DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ….………..…... i
ABSTRACT ……… ii
LEMBAR PENGESAHAN ……… iii
LEMBAR PERNYATAAN ……… iv
KATA PENGANTAR ……… v
DAFTAR ISI ……… vii
DAFTAR TABEL ……… ix
DAFTAR BAGAN ……… xi
DAFTAR GRAFIK ……… xii
DAFTAR LAMPIRAN ……… xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………. 1
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah ………. 6
C. Pertanyaan Penelitian ………. 7
D. Tujuan Penelitian ………. 8
E. Manfaat Penelitian ………. 10
F. Penjelasan Istilah ………. 13
G. Kerangka Berpikir ………. 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Ketunarunguan ………. 19
1. Pengertian Tunarungu ………. 19
2. Klasifikasi Ketunarunguan (Hearing-Impaired) ………. 20
3. Kerusakan Telinga ………..………… 25
4. Proses Perolehan Bahasa Siswa Tunarungu ……… 26
7. Penampilan Siswa Tunarungu dalam Membaca dan Menulis/Mengarang …….………..………….
42
B. Pembelajaran ……….……….………… 49
1. Arti dan Makna Pembelajaran ……… 49
2. Perkembangan Konsep Dasar Pembelajaran ………...…………... 54
3. Hasil Belajar dan Pembelajaran ……….. 65
4. Komponen-komponen Pembelajaran ……….. 68
5. Prinsip-prinsip Pembelajaran ……….. 72
6. Pola dan Model Pembelajaran ……… 81
C. Media Audio-Visual ………..………. 89
1. Pengertian Media Audio-Visual ……….. 89
2. Ruang Lingkup Media Audio-Visual ………..………… 91
3. Manfaat Media Audio-Visual ……… 98
4. Teknik Evaluasi Penggunaan Media Audio-Visual dalam Pembelajaran………..…… 101 D. Peranan Media Audio-Visual dalam Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Siswa Tunarungu ……….. 108 1. Pemanfaatan Televisi untuk Mengembangkan Kemampuan Berbahasa Siswa Tunarungu ……… 109 2. Pemanfaatan Video untuk Mengembangkan Kemampuan Berbahasa Siswa Tunarungu ………. 110 3. Pemanfaatan Komputer untuk Mengembangkan Kemampuan Berbahasa Siswa Tunarungu ………. 111 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian ……….……….……. 114
B. Subyek Penelitian ……….……… 120
C. Instrumen Penelitian ……….……… 121
D. Teknik Analisis Data ……… 122
A. Hasil Survei Awal ……….……… 124
1. Data Umum Program Pendidikan SDLB Tunarungu ……… 126
2. Pendapat Guru Mengenai Pembelajaran dan Kemampuan Berbahasa Siswa SDLB Tunarungu ………. 137 B. Pengembangan Model dan Hasil Uji Coba ……….………. 141
1. Pengembangan Model ……….………. 141
2. Hasil Uji Coba Pengembangan ……….………. 164
C. Hasil Uji Validasi Model Pengembangan ……… 182
1. Dampak Model terhadap Kinerja Guru ………. 183
2. Dampak Model terhadap Kemampuan Berbahasa Siswa SDLB Tunarungu ………. 193 D. Interaksi Model ……… 208
BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian ..……….……….. 214
1. Hasil Survei Awal ……….………. 214
2. Hasil Uji Coba ……….………… 220
3. Hasil Uji Validasi ……….……….………. 228
B. Pembahasan ……….……….………. 230
B. Implikasi ……… 284
C. Rekomendasi ………. 285
1
SUMARNA/PK-S3/UPI BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal I Ayat 1 menyatakan bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pernyataan Undang-undang Republik Indonesia tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal I Ayat 1 di atas, secara implisit mengandung suatu
pemahaman bahwa paradigma pembelajaran saat ini harus mampu
mengembangkan aktivitas para siswa sehingga kegiatan belajar mengajar
bersifat student centered. Artinya, peran aktif para siswa lebih dominan
dibandingkan guru sehingga guru hanya berfungsi sebagai fasilitator,
motivator, mediator, dan lain sebagainya.
Pendidikan siswa tunarungu yang merupakan bagian integral dari Sistem
Pendidikan Nasional tentu harus mampu mengimplementasikannya di
lapangan. Hal ini dimaksudkan agar potensi siswa tunarungu dapat
berkembang secara optimal sehingga diharapkan siswa tunarungu dapat
menjadi manusia beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab. Untuk itu, pendidikan siswa tunarungu
2
SUMARNA/PK-S3/UPI pengetahuan, keterampilan, serta sikap bagi para siswanya untuk
dikembangkan di masyarakat. Namun permasalahannya adalah bagaimana cara
memberikan ilmu pengetahuan, keterampilan, serta sikap tersebut dalam
pendidikan siswa tunarungu yang mengalami hambatan dalam kemampuan
berbahasanya?
Bila ditinjau secara historis, pelaksanaan pengajaran bahasa dalam
pendidikan siswa tunarungu sudah dimulai sejak abad XVII, dimana pada abad
tersebut lahir 2 (dua) pendekatan dalam pengajaran bahasa, yakni metode
konstruktif dan natural. Metode konstruktif menitikberatkan pengajaran bahasa
berawal dari guru dan hampir seluruhnya dikuasai guru, sementara pada
metode natural pengajaran bahasa dilaksanakan dengan mengikuti cara
sebagaimana anak normal mulai belajar bahasa. Artinya, metode ini
mengajarkan bahasa tanpa program, melainkan dengan menciptakan
percakapan berdasarkan situasi aktual yang sedang dialami siswa tunarungu.
Berdasarkan pengamatan dan pengalaman peneliti selama mengajarkan
bahasa bagi siswa tunarungu, pembelajaran bahasa Indonesia merupakan beban
berat yang harus dihadapi siswa dan guru. Para guru yang ada di lingkungan
pendidikan siswa tunarungu telah mencoba mencari dan mengetahui titik
lemah dari pengajaran bahasa Indonesia, di antaranya seperti yang dilakukan
SDLB Tunarungu Santi Rama Jakarta Selatan dan SDLB Tunarungu Pangudi
Luhur Jakarta Barat. Dalam pandangan kedua SDLB Tunarungu tersebut
dikemukakan bahwa rendahnya kemampuan berbahasa siswa tunarungu
3
SUMARNA/PK-S3/UPI sehingga diperlukan latihan bicara (artikulasi) atau isyarat. Latihan bicara dan
isyarat tersebut dimaksudkan agar siswa tunarungu mampu berbahasa dan
berkomunikasi. Cara lain yang dilakukan para guru adalah memulainya dengan
menggunakan Metode Maternal Reflektif (MMR), yaitu suatu metode
percakapan sebagaimana ibu bercakap-cakap dengan anaknya. Penyajian
materi pembelajaran dimulai dari apa yang dialami siswa tunarungu, kemudian
guru dan siswa lain menanggapinya secara bergantian. Dengan demikian,
pembelajaran melalui Metode Maternal Reflektif (MMR) ini komunikasi
dilakukan dengan cara multiarah. Yakni, komunikasi antara guru dengan siswa
tunarungu atau antara siswa tunarungu yang satu dengan siswa tunarungu
lainnya.
Pengajaran bahasa dengan menggunakan cara-cara sebagaimana
dikemukakan di atas, pada kenyataannya belum mampu mengantisipasi
kelemahan siswa tunarungu dalam hal berbahasa. Terbukti hingga saat ini
siswa tunarungu masih mengalami kesulitan untuk mengembangkan
kemampuan berbahasa dan beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya. Hal
ini sangat beralasan dan masuk akal sebab tidak semua orang mampu
memaknai dan menafsirkan apa yang diungkapkan siswa tunarungu dalam
percakapannya. Selain itu, siswa tunarungu juga terbiasa dengan menggunakan
bahasa isyarat sehingga menyulitkan lawan bicaranya.
Pada sisi lain, bahasa juga memiliki kaidah-kaidah yang sulit dipahami
siswa tunarungu. Misalnya, memiliki pola kalimat tertentu, mengandung majas
4
SUMARNA/PK-S3/UPI kalimat, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dapat dipastikan bahwa untuk
dapat berbahasa dengan baik maka siswa tunarungu harus menguasai
kaidah-kaidah berbahasa tersebut. Penguasaan kaidah-kaidah-kaidah-kaidah inilah yang selama ini
sulit dipahami sehingga harus dicarikan solusinya oleh pihak-pihak terkait
yang menangani siswa tunarungu.
Ditinjau dari segi pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia dalam
pendidikan siswa tunarungu, secara umum belum menunjukkan hasil yang
memuaskan sesuai dengan tujuan pembelajaran bahasa Indonesia yang
tercantum dalam kurikulum. Yakni, “Siswa tunarungu mampu berkomunikasi
secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan
maupun tulisan” (Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SDLB
Tunarungu, 2006: 82). Pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia dalam
pendidikan siswa tunarungu lebih cenderung pada pencapaian target kurikulum
daripada mencari terobosan-terobosan baru agar siswa tunarungu memiliki
kemampuan berbahasa yang memadai. Di sisi lain, sumber belajar (learning
resources) dan media pembelajaran yang tersedia masih terbatas, sehingga
guru mengalami kesulitan dalam merangsang kemampuan berbahasa siswa
tunarungu. Kebanyakan guru menggunakan sumber belajar dan media
pembelajaran seadanya dan pada tatanan yang sangat sederhana. Dengan
demikian, wajarlah apabila pembelajaran bahasa Indonesia dalam pendidikan
siswa tunarungu menjadi kurang bermakna dan tidak mampu mengembangkan
5
SUMARNA/PK-S3/UPI Dalam pembelajaran bahasa, salah satu aspek yang sering menjadi sorotan
adalah aspek metode mengajar. Berhasil tidaknya suatu pembelajaran akan
bergantung pada metode pembelajaran yang digunakan, karena melalui
metodelah suatu materi dapat disampaikan dan bahasa dapat diajarkan. Hal ini
sebagaimana dikemukakan Syaodih (1998) yang mengungkapkan bahwa
“Penyusunan sekuens bahan ajar berhubungan erat dengan strategi mengajar
atau metode mengajar”. Dipihak lain Tafsir (1992) mengungkapkan bahwa
“…persoalan mengajar sebenarnya bukanlah persoalan metode apa yang akan
digunakan, akan tetapi persoalan bagaimana menyusun langkah-langkah proses
pengajaran itu sendiri”. Sekitar tahun 1997-an telah muncul perubahan sistem
pengajaran bahasa dengan menggunakan Komunikasi Total (Komtal). Yakni,
suatu sistem pengajaran bahasa yang menggabungkan pendekatan oral dengan
isyarat. Dimana melalui pendekatan tersebut bahasa isyarat dibakukan dengan
munculnya Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) dan berlaku untuk seluruh
SLB Tunarungu yang ada di Tanah Air. Usaha tersebut kelihatannya tidak juga
mampu meningkatkan kemampuan berbahasa siswa tunarungu. Hal ini dapat
dilihat dari hasil penelitian yang telah dilakukan Lani Bunawan (2000) seorang
psikolog dari Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Yayasan Santi
Rama Jakarta, yang melaporkan bahwa kemampuan membaca siswa tunarungu
di DKI Jakarta berada beberapa tahun di bawah usia sebayanya yang
mendengar, dan lebih memprihatinkan lagi adalah bahasa tulis siswa tunarungu
6
SUMARNA/PK-S3/UPI Berdasarkan uraian-uraian sebagaimana dikemukakan di atas, jelaslah
bahwa permasalahan pokok yang dihadapi siswa tunarungu saat ini adalah
rendahnya kemampuan berbahasa, serta terbatasnya pemanfaatan sumber
belajar dan media pembelajaran. Berangkat dari permasalahan tersebut peneliti
mencoba melakukan penelitian dan pengembangan tentang model
pembelajaran bahasa Indonesia berbantuan media audio-visual untuk
meningkatkan kemampuan berbahasa siswa tunarungu di DKI Jakarta.
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka
permasalahan pokok yang terjadi saat ini dalam pembelajaran bahasa Indonesia
bagi siswa tunarungu adalah rendahnya kemampuan berbahasa. Permasalahan
tersebut semakin kompleks apabila dihubungkan dengan keterbatasan sumber
belajar dan media pembelajaran.
Sumber belajar dipandang mampu mempengaruhi rendahnya kemampuan
berbahasa siswa tunarungu, karena tanpa penggunaan sumber belajar yang
tepat dimungkinkan daya pikir dan kreativitas siswa tunarungu tidak
berkembang secara optimal. Pada akhirnya, kemampuan berbahasa siswa
tunarungu tidak berkembang pula. Pada sisi lain, penggunaan media
pembelajaran (audiovisual aids) dimungkinkan juga mempengaruhi rendahnya
kemampuan berbahasa siswa tunarungu. Karena salah satu manfaat dari media
pembelajaran adalah membantu tumbuhnya pengertian dan perkembangan
7
SUMARNA/PK-S3/UPI Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, maka perlu dibuat
model pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan berbahasa siswa
tunarungu sesuai dengan tujuan pembelajaran yang dituntut kurikulum bahasa
Indonesia. Yakni, siswa tunarungu mampu berkomunikasi secara efektif dan
efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulisan.
Model pembelajaran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah model
pembelajaran bahasa Indonesia berbantuan media audio-visual.
Berdasarkan identifikasi masalah sebagaimana diuraikan di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah model pembelajaran bahasa
Indonesia berbantuan media audio-visual bagaimana yang mampu
meningkatkan kemampuan berbahasa siswa tunarungu?.
Prinsip dari pemilihan model pembelajaran bahasa Indonesia berbantuan
media audio-visual ini adalah efisiensi dan efektifitas. Artinya, hemat dalam
penggunaan waktu, sumber daya manusia, proses, dan sesuai antara tujuan
pembelajaran dengan hasil yang dicapai. Pada sisi lain, sesuai pula dengan
perkembangan teknologi informasi dimana guru bukan lagi merupakan sumber
belajar satu-satunya. Siswa tunarungu dapat belajar secara individual atau
kelompok dalam ruang yang cukup bebas untuk memperoleh informasi sesuai
dengan kebutuhan pembelajaran.
C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan perumusan dan pembatasan masalah sebagaimana diuraikan
8
SUMARNA/PK-S3/UPI 1. Bagaimana kondisi awal pembelajaran bahasa Indonesia, dilihat dari
kemampuan dan kinerja guru dalam perencanaan dan pelaksanaan
pembelajaran, aktivitas belajar siswa, dan pemanfaatan media audio-visual
dalam pembelajaran bahasa Indonesia bagi siswa tunarungu?
2. Disain model pembelajaran bahasa Indonesia berbantuan media
audio-visual bagaimana yang mampu meningkatkan kemampuan berbahasa siswa
tunarungu, bagaimana langkah-langkahnya, dan bagaimana pula bentuk
akhir dari hasil pengembangan model pembelajaran bahasa Indonesia
berbantuan media audio-visual tersebut?
3. Bagaimana implementasi model pembelajaran bahasa Indonesia berbantuan
media audio-visual, dilihat dari kemampuan dan kinerja guru, pemanfaatan
media audio-visual, dan skenario yang dituntut dalam implementasi model
pembelajaran tersebut?
4. Bagaimana pengaruh implementasi model pembelajaran bahasa Indonesia
berbantuan media audio-visual terhadap kinerja guru, aktivitas belajar
siswa, dan peningkatan kemampuan berbahasa siswa tunarungu?
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan suatu produk, yaitu model
pembelajaran bahasa Indonesia berbantuan media audio-visual untuk
meningkatkan kemampuan berbahasa siswa tunarungu. Model hasil
pengembangan ini diharapkan dapat dimanfaatkan secara praktis oleh guru
9
SUMARNA/PK-S3/UPI dan hasil pembelajaran dapat meningkat. Pada akhirnya, kemampuan
berbahasa siswa tunarungu dapat meningkat untuk mengatasi berbagai
permasalahan hidup dan kehidupannya secara optimal.
2. Tujuan Khusus
Dengan mengacu pada tujuan umum pembelajaran sebagaimana
diuraikan di atas, maka tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian
ini adalah :
a. Mengetahui kondisi awal pembelajaran bahasa Indonesia, dilihat dari
kemampuan dan kinerja guru, baik dalam perencanaan dan pelaksanaan,
aktivitas belajar siswa tunarungu, dan pemanfaatan media pembelajaran
selama pembelajaran bahasa Indonesia;
b. Memperoleh disain pembelajaran bahasa Indonesia berbantuan media
audio-visual untuk meningkatkan kemampuan berbahasa siswa
tunarungu;
c. Mengetahui implementasi model pembelajaran bahasa Indonesia
berbantuan media audio-visual, dilihat dari kemampuan dan kinerja guru,
pemanfaatan media audio-visual, dan skenario yang dituntut dalam
implementasi model pembelajaran; serta
d. Membandingkan pengaruh implementasi model pembelajaran hasil
pengembangan dengan model pembelajaran bahasa Indonesia secara
10
SUMARNA/PK-S3/UPI E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian dan pengembangan ini diharapkan memperoleh masukan
yang berarti bagi pengembangan teoritis, yakni sejumlah prinsip-prinsip
atau kaidah-kaidah yang dapat dijadikan pedoman dalam pengembangan
model pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya dalam pemanfaatan
media audio-visual dalam upaya meningkatkan kemampuan berbahasa
siswa tunarungu. Sejumlah prinsip atau kaidah yang dimaksud diharapkan
dapat mewarnai pengembangan model pembelajaran bahasa Indonesia,
dalam upaya meningkatkan kemampuan berbahasa siswa tunarungu.
Sementara dalam pelaksanaannya, hasil penelitian ini diharapkan dapat
mengembangkan sejumlah prinsip atau kaidah yang dapat dijadikan acuan,
terutama dalam memberdayakan potensi siswa tunarungu secara maksimal,
sehingga pembelajaran bahasa Indonesia menjadi lebih aktif, interaktif,
komunikatif, efektif, dan menyenangkan. Pada akhirnya, kemampuan
berbahasa siswa tunarungu semakin lebih baik dari sebelumnya. Untuk itu,
analisis yang berkelanjutan selama pengembangan model pembelajaran
bahasa Indonesia berbantuan media audio-visual, diharapkan dapat
ditemukan beberapa hal yang bermanfaat, di antaranya: (i) prosedur model
pembelajaran yang efektif bagi peningkatan kemampuan berbahasa siswa
tunarungu; (ii) aktivitas siswa tunarungu yang efektif selama pembelajaran
11
SUMARNA/PK-S3/UPI pembelajaran bahasa Indonesia; dan (iv) pemanfaatan media pembelajaran
yang efektif bagi peningkatan kemampuan berbahasa siswa tunarungu.
Pada dasarnya, telah banyak prinsip atau kaidah yang secara teoritis
dapat dijadikan acuan dalam pengembangan model pembelajaran bahasa
Indonesia untuk meningkatkan kemampuan berbahasa siswa tunarungu.
Namun demikian, tentunya prinsip atau kaidah tersebut dapat dimanfaatkan
secara selektif dalam penelitian ini untuk memecahkan permasalahan yang
dihadapi dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia. Sejumlah
prinsip atau kaidah tersebut dapat diadopsi secara langsung bagi
peningkatan kemampuan berbahasa siswa tunarungu dalam pembelajaran
bahasa Indonesia, atau perlu dilakukan penyesuaian dalam pembelajaran
bahasa Indonesia. Jika diadopsi secara langsung, melalui penelitian ini
diharapkan dapat memberikan pembuktian terhadap efektifitas prinsip atau
kaidah yang diterapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini, selain diharapkan memberikan manfaat teoritis,
juga dapat memberikan manfaat praktis bagi berbagai pihak, terutama bagi:
a. Siswa Tunarungu
1) Meningkatkan motivasi belajar sehingga materi pelajaran yang
disampaikan guru dapat dikuasainya dengan baik;
2) Memberdayakan potensi yang dimiliki sehingga berkembang secara
12
SUMARNA/PK-S3/UPI 3) Mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi selama
pembelajaran bahasa Indonesia, sehingga hasil belajarnya dapat
meningkat.
b. Guru Siswa Tunarungu
1) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif
pemecahan masalah dalam upaya meningkatkan kemampuan
berbahasa siswa tunarungu sehingga kegiatan belajar mengajar bahasa
Indonesia dapat berjalan secara efektif dan efisien;
2) Merangsang kreativitas sehingga mampu melahirkan inovasi-inovasi
baru dalam upaya meningkatkan proses dan hasil belajar bahasa
Indonesia; dan
3) Literatur yang berguna untuk menambah wawasan dan pengalaman
sehingga dapat diimplementasikan ketika benar-benar dibutuhkan
untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi.
c. Pihak Pengambil Keputusan
1) Penelitian ini diharapkan menghasilkan suatu produk, yaitu model
pembelajaran bahasa Indonesia berbantuan media audio-visual,
sehingga hasilnya dapat didesiminasikan dalam rangka meningkatkan
kualitas proses dan hasil belajar bahasa Indonesia;
2) Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebuah rancangan program
pembinaan bagi guru siswa tunarungu sesuai dengan wilayah
13
SUMARNA/PK-S3/UPI 3) Bahan dasar dalam upaya mempersiapkan pengajuan anggaran proyek
pada pemerintah untuk penyediaan media pembelajaran yang
dibutuhkan siswa tunarungu di lapangan.
d. Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Pendidikan Luar Biasa
1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya bahan ajar bagi
pembinaan para calon guru Sekolah Luar Biasa (SLB), sehingga dapat
dipergunakannya kelak di kemudian hari;
2) Bahan kajian yang lebih mendalam sehingga dapat dijadikan bahan
dasar untuk mengadakan penelitian lanjutan sebagai pembuktian; dan
3) Hasil penelitian ini dapat dijadikan literatur sehingga memperkaya
khazanah ilmu pengetahuan.
F. Penjelasan Istilah
Untuk menghindari kesalahapahaman dan memperjelas maksud dan
tujuan, maka dirasakan perlu untuk menguraikan istilah-istilah yang
terkandung dalam judul penelitian ini. Adapun istilah-istilah yang terkandung
dalam judul penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pengembangan Model Pembelajaran
Yang dimaksud dengan pengembangan model pembelajaran dalam
penelitian ini adalah suatu prosedur yang ditempuh guru dan siswa
tunarungu dalam mencari dan menemukan suatu kegiatan atau alat yang
spesifik untuk dipergunakan dalam proses belajar mengajar, dalam hal ini
mata pelajaran bahasa Indonesia sehingga para siswa tunarungu
14
SUMARNA/PK-S3/UPI 2. Media Audio-Visual
Media audio-visual dalam konteks penelitian ini dapat dipandang
sebagai alat atau sarana yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran
bahasa Indonesia bagi siswa tunarungu, yang dapat didengar dan dilihat
melalui tayangan proyektor atau televisi.
3. Siswa Tunarungu
Siswa tunarungu yang dimaksud dalam penelitian ini adalah peserta
didik luar biasa yang mengalami gangguan dalam pendengarannya, baik
yang terjadi pada saat pra-bahasa maupun purna bahasa untuk mengikuti
pembelajaran pendidikan pada suatu jenjang pendidikan yang diikutinya.
G. Kerangka Berpikir
Ketunarunguan adalah suatu derajat kehilangan pendengaran yang
mengakibatkan seseorang tidak akan dapat memahami bahasa terutama melalui
pendengaran (Van Uden dalam Lani Bunawan dan Susila Yuwati, 2000: 40).
Definisi tersebut mengandung suatu pemahaman bahwa tunarungu bukan saja
suatu gejala gangguan pendengaran, melainkan juga tuna bahasa. Masalah
utamanya bukan ketidakmampuan dalam berbahasa, melainkan akibat dari
ketunarunguannya terhadap perkembangan kemampuan berbahasa, yaitu
ketidakmampuan siswa tunarungu dalam memahami lambang dan aturan
bahasa. Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat diidentifikasi bahwa pada
dasarnya kemampuan berbahasa siswa tunarungu dapat berkembang dengan
15
SUMARNA/PK-S3/UPI Dengan demikian, maka masih terdapat celah yang dapat dilakukan guru dalam
upaya meningkatkan kemampuan berbahasa siswa tunarungu.
Akibat ketunarunguan juga mengakibatkan siswa tunarungu mengalami
kesulitan dalam berbahasa lisan, sehingga pada umumnya siswa tunarungu
dalam berkomunikasi memanfaatkan multimodalitas, yakni: verbal/linguistik,
terdiri dari kata-kata, visual/grafis, terdiri dari ficture and image, gestur terdiri
dari gerakan tangan dan lengan, dan aksi terdiri dari bermain peran, drama, dan
eksperimen hands-on (Chin (2007) dalam Poedjiastoeti, 2010: 1).
Untuk meningkatkan kemampuan berbahasa siswa tunarungu, diperlukan
suatu model pembelajaran yang mampu merangsang imajinasi dan kreativitas
siswa tunarungu sehingga kosa katanya dapat berkembang secara optimal.
Model pembelajaran yang dimaksud salah satunya adalah model pembelajaran
berbantuan media audio-visual. Pengembangan model pembelajaran bahasa
Indonesia berbantuan media audio-visual diduga mampu meningkatkan
kemampuan berbahasa siswa tunarungu dengan pertimbangan bahwa media
audio-visual dapat meningkatkan pemahaman dan ingatan siswa tunarungu.
Hal ini sebagaimana diuraikan Wikipedia Indonesia pada
http://en.wikipedia.org/wiki/audiovisual-education&prev yang memandang
bahwa audio-visual media berbasis pendidikan adalah suatu instruksi di mana
penyampaiannya dilakukan melalui audio dan visual dari bahan yang akan
disampaikan dengan tujuan meningkatkan pemahaman dan ingatan.
Berdasarkan pemahaman dan ingatan tersebut, maka diharapkan kosa kata
16
SUMARNA/PK-S3/UPI berbahasa siswa tunarungu dapat meningkat sesuai dengan pengalaman yang
dialaminya. Melalui penggunaan model pembelajaran bahasa Indonesia
berbantuan media audio-visual juga, para siswa tunarungu akan dituntut untuk
dapat berkomunikasi dengan guru dan antara siswa yang satu dengan siswa
lainnya melalui pemanfaatan indera penglihatan. Informasi yang diterima
melalui penglihatan tersebut dapat diproses dan diolah dalam bentuk bahasa
lisan atau tulisan yang dapat dipergunakan siswa tunarungu untuk kegiatan
berkomunikasi.
Berdasarkan Standar Isi (SI), Standar Kompetensi (SK), dan Kompetensi
Dasar (KD) mata pelajaran bahasa Indonesia untuk siswa SDLB Tunarungu
pada tema cerita sederhana, diharapkan siswa tunarungu dapat membaca dan
menjawab pertanyaan tentang isi cerita. Adapun penyajiannya dapat dilakukan
melalui praktek membaca memindai melalui teks yang diambil dari
perpustakaan sekolah. Namun sejalan dengan perkembangan teknologi
informasi memungkinkan untuk mengembangkan media pembelajaran yang
dapat menyajikan cerita sederhana melalui penggunaan media audio-visual,
sehingga proses pembelajaran menjadi lebih aktif dan interaktif dalam upaya
mencapai tujuan pembelajaran.
Penelitian yang relevan tentang keberhasilan penggunaan media
audio-visual dalam pembelajaran telah dilakukan Pusat Teknologi Komunikasi dan
Informasi Pendidikan (Pustekkom) untuk siswa sekolah dasar tahun 1991.
Hasil yang dicapai melalui program tersebut menunjukkan bahwa media
17
SUMARNA/PK-S3/UPI para siswa merasa termotivasi untuk belajar karena mereka didorong untuk
aktif memberikan respons, baik terhadap pertanyaan maupun tugas yang
disampaikan oleh program; b) para siswa merasa tidak bosan belajar karena
materi pelajaran yang disajikan dinilai menarik; dan c) bersifat praktis karena
mereka hanya bersifat mengamati dan mendengarkan. Sementara dari sisi guru
dikemukakan bahwa: a) kegiatan belajar menjadi lebih menarik, lebih hidup,
dan para siswa semakin lebih antusias untuk belajar; b) menambah wawasan
guru yang lebih luas dan mendalam mengenai materi pelajaran; c) mendorong
guru untuk mengembangkan cara penyajian materi pelajaran yang lebih
menarik dan variatif sebagaimana yang dicontohkan di dalam program; dan d)
memiliki kebanggaan karena prestasi belajar para siswanya meningkat.
Bertolak dari uraian di atas, maka kerangka berpikir pengembangan model
pembelajaran bahasa Indonesia berbantuan media audio-visual untuk siswa
18
SUMARNA/PK-S3/UPI
Bagan 1.1. Kerangka Berpikir Pengembangan Model Pembelajaran Bahasa Indonesia Berbantuan Media Audio- Visual untuk Siswa Tunarungu (Hearing-Impaired) Dampak Ketunarunguan
Komunikasi Siswa Tunarungu
Komtal dan Multimodalitas
Media Audio-Visual (film, teks, gambar, interaktif)
Penelitian yang Relevan
Standar Isi Bahasa Indonesia
SK dan KD
Tema SubTema
114
SUMARNA/PK-S3/UPI BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Metode Penelitian
Penelitian ini bertujuan menghasilkan sebuah produk, yakni suatu model
pembelajaran bahasa Indonesia berbantuan media audio-visual untuk
meningkatkan kemampuan berbahasa siswa tunarungu. Dengan demikian,
maka penelitian ini termasuk ke dalam kategori “Research and Development
(R & D)”. Borg and Gall (1983: 772) mengemukakan bahwa “Educational
reseach and development is a process used to develop and validate educational
products”. Pandangan tersebut memberikan arahan bahwa prinsip penelitian
dan pengembangan pada dasarnya mengacu pada suatu bentuk siklus yang
didasarkan pada kajian temuan penelitian, kemudian ditindaklanjuti dengan
proses pengembangan suatu produk. Pengembangan produk didasarkan atas
studi pendahuluan, kemudian diuji dalam situasi tertentu dan dilakukan revisi
terhadap hasil uji coba, sampai akhirnya diperoleh suatu produk akhir. Adapun
bentuk produk akhir yang dikembangkan dalam penelitian dan pengembangan
ini adalah model pembelajaran untuk memperbaiki proses belajar mengajar
bahasa Indonesia dalam upaya meningkatkan kemampuan berbahasa siswa
tunarungu.
Adapun langkah-langkah yang dilaksanakan dalam penelitian dan
pengembangan ini, peneliti sederhanakan menjadi 3 (tiga) tahap, yakni: studi
pendahuluan, pengembangan model pembelajaran, serta validasi model
115
SUMARNA/PK-S3/UPI tahapan penelitian dan pengembangan dalam penelitian ini, dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Studi Pendahuluan
Pada tahap studi pendahuluan peneliti melakukan 2 (dua) kegiatan,
yakni studi literatur dan studi lapangan. Studi literatur dilakukan dengan
cara mengidentifikasi, menganalisa, dan mempelajari teori-teori belajar dan
model-model pembelajaran, kemampuan berbahasa siswa tunarungu,
strategi, kebijakan, standar kompetensi, dan kompetensi dasar dalam
pendidikan siswa tunarungu, dan konsep dasar mata pelajaran bahasa
Indonesia bagi siswa tunarungu. Sementara studi lapangan merupakan
bentuk survei awal yang dilaksanakan pada bulan Oktober 2009. Pada studi
lapangan ini kegiatan yang dilakukan peneliti adalah melakukan wawancara
dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Yayasan, Kepala Sekolah,
Wakil Kepala Sekolah Bagian Kesiswaan dan Kurikulum, serta guru-guru
dari kedua sekolah yang menjadi lokasi dan populasi penelitian. Selain
wawancara, pada kegiatan studi pendahuluan juga dilakukan observasi kelas
guna mengetahui lebih jauh proses pembelajaran yang terjadi dalam
pendidikan siswa tunarungu sehingga dapat dijadikan acuan untuk kegiatan
perencanaan dan pengembangan model pembelajaran yang akan
dikembangkan.
2. Pengembangan Model Pembelajaran
Konsep dasar model pembelajaran yang dikembangkan berupa model
116
SUMARNA/PK-S3/UPI meningkatkan kemampuan berbahasa siswa tunarungu didasarkan atas hasil
studi literatur dan hasil survei awal yang telah dilakukan. Setelah konsultasi
dengan pembimbing dalam penentuan lokasi dan mata pelajaran yang akan
digunakan untuk pengembangan model pembelajaran, kemudian peneliti
melakukan kerja sama dengan guru dan tenaga ahli yang berhubungan
dengan media audio-visual dalam menyusun desain awal model
pembelajaran yang akan dikembangkan dan diujicobakan. Kerja sama
peneliti dan guru terutama dalam hal merumuskan tujuan pembelajaran yang
diharapkan dikuasai siswa tunarungu, memilih dan menetapkan topik materi
pembelajaran, memilih metode, mempersiapkan media dan sumber belajar
yang relevan, merancang prosedur pembelajaran yang direncanakan dan
dikembangkan sesuai dengan kajian teori tentang kemampuan berbahasa
yang meliputi: keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan
menulis. Sementara kerja sama dengan tenaga ahli media, terutama dalam
hal penggunaan handycam, prosedur trasfer hasil shooting dari kaset pada
CD, dan penyortiran gambar. Hal ini dilakukan atas dasar keterbatasan
wawasan, pengetahuan, dan keterampilan peneliti dalam hal prosedur dan
tata cara penggunaan media.
Pengembangan model pembelajaran melalui uji coba terbatas dan luas
dilakukan dengan cara mengimplementasikan desain model pembelajaran
beberapa kali secara siklikal (berdaur). Hasil observasi dan evaluasi proses
pembelajaran dan hasil belajar tersebut dijadikan umpan balik dalam upaya
117
SUMARNA/PK-S3/UPI Pengembangan model pembelajaran melalui uji coba terbatas dilakukan
sebanyak 3 (tiga) kali pada kelas V SDLB Bagian Tunarungu Al-Hikmah
Padalarang yang dilaksanakan pada bulan Desember 2009. Setelah
dirasakan cukup mampu meningkatkan kemampuan berbahasa siswa
tunarungu, model pembelajaran tersebut diimplementasikan dan
diujicobakan secara lebih luas pada pembelajaran bahasa Indonesia dibulan
Februari dan Maret 2010 di SDLB Bagian Tunarungu Santi Rama yang
beralamat di Jl. Rs. Fatmawati, Cipete-Jakarta Selatan dan SDLB Bagian
Tunarungu Pangudi Luhur yang beralamat di Jl. Pesanggrahan 125
Kembangan-Jakarta Barat. Kegiatan pengembangan ini dilakukan beberapa
kali dengan melakukan refleksi dan tetap melibatkan pihak-pihak terkait
yang terlibat dalam uji coba pengembangan model pembelajaran tersebut,
maupun berkonsultasi dengan pembimbing. Kemudian peneliti
memperbaikinya sehingga ditemukan model pembelajaran untuk
meningkatkan kemampuan berbahasa siswa tunarungu yang siap divalidasi
melalui kegiatan eksperimen.
3. Validasi Model Pembelajaran
Validasi model pembelajaran dilaksanakan bulan Mei dan Juni 2010,
pada pembelajaran bahasa Indonesia di kelas V SDLB Bagian Tunarungu
Santi Rama Jakarta Selatan dan SDLB Bagian Tunarungu Jakarta Barat.
Sehubungan dengan kedua sekolah tersebut memiliki lebih dari satu kelas
sehingga masing-masing sekolah dapat dijadikan kelompok eksperimen dan
118
SUMARNA/PK-S3/UPI dan efektifitas model pembelajaran yang dikembangkan dalam
meningkatkan kemampuan berbahasa siswa tunarungu. Pada akhirnya,
dalam validasi model pembelajaran ini menemukan model akhir
pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berbahasa siswa tunarungu
pada mata pelajaran bahasa Indonesia yang sudah teruji validasinya.
Ketiga langkah penelitian dan pengembangan sebagaimana diuraikan di
119
SUMARNA/PK-S3/UPI TAHAP I
TAHAP II
TAHAP III
Bagan 3.1. Langkah-langkah Pengembangan Model Pembelajaran
PENDAHULUAN STUDI LITERATUR PRA-SURVEI MENEMUKAN TEORI PENELITIAN YANG TELAH DILAKUKAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
KEMAMPUAN & AKTIVITAS BELAJAR SISWA
KEMAMPUAN & KINERJA GURU
KONDISI & PEMANFAATAN SARANA DAN PRASARANA
DESKRIPSI MODEL FAKTUAL
UJI COBA TERBATAS REVISI DAN
PERBAIKAN
RUMUSAN DRAFT
DESAIN MODEL
PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBANTUAN
MEDIA
AUDIO-VISUAL
PENYUSUNAN
HARDWARE DAN
SOFTWARE
PEMBELAJARAN
UJI COBA LUAS
REVISI DAN PENYEMPURNAAN
UJI COBA TERBATAS
VALIDASI
TES AWAL IMPLEMENTASI
TES AKHIR
120
SUMARNA/PK-S3/UPI B. Subyek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SDLB Bagian Tunarungu DKI Jakarta,
dengan subyek penelitian siswa kelas V (lima). Pemilihan kelas V (lima)
sebagai subyek penelitian didasari oleh dua pertimbangan, yaitu: Pertama,
siswa kelas V SDLB Bagian Tunarungu dianggap sudah memiliki kemampuan
berbahasa yang cukup memadai sehingga diharapkan dapat menguasai materi
pelajaran bahasa Indonesia dengan baik. Kedua, siswa kelas V SDLB Bagian
Tunarungu tidak dipersiapkan untuk mengikuti Ujian Nasional (UN) sehingga
tidak mengganggu program kerja sekolah yang bersangkutan. Adapun teknik
pemilihan samplingnya dilakukan dengan cara purposive sampling dengan
melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu. Berdasarkan
pertimbangan kualitas sekolah, metode pembelajaran yang digunakan, latar
belakang siswa, fasilitas pembelajaran, dan Sumber Daya Manusia (SDM),
maka ditetapkan dua sekolah sebagai tempat penelitian. Kedua sekolah tersebut
adalah SDLB Bagian Tunarungu Santi Rama yang beralamat di Jalan Rs.
Fatmawati Cipete-Jakarta Selatan 12410 Telp. (021) 7694741-75818101/Fax.
(021) 7663709 dan SDLB Bagian Tunarungu Pangudi Luhur yang beralamat di
Jalan Pesanggrahan 125 Kembangan Jakarta Barat 11610 Telp. (021)
5804223-5817156.
Dalam pelaksanaan penelitian selanjutnya, pada kedua SDLB Bagian
Tunarungu tersebut dijadikan kelompok eksperimen dan kontrol. Untuk
kelompok eksperimen di SDLB Bagian Tunarungu Santi Rama adalah kelas
121
SUMARNA/PK-S3/UPI sebanyak 15 orang. Sementara di SDLB Bagian Tunarungu Pangudi Luhur,
kelompok eksperimennya adalah kelas VB dan kelompok kontrolnya adalah
VA, dengan jumlah siswa masing-masing 15 orang pula. Pemilihan kelompok
eksperimen dan kontrol ini didasarkan atas pertimbangan bahwa kedua sekolah
tersebut memiliki kemampuan siswa yang berimbang namun berasal dari latar
belakang orang tua yang berbeda dan mayoritas agama yang berbeda pula.
SDLB Bagian Tunarungu Santi Rama sebagian besar Warga Negara Indonesia
(WNI) asli dan beragama Islam, sementara SDLB Bagian Tunarungu Pangudi
Luhur sebagian besar warga keturunan dan beragama Katolik/Protestan.
Dengan demikian, untuk mengantisipasi perbedaan-perbedaan tersebut maka
keduanya ditetapkan sebagai kelompok eksperimen dan kontrol.
C. Instrumen Penelitian
Sehubungan dengan penelitian dan pengembangan ini terdiri dari beberapa
tahapan sebagaimana telah diuraikan di atas, maka instrumen penelitian yang
digunakan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing tahapan penelitian
tersebut. Dengan demikian, maka dimungkinkan instrumen yang digunakan
ada kesamaan. Untuk tahap studi pendahuluan, instrumen yang digunakan
berupa wawancara, pengamatan, analisis dokumen, dan catatan lapangan yang
dapat digunakan sebagai bahan perencanaan pengembangan model. Pada tahap
pengembangan model, instrumen yang digunakan berupa wawancara dan tes
dalam bentuk uji coba model hasil perencanaan baik berupa pre-test maupun
122
SUMARNA/PK-S3/UPI berupa tes dalam bentuk pre-test dan post-test. Untuk mendapatkan gambaran
mengenai instrumen-instrumen yang digunakan dalam penelitian tersebut dapat
dilihat pada lampiran.
D. Teknik Analisa Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini pada dasarnya bersumber dari
hasil studi pendahuluan, pengembangan model, dan uji validasi model. Dengan
demikian, jenis data yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dikelompokkan
ke dalam dua jenis data, yakni data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif.
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai ketiga sumber data
hasil penelitian beserta jenis datanya dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Data Hasil Studi Pendahuluan
Data yang diperoleh dari hasil studi pendahuluan pada umumnya
berupa data kualitatif. Yaitu, data-data yang berbentuk kata-kata, gambar,
dan bukan angka-angka. Dengan demikian, laporan hasil penelitiannya
berupa kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran mengenai suatu
keadaan/peristiwa. Data-data tersebut berdasarkan hasil penelitian ini
berasal dari hasil wawancara, analisis dokumen, dan catatan lapangan,
selama penelitian berlangsung.
2. Data Hasil Pengembangan Model
Berdasarkan hasil pelaksanaan pengembangan model pembelajaran
bahasa Indonesia berbantuan media audio-visual, diperoleh dua jenis data.
123
SUMARNA/PK-S3/UPI dari hasil observasi kelas yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan
kualitatif, sementara data kuantitatif diperoleh dari hasil tes belajar siswa
SDLB Bagian Tunarungu yang dilakukan baik melalui pre-test maupun
post-test. Data kuantitatif tersebut hasilnya digunakan untuk bahan revisi
pada uji coba selanjutnya, sedangkan data kuantitatif dalam hal ini adalah
hasil tes belajar dari beberapa kali uji coba dianalisis dengan menggunakan
statistik Uji-t. Melalui Uji-t tersebut dibandingkan rata-rata antara hasil uji
coba pertama dengan hasil uji coba kedua, hasil uji coba kedua dengan hasil
uji coba ketiga. Pada akhirnya, diperoleh gambaran bahwa model yang
dikembangkan memiliki karakteristik sebagaimana yang diharapkan.
Selain dilakukan analisis dengan cara membandingkan antara kelompok
eksperimen dan kontrol, dalam penelitian ini juga dilihat perbedaan hasil
yang ditimbulkan oleh model terhadap hasil belajar siswa dengan
menggunakan analisis varians klasifikasi dua jalur (Two Way Anova).
Statistik yang digunakan adalah F-test karena Anova mengikuti distribusi F.
Semua pengerjaan analisis data hasil penelitian ini dilakukan dengan
214
SUMARNA/PK-S3/UPI BAB V
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Pada Bab V ini akan dipaparkan tentang hasil penelitian, yang dimulai dari
survei awal, uji coba terbatas, uji validasi, serta pembahasan tentang penelitian
pengembangan model pembelajaran bahasa Indonesia berbantuan media
audio-visual sebagai upaya meningkatkan kemampuan berbahasa siswa tunarungu.
A. Hasil Penelitian 1. Hasil Survei Awal
a. Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia di SDLB Tunarungu
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 Pasal 33
Ayat I menetapkan bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa negara
menjadi bahasa pengantar dalam pendidikan nasional. Dengan
demikian, Sekolah Luar Biasa (SLB) yang merupakan bagian dari sistem
pendidikan nasional sudah barang tentu tidak melewatkan diri
menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam proses
pembelajarannya. Mata pelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar
Luar Biasa (SDLB) Tunarungu bertujuan agar para siswa memiliki
kemampuan sebagai berikut:
1) Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang
berlaku, baik secara lisan maupun tulis;
2) Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai
215
SUMARNA/PK-S3/UPI 3) Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan
kreatif untuk berbagai tujuan;
4) Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan
intelektual, serta kematangan emosional dan sosial;
5) Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas
wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan
dan kemampuan berbahasa; dan
6) Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah
budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia sebagaimana diuraikan di
atas, sudah barang tentu tidak banyak mengalami hambatan bagi para
siswa yang berpendengaran normal karena mereka tidak mengalami
gangguan di dalam organ pendengarannya. Bagi para siswa tunarungu,
tujuan mata pelajaran bahasa Indonesia tersebut memerlukan proses dan
usaha yang berkesinambungan. Para siswa tunarungu dikenal dengan
istilah “Tuna Bahasa”. Yakni, mereka mengalami kemiskinan di dalam
bahasanya, sebagai konsekuensi dari gangguan pendengaran yang
dialaminya.
Suatu persyaratan agar seorang siswa dapat berbahasa secara wajar
dan spontan adalah kemampuan untuk menangkap suara orang lain. Hal
inilah yang menjadi titik lemah bagi siswa tunarungu dalam belajar
berbahasa. Namun demikian, bukan berarti siswa tunarungu tidak mampu
216
SUMARNA/PK-S3/UPI dengan beberapa cara, di antaranya melalui pemanfaatan sisa
pendengaran, yaitu dengan cara menggunakan alat bantu dengar
(hearing-aid) dan penunjang fungsi indera lainnya. Melalui penglihatan
siswa tunarungu mendapatkan contoh cara-cara pengucapan dan melalui
perabaan serta penghayatan gerak otot dari organ bicara (kinestetik)
siswa tunarungu mendapatkan gambaran cara pengucapan melalui
perasaan yang ditimbulkan pada leher, rahang, bibir, dan lidah sewaktu
alat-alat tersebut bergetar.
Berdasarkan pandangan beberapa ahli yang ada di lingkungan
Yayasan Santi Rama Jakarta Selatan mengatakan bahwa keterampilan
berbahasa yang memadai bukan semata-mata bergantung pada sisa
pendengaran, meskipun hal tersebut sangat membantu. Melainkan
bergantung pada 2 (dua) faktor, yakni faktor intern dan ekstern. Faktor
intern berhubungan dengan faktor yang berasal dari siswa, sementara
faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa. Faktor
yang berasal dari dalam diri siswa, di antaranya: fungsi indera yang baik,
potensi intelektual/kecerdasan yang memadai, dan tidak adanya
gangguan syaraf. Sedangkan faktor luar yang sangat berpengaruh,
diantaranya: pemberian alat bantu dengar yang sesuai dan terawat,
kualitas bimbingan, pendidikan, dan latihan bicara, serta peranan orang
tua.
Pada umumnya, makin dini usia anak diketahui ketunarunguannya,
217
SUMARNA/PK-S3/UPI kemampuan berbahasa serta dibiasakan untuk berkomunikasi secara
lisan, maka besar kemungkinan anak tunarungu tersebut tidak banyak
mengalami kesulitan dalam berbahasanya. Namun demikian, hal ini
jarang sekali dilakukan sehingga kemampuan berbahasa anak tunarungu
tidak berkembang secara optimal.
b. Sistem Pembelajaran Bahasa Indonesia di SDLB Tunarungu
Sudah menjadi kebiasaan pada umumnya bahwa setiap lembaga
pendidikan memiliki karakteristik tersendiri dalam melaksanakan
kegiatan belajar mengajarnya. Hal ini tentu menjadi program dan
keunggulan masing-masing lembaga pendidikan tersebut. Tak terkecuali
bagi Sekolah Luar Biasa, terutama pendidikan bagi siswa-siswi yang
mengalami gangguan pendengaran atau lebih dikenal dengan istilah
tunarungu.
Dalam pendidikan siswa-siswi tunarungu, sistem pembelajaran pada
awalnya dikenal dengan 2 (dua) aliran. Yakni, ada yang menggunakan
isyarat (sign language) dan ada juga yang menggunakan oral.
Masing-masing pendekatan pembelajaran tersebut pada dasarnya memiliki
keunggulan dan kelemahannya masing-masing. Namun demikian, tidak
ada yang dapat dikatakan pendekatan pembelajaran dengan
menggunakan isyarat lebih baik bila dibandingkan dengan oral atau
sebaliknya. Justru pada saat ini mungkin sebagai alternatifnya, lebih
218
SUMARNA/PK-S3/UPI Yakni, suatu pendekatan yang menghubungkan antara pendekatan isyarat
dengan oral.
Pada saat ini, secara umum sistem pembelajaran bagi siswa-siswi
tunarungu menganut pada pendekatan komunikasi total. Tetapi bagi
sekolah-sekolah tertentu masih ada yang mempertahankan pendekatan
sign language atau oral. Hal ini akan bergantung pada tingkat
kepercayaan sekolah terhadap kedua pendekatan tersebut. Manakala
tingkat keberhasilan pendidikan dengan menggunakan kedua pendekatan
itu benar-benar terrealisasi, maka tidak menutup kemungkinan kedua
pendekatan tersebut akan dipergunakan terus menerus, sampai ditemukan
kembali pendekatan yang lebih baik. Namun demikian, hal ini tentu
bukan harga mati sehingga tidak menutup kemungkinan akan berubah
sesuai dengan perkembangan zaman.
SDLB Tunarungu Santi Rama Jakarta Selatan dan SDLB Tunarungu
Pangudi Luhur Jakarta Barat, merupakan dua sekolah luar biasa yang
masih mempertahankan pendekatan oral dalam sistem pendidikannya.
Pada kedua sekolah tersebut, dikenal dengan sebuah metode yang khas
yang jarang sekali dipergunakan di sekolah luar biasa lainnya. Metode itu
lebih dikenal dengan nama “Metode Maternal Reflektif”. Yakni, sebuah
metode pembelajaran yang mengutamakan percakapan sebagaimana
layaknya seorang ibu bercakap-cakap dengan anaknya. Metode ini
memiliki motto “Apa yang ingin kau ucapkan, maka ucapkanlah!”.
219
SUMARNA/PK-S3/UPI pelajaran apa pun, percakapan merupakan keharusan yang tidak dapat
ditinggalkan. Dengan demikian, sistem pendidikan pada kedua sekolah
luar biasa tersebut pendekatan oral lebih dominan dibandingkan dengan
pendekatan yang lainnya.
c. Hasil Belajar yang Diperoleh Siswa SDLB Tunarungu
Proses belajar yang dialami siswa-siswi SDLB Tunarungu
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman,
keterampilan, serta nilai dan sikap. Adanya perubahan-perubahan
tersebut didasarkan atas prestasi hasil belajar siswa terhadap serangkaian
pertanyaan atau tugas yang diberikan guru selama proses pembelajaran
berlangsung. Bila mana serangkaian pertanyaan atau tugas yang
diberikan guru dapat diselesaikan siswa tunarungu dengan baik, maka
tingkat pemahaman siswa terhadap materi pelajaran dapat dikatakan baik
pula. Sebaliknya, bila mana serangkaian pertanyaan atau tugas tidak
dapat diselesaikan siswa tunarungu, maka tingkat pemahaman siswa
terhadap materi pelajaran rendah.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat diidentifikasi bahwa
prestasi hasil belajar siswa-siswi SDLB Tunarungu, pada dasarnya tidak
berbeda jauh bila dibandingkan dengan prestasi hasil belajar para siswa
yang berpendengaran normal. Pada mata pelajaran tertentu, misalnya:
matematika, keterampilan, olah raga dan kesenian, hasilnya cukup
memuaskan dan bisa dikatakan setara dengan para siswa yang
220
SUMARNA/PK-S3/UPI bahasa, hasilnya masih jauh dari apa yang diharapkan. Titik lemah dari
prestasi hasil belajar siswa SDLB Tunarungu adalah terletak dari
kemampuan berbahasanya yang sangat rendah. Artinya, dengan
minimnya bahasa bagi siswa SDLB Tunarungu mengakibatkan tingkat
pemahamannya terhadap mata pelajaran yang mengandung banyak unsur
bahasa menjadi kurang.
Berdasarkan data-data yang diperoleh selama survei awal dilakukan,
dari 23 orang siswa SDLB Tunarungu yang mengikuti Ujian Nasional
Tahun Ajaran 2008-2009, hanya (13.04%) yang memperoleh nilai 6 ke
atas pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Artinya, dari 23 orang siswa
SDLB Tunarungu yang mengikuti Ujian Nasional pada tahun ajaran
tersebut, hanya 3 orang yang memperoleh nilai 6 ke atas. Selebihnya
berkisar antara perolehan nilai 3, 4, dan 5. Sementara untuk mata
pelajaran matematika, hampir (78.26%) atau 18 orang memperoleh nilai
6 ke atas. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sebagian besar siswa
SDLB Tunarungu mengalami hambatan dalam pembelajaran bahasa
Indonesia.
2. Hasil Uji Coba
a. Disain Model Pengembangan
Disain model pengembangan merupakan langkah awal yang
memerlukan pengetahuan, pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang
memadai karena akan menghasilkan suatu model pembelajaran. Karena
221
SUMARNA/PK-S3/UPI peneliti mengumpulkan beberapa sumber yang ahli dalam bidang
komputer, media, dan statistik yang sekiranya menunjang disain model
pengembangan yang akan dilakukan. Adapun tujuannya adalah duduk
bersama untuk merumuskan disain model yang akan dikembangkan,
software yang akan digunakan, aktivitas siswa SDLB Tunarungu dalam
pembelajaran, analisa data, dan pola software yang dihasilkan.
Rancangan atau disain model pembelajaran bahasa Indonesia
berbantuan media audio-visual yang dikembangkan, mengacu pada
pengembangan sistem instruksional model IDI (Instructional
Development Institute) yang terdiri dari 3 (tiga) tahapan besar, yakni:
merumuskan (define), mengembangkan (develop), dan menilai
(evaluate). Namun demikian, disain pembelajaran pada dasarnya tetap
saja mengacu pada kurikulum. Hal ini sejalan dengan pandangan Ibrahim
dan Syaodih (2003) yang mengatakan bahwa acuan utama penyusunan
program pengajaran adalah kurikulum. Lebih jauh lagi diungkapkan
bahwa perencanaan program harus sesuai dengan konsep pendidikan dan
pengajaran yang dianut dalam kurikulum.
Konsep pendidikan di Indonesia dewasa ini, lebih diwarnai oleh
konsep teknologi pendidikan, khususnya pengajaran sebagai sistem.
Pengajaran sebagai suatu sistem merupakan suatu pendekatan mengajar
yang menekankan hubungan yang sistemik antara berbagai komponen
dalam pengajaran. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa
222
SUMARNA/PK-S3/UPI Komponen-komponen pengajaran tersebut adalah: tujuan, bahan ajar
(subject mater), komponen metode belajar mengajar, media, dan
evaluasi. Dalam pengajaran sebagai sistem, lebih menekankan pada
keterpaduan komponen-komponen secara keseluruhan. Ciri lain dari
pengajaran sebagai suatu sistem adalah lebih menekankan pada perilaku
yang bisa diukur. Model pengajaran modul, kaset audio, kaset video, dan
komputer, merupakan pengajaran berprogram yang termasuk ke dalam
kelompok pengajaran sebagai suatu sistem (Ibrahim dan Syaodih, 2003).
Dalam merancang disain komunikasi pembelajaran untuk model
pembelajaran dengan bantuan media audio-visual, telah disesuaikan
dengan prinsip-prinsip pengajaran, yang meliputi: perbedaan individual
siswa, maju berkelanjutan, belajar tuntas, serta program pengayaan dan
perbaikan.
Tujuan yang ingin dicapai melalui implementasi model pembelajaran
hasil pengembangan ini adalah peningkatan penguasaan kemampuan
berbahasa bagi siswa SDLB Tunarungu sehingga dengan kemampuan
berbahasa yang memadai memudahkan siswa SDLB Tunarungu
menguasai materi pelajaran yang disampaikan guru. Karena sadar atau
tidak, kunci sukses untuk menguasai berbagai ilmu pengetahuan terletak
pada kemampuan berbahasa. Bila kemampuan berbahasa siswa SDLB
Tunarungu berkembang dengan baik, maka besar kemungkinan
peluangnya untuk menguasai ilmu pengetahuan yang dipelajarinya.
223
SUMARNA/PK-S3/UPI memadai, maka sulit baginya untuk menguasai ilmu pengetahuan yang
dipelajarinya. Pendek kata, kemampuan berbahasa siswa SDLB
Tunarungu sangat berpengaruh terhadap tingkat penguasaan materi
pelajaran yang disampaikan guru.
Untuk itu, disain pengembangan model pembelajaran bahasa
Indonesia berbantuan media audio-visual ini dirancang untuk
meningkatkan kemampuan berbahasa siswa SDLB Tunarungu. Dengan
demikian, disain materi dan struktur diatur sedemikian rupa sehingga
mampu merangsang minat, motivasi, dan kreativitas siswa SDLB
Tunarungu untuk melakukan tindak berbahasa. Disain materi melibatkan
guru sebagai ujung tombak dan praktisi terdekat dalam pengembangan
kurikulum, ahli media, dan analisa data. Atas dasar peta konsep materi
inilah orang-orang yang terlibat dalam penyusunan model pembelajaran
berbantuan media audio-visual bekerja. Materi ditampilkan dalam bentuk
kaset video dan program microsoft office power point yang diatur
tampilannya sesuai dengan durasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
satu kegiatan. Sementara disain struktur digambarkan melalui dialog
interaktif yang mengacu pada kegiatan belajar siswa SDLB Tunarungu
yang biasa dilakukan. Disain struktur memberikan kesempatan yang
seluas-luasnya kepada siswa SDLB Tunarungu untuk mengontrol
belajarnya sendiri melalui pengawasan dan bimbingan dari guru.
Prosedur dikembangkan berdasarkan disain interaksi siswa SDLB
224
SUMARNA/PK-S3/UPI berdasarkan prinsip Human Computer Interaction. Alat interaksi
menuntut siswa SDLB Tunarungu mempelajari materi pelajaran secara
individual dan mengharuskan siswa SDLB Tunarungu belajar dengan
penuh konsentrasi. Artinya, apabila siswa SDLB Tunarungu tidak
memiliki konsentrasi yang penuh, maka materi pelajaran tidak akan dapat
dikuasainya dengan baik. Dalam penelitian ini, interaksi siswa SDLB
Tunarungu dengan laptop yang disalurkan melalui infokus diterjemahkan
ke dalam bentuk sistem navigasi terstruktur. Maksudnya. Alur pelacakan
informasi sepenuhnya dikendalikan oleh pilihan yang telah disediakan
program.
Evaluasi hasil belajar dikembangkan berdasarkan tujuan peningkatan
kemampuan berbahasa, yang meliputi kemampuan mendengarkan,
berbicara, membaca, dan menulis. Dengan demikian, perangkat tes
disesuaikan dengan karakteristik kemampuan berbahasa tersebut, yang
terbagi menjadi 2 (dua) jenis tes, yakni lisan dan tulisan. Pola pertanyaan
mengacu pada isi cerita yang terkandung dalam kaset video yang
diurutkan berdasarkan taraf kesulitannya. Yakni, dari yang mudah ke
yang sukar.
Dalam penyajian atau implementasi model pembelajaran bahasa
Indonesia berbantuan media audio-visual disesuaikan dengan rencana,
yaitu: Pertama, program menayangkan cerita anak tentang “Petualangan
Si Kancil” selama ±10 menit, sementara siswa SDLB Tunarungu diminta
225
SUMARNA/PK-S3/UPI “Petualangan Si Kancil” siswa SDLB Tunarungu diminta menceritakan
kembali isi dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Kedua, program
menayangkan potongan-potongan gambar yang ada dalam cerita tentang
“Petualangan Si Kancil” dan siswa diminta untuk menyusun kalimatnya
secara lisan. Ketiga, program menayangkan teks bacaan tentang
“Petualangan Si Kancil” melalui microsoft office powerpoint dan siswa
SDLB Tunarungu diminta untuk membacakannya secara bersama-sama
dengan bimbingan guru dan satu kali lagi membaca dalam hati. Setelah
kegiatan membaca terselesaikan, siswa SDLB Tunarungu dan guru
melakukan percakapan seputar isi bacaan. Keempat, siswa SDLB
Tunarungu diminta untuk membuat ringkasan tentang cerita
“Petualangan Si Kancil” dalam bentuk karangan sederhana.
Pada tahap awal kegiatan, terlihat guru dan siswa SDLB Tunarungu
belum maksimal melaksanakan seluruh rangkaian kegiatan pembelajaran
dan terlihat kaku. Hal ini dapat dimaklumi karena tingkat penguasaan
guru terhadap penggunaan media audio-visual masih rendah dan siswa
SDLB Tunarungu belum terbiasa belajar dengan menggunakan media
audio-visual sehingga terlihat asing. Namun demikian, pada penyajian
berikutnya guru dan siswa SDLB Tunarungu sudah mulai beradaptasi,
sehingga pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien.
b. Perbaikan Hasil Belajar Bahasa Indonesia bagi Siswa SDLB Tunarungu
Hasil uji coba model pembelajaran bahasa Indonesia berbantuan
226
SUMARNA/PK-S3/UPI soal-soal dan semangat belajar siswa SDLB Tunarungu cukup baik
sehingga berdampak positif terhadap perolehan skor hasil belajarnya.
Peningkatan skor hasil belajar siswa SDLB Tunarungu dapat dilihat dari
hasil uji coba 1 sampai dengan uji coba 3. Pada uji coba ke-1 perolehan
nilai rata-rata siswa SDLB Tunarungu mencapai 68.20 dengan standar
deviasi 5.18. Pada uji coba ke-2 meningkat lagi menjadi 74.13 dengan
standar deviasi 5.96. Lebih jauh lagi peningkatannya tatkala pada uji
coba ke-3, yakni perolehan skor rata-rata mencapai 81.46 dengan standar
deviasi 7.27. Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran yang
dikembangkan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar
siswa SDLB Tunarungu.
c. Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa SDLB Tunarungu
Implementasi model pembelajaran bahasa Indonesia berbantuan
media audio-visual membawa dampak positif terhadap aktivitas siswa
SDLB Tunarungu. Hal ini dapat dilihat dari antusiasme siswa SDLB
Tunarungu dalam mengikuti pembelajaran dan keberanian
mengungkapkan ide dan gagasannya. Fenomena tersebut muncul tentu
tidak datang dengan sendirinya, melainkan pasti ada faktor penyebabnya.
Salah satu faktor yang menyebabkan siswa SDLB Tunarungu memiliki
antusiasme dan keberanian mengungkapkan ide dan gagasan dalam
pembelajaran tersebut adalah kehadiran media audio-visual yang mampu
menarik minat dan motivasi siswa SDLB Tunarungu dalam belajar.
227
SUMARNA/PK-S3/UPI implementasi model pembelajaran bahasa Indonesia berbantuan media
audio-visual bagi siswa SDLB Tunarungu, di antaranya:
Pertama, prinsip perhatian dan motivasi. Perhatian dalam proses
pembelajaran memiliki peranan yang sangat penting sebagai langkah
awal dalam memicu aktivitas-aktivitas belajar. Untuk memunculkan
perhatian siswa, maka perlu kiranya disusun rancangan bagaimana
menarik perhatian siswa SDLB Tunarungu dalam proses pembelajaran.
Rancangan model pembelajaran bahasa Indonesia berbantuan media
audio-visual yang dilaksanakan dalam penelitian dan pengembangan
model ini ternyata mampu menjawab prinsip pembelajaran tersebut. Hal
ini dapat dilihat dari keseriusan siswa SDLB Tunarungu dalam menerima
informasi melalui media audio-visual dan antusiasmenya dalam
mengikuti pembelajaran, sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif,
interaktif, dan menyenangkan.
Kedua, prinsip keaktifan. Belajar pada hakekatnya adalah proses
aktif dimana seseorang melakukan kegiatan secara sadar untuk
mengubah suatu perilaku dan terjadi kegiatan merespon terhadap
pembelajaran. John Dewey sebagaimana dikutip Rudi Susilana
(2006:131) menyatakan bahwa belajar adalah menyangkut apa yang
harus dikerjakan siswa oleh dirinya sendiri, maka inisiatif belajar harus
muncul dari dirinya sendiri. Melalui pembelajaran bahasa Indonesia
dengan bantuan media audio-visual tampak bahwa siswa SDLB
228
SUMARNA/PK-S3/UPI terlihat aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Hal ini membuktikan
bahwa media audio-visual mampu menarik perhatian siswa sehingga
memicu aktivitas siswa dalam pembelajaran.
Ketiga, prinsip keterlibatan langsung. Berdasarkan prinsip tersebut
dalam pembelajaran bahasa Indonesia berbantuan media audio-visual
tampaklah bahwa aktivitas siswa SDLB Tunarungu lebih dominan
dibandingkan dengan aktivitas guru. Dimana pada pembelajaran bahasa
Indonesia berbantuan media audio-visual ini, peran guru hanya sebagai
fasilitator, mediator, dan inovator saja tatkala siswa SDLB Tunarungu
memerlukan bantuan dan arahan. Secara keseluruhan dalam
pembelajarannya siswa SDLB Tunarungu mempelajarinya secara
langsung. Dengan demikian, apa yang dikatakan (Edgar Dale dalam Rudi
Susilana, 2006:132) mengatakan bahwa belajar yang paling baik adalah
melalui pengalaman langsung. Untuk itu, proses pembelajaran dengan
menggunakan bantuan media audio-visual diharapkan ada proses
internalisasi bagi pihak yang belajar, sebab belajar bukanlah hanya
sekedar proses menghapal sejumlah konsep, prinsip atau fakta yang siap
untuk diingat.
3. Hasil Uji Validasi
Untuk melihat efektifitas implementasi model pembelajaran bahasa
Indonesia berbantuan media audio-visual dilakukan dengan uji validasi.
Keefektifan suatu model dapat ditinjau dari cara pelaksanaan dalam
229
SUMARNA/PK-S3/UPI pencapaian hasil belajar siswa SDLB Tunarungu yang diberi perlakuan
dibandingkan dengan hasil belajar siswa SDLB Tunarungu yang tidak
diberikan perlakuan. Perlu ditekankan di sini bahwa hasil belajar yang
dilihat adalah hasil belajar setelah siswa SDLB Tunarungu diberikan
perlakuan.
Berdasarkan hasil pengukuran dan diolah dengan menggunakan
program SPSS Versi 17, diketahui bahwa skor rata-rata untuk kelompok
eksperimen (KE) pada uji validasi ke-1 diperoleh skor rata-rata (68.20), uji
validasi ke-2 (74.13), dan uji validasi ke-3 (81.47). Sementara untuk uji
validasi kelompok kontrol (KK) diperoleh skor rata-rata sebesar (63.80)
untuk uji validasi ke-1, (65.40) uji validasi ke-2, dan 66.07 uji validasi ke-3.
Berdasarkan hasil uji validasi sebagaimana diuraikan di atas, tampaklah
bahwa model pembelajaran bahasa Indonesia berbantuan media
audio-visual terbukti cukup efektif untuk memperbaiki kualitas proses belajar
mengajar. sebelum proses belajar bahasa Indonesia berbantuan audio-visual
diimplementasikan, dilakukan pengembangan perencanaan pengajaran.
Kegiatan pengembangan perencanaan pengajaran bertujuan untuk
menganalisis masalah, merancang pemecahan masalah,
mengimplementasikan, serta mengevaluasi sumber belajar sebagai
komponen sistem pengajaran. Dampak dari pengembangan perencanaan ini
adalah guru harus mengkaji kurikulum secar