• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gangguan Pendengaran pada Diabetes Melitus.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gangguan Pendengaran pada Diabetes Melitus."

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

Gangguan Pendengaran pada Diabetes Melitus

Yan Edw ard, Jon Pr ijadi

Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher

Fakult as Kedokt eran Universitas Andalas/ RSUP Dr . M. Djamil Padang

Abstrak :

Latar belakang : Diabet es m elitus (DM) merupakan salah sat u yang dapat menyebabkan gangguan fungsi koklea berupa gangguan pendengaran (t uli sensor ineural) sehingga diperlukan pendet eksian glukosa darah. Tujuan : Pendeteksian secar a dini, diagnosis yang cepat dan t epat akan terhindar t er jadinya gangguan pendengaran. Tinjauan Pustaka : Diagnosis diabet es melit us ditegakkan dengan gejala yang khas dan tidak khas diser t ai dengan pemeriksaan glukosa darah. Kesimpulan : Gangguan fungsi koklea beraw al dari perubahan patologi pada koklea berupa t er jadinya penebalan pembuluh darah stria vaskular, at r ofi str ia vascular dan ber kurangnya sel r ambut luar yang t er jadi pada penderit a diabetes melit us.

Kata kunci : Diabetes melit us, Gangguan fungsi koklea, Glukosa dar ah

Abstra ct :

Ba ckground: Diabet es mellit us (DM) is one of the cause of cochlear dysfunction such as hear ing im pair ment (sensor ineur al hear ing loss) which require det ect ion of blood glucose. Purpose: Ear ly det ection, accurately and quickly diagnosis will pr event the occur rence of hear ing loss. Review: Diagnosis of diabetes mellitus was established by t ypical and atypical clinical finding symptoms followed by an examinat ion of blood glucose. Conclusion: Cochlear function im pairment begin with a change of cochlear pathology, such as blood vessel thickening of vascular st ria, vascular st ria atr ophy, and loss of outer hair cells t hat occur s in patient s with diabetes m ellitus.

Key word : Diabet es mellitus, Impair ed cochlear function, Blood glucose

Pendahuluan

Diabet es melit us (DM) mer upakan kelainan metabolik kronik yang dit andai oleh hiper glikemia ser t a perubahan met abolism e lemak dan prot ein. Kelainan ini mengakibat kan sejumlah komplikasi mikrovaskular yang umumnya mempengar uhi mata dan ginjal, yang disert ai dengan polineuropat i difus pada ser at -serat sar af somat ik maupun otonom.1

Jar ingan saraf dan pembuluh dar ah memainkan peranan pent ing dalam fungsi or gan pendengaran. Diabet es melit us dapat m er usak sel-sel sar af dan pem buluh darah ter sebut, sehingga dapat juga membaw a dampak negat if bagi or gan pendengar an. Sangat mungkin t er dapat hubungan ant ar a fungsi or gan pendengar an dengan DM, karena penyakit ini mempengar uhi or gan-or gan yang kaya akan pembuluh darah misalnya koklea dan/ at au sar af pusat t ermasuk otak yang ber peran dalam jaras pendengaran.1

Gangguan fungsi koklea dapat menyebabkan penurunan pendengar an. Penurunan pendengar an pada pender ita DM biasanya bilat er al, ber langsung ber t ahap, bersifat sensorineural t er ut ama pada fr ekuensi t inggi.1

Hubungan antara DM dan penurunan pendengaran sampai saat ini masih menjadi per debatan, masih belum didapat kan konsensus yang adekuat. Beberapa peneliti melaporkan adanya hubungan yang kuat antar a DM dan penur unan pendengaran.1,2 Dikutip dari Aust in DF2, Fukushima dkk, m enyatakan adanya hubungan antar a DM dengan per ubahan patologi pada koklea ber upa ter jadinya penebalan pem buluh darah str ia vaskular , at rofi st r ia vaskular , dan berkur angnya sel r ambut luar , tetapi

t idak ter jadinya per ubahan pada ganglion spiral dibandingkan dengan kont rol.

Bainbridge dkk pada penelitiannya terhadap penderit a DM t ipe 2 dengan komplikasi mikr ovaskuler dengan menggunakan alat ukur audiometr i nada murni mendapat kan hubungan yang kuat ant ar a penur unan pendengar an dan DM t ipe 2. 3

Kekerapan

Diabetes melit us sudah merupakan salah satu ancaman ut am a bagi kesehat an m anusia pada abad 21. Per ser ikat an Bangsa-Bangsa (PBB) membuat perkiraan bahw a pada tahun 2000 jumlah diabet es melit us berusia diat as 20 t ahun ber jumlah 150 jut a or ang dan dalam kur un w aktu 25 tahun kemudian, pada t ahun 2025, jum lah itu akan menjadi 300 juta or ang.4

Jum lah diabet es melit us t erutama DM tipe 2 menurut lapor an WHO, pada tahun 2000 mencapai 171 jut a orang dan akan diprediksi mencapai 366 juta pada t ahun 2030 at au mengalam i peningkat an sebesar 114%. Sedangkan pada orang Asia, peningkatan t er sebut akan mencapai 141% pada kurun w akt u yang sama.4

Dikut ip dari Aust in DF2, Bainbridge dkk, mendapat kan dar i 5.742 peser t a pada Nat ional Health and Nut rit ion Examinat ion dimana pasien diabetes melit us lebih banyak mengalami gangguan pendengaran dar ipada yang t idak diabet es melitus. Dari penelit ian dit emukan adanya gangguan pendengar an ber upa penur unan pendengar an sebanyak 31% pasien DM pada fr ekuensi 4000 Hz dan 34% pada frekuensi 8000 Hz.5

(2)

2 dibandingkan yang t idak DM sebesar 44%. Data ini

menunjukkan hubungan yang lemah ant ar a DM t ipe 2 dan

penurunan pendengaran.6

Embriologi Telinga Dalam

Telinga adalah organ fungsi pendengaran dan pengat ur keseimbangan, yang dapat dibagi atas 3 bagian, yait u t elinga luar, t elinga tengah dan telinga dalam.7

Telinga dalam adalah or gan pert ama dari t ubuh yang dalam per kembangannya telah terbentuk secara sempurna baik dalam ukuran maupun dalam konfigur asinya yait u pada umur kehamilan t rimest er kedua. Diferensiasi t elinga dalam dimulai pada aw al minggu ketiga, per kembangan intr a ut er in yang dit andai dengan tampaknya plakode auditor i ektoderm pada set ingkat myelencephalon. Plakode auditor i berinvaginasi membent uk lubang auditor i sepanjang minggu ke-4, yang kemudian menjadi vesikula auditori.7

Perkembangan t elinga dalam pr enat al dibagi dalam sejumlah per iode yang terpisah. Per iode per t ama dimulai dar i w akt u implantasi, perkembangan blastosit di dalam dinding ut erus sampai t er bent uknya sir kulasi int ra embrionik. Selama per iode kur ang lebih 25 har i, pelapisan dari ectoderm, mesoderm , endoderm, ber kembang membent uk lempeng yang mengandung notochord. 7

Periode ke-2 sekitar 35 har i yait u sampai akhir minggu ke-8, yang disebut per iode embr ionik. Selama w aktu ini, ada per t umbuhan yang cepat dan diferensiasi sel, sehingga menjelang hari ke-56. Semua sist em utama organ dibentuk dan embrio mempunyai bent uk luar yang dikenal sebagai manusia.7

Anatomi Organ Pendengaran

Telinga t er diri dari 3 bagian, yaitu t elinga luar , telinga t engah dan telinga dalam. Daun t elinga dan liang telinga merupakan bagian dari t elinga luar . Membr an timpani membatasi t elinga luar dan telinga tengah. Telinga luar dan kepala bersifat pasif namun mem iliki per anan pent ing pada sist em pendengaran kar ena memiliki alat akustik.7

Gambar 1: Anatomi Telinga9

Telinga t engah, meliput i membran t impani, rangkaian t ulang-t ulang pendengar an dengan ligamen-ligamen penyangga, dan r uang t elinga t engah dapat dianggap sebagai sist em ger akan pasif dan alat -alat penguat r esonansi. Fungsi telinga t engah sebagai alat penyesuai impedansi dar i udara yang ber impedansi r endah ke koklea yang ber isi cair an dengan impedansi t inggi.8,9

Telinga dalam t er dir i dari 2 bagian, yait u bagian depan yang mer upakan bagian pendengar an yang disebut koklea dan bagian belakang adalah vestibulum dan kanalis semisir kular is yang merupakan or gan keseimbangan. Koklea mer upakan suat u t abung t ulang ber bent uk kumparan dengan panjang 35 mm, t erdir i dari skala vest ibuli, skala media, dan skala t impani. Skala media at au koklear is m empunyai penampang segiti ga. Dasar segitiga ter sebut dikenal dengan nama membr an basilaris yang menjadi dasar dar i or gan kort i.8,9

Gambar 2: Anatomi Kok lea9

Skala vest ibuli dan skala timpani berisi cair an perilimfa, yait u cairan yang menyer upai cair an ekst r aseluler dengan konsentr asi K+ 4 mEq/ L dan konsentr asi Na+ 139 mEq/ L. Skala media dibungkus oleh membr an Reissner, membran basilaris l amina osseous spiralis, dan dinding lat er alnya. Daer ah ini mengandung cai ran endolimfa yang m enyerupai cair an int raseluler dengan konsent r asi K+ 144 mEq/ L dan konsentr asi Na+ 13 mEq/ L. Skala media mempunyai ambang potensial ist ir ahat sekit ar 80 mV dengan ar us posit if searah (direct curr ent), kemudian menurun perlahan dari basis ke apeks. Potensial endokoklear ini dipr oduksi oleh st r ia vaskularis yang menempel pada dinding lat er al koklea dan menuju pompa Na+/ K.9

(3)

3 Gambar 3: Sel r ambut luar dan sel rambut dalam9

Sel-sel ini menggant ung lew at lubang-lubang lengan hor izont al dari suat u jungkat jungkit yang dibent uk oleh sel-sel penyokong. Ujung sar af afer en dan efer en menempel pada ujung baw ah sel r ambut . Pada permukaan sel-sel r ambut t erdapat st er eosilia yang melekat pada suatu selubung di atasnya yang cender ung dat ar, ber sifat gelat inosa dan aselular , dikenal sebagai membr an t ektor ia. Mem br an tektoria disekr esi dan disokong oleh suatu panggung yang t er let ak di medial disebut sebagai limbus.9 Vaskular isasi telinga dalam

Pembuluh darah art er i unt uk t elinga dalam disuplai oleh art er i labir in atau ar ter i audit iva int er na yang mer upakan cabang dar i ar t er i ser ebellum ant er ior-inferior at au secar a langsung dar i art er i basilar is. Ar t er i ini masuk ke dalam t elinga dalam dar i belakang meat us akust ikus int er nus dan ber cabang menjadi dua yait u9:

1. Ar t er i vest ibular is ant er ior yang memperdarahi utr ikulus dan sakulus bagian posterior, yang meluas ke kanalis semisir kularis ant erior dan lat er al.

Gambar 4: Vaskular isasi k oklea9

2. Ar teri koklearis komunis, yang bercabang menjadi dua yait u: ar t er i koklear is post erior dan ar t er i vestibulokoklear yang ber cabang lagi menjadi dua, yait u bagian koklear dan bagian vest ibular.

Cabang koklear akan member ikan suplai darah ke bagian inferior duktus koklear is, l alu ber gabung dengan

ramus koklear is yang ber asal dar i art eri koklear is post er ior , sedangkan cabang vest ibular m emperdarahi kanalis sem isirkular is (KSS) post erior dan sebagian besar sakulus.8,9

Pembuluh darah vena di telinga dalam ber asal dari pleksus aquadukt us koklear is dan pleksus aquadukt us vest ibularis. Venula dar i ar ea sensor ik di vest ibular seper ti venula vest ibular post erior yang menampung dr enase dari sakulus dan ampula KSS post er ior ser ta venula vest ibular anter ior yang menampung dr enase dari ut rikulus akan mengalir ke pleksus aquaduktus koklearis. Pleksus aquaduktus vest ibularis merupakan anastomosis dar i vena-vena yang ber asal dari daer ah non sensorik vest ibular dari KSS. Vena-vena ini ber jalan paralel dengan aquaduktus dan mener ima ali r an dar i vena-vena di sakus endolim fatikus.8,9 Fisiologi Mendengar

Pr oses mendengar diaw ali oleh dit angkapnya ener gi bunyi oleh t elinga luar yang akan dit eruskan ke telinga tengah set elah menggetarkan membran timpani. Di dalam t elinga tengah t erdapat r angkaian tulang pendengaran (ossicle) yang akan mengamplifikasi get ar an ter sebut melalui daya ungkit t ulang pendengaran dan perkalian per bandingan luas membr an t impani dengan tingkap lonjong. Energi get ar yang telah diamplifikasi ini akan memasuki telinga dalam yang selanjutnya akan diproyeksi pada membr an basilar is, sehingga akan menimbulkan ger ak relat if ant ara membran basilar is dan membr an t ektor ia.9,10

Gambar 5 : Fisiologi pendengaran9

Pr oses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan t erjadinya defleksi ster eosilia sel-sel r ambut, sehingga terjadi pelepasan ion-ion yang bermuat an listr ik dari endokoklea pada badan sel. Akibat keadaan tersebut ter jadi depolarisasi sel r ambut dan pelepasan neurot r ansmit ter ke dalam sinapsis yang akan meningkatkan pot ensial aksi ner vus auditorius, nukleus auditor ius dan akan sampai di kor teks pendengar an unt uk dit er jemahkan. 9,10

Diabetes Melitus (DM)

(4)

4 berhubungan dengan ker usakan jangka panjang, disfungsi

at au kegagal an beber apa or gan tubuh, t er ut ama mat a, ginjal, sar af, jant ung dan pembuluh darah.11

Perkumpulan Endokr in Indonesia (PERKENI) membagi alur diagnosis DM menjadi dua bagian besar berdasar kan ada t idaknya gejala khas DM. Gejala khas DM ter diri dar i poliur i, polidipsi, polifagi a dan berat badan menur un t anpa sebab yang jelas, sedangkan gejala t idak khas DM diant aranya lemas, kesemut an, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur , disfungsi er eksi dan pr ur itus vulva. Apabila dit emukan gejala khas DM, pemer iksaan glukosa dar ah abnor mal sat u kali saja sudah cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabila tidak dit emukan gejal a khas DM , maka diper lukan dua kali pemer iksaan glukosa darah abnor mal. Diagnosis DM juga dapat dit egakkan melalui cara pada Tabel 1.

Tabel 1. Kr iteria diagnosis DM 11

1 Gejala klasik DM + glukosa plasma sew aktu ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/L)

Glukosa plasma sew aktu merupakan hasil pemer iksaan sesaat pada suatu har i t anpa memper hat ikan w aktu makan terakhir . 2 At au, Gejala klasik DM + glukosa plasma

puasa ≥ 126 mg/dl (7,0 mmol/L)

Puasa diar t ikan pasien t idak mendapatkan kalori t ambahan sedikitnya 8 jam

3 Glukosa plasma 2 jam pada TTGO (Test Toleransi Glukosa Or al) ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/ L)

TTGO dilakukan dengan st andar WHO, menggunakan beban glokosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilar ut kan ke dalam air

Hasil pemer iksaan glukosa dar ah 2 jam pasca pembebanan dibagi menjadi 3 yait u11:

 < 140 mg/ dl Nor mal

 140-< 200 mg/ dL TGT

 ≥ 200 mg/dL DM

Gambar 6 : Langkah diagnostik DM dan TGT (Toleransi Gluk osa Terganggu) dar i TTGO (Test Toleransi Glokosa Oral )11

Klasifikasi dan Patogenesis Diabetes Melitus

Menur ut anjuran PERKENI yang sesuai dengan anjur an Am er ican Diabet es Associat ion (ADA) 2009, DM diklasifikasikan secar a et iologi menjadi:11,12

1. Diabet es melit us t ipe 1 2. Diabet es melit us t ipe 2 3. Diabet es melit us kehamilan 4. Diabet es melit us t ipe lain Diabetes melitus tipe 1

Diabetes mellit us t ipe 1 at au yang dulu dikenal dengan nama Insulin Dependent Diabet es Mellitus (IDDM), t er jadi karena kerusakan sel bet a pankr eas (r eaksi aut oimun). Bila ker usakan sel beta t elah mencapai 80-90% maka gejala DM mulai muncul. Per usakan sel bet a ini sudah ter jadi pada usia anak-anak. Sebagian besar penderit a DM t ipe 1 mempunyai ant ibodi yang menunjukkan keberadaan proses autoimun, dan sebagian kecil t idak terjadi pr oses autoimun. Kondisi ini digolongkan sebagai tipe 1 idiopat ik. Sebagian besar (75%) kasus t erjadi sebelum usia 30 tahun, tet api usia tidak t er masuk kr iteria unt uk klasifikasi.11,12

Diabetes melitus tipe 2

Diabetes melit us t ipe 2 mer upakan 90% dar i kasus DM yang dulu dikenal sebagai Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Pada Diabetes melitus ini t er jadi penurunan kemampuan insulin beker ja di jar ingan per ifer (insulin resistance) dan disfungsi sel bet a. Akibatnya, pankr eas t idak mampu memproduksi insulin yang cukup unt uk mengkompensasi insulin resisten. Kedua hal ini menyebabkan terjadi defisiensi insulin relat if. Gejala minimal dan kegemukan sering ber hubungan dengan kondisi ini, yang umumnya t er jadi pada usia lebih dari 40 t ahun. Kadar insulin bisa normal, r endah, maupun t inggi, sehingga pender it a tidak tergant ung pada pember ian insulin.11,12.

Diabetes melitus dalam kehamilan

Diabetes melitus dan kehamilan (Gest at ional Diabetes Mellitus / GDM) adalah kehamilan normal yang disert ai dengan peningkat an insulin r esist ance (ibu hamil gagal memper t ahankan euglycemia). Faktor r esiko GDM adalah r iw ayat keluarga DM, kegemukan, dan glikosur ia. Kelainan ini meningkat kan morbiditas neonat us, m isalnya hipoglikemia, ikt erus, polisit em ia dan m akrosomia. Hal ini t er jadi kar ena bayi dari ibu GDM mensekr esi insulin lebih banyak sehingga merangsang per t umbuhan bayi dan t erjadi makr osomia. Frekuensi GDM kir a-kir a 3-5% dan pada ibu t er sebut t er jadi peningkat an r isiko untuk menjadi DM di masa mendat ang.11,12

Diabetes melitus tipe lain

Subkelas DM dimana individu mengalami hiper glikemi akibat kelainan spesifik (kelainan genetik fungsi sel bet a), endokr inopati (penyakit Cushing’s, akr om egali), penggunaan obat yang mengganggu fungsi sel bet a (dilant in), penggunaan obat yang mengganggu ker ja insulin (b-adr ener gik), dan infeksi / sindrom a genetik (Down’s Klinefelter’s).11,12

Patofisiologi Diabetes melitus tipe 2

DM t ipe 2 mer upakan penyakit yang het erogen, dengan dua ciri ut ama yang m enentukan yait u adanya r esist ensi insulin dan defek sel β pankreas, t elah disepakat i

TTGO

GD 2 Jam Pasca Pembebanan

≥ 200

140-199

≤ 140

(5)

5 oleh para ahli bahw a resistensi insulin merupakan kelainan

yang mendahului (aw al) dibandingkan munculnya defek sel β pankreas at au penur unan sekr esi insulin pada penderit a DM t ipe 2.13,14

Terdapat dua m asalah ut ama yang ber hubungan dengan insulin, yaitu r esist ensi insulin dan gangguan sekr esi insulin. Secar a normal insulin akan terikat dengan resept or khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat ter ikat nya insulin dengan r eseptor t er sebut, ter jadi suat u rangkaian r eaksi dalam met abolisme glukosa di dalam sel. Retensi insulin pada diabetes melit us tipe 2 diser tai dengan penurunan r eaksi intr asel, dengan demikian insulin menjadi tidak efekt if unt uk menst imulasi pengambilan glukosa oleh jar ingan.13

Retensi insulin m er upakan suatu keadaan penurunan kemampuan t ubuh dalam mer espon insulin baik yang ber asal dar i dalam maupun luar t ubuh, sehingga ter jadi penur unan pada am bilan glukosa (upt ake glucose) dan penggunaan glukosa (ut ilizat ion) oleh t ubuh, dibandingkan dengan orang nor mal. Adanya gangguan dalam sekr esi insulin pada pender ita DM Tipe 2, tubuh masih dapat t et ap memproduksi insulin, tetapi t idak mencukupi. Fungsi kelenjar pankr eas pada DM t ipe 2 t idak hanya memproduksi jumlah insulin yang tidak mencukupi, tet api juga sekr esi insulin yang t er lambat dalam mer espon peningkat an kadar glukosa dalam dar ah. 15

Untuk mengatasi ret ensi insulin dan mencegah ter bent uknya glukosa dalam darah har us t er dapat peningkat an insulin yang disekr esikan. Pada penderit a toler ansi glukosa t erganggu, keadaan ini t er jadi akibat sekr esi insulin yang ber lebihan dan kadar glukosa akan diper tahankan pada t ingkat yang nor mal at au sedikit meningkat. Namun jika sel-sel t idak mampu mengim bangi peningkat an kebut uhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan t er jadi diabetes melit us t ipe 2.13

Meskipun t er jadi gangguan sekresi insulin yang merupakan cir i khas diabet es melit us t ipe 2, namun ter dapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton. Oleh kar ena itu, ketoasidosis diabet ik t idak terjadi pada diabet es m elitus tipe 2. Meskipun demikan, diabet es m elitus t ipe 2 yang tidak t er kont rol dapat menimbulkan m asalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiper glikemik hiperosmoler non ketot ik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lam bat dan progr esif, maka diabetes melit us t ipe 2 dapat berjalan tanpa t erdet eksi, gejalanya ser ing ber sifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, irit abilit as, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang t idak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur .13

Cir i ut ama pada penderit a DM adalah hiper glikemia. Hal ini ber kaitan

dengan t ingginya kadar gula dalam darah sert a kadar insulin yang t idak adekuat untuk mengolah kelebihan gula ter sebut. Kondisi hiper glikemia yang tidak diintervensi baik dengan pola makan (diet ), akt ivitas fisik (olah raga) akan mengant ar pada komplikasi yang lebih bur uk. Ancaman mikr oangiopati dapat berupa r et inopat i, neur opat i atau gangguan ginjal. Sem entara gangguan makroangiopati dapat t er jadi str oke, hipert ensi, dan penyakit jantung yang kerap dapat menyebabkan kemat ian12,13,16

Riset sebelumnya telah menunjukkan dampak neurodegeneratif yang mer ugikan dalam diabet es melit us t ipe 2, sepert i ker usakan oksidat if, yang menyebabkan t er jadinya str es oksidatif. St r es oksidat if adalah suatu kondisi tidak seimbang antar a pembent ukan r adikal bebas dan antioksidan pada t ingkat seluler. St res oksidatif membahayakan karena t er jadi kelebihan radikal bebas (oksidan) at au tanda penur unan level enzim natural ant ioksidan.14

Str es oksidatif ber potensi meningkatkan komplikasi vaskular diabet es dengan empat jalur met abolik: PKC (Pr ot ein Kinase-C Pathway) , AGEP (Advanced Glycat ion End Products Pathw ay), hexosamine pathway (PAHA), aldosereductase (AR). St r es oksidatif juga dapat m enyebabkan disfungsi sel β dan insulin r esist en. Kontr ol glukosa yang baik dan antioksidan yang kuat dapat menurunkan st res oksidat if, dan memperbaiki fungsi sel β dan m emper baiki sensit ifit as insulin.13

a. PKC/ Protein Kinase-C Pathway

DAG (Diacyglycerol) dan PKC adalah molekul yang banyak ber per an dalam faal vaskuler seper t i:

(a) Perm eabilit as meningkat (b) Vasodilat asi

(c) Aktivasi endot el

(d) Sinyal pert umbuhan Vascular Growth Factor Expr ession (VGFE)

Inhibitor PKC adalah ruboxist aur in mesylate, mempunyai afinitas t inggi t er hadap isoform β1 dan β2, mampu memblokir abnor malit as vaskuler di endotel dan sel kont rakt il m esangial ser ta disfungsi glomerulus.13 b. AGEP / Advanced Glycat ion End Product s Pathw ay

AGEP dapat mengubah fungsi sel dengan mengikat r esept or AGEP, sat u reseptor mem br an. Ikatan ini dapat mer angsang sinyal PKC sehingga menyebabkan disfungsi sel.

Inhibitor pembentukan AGEP adalah Aminoguanidine, pada binat ang dapat memblok peristiw a diat as, secar a klinik penggunaan t erbat as karena masalah t oksisit as. Kit a menget ahui bahw a mikr ot rombus yang dir angsang oleh AGEP ber akibat hipoksia lokal, meningkat kan angiogenesis dan akhir nya progr esi mikroangiopat i.13

c. Hexosamine Pathw ay

Melalui akt ivasi GFAT (glucosamine fruct ose amidotr ansferase) disebabkan oleh kadar glukosa dar ah yang tinggi, TGF-β yang meningkat dapat menyebabkan akumulasi komponen mat r iks pr ot ein mesangium dan menghambat prolifer asi sel (meningkatnya MMPs / matr iks met allo prot eins). Akumulasi m at riks m esangial adalah t anda glomer ulosklerosis diabet es.13

d. Aldose Reduct ase or Polyol Pathw ay

(6)

6 frukt osa lew at sor bitol dehydrogenase (SDG) . AR dapat

mengakt ifkan produksi TNFα. Kadar sorbit ol mengakibat kan kerusakan mikrovaskular . AR-inhibitor t er nyata mampu mencegah kelainan mikr oangiopati.13,14

Teor i Reactive Species

St r es oksidatif dapat naik karena proses enzimat ik dan non-enzimatik oleh hiper glikemi. Ada 3 pencetus st r es oksidatif akan meningkat yait u glikasi yang labil, oto-oksidasi glukosa dan aktivasi int rasel jalur poliol. Glikolisis dan siklus Krebs menghasilkan energi yang ekuivalen untuk mendorong sint esis ATP mitokondria, sebaliknya hasil samping fosforilasi oksidatif m itokondr ia (termasuk r adikal bebas, dan anion superoksid) juga ditingkat kan oleh kadar glukosa t inggi. 13,14

Oto-oksidasi glukosa meningkat kan r adikal bebas. Jadi st r es oksidat if akan menur unkan kadar nit rit oksida, merusak prot ein sel dan adhesi lekosit pada endot el meningkat sedang fungsinya sebagai bar r ier t er hambat. St r es oksidatif pada DM Tipe 2 t idak ter kont rol disebabkan oleh PAHA sepert i: aktifasi AR, akt ifasi hexosamine, peningkat an sint esis DAG aktifasi PKC, peningkatan produksi AGEP.13,14

Komplikasi DM

Komplikasi DM secar a bermakna mengakibat kan peningkat an mor bidit as dan mort alit as, demikian juga dihubungkan dengan ker usakan at aupun kegagalan fungsi beberapa or gan vit al sepert i pada mata maupun ginjal ser t a sistem saraf. Komplikasi DM dibagi menjadi komplikasi pada pembuluh darah besar at au makr ovaskuler dan komplikasi pada pembuluh darah kecil atau mikr ovaskuler .15,16,17

Komplikasi makrovaskuler pender ita DM juga berisiko mengalam i percepat an timbulnya ateroskelorosis, ter jadi makroangiopat i yang selanjutnya akan menderit a penyakit jant ung koroner, penyakit vaskuler per ifer dan st r oke. Gangguan mikroangiopat i dapat ber upa retinopat i, neuropat i dan nefr opat i.15,17

Patofisiologi penur unan pendengaran DM tipe 2. Penurunan pendengaran pada penderit a DM Tipe 2 mempunyai cir i-ci ri yang hampir sama dengan pr esbiakusis yait u bilateral, progr esif dan berjenis sensor ineur al t er ut ama pada fr ekuensi t inggi. Perbedaannya adalah pada DM tipe 2 gangguan pendengaran lebih berat. Teori mekanisme terjadinya penurunan pendengaran pada DM t ipe 2 adalah mikr oangiopati, ret inopat i atau kombinasi keduanya.18

Beberapa penelitian menemukan kelainan vaskular pada telinga dalam yang secar a histopatologi memperlihatkan per ubahan mikroangiopati yait u ter bent uk pr esipitat pada dinding pembuluh darah sehingga ter jadi penebalan yang ter lihat dengan pengecat an Periodic Acid Schiff (PAS). Kelainan mikr oangiopati ini terutama t er jadi pada pembuluh kapiler st r ia vaskular is, sel anjutnya dapat t er jadi pada ar ter i auditor ius internus, modiulus, pada vasa ner vosum ganglion spirale dan demielinisasi n.auditorius.19

Teori mekanism e t er jadinya gangguan pendengar an pada pender ita DM adalah karena mikroangiopat i. Per ubahan-perubahan t er sebut t erjadi menyeluruh pada kapiler-kapiler pem buluh darah dengan manifest asi klinik t erutama pada ginjal, jant ung, ot ak, r et ina dan sar af perifer . Mikr oangiopat i juga dialami pembuluh dar ah di t elinga dalam. Mikr oangiopati pada labirin t er ut ama mengenai st ria vaskular is, ar ter i audit iva int er na. 2,5,18

Mekanisme yang past i dar i perubahan ini belum dapat dijelaskan, namun bila dihubungkan dengan kenyataan, bahw a komplikasi lanjut DM ter jadi pada sel-sel maupun jar ingan-jaringan t ubuh yang ter gant ung insulin unt uk t ransport asi glukosa, nampaknya hiperglikemik sangat ber peran dalam proses kejadiannya. Hiperglikemia yang berlangsung lama, telah diket ahui dapat memacu r eaksi gl ikosilasi pr ot ein non enzim at ik, yang ber langsung pada ber bagai jar ingan t ubuh. Beberapa studi klinik member ikan informasi adanya kor elasi ant ar a jangka w aktu berlangsungnya hiper glikemia dan progr esifit as mikroangiopat i pada pender it a DM. Terkendalinya stat us glikemia mendekati bat as nor mal dapat menghambat bahkan mungkin mencegah t erjadinya mikroangiopati20.

Glukosa t erikat pada protein oleh r eaksi kimia non-enzimat ik. Proses ini diaw ali dengan menempelnya glukosa pada gugus asam amino, yang ber lanjut dengan ser angkaian r eaksi biokimia dengan hasil t erbentuknya amador y product, r eaksi selanjut nya menghasilkan pr oduk akhir yang dinamakan advanced glicosilat ion end product (AGEP) yang bersifat ir r ever sibel. Reaksi gl ikosilasi ini t er jadi pada long live prot ein, ant ar a lain jar ingan kolagen dan membran basalis pembuluh darah. Salah sat u bent uk AGEP pada DM adalah 2 furoyl-4(5)- (2-fur anyl)-1-H-imidazole at au FFI yang banyak t er t imbun dalam jaringan-jaringan t ubuh penderit a DM. Dalam r eaksi glikosilasi ini t er bent uk pula radikal bebas sebagai hasil dari oto-oksidasi glukosa yang ber langsung pada w aktu pembentukan AGEP dar i amador y product, yang ber sifat highly react ive oksidant yang mem iliki sifat ototoksik antara lain efek denatur asi dan agr egasi .13,21

Ber tambahnya produksi AGEP mengurangi elastisit as dinding pembuluh dar ah (ar t er ioskler osis) dan mengakibatkan t er ikatnya prot ein plasma pada membr an basalis, sehingga dinding pembuluh darah menebal dengan lum en yang makin sempit. Perubahan patologik yang t er jadi pada mikroangiopat i pada dasarnya adalah17:

a. Penebalan membr an basalis pembuluh dar ah kapiler yang mengakibat kan penyempit an lumen kapiler .

b. Per ubahan hemodinamik akibatnya terjadi disfungsi organ yang ber sangkutan.

(7)

7 toksik hasil met abolism e pada endolimfe akibat

ter ganggunya absorbsi oleh pembuluh darah sekit ar sakus endolimfatikus.3,22

Penurunan pendengar an t er ut ama ter jadi pada frekuensi t inggi. Hal ini t ampaknya ada kaitannya dengan kurangnya glikogen jar ingan sebagai sumber ener gi pada pender ita DM. Proses t r ansduksi pada or gan kor ti membutuhkan ener gi (ATP) yang bersum ber dar i glikogen.23

Penurunan pendengaran yang t er jadi pada pender ita DM t ipe 2 adalah pada fr ekuensi t inggi kiranya dapat dijelaskan sebagai ber ikut21:

1. Sel-sel r ambut luar mengandung glikogen lebih banyak dari pada sel-sel rambut dalam, dan jumlahnya di bagian basal lebih sedikit dibandingkan di bagian apek.

2. Sel-sel r ambut di daerah basal lebih panjang sehingga unt uk dapat m ener uskan rangsangan ke serabut-ser abut sar af memer lukan ener gi lebih besar.

3. Potensial endolimfat ik pada bagian basal lebih tinggi sehingga memer lukan ener gi lebih banyak.

4. Skala timpani pada bagian basal lebih besar sehingga kebut uhan akan sumber energi ekster nal (glukosa) dan oksigen lebih besar.

Efek seluler

AGEP t er jadi pada beber apa str uktur seluler dan berm acam-macam jar ingan. Akibat hiper glikemi dan aktivasi enzim PKC adalah penumpukan AGEP didalam kolagen t ipe IV. Kolagen t ipe IV dit emukan pada daerah perifer sist em audit or i yang meliputi membr an t ektorial, membr an basal, st ria vaskularis, ser at sar af pendengaran yang ber mielin, ligament spir al, spir al prominence, spir al limbus, skala media, dan sel epit el.22

Penumpukan AGEP yang ter jadi pada kolagen diakibatkan oleh modifikasi post-t ranslat ional protein dan peningkat an protein cross-linking. Sehingga t im bul hipot esa bahw a penumpukan AGEP menyebabkan m embran tektorial menjadi lebih ber ser at dan lebih tidak fleksibel, sehingga terjadi inar tikulasi dengan sel rambut luar dan penurunan t ransduksi bunyi.22

Perubahan seluler ini menyebabkan komunikasi sel m enur un, baik di dalam sel it u sendiri maupun ant ar sel. Jika hal t er sebut t er jadi pada koklea penderit a DM, cair an perilimfa dan endolimfa menjadi t erhambat sehingga dapat membahayakan homeost asis ion koklea.22

Pemer iksaan pendengaran pender ita DM tipe 2 Diagnosis gangguan pendengar an dit egakkan berdasar kan hasil uji pendengar an berupa24:

1. Audiomet r i nada murni. 2. Otoacoust ic emission. 1. Audiomet r i nada murni

Audiomet ri nada murni adalah suat u alat untuk mengukur kemampuan seseor ang untuk mendengar bunyi nada m urni. Alat ini dapat menghasilkan bunyi nada murni dari beberapa fr ekuensi yaitu 250, 500, 1000, 2000, 4000, dan 8000 Hz. Penur unan pendengar an sensorineur al dit egakkan apabila terdapat penur unan ketajaman

pendengar an yang dit andai oleh meningkatnya nilai ambang nada mur ni hant ar an udara (AC) dan hant ar an t ulang (BC) dengan beda ant ar a keduanya t idak lebih dar i 10 dB dengan ambang dengar lebih dari 25 dB24.

Der ajat ketulian dihit ung dengan menggunakan indeks Flet cher yait u:

Ambang dengar =

500 Hz+1000Hz+2000 Hz+4000 Hz 4

Dalam menent ukan der ajat ketulian, yang dihitung hanya ambang dengar hantar an udara saja. 24

Der ajat ket ulian menurut ISO (Int ernational Standr ad Organizat ion)

0 - 25 dB : normal >25 - 40 dB : t uli ringan >40 - 55 dB : t uli sedang >55 - 70 dB : t uli sedang ber at >70 - 90 dB : t uli berat >90 dB : tuli sangat ber at 2. Otoacoust ic emission

Otoacoust ic em ission mer upakan r espons koklea yang dihasilkan oleh sel-sel r ambut luar yang dipancarkan dalam bentuk energi akust ik. Sel-sel rambut luar diper sar afi oleh ser abut saraf efer en dan mempunyai elekt romot ilit as, sehingga perger akan sel-sel r ambut akan menginduksi depolar isasi sel. Perger akan mekanik yang kecil diinduksi menjadi besar.24

Penggunaan otoacoustic emission (OAE) unt uk menganalisa penurunan pendengar an, t ernyata lebih obyektif dan lebih sensit if dar ipada audiomet er nada mur ni. Pemeriksaan OAE mer upakan pemeriksaan elektr ofisiologik unt uk menilai fungsi koklea secar a obyektif, otomat is (menggunakan krit er ia pass / lulus dan r efer / t idak lulus). Pemer iksaan ini tidak invasif, mudah, t idak membutuhkan w aktu yang lam a dan prakt is.8,24

Penggunaan OAE t idak harus dilakukan di r uang kedap suara t et api har us cukup tenang. Hal ini unt uk mengur angi efek noise yang dapat mempengar uhi hasil pemer iksaan, demikian juga dengan per syar at an lain yaitu liang t elinga yang ber sih dan keadaan kavum timpani har us baik.24,25

Jenis OAE yang biasa digunakan adalah TEOAE (t ransient evoked OAE) yang menggunakan st imulus click dan DPOAE (dist or tion pr oduct OAE) yang menggunakan st imulus 2 nada murni yang ber beda frekuensi dan int ensit asnya. 24,25

Alat OAE t er diri dari pr obe yang dim asukkan ke dalam liang t elinga, terdir i dar i penger as suara unt uk member ikan st im ulus ke t elinga, mikr ofon untuk mer ekam bunyi dan alat yang dapat m emisahkan antara bunyi yang t imbul dar i koklea atau noise diluar koklea, sehingga dapat dianalisa sebagai bunyi koklea.24

(8)

8 Gambar 8 : Prinsip kerja OAE 25

Pr oduk sampingan koklea ini selanjutnya disebut sebagai emisi otoakust ik (otoacust ic emission ). Hal inilah yang menunjukkan bahw a emisi otoakustik adalah ger akan sel rambut luar dan m er efleksikan fungsi dar i koklea25

Pr insip dasar pemeriksaan OAE

Koklea t idak hanya menerima dan memproses bunyi, tet api juga dapat memproduksi ener gi bunyi dengan int ensitas r endah yang ber asal dari sel r am but luar koklea (out er hair cells). Saat suara digunakan untuk menimbulkan emisi, gelombang tersebut ditr ansmisikan m elalui telinga luar dimana st imulus pendengar an t er sebut diubah dari sinyal akust ik menjadi sinyal mekanik pada membr an timpani dan kemudian disalur kan melalui ossikula auditiva, dan kaki st apes menggerakkan foramen ovale, menyebabkan t er bentuknya gelombang pada koklea yang berisi cair an. Perger akan cair an koklea akan menggerakkan membr an basiler , dimana set iap bagian dar i membr an basiler ber si fat paling sensit if t er hadap rent ang frekuensi tert ent u. Daer ah yang paling dekat dengan for am en ovale bersifat lebih sensit if t er hadap st imuli frekuensi tinggi, sedangkan daer ah yang paling jauh ber sifat lebih sensitif terhadap fr ekuensi r endah. Respon pert am a yang kembali dan ter ekam oleh mikr ofon probe adalah yang ber asal dari fr ekuensi t er t inggi koklea karena jar ak t empuhnya yang paling rendah.25

Kelainan (kr iter ia r efer) pada OAE dihubungkan dengan kelainan fungsi dar i sel rambut luar yang mengakibat kan penurunan selektivit as dan sensitivit as.25 Penatalaksanaan

Penanganan gangguan pendengar an pada dasarnya adalah member i bant uan agar meningkatkan fungsi komunikasi bagi par a pender ita gangguan fungsi or gan pendengaran dengan progr am yang dikenal dengan rehabilit asi audiologi.17 Rehabilit asi audiologi mer upakan suat u pr oblem solving yang ber t ujuan untuk membantu mengatasi masalah yang t imbul sebagai akibat penur unan pendengar an dengan m emper timbangkan kebut uhan komunikasi dan car a hidup masing-m asing individu sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup individu tersebut .26

Terdapat ber bagai macam pilihan unt uk membant u penderit a dalam mengatasi gangguan dan meningkat kan kualitas hidupnya, ant ar a lain alat bantu dengar . Pemasangan alat bantu dengar hasilnya akan lebih baik bila dikombinasikan dengan lat ihan membaca bibir (Speech r eading) dan latihan mendengar (auditor y tr aining).

Pr osedur pelatihan t er sebut dilakukan ber sama ahli terapi w icara (Speech t herapist).26

Modalitas penat alaksanaan DM terdir i dari edukasi, terapi gizi medis, latihan jasm ani, int ervensi far makologis.11,12,13

a. Edukasi

Diabet es tipe 2 umumnya ter jadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah t er bentuk dengan mapan. Pember dayaan penyandang diabet es memerlukan part isipasi aktif pasien, keluarga dan masyar akat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju per ubahan per ilaku. Untuk mencapai keber hasilan per ubahan per ilaku, dibutuhkan edukasi yang kompr ehensif dan upaya peningkat an mot ivasi.12 b. Terapi gizi medis

Terapi Gizi Medis (TGM) mer upakan bagian dari penat alaksanaan diabet es melit us secara t ot al. Kunci keber hasilan TGM adalah ket erlibatan secar a menyelur uh dari anggot a tim (dokt er , ahli gizi, pet ugas kesehat an yang lain dan pasien itu sendiri). Seti ap penyandang diabet es sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebut uhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengat ur an makan pada penyandang diabet es hampir sama dengan anjuran makan untuk masyar akat umum yait u makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebut uhan kalor i dan zat gizi.12

c. Latihan jasmani

Kegiat an jasm ani sehari-hari dan lat ihan jasmani secar a t er atur

(3-4 kali seminggu sel ama kur ang lebih 30 menit ), merupakan salah sat u pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehar i-hari sepert i ber jalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, ber kebun harus tet ap dilakukan Lat ihan jasmani selain untuk menjaga kebugar an juga dapat menurunkan berat badan dan memper baiki sensit ivitas insulin, sehingga akan memper baiki kendali glukosa darah.12

Latihan jasmani yang dianjur kan ber upa lat ihan jasmani yang ber sifat aer obik sepert i jalan kaki, ber sepeda sant ai, jogging, dan ber enang. Lat ihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan st atus kesegar an jasmani. Unt uk mereka yang relat if sehat, int ensit as lat ihan jasmani bisa ditingkat kan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikur angi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kur ang gerak at au ber malas-malasan.12

d. Int ervensi Far makologi

Int ervensi far makologis dit ambahkan jika sasar an glukosa dar ah belum t er capai dengan pengat ur an makan dan lat ihan jasmani.12

1. Obat Hipoglikemik Oral ( OHO)

(9)

9 A. Pemicu Sekr esi Insulin

1. Sulfonilur ea

Obat golongan ini mempunyai efek ut ama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankr eas, dan merupakan pilihan ut ama unt uk pasien dengan ber at badan normal dan kur ang, namun m asih boleh diber ikan kepada pasien dengan ber at badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia ber kepanjangan pada berbagai keadaaan sepert i orang t ua, gangguan faal ginjal dan hati, kur ang nutr isi ser t a penyakit kardiovaskular , tidak dianjur kan penggunaan sulfonilurea ker ja panjang.12

2. Glinid

Glinid mer upakan obat yang car a kerjanya sama dengan sulfonilur ea, dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase per tama. Golongan ini ter diri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nat eglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat set elah pemberian secar a or al dan diekskr esi secar a cepat melalui hat i.12

B.Penambah sensit ivitas t er hadap insulin Tiazolidindion

Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglit azon) berikat an pada Peroxisome Pr oliferator Act ivated Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak.

Golongan ini mempunyai efek menur unkan r esist ensi insulin dengan meningkatkan jum lah prot ein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer . Tiazolidindion dikontr aindikasikan pada pasien dengan gagal jant ung klas I-IV kar ena dapat memperber at edema/ r etensi cair an dan juga pada gangguan faal hat i. Pada pasien yang

menggunakan t iazolidindion perlu dilakukan pem antauan faal hat i secar a ber kala.12

C. Penghambat glukoneogenesis Metfor min

Obat ini mempunyai efek ut am a m engur angi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer . Ter ut ama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Met formin dikont r aindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (ser um kr eat inin lebih dar i 1,5 mg/ dL) dan hat i, ser t a pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (m isalnya penyakit serebr o- vaskular, sepsis, r enjatan, gagal j ant ung). Met formin dapat member ikan efek samping mual. Unt uk mengur angi keluhan t er sebut dapat diber ikan pada saat at au sesudah makan.12

D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acar bose)

Obat ini beker ja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menur unkan kadar glukosa darah sesudah m akan. Acar bose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens. Ter api Far makologi diant aranya golongan Insulin Sensit izing, golongan Thiazolidinediones, golongan Sekr et agok Insulin, dan pengham bat Alfa Glukosidase12

2 . I nsulin

Insulin diperlukan pada keadaan penur unan ber at badan yang cepat

hiper glikemia berat yang disert ai ketosis Ketoasidosis diabet ic hiperglikemia hiper osmolar non ketotik hiper glikemia dengan asidosis laktat. Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal St r es ber at (infeksi sist emik, oper asi besar , IMA, st r oke). Kehamilan dengan DM/ diabet es melit us gestasional yang t idak t er kendali dengan perencanaan makan. Gangguan fungsi ginjal at au hat i yang berat. Kont raindikasi dan at au aler gi terhadap OHO12

3 . Terapi Kombinasi

Pember ian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,untuk kemudian dinaikkan secara ber tahap sesuai dengan respons kadar glukosa dar ah. Ber samaan dengan pengat ur an diet dan kegiat an jasmani, bila diper lukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Ter api dengan OHO kombinasi, har us dipilih dua macam obat dar i kelompok yang mempunyai mekanisme kerja ber beda.12

Bila sasar an kadar glukosa dar ah belum t ercapai, dapat pula diber ikan kom binasi tiga OHO dar i kelompok yang berbeda at au kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disert ai dengan alasan klinik di mana insulin t idak memungkinkan unt uk dipakai dipilih ter api dengan kombinasi tiga OHO.12

Unt uk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak diper gunakan

adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah at au insulin ker ja panjang) yang diber ikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekat an t er api t er sebut

pada um umnya dapat diperoleh kendali glukosa dar ah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis aw al insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis t er sebut dengan menilai kadar glukosa dar ah puasa keesokan harinya. Bila dengan car a seper ti di atas kadar glukosa darah sepanjang har i masih t idak t er kendali, maka obat hipoglikemik or al dihent ikan dan diber ikan insulin saja.12

Kesimpulan

1. Insiden DM dan komplikasi kr onik akibat DM meningkat dengan pesat di seluruh dunia, ter masuk di Indonesia.

2. Mekanisme t er jadinya komplikasi kr onik DM sangat kompleks, mencakup beberapa jalur mekanisme biokim ia dan beberapa pr oses patobiologik.

3. Komplikasi DM diant ar anya m enyebabkan gangguan fungsi pendengaran seyogyanya dilakukan pemeriksaan pendengar an dengan menggunakan sar ana dan cara yang non invasif di bagian THT-KL

Daftar Pustaka :

(10)

10 2. Austin DF, Mart in DK, McMilan GP. Diabet es-Related

Change in Hear ing: The Laryngoscope 2009;119: 1788-96.

3. Bainbridge KE, Hofm an HJ, Cow ie CC. Diabetes and Hearing in t he Unit ed St at es: Audiomet ric Evidence fr om the National Health and Nut rit ion Examinat ion Sur vey, 1999 to 2004. Annals of Int er nal Medicine 2008;149: 1-10.

4. Suyono S. Diabet es Melit us di Indonesia. Dalam: Sudoyo AW,Setiyohadi B, Alw i I, Simadibr at a KM, Set iat i, editor s. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III edisi ke-5. Jakart a: Pusat Pener bit Ilmu Penyakit Dalam FKUI;2009: 1873-79.

5. Naini AS, Fat hololoomi MR. Effect of Diabet es Mellitus on the Hear ing Abilit y of Diabetic Pat ient s. Tanaffos 2003; 2(6); 51- 8.

6. Dalt on DS et al. Associat ion of NIDDM and Hear ing Loss. Diabetes Car e 1998; 21(9): 1540-4.

7. Wareing MJ, Lalw ani AK, Jackler RK. Development of the Ear In: Bayle BJ , Johnson JT. editor s. Head and Neck Sur gery Otolar yngology. 4th ed. Philadelphia: Lippincot t Company 2006. p.1870-81

8. Mills JH, Khariw ala SS, Weber PC. Anatomy and Physiology of Hear ing. In: Bayle BJ, Johnson JT. editor s. Head and Neck Sur ger y Otolar yngology. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Company 2006. P. 1884-1903. 9. Moller AR. Anatomy of The Ear. In: Moller AR, editor.

Hearing : Anatomy, Physiology, and Disorder of The Auditory System. 2nd edit ion. San Diego, California USA ; 2006. Page 3-17.

10. Soetir to I, Hendar min H, Bashir uddin J. Gangguan Pendengar an (Tuli). Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashir uddin J Restut i RD, editor s. Buku Ajar Ilmu Kesehat an Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, edisi ke-6. Jakart a: Balai Pust aka FKUI; 2007 : 10-22. 11. Purnamasar i D. Diagnosis dan Klasifikasi Diabet es

Melit us. Dalam: Sudoyo AW,Setiyohadi B, Alw i I, Simadibrat a KM, Setiati, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III edisi ke-5. Jakart a: Pusat Pener bit Ilmu Penyakit Dalam FKUI;2009:1880-83. 12. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabet es

Melit us Tipe 2 di Indonesia 2006.

13. Vot ey SR, Pet er s AL. Diabet es Mellit us Type 2-A Review . Emer gency Medicine, UCLA 2008.

14. Foster DW. Diabetes Mellitus. In: Har rison’s Pr inciples of Int ernal Medicine. Fauci, Braunw ald, Isselbacher et al

editor s. 14th edition. McGraw -ill Companies, USA,1998: 623-75.

15. Har diman. Pencegahan Primer Penyakit Kar diovaskuler Pada Prediabet es. Surakart a 2009 : Univer sit as Sebelas Mar et .

16. Diniz TH, Guida HL. Hear ing Loss in Patient s w it h Diabet es Mellit us. Br azilian Jour nal otor hinolar yngol 2009;75(4): 573-8.

17. Waspadji S. Komplikasi Kronik Diabetes: Mekanisme Terjadinya, Diagnosis dan Str at egi Pengelolaan. Dalam: Sudoyo AW, Set iyohadi B, Alw i I, Simadibrata KM, Setiati, edit or s. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III edisi ke-5. Jakar ta: Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam FKUI;2009:1922-29.

18. Maia CA, Alber to C. Diabet es mellit us as etiological fact or of hear ing loss. Rev Bras Otor rinolar ingol 2005;71: 208-14.

19. Sakuta H, Suzuki T, Yasuda H. Type 2 diabet es and hear ing loss in per sonnel of t he Sel f-Defense Forces. Diabet es Resear ch and Clinical Pr acti ce 2007;75: 229-34.

20. Nepal MK, Rayamajhi P, Thapa N. Associat ion of syst em ic diseases w it h sudden sensorineural hear ing loss. Jour nal of Instit ut e of Medicine 2007;29:25-28. 21. Kakarlapudi V, Sawyer R, St aecker . The Effect of

Diabet es on Sensor ineur al Hearing Loss. Otology and Neur otology 2003;24: 382-86.

22. Fr isina ST, Mapes F, Kim SH. Charact eri zat ion of hear ing loss in aged type II diabet ics. Hearing Research 2006; 211:103-13.

23. Tan KCB, Chow WS, Met z C. Advanced Glycat ion End Pr oducts and Endot helial Dysfunct ion in Type 2 Diabet es. Diabet es car e 2002; 25; 1055-59.

24. Syar ifuddin, Bashiruddin J, Alviandi W. Tuli Koklea dan Tuli Ret rokoklea. Dalam: Soepar di EA, Iskandar N, Bashir uddin J Restut i RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher , edisi ke-6. Jakar t a: Balai Pustaka FKUI; 2007 : 23-9. 25. Kempt DT, Otoacoustic Emission: Concepts and Or igins.

In Manley CA, Fay RR, Popper AN, editor s. Act ive Pr ocesses and Otoacoust ic Emission in Hearing, 5th ed. New Yor k 2007. P:1-38.

Gambar

Gambar 3: Sel rambut luar dan sel  rambut dalam 9
Tabel 1. Kriteria diagnosis DM  11 1 Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu
Gambar 8 : Prinsip kerja OAE 25

Referensi

Dokumen terkait

Jurnal ini bertujuan untuk mengupas secara detail pola-pola patronase yang diterapkan dibaik kasus kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Kampar hingga mampu memunculkan

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antar tingkat pengetahuan orang tua dengan status gizi anak yang menderita diare di ruang Perawatan Anak

Huruf kanji yang termasuk ke jenis shookei adalah kanji yang terbentuk dengan menggambarkan atau meniru bentuk dari sebuah benda.. Gambar 2.1 Contoh

M n1 = nilai yang lebih kecil dari momen ujung terfaktor akibat beban yang. tidak menimbulkan goyangan ke

H.pylori (peradangan lambung yang disebabkan oleh kuman Helicobacter pylori) serta untuk mengetahui hubungan Cag A ( + ) dan Cag A ( - ) { merupakan virulensi pada

Therefore, hotel managers must have capability to communicate and deal effectively with people from different cultures, as they are tasked with the responsibility of ensuring that

Hasil dari penelitian ini adalah ada dua reksa dana yang dapat direkomendasikan untuk investasi di tahun 2011 yaitu Panin Dana Maksima dan Panin Dana Prima, karena

Pelatihan Manajemen Organisasi dan Dinamika Kelompok bagi KMPH Merawan dilaksanakan di Dusun Buring Desa Muara Merang pada tanggal 27 – 29 Mei 2010. Tujuan utama pelatihan ini