sistem navigasi terstruktur. Maksudnya. Alur pelacakan

informasi sepenuhnya dikendalikan oleh pilihan yang telah disediakan

program.

Evaluasi hasil belajar dikembangkan berdasarkan tujuan peningkatan

kemampuan berbahasa, yang meliputi kemampuan mendengarkan,

berbicara, membaca, dan menulis. Dengan demikian, perangkat tes

disesuaikan dengan karakteristik kemampuan berbahasa tersebut, yang

terbagi menjadi 2 (dua) jenis tes, yakni lisan dan tulisan. Pola pertanyaan

mengacu pada isi cerita yang terkandung dalam kaset video yang

diurutkan berdasarkan taraf kesulitannya. Yakni, dari yang mudah ke

yang sukar.

Dalam penyajian atau implementasi model pembelajaran bahasa

Indonesia berbantuan media audio-visual disesuaikan dengan rencana,

yaitu: Pertama, program menayangkan cerita anak tentang “Petualangan

Si Kancil” selama ±10 menit, sementara siswa SDLB Tunarungu diminta

(44)

225

SUMARNA/PK-S3/UPI “Petualangan Si Kancil” siswa SDLB Tunarungu diminta menceritakan

kembali isi dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Kedua, program

menayangkan potongan-potongan gambar yang ada dalam cerita tentang

“Petualangan Si Kancil” dan siswa diminta untuk menyusun kalimatnya

secara lisan. Ketiga, program menayangkan teks bacaan tentang

“Petualangan Si Kancil” melalui microsoft office powerpoint dan siswa

SDLB Tunarungu diminta untuk membacakannya secara bersama-sama

dengan bimbingan guru dan satu kali lagi membaca dalam hati. Setelah

kegiatan membaca terselesaikan, siswa SDLB Tunarungu dan guru

melakukan percakapan seputar isi bacaan. Keempat, siswa SDLB

Tunarungu diminta untuk membuat ringkasan tentang cerita

“Petualangan Si Kancil” dalam bentuk karangan sederhana.

Pada tahap awal kegiatan, terlihat guru dan siswa SDLB Tunarungu

belum maksimal melaksanakan seluruh rangkaian kegiatan pembelajaran

dan terlihat kaku. Hal ini dapat dimaklumi karena tingkat penguasaan

guru terhadap penggunaan media audio-visual masih rendah dan siswa

SDLB Tunarungu belum terbiasa belajar dengan menggunakan media

audio-visual sehingga terlihat asing. Namun demikian, pada penyajian

berikutnya guru dan siswa SDLB Tunarungu sudah mulai beradaptasi,

sehingga pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien.

b. Perbaikan Hasil Belajar Bahasa Indonesia bagi Siswa SDLB Tunarungu

Hasil uji coba model pembelajaran bahasa Indonesia berbantuan

(45)

226

SUMARNA/PK-S3/UPI soal-soal dan semangat belajar siswa SDLB Tunarungu cukup baik

sehingga berdampak positif terhadap perolehan skor hasil belajarnya.

Peningkatan skor hasil belajar siswa SDLB Tunarungu dapat dilihat dari

hasil uji coba 1 sampai dengan uji coba 3. Pada uji coba ke-1 perolehan

nilai rata-rata siswa SDLB Tunarungu mencapai 68.20 dengan standar

deviasi 5.18. Pada uji coba ke-2 meningkat lagi menjadi 74.13 dengan

standar deviasi 5.96. Lebih jauh lagi peningkatannya tatkala pada uji

coba ke-3, yakni perolehan skor rata-rata mencapai 81.46 dengan standar

deviasi 7.27. Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran yang

dikembangkan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar

siswa SDLB Tunarungu.

c. Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa SDLB Tunarungu

Implementasi model pembelajaran bahasa Indonesia berbantuan

media audio-visual membawa dampak positif terhadap aktivitas siswa

SDLB Tunarungu. Hal ini dapat dilihat dari antusiasme siswa SDLB

Tunarungu dalam mengikuti pembelajaran dan keberanian

mengungkapkan ide dan gagasannya. Fenomena tersebut muncul tentu

tidak datang dengan sendirinya, melainkan pasti ada faktor penyebabnya.

Salah satu faktor yang menyebabkan siswa SDLB Tunarungu memiliki

antusiasme dan keberanian mengungkapkan ide dan gagasan dalam

pembelajaran tersebut adalah kehadiran media audio-visual yang mampu

menarik minat dan motivasi siswa SDLB Tunarungu dalam belajar.

(46)

227

SUMARNA/PK-S3/UPI implementasi model pembelajaran bahasa Indonesia berbantuan media

audio-visual bagi siswa SDLB Tunarungu, di antaranya:

Pertama, prinsip perhatian dan motivasi. Perhatian dalam proses

pembelajaran memiliki peranan yang sangat penting sebagai langkah

awal dalam memicu aktivitas-aktivitas belajar. Untuk memunculkan

perhatian siswa, maka perlu kiranya disusun rancangan bagaimana

menarik perhatian siswa SDLB Tunarungu dalam proses pembelajaran.

Rancangan model pembelajaran bahasa Indonesia berbantuan media

audio-visual yang dilaksanakan dalam penelitian dan pengembangan

model ini ternyata mampu menjawab prinsip pembelajaran tersebut. Hal

ini dapat dilihat dari keseriusan siswa SDLB Tunarungu dalam menerima

informasi melalui media audio-visual dan antusiasmenya dalam

mengikuti pembelajaran, sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif,

interaktif, dan menyenangkan.

Kedua, prinsip keaktifan. Belajar pada hakekatnya adalah proses

aktif dimana seseorang melakukan kegiatan secara sadar untuk

mengubah suatu perilaku dan terjadi kegiatan merespon terhadap

pembelajaran. John Dewey sebagaimana dikutip Rudi Susilana

(2006:131) menyatakan bahwa belajar adalah menyangkut apa yang

harus dikerjakan siswa oleh dirinya sendiri, maka inisiatif belajar harus

muncul dari dirinya sendiri. Melalui pembelajaran bahasa Indonesia

dengan bantuan media audio-visual tampak bahwa siswa SDLB

(47)

228

SUMARNA/PK-S3/UPI terlihat aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Hal ini membuktikan

bahwa media audio-visual mampu menarik perhatian siswa sehingga

memicu aktivitas siswa dalam pembelajaran.

Ketiga, prinsip keterlibatan langsung. Berdasarkan prinsip tersebut

dalam pembelajaran bahasa Indonesia berbantuan media audio-visual

tampaklah bahwa aktivitas siswa SDLB Tunarungu lebih dominan

dibandingkan dengan aktivitas guru. Dimana pada pembelajaran bahasa

Indonesia berbantuan media audio-visual ini, peran guru hanya sebagai

fasilitator, mediator, dan inovator saja tatkala siswa SDLB Tunarungu

memerlukan bantuan dan arahan. Secara keseluruhan dalam

pembelajarannya siswa SDLB Tunarungu mempelajarinya secara

langsung. Dengan demikian, apa yang dikatakan (Edgar Dale dalam Rudi

Susilana, 2006:132) mengatakan bahwa belajar yang paling baik adalah

melalui pengalaman langsung. Untuk itu, proses pembelajaran dengan

menggunakan bantuan media audio-visual diharapkan ada proses

internalisasi bagi pihak yang belajar, sebab belajar bukanlah hanya

sekedar proses menghapal sejumlah konsep, prinsip atau fakta yang siap

untuk diingat.

3. Hasil Uji Validasi

Untuk melihat efektifitas implementasi model pembelajaran bahasa

Indonesia berbantuan media audio-visual dilakukan dengan uji validasi.

Keefektifan suatu model dapat ditinjau dari cara pelaksanaan dalam

(48)

229

SUMARNA/PK-S3/UPI pencapaian hasil belajar siswa SDLB Tunarungu yang diberi perlakuan

dibandingkan dengan hasil belajar siswa SDLB Tunarungu yang tidak

diberikan perlakuan. Perlu ditekankan di sini bahwa hasil belajar yang

dilihat adalah hasil belajar setelah siswa SDLB Tunarungu diberikan

perlakuan.

Berdasarkan hasil pengukuran dan diolah dengan menggunakan

program SPSS Versi 17, diketahui bahwa skor rata-rata untuk kelompok

eksperimen (KE) pada uji validasi ke-1 diperoleh skor rata-rata (68.20), uji

validasi ke-2 (74.13), dan uji validasi ke-3 (81.47). Sementara untuk uji

validasi kelompok kontrol (KK) diperoleh skor rata-rata sebesar (63.80)

untuk uji validasi ke-1, (65.40) uji validasi ke-2, dan 66.07 uji validasi ke-3.

Berdasarkan hasil uji validasi sebagaimana diuraikan di atas, tampaklah

bahwa model pembelajaran bahasa Indonesia berbantuan media

audio-visual terbukti cukup efektif untuk memperbaiki kualitas proses belajar

mengajar. sebelum proses belajar bahasa Indonesia berbantuan audio-visual

diimplementasikan, dilakukan pengembangan perencanaan pengajaran.

Kegiatan pengembangan perencanaan pengajaran bertujuan untuk

menganalisis masalah, merancang pemecahan masalah,

mengimplementasikan, serta mengevaluasi sumber belajar sebagai

komponen sistem pengajaran. Dampak dari pengembangan perencanaan ini

adalah guru harus mengkaji kurikulum secar

Referensi

Dokumen terkait

Website Band Bondan Prakoso & Fade2Black dibangun menggunakan visualisasi multimedia Visual Studio.Net 2005 dengan teknologi Ajax serta menggunakan software pendukung

Dalam hal ini, United Nations sebagai badan organisasi internasional yang memfasilitasi pembuatan kesepakatan substantive norms dengan mengeluarkan CRC dan ICCPR

Beberapa hal yang dilakukan di PPSDM MIGAS ini adalah Pelaksanaan pengelolaan sarana prasarana dan informasi pengembangan sumber daya manusia di bidang minyak dan gas bumi;

Berdasarkan analisis data diperoleh hasil bahwa subjek DY dan QL memiliki kemampuan berpikir reflektif tinggi pada materi bentuk aljabar karena melalui tiga

Bukti kontrak pengalaman paling sedikit 1 (satu) pekerjaan sebagai Penyedia dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir, baik di lingkungan pemerintah maupun swasta termasuk

Abu vulkanik Gunung Merapi mempunyai sifat pozzolanik yaitu sifat bahan yang akan membentuk massa padat yang bertambah keras seiring bertambahnya waktu dan sukar

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran pelaksanaan komunikasi terapeutik dalam asuhan keperawatan anak usia prasekolah pada perawat di

Pernyataan terhadap dukungan sosial, 13 orang (87%) siswa merasakan dukungan sosial untuk bermain game didapatkan dari teman sebaya, teman yang selalu memberikan